Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Rogayah
"Telah dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh penyuluhan dan Senam Asma edonesia terhadap pengetahuan, sikap, perilaku dan gejala klinik penderit asma. Jumlah subiek penelitian ini sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang kelompok kasus dan 20 orang kelompok kontrol. Penderita berusia 15-55 tahun dengan umur rata-rata pada kelompok kasus 46 ±11,71 tahun dan kelompok kontrol 37 ±8,99 tahun. Pada kelompok kasus penderita mengikuti penyuluhan dan melakukan Senam Asma Indonenesia 77,3% selama 6 bulan, sedangkan kelompok kontrol adalah penderita yang tidak mengikuti penyuluhan dan Senam Asma Indonesia. Dari penelitian didapatkan pada kelompok kasus peningkatan pengetahuan 12,5%, sikap 53,9% dan perilaku 53,5% sedangkan pada kelompok kontrol peningkatan pengetahuan 5,6%, sikap 9,1% dan tidak ada perubahan terhadap perilaku. Pada kelompok kasus terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 71,33%, gangguan tidur 75,4%, gangguan aktivitas 80,5%, napas berbunyi 84,6%. Pada kelompok kontrol terdapat penurunan skor gejala klinik yaitu jumlah batuk 43,6% gangguan tidur 40,9%, gangguan aktivitas 35,8% dan napas berbunyi 40,6%. Peningkatan faal paru KVP,VEP dan APE pada kelompok kasus yaitu KVP dari 1733 ± 231,06 ml menjadi 1842 ± 300,03 ml, VEP dari 1349,5 ± 169,94 ml menjadi 1469,2 ± 190,19 ml dan APE dari 325,9 ± 45,89 Vmnt menjadi 352,6 ± 64,73 l/mnt. Peningkatan faal paru KVP, VEP, dan APE pada kelompok kontrol yaitu KVP dari 1762 ± 307,59 ml menjadi 1840 ± 332,79 ml, VEP, dari 1389,5 ± 214,36 ml menjadi 1482 ± 252,59 ml dan APE dari 323,65 ± 53.51 V/mnt menjadi 348,5 ± 58,23 l/mnt."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Frits Gosana
"Penelitian dilakukan terhadap 38 penderita asma (laki-laki dan perempuan) yang dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok kasus terdini dari 19 orang (14 orang laki-laki dan 5 orang perempuan), umur rata-rata 52,5 t 12.5 tahun, tinggi badan rata-rata 160.5t 10.5 cm Kelompok kontrol terdiri dari 19 orang (15 orang laki-laki dan 4 orang perempuan), umur rata rata 48,5 ±8,5 tahun., tinggi badan rata-rata 160± 10 cm. Selama 12 minggu kedua kelompok mendapat perlakukan sebagai berikut. Kelompok kasus melakukan senam asma dua kali perminggu dan mendapat terapi obat (ila perlu). sedangkan kelompok kontrol tidak melakukan senam asma hanya diberikan terapi obat (bila perlu). Gejala klinis (batuk, mengi, sesak napas, terbangun karena asma malam hari), jumlah pemakaian obat dan nilai APE (Arus Puncak Ekspirasi) sebelum dan sesudah penelitian diperiksa dan dibandingkan antara kedua kelompok. Pada kelompok kasus sesudah penelitian didapatkan perbaikan gejala klinis, jumlah pemakaian obat dan nilai APE yang bermakna (p < 0,01). Pada kelompok kontrol sesudah penelitian juga didapatkan perbaikan gejala klinis dan nilai APE yang bermakna (p <0,01), tetapi penurunan jumlah pemakaian obat tidak bermakna (p > 0,01). Jika diandingkan antara kedua kelompok sebelum penelitian tidak berbeda bermakna (p > 0,05), sedangkan sesudah penelitain gejala klinis dan jumlah pemakaian obat berbeda bermakna (p< 0,05), tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna perbaikan nilai APE antara kedua kelompok (p> 0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukamto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58800
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaka Pradipta
"ABSTRAK
Latar belakang: Asma dan rinitis alergi merupakan penyakityang disebabkan oleh inflamasi saluran napas.United airway adalah hipotesis terdapatnya kesatuan morfologi dan fungsi sistem saluran napas atas dan bawah yang memiliki kesamaan dalam histologi, fisiologi dan patologi. Penilaian respons inflamasi pada saluran pernapasan diharapkan mampumemperbaiki derajat berat penyakit asma maupun rinitis alergi sehingga derajat penyakit terkontrol baik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang pada 31 pasien asma yang berobat ke RSUP Persahabatan. Subjek penelitian dinilai derajat berat penyakitnya berdasarkan derajat asma stabil, derajat kontrol asma dan derajat rinitis. Penilaian inflamasi saluran napas atas menggunakan eosinofil mukosa hidung dan inflamasi saluran napas bawah menggunakan FeNO Subjek dibagi menjadi kelompok asma dengan rinitis alergi dan asma tanpa rintis alergi menggunakan pemeriksaan alergi uji cukit kulit.
Hasil: Terdapat hubungan dengan korelasi yang bermakna antara peningkatan kadar FeNO dengan asma yang tidak terkontrol (r=0,39, p = 0,02).Terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah eosinofil mukosa hidung (p = 0,02) dan FeNO (p = 0,01)pada subjek asma dengan rinitis alergidan asma tanpa rinitis alergi. Terdapat hubungan dengan korelasi yang bermakna antara kadar FeNO dengan jumlah eosinofil mukosa hidung. (r = 0,378, p= 0,04).

ABSTRACT
Background:Asthma and allergic rhinitis are diseases caused by airway inflammation. The united airways hypothesis suggests a similarity of morphology and function betweenthe upper and lower airway systems. Thus, the assessment of inflammatory activities in the united airway systems should reflect the severity and the degree of disease control in asthma and allergic rhinitis.
Methods:This cross-sectional study included 31 asthma patients treated in National Respiratory Referral Center Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia, as subjects. Subjects were grouped into asthma with allergic rhinitis and asthma without allergic rhinitis based on the skin test examination. The degrees of stable asthma, asthma control, and rhinitis of the subjects were recorded. The nasal eosinophil counts and fractional concentration of exhaled nitric oxide (FeNO) level examinations were performed to assess the lower and upper airway inflammation, respectively.
Results:There was a moderate correlation between FeNO levels and degree of asthma control (r=0.39, p=0.02).Subject grouping resulted in different nasal eosinophil counts and FeNO levels (p=0.02 and p=0.01, respectively). There was a moderate correlation between nasal eosinophil counts and FeNO levels (r=0.378, p= 0.04)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alamsyah
"Tujuan : Mengetahui pengaruh latihan pernapasan diafragma diikuti atau tanpa latihan sepeda statik terhadap tingkat kebugaran pasien asma persisten sedang.
Disain : Uji klinis paralel membandingkan dua perlakuan kelompok kasus diberikan latihan pernapasan diafragma (LPD) diikuti latihan sepeda statik, sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan LPD saja.
Tempat : Departemen Rehabilitasi Medik FKUI Perjan RSCM Jakarta.
Subyek : 57 pasien asrija persisten sedang dari Poli AIergi-Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI - Perjan RSCM
Intervensi : Antara bulan Januari 2005 sampai dengan Maret 2005. Empat puluh dua pasien asma persisten sedang yang masuk dalam !criteria inkiusi dibagi dalam dua kelompok (kasus dan kontrol). Melakukan LPD tiga kali seminggu dengan latihan atau tanpa latihan erobik disertai pengawasan selama enam minggu. Hasil peningkatan VO2maks antara kedua kelompok dibandingkan pada akhir penelitian.
Hasil : Hasil penelitian selama enam minggu menemukan adanya peningkatan VO2maks yang bermakna (p <0,01) baik pada kelompok kasus dan kelompok kontrol. Demikian juga dijumpai perbedaan yang bermakna (0,0218) pada selisih kenaikan VO2maks pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Latihan pernapasan diafragma diikuti latihan erobik meningkatkan kebugaran fisik pasien asma persisten sedang lebih baik dibandingkan hanya diberikan LPD saja.

Objective : To know the influence diaphragm breathing exercise with or without ergometer cycle exercise toward level of physical fitness of moderate asthma persistent patient.
Design : Paralel clinical test compare two interventions. Case group is given diaphragm breathing exercise with ergometer while control group is given diaphragm breathing exercise only.
Setting : Department of Medical Rehabilitation FMITI Jakarta.
Subject : 57 patient of moderate asthma persistent from Allergic-Immunologic Department of Internist FMUI - Cipto Mangunkusumo Hospital.
Intervention : Between January 2005 up to March 2005. 42 moderate asthma persistent patients which fulfill the condition are divided into two groups (case and control). Perform diaphragm breathing exercise with or without ergometer cycle exercise with supervision for six weeks. The result of V02max increment is compare at the end of the research.
Result : In the result of research for six weeks we find V02max significant increment (p <0.01) in two groups. We also find V02max significant (p <0.0218) increment in different increment in two groups.
Conclusion : Diaphragm breathing exercise with ergometer cycle exercise increase the level of physical of fitness moderate asthma persistent patient is better than diaphragm breathing exercise only.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Soengkono
"ABSTRAK
Asthma is a common chronic inflammatory condition of the lung airways whose cause is incompletely understood. A variety of disorders can result in asthma. The most common is an inheritet immunologic abnormality that allows inhalet antigens (allergens) to trigger a hypersensitivy response mediated by immunoglobulin E (Ig F) and thus produce bronchial narrowing. The circumstances leading to an episode of asthma should be analyzed to identify possible precipitating factors. In oral infection focus may be important in precipitating attacks. Asthma medications can contibute to xerostomia making individuals who use medications more susceptible to caries and periodontal disease. The goal of the dental management of the patient asthma is to avoid precipitating an acute attack. Report of case: Oral treatment for an elamination of the causes of infection focus for girls at 11 years old."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sanri Pramahdi
"Asma merupakan penyakit intiamasi kronik saluran napas, gejala umumnya sangat bervariasi dan dapat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. Pada dekade terakhir ini prevalensi asma meningkat bahkan di beberapa negara dilaporkan telah terjadi kenaikan prevalensi morbiditi dan mortaliti penderita asma. Hal ini diduga karena keterlambatan diagnosis dan pemberian terapi yang kurang adekuat.
Kematian karena asma di Amerika Serikat tahun 1988 adalah 1,9/100.000 penduduk terutama lebih tinggi pada usia < 45 tahun, tahun 1979 di Kolombia angka kematian 2,06/100.000 dan menurun tahun 1994 menjadi 1,61/100.000. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia tahun 1992 menyimpulkan bahwa asma, bronkitis dan emfisema merupakan urutan ke 7 penyebab kematian atau 5,6% dari total kematian. Data di RS. Persahabatan tahun 1993-1997 mendapatkan 10 kematian yang dihubungkan dengan asma, 9 diantaranya disertai komplikasi seperti pneumonia, gagal jantung, gagal ginjal dan tumor paru.
Peniiaian dan penanganan yang adekuat merupakan kunci pokok yang menentukan apakah seorang pasien dapat teratasi serangannya, berlanjut atau harus dirawat di rumah sakit. Beberapa pasien saat serangan dapat terancam jiwanya bahkan tidak dapat tertolong. Penderita yang berisiko tinggi mengalami kematian adalah penderita yang datang dengan serangan berat, penyakit asmanya jarang dikontrol, respons sebagian atau tidak respons terhadap pengobatan, keterlambatan penggunaan steroid dan keterlambatan penilaian berat serangan baik oleh dokter atau penderita.
Menurut konsensus intemasional tahun 1992 dianjurkan 6 Iangkah dalam penanganan dan penatalaksanaan asma yaitu:
1. Partisipasi pasien dalam pengelolaan asma
2. Dapat dinilai perburukan penyakit dengan peak flow meter
3. Mengenal faktor-faktor pencetus serangan
4. Penggunaan obat-obatan
5. Penanganan serangan
6. Kontrol teratur.
Dalam penanganan serangan asma akut, agonis 132 merupakan terapi pilihan utama baik pada serangan ringan, sedang dan berat. Peranan antikolinergik dalam penatalaksanaan asma akut tergantung berat ringan serangan. Pada asma akut berat pemberian agonis 132 dianjurkan ditambah dengan antikolinergik, pada asma akut sedang pemberian kombinasi ini masih kontroversi, beberapa peneliti mengatakan pemberian kombinasi ini memberikan perbaikan yang berbeda bermakna dan sebagian lagi mengatakan tidak terdapat perbedaan bermakna dalam pemberian kombinasi ini sedangkan pada asma akut ringan pemberian kombinasi ini disebutkan tidak bermanfaat. Seperti kita ketahui antikolinergik seperti ipratropium bromida mempunyai efek bronkodilator meskipun tidak sekuat dan secepat respons pemberian agonis 132, kelebihannya adalah mempunyai masa kerja yang lama.
Kecenderungan meningkatnya angka morbid iii dan mortatiti asma merupakan permasalahan tersendiri. Salah satu yang diduga menyebabkan meningkatnya angka tersebut adalah keterlambatan diagnosis dan penanganan yang tidak adekuat di gawat darurat. Penanganan asma di gawat darurat disesuaikan dengan derajat berat serangan. Penggunaan antikolinergik dengan agonis 132 hanya diindikasikan pada serangan asma berat, sementara untuk serangan sedang dan ringan tidak diberikan antikolinergik, walau pada beberapa kepustakaan lain menuliskan manfaat antikolinergik tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T58454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Fransius
"Terapi penyakit asma dengan inhaled corticosteroid (ICS) dosis tinggi yang berjangka panjang berpotensi menimbulkan efek samping. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah menggunakan senyawa turunan tumbuhan sebagai alternatif. Fisetin merupakan senyawa flavonoid yang menunjukkan berbagai efek farmakologis. Hambatan utama keberhasilan terapi dengan fisetin adalah bioavailabilitas yang rendah dan lipofilisitas yang tinggi. Beberapa pendekatan digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat dengan lipofilisitas tinggi, yaitu menggabungkan obat ke dalam matriks lipid. Solid lipid microparticles (SLM) adalah metode mikroenkapsulasi obat ke dalam lipid yang memungkinkan pelepasan obat terkendali, peningkatkan stabilitas obat, dan tetap aman bagi tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi solid lipid microparticle fisetin dry powder inhalation fisetin berbasis lipid Glyceryl tristearate serta surfaktan Poloxamer 188 dan Tween 80 sebagai obat terapi inhalasi penyakit asma. Pada penelitian ini, peneliti telah mengamati variasi kandungan obat, konsentrasi surfaktan, dan kecepatan putar. Serbuk inhalasi menghasilkan ukuran 1,2 – 4 µm dan menunjukkan 34% antiinflamasi pada konsentrasi 1.000 ppm. Selain itu, persentase yield formulasi berada dalam rentang 81 – 96%, drug loading 2 – 5%, dan entrapment efficiency 82 – 87%. Profil pelepasan menunjukkan sistem pelepasan sustained release. Formulasi yang terbaik adalah FIS6 dengan variasi kandungan obat, surfaktan, dan kecepatan putar paling tinggi.

Long-term high-dose inhaled corticosteroid (ICS) for asthma therapy has the potential to cause side effects. One approach that can be taken is to use plant-derived compounds as an alternative. Fisetin is a flavonoid compound that exhibits various pharmacological effects. The main obstacle to successful therapy with fisetin is its low bioavailability and high lipophilicity. Several approaches are used to increase the bioavailability of drugs with high lipophilicity is to incorporate the drug into the lipid matrix. Solid lipid microparticles (SLM) is a method of microencapsulating drugs into lipids that allows the drug to be released slowly, improves drug stability, and remains safe for the body. This study has obtained a fisetin SLM formulation as dry powder inhalation with Glyceryl Tristearate as lipid as well as Poloxamer 188 and Tween 80 as the surfactants. The dry powder inhalation is in the form of inhaled therapy drugs for asthma. This study also observes variations in drug content, surfactant concentration, and rotational speed. The inhalation powder has a particle size ranged 1,2 – 4 µm and showed 34% anti-inflammatory at a concentration of 1,000 ppm. In addition, the yield is in the range of 81 – 96%, drug loading is 2 – 5%, and entrapment efficiency is 82 – 87%. The winning profile shows the sustain release pulmonary drug delivery profile. The best formulation is FIS6 with the highest variation of drug, surfactant, and rotational speed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djabir Abudan
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa Herviana
"Latar belakang: Pasien asma dapat mengalami sensitisasi terhadap Aspergillus sp. yang dapat menyebabkan aspergilosis bronkopulmoner alergika (ABPA). Kondisi ABPA, penggunaan steroid, dan kerusakan fungsi paru dapat meningkatkan risiko aspergilosis paru kronik (APK). Pemeriksaan baku emas mikologi APK adalah kultur jamur, yang memerlukan sumber daya terlatih dan waktu lama. Pemeriksaan imunokromatografi (ICT) Aspergillus dengan mekanisme lateral flow assay yang mudah dilakukan dan memerlukan sampel sedikit dapat menjadi alternatif baru deteksi Aspergillus sp. pada pasien asma persisten.
Metode: Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-November 2021, menyertakan 50 pasien asma persisten di RS Persahabatan yang direkrut pada penelitian sebelumnya. Bahan klinis terdiri atas 50 serum pasien untuk pemeriksaan ICT Aspergillus dan 15 sampel sputum untuk kultur jamur. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium Departemen Parasitologi FKUI.
Hasil: Demografi 50 subjek didominasi perempuan (78%) dan rerata usia subjek 55,8 tahun (SD±13,14). Hasil positif ICT Aspergillus ditemukan pada 16% (8 subjek). Pertumbuhan 17 isolat Aspergillus didapatkan pada sputum yang berasal dari 11 pasien, terdiri atas: Aspergillus niger (8 isolat), Aspergillus sp. (5 isolat), Aspergillus flavus (3 isolat), dan Aspergillus terreus (1 isolat). Tiga pasien memiliki hasil positif pada kultur dan ICT Aspergillus. Delapan dari pasien dengan hasil kultur positif memiliki hasil ICT negatif, meski 4 di antaranya memiliki 2 isolat Aspergillus.
Kesimpulan: Pemeriksaan ICT Aspergillus menunjukkan hasil positif 16% pada 50 pasien asma yang diteliti. Kultur jamur pada sputum 11 dari 15 pasien menunjukkan pertumbuhan Aspergillus sebanyak 17 isolat, dengan spesies terbanyak A. niger. Tidak terdapat kaitan bermakna antara pemeriksaan ICT Aspergillus dengan hasil kultur jamur Aspergillus pada pasien asma persisten.

Introduction: Asthma patients can be sensitized to fungi, including Aspergillus sp. which can cause allergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA). The certain conditions such as ABPA, steroid consumption, and lung function disturbance can increase the risk of chronic pulmonary aspergillosis (CPA). The gold standard for mycology examination for CPA diagnosis is fungal culture, which is time-consumed and need special resources. Immunochromatography test (ICT) Aspergillus could be a new alternative for CPA diagnosis, including for asthma patients.
Method: There were 50 persistent asthma patients from Persahabatan General Hospital who were recruited in previous study. Fifty sera were tested for ICT Aspergillus and 15 sputum samples for fungal culture.
Result: Demography of 50 subjects was dominated by women (78%) and mean age was 55.8 years (SD±13.14). Positive ICT test result was 16%, and 17 Aspergillus isolated from sputum of 11 out of 15 patients, consisted of Aspergillus niger (8 isolates), diikuti Aspergillus sp. (5 isolates), Aspergillus flavus (3 isolates), and Aspergillus terreus (1 isolate). There were 3 patients with positive results in both ICT and Aspergillus culture. Eight patients with Aspergillus confirmation had negative ICT results, despite 4 out of 8 had 2 Aspergillus isolates.
Conclusion: Aspergillus ICT in this study showed a positivity rate of 16%. There were 17 Aspergillus isolates from the sputum of 11 out of 15 patients, with A. niger as the most common species. There was no significant relationship between Aspergillus ICT examination and fungal culture results in persistent asthmatic patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>