Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 238246 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kelvin Adytia Pratama
"Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi pada kenyataannya, hal tersebut masih diperdebatkan oleh berbagai kalangan terkait, terutama mengenai mekanisme penilaian dan pengikatan jaminan, sehingga sampai saat ini belum ada pihak yang memberikan kredit dengan jaminan berupa Hak Cipta. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bertujuan untuk mempelajari mekanisme penilaian dan pengikatan Hak Cipta sebagai objek jaminan fidusia di Indonesia, dengan membandingkan dengan metode yang dilakukan di negara Common Law yaitu Amerika Serikat. Dari hasil penelitian didapati bahwa meskipun sudah terdapat peraturan yang mengatur, namun belum adanya praktik konkrit dari lembaga keuangan bank dan/atau non-bank yang menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan untuk mendapatkan kredit seperti di Amerika Serikat. Dari contoh di Amerika Serikat kita dapat melihat bahwa banyak pihak yang dilibatkan dalam sebuah perjanjian kredit dan adanya agunan tambahan sebagai bentuk proteksi terhadap pihak peminjam. Polemik ini haruslah dipecahkan lewat kolaborasi yang solutif antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, pihak jasa penilai, dan juga pihak perbankan agar terbangun sebuah infrastruktur hukum sampai ke teknis pelaksanaannya.

Law number 28 of 2014 concerning Copyright stipulates that Copyright as an intangible movable object can be used as an object of fiduciary guarantees. Provisions regarding Copyright as an object of fiduciary security will be implemented in accordance with the provisions of the applicable laws and regulations. However, in reality, this is still being debated by various related parties, especially regarding the mechanism for assessing and binding guarantees, so that until now there has been no party that has provided credit with collateral in the form of a Copyright. This study uses a normative juridical method and aims to study the mechanisms for assessing and binding Copyright as an object of fiduciary guarantees in Indonesia, by comparing it to the method used in Common Law countries namely United States of America. From the results of the study it was found that although there are already regulations governing, there is no concrete practice by bank and/or non-bank financial institutions that make copyright an object of collateral to obtain credit like in the United States. From the example in the United States of America we can see that many parties are involved in a credit agreement and there is additional collateral as a form of protection for the borrower. This polemic must be resolved through a solutive collaboration between the Financial Services Authority, the Ministry of Law and Human Rights, the appraisal service, and also the banking sector in order to develop a legal infrastructure down to the technical implementation."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marlin Agustin
"Karya Sinematografi dalam bentuk film impor merupakan bentuk tayangan yang diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia sejak sebelum kemerdekaannya. Film impor yang ditayangkan di Indonesia dapat dikonsumsi dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia karena adanya penerjemahan yang dilakukan atas film-film impor tersebut. Terdapat 2 dua metode penerjemahan film yang paling sering dipakai oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia yaitu metode sulih suara dubbing dan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle.
Film impor yang selama ini diedarkan dan ditayangkan di bioskop untuk konsumsi publik, diterjemahkan menggunakan metode penerjemahan dalam bentuk teks subtitle, namun tidak demikian adanya dengan film impor yang ditayangkan di televisi. Film sebagai salah satu dari serangkaian Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia diakui sebagai sebuah wujud nyata dari sebuah ide yang diekspresikan yang kepada Pencipta atau Pemegang Hak Ciptanya melekat Hak Ekonomi dan Hak Moral.
Dalam tulisan ini penulis akan membedah kedua metode penerjemahan film tersebut dan membongkar satu per satu setiap tahap yang harus dilalui untuk menerjemahkan film menggunakan kedua metode penerjemahan tersebut. Penulis juga akan membahas mengenai penerjemahan film dilihat dari perspektif hak ekonomi dan hak moral. Selanjutnya penulis menganalisis lebih jauh mengenai metode sulih suara dubbing yang selama ini dipakai untuk menerjemahkan film impor yang ditayangkan di televisi dan dampaknya terhadap hak moral Pelaku Kegiatan Perfilman sebagai Pencipta, dikaitkan dengan definisi Ciptaan yang dilindungi oleh hukum Hak Cipta sendiri. Penulis berharap pada akhirnya film impor yang ditayangkan di televisi Indonesia dapat disuguhkan kepada masyarakat menggunakan metode penerjemahan film yang tetap memastikan Hak Ekonomi Pencipta terlindungi namun tidak menciderai Hak Moral Pencipta.

Cinematographic work in the form of imported film is something that was already introduced to the people of Indonesia even prior to its independence as a nation. Imported film that are aired in Indonesia are able to be consumed and enjoyed by Indonesian people because of film translation methods applied on the films, that allow them to do so. There are 2 two methods of film translating that are most commonly used in many countries across the world including Indonesia itself, which are dubbing and subtitling.
The imported films that have been circulated and showcased in movie theatres for publics consumption, are translated by subtitling them, but it isnt so when it comes to those that are aired on television. Film as one of the forms of creation that are protected under the Copyright Law which recognizes it as an embodiment of an expressed idea. On that creation economic and moral rights are attached.
In this writing, author hopes to be able to dissect both film translating methods in terms of the technicalities and how they affect the moral rights of creator with how the Copyright Law defines the very creation it protects in mind. Author hopes for a future where imported films are able to be consumed by our society using a translating method that is able to make sure that both of creators rights which the economic one and the moral one stay protected, specifically in terms of sound which is one of the most important elements in movie as a form of audiovisual work.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Sri Aryani
"Ditengah-tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia, ada satu kegiatan yang tidak terpengaruh oleh kejadian tersebut yaitu pertunjukan musik baik yang langsung (off-air) maupun yang dipertunjukkan di televisi swasia (on-air). Pertunjukan musik dari penyanyi atau grup musik dapat seeing diselenggarakan clan disaksikan sekarang ini tidak lepas dari peran serta perusahaan produsen barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi untuk barang maupun jasa yang sedang rnengadakan kampanye promosi. Peran serta perusahaan produsen barang atau jasa tersebut adalah dari segi pembiayaan penyelenggaraan pertunjukan musik tersebut baik di venue atau di televisi. Dikatakan demikian, karena untuk pengurusan penyelenggaraan pertunjukkannya sendiri dilakukan oleh pihak promotor musik atau event organizer atau stasiun televisi swasta. Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan produsen barang maupun jasa di dalam membiayai penyelenggaraan suatu pertunjukan musik disebut dengan banyak macam, tergantung pada tenat penyelenggaraan pertunjukan tersebut apakah off-air atau on-air. Untuk pertunjukan off-air atau biasanya berupa tur musik, yang diselenggarakan oleh promoter atau event organizer, maka disini bagi produsen perusahaan barang maupun jasa itu dikatakan melakukan kegiatan sponsorship atau pemberian biaya sponsor sedangkan untuk pertunjukan on-air , yang diselenggarakan oleh bagian produksi stasiun televisi yang memproduksi program hiburan musik tersebut, maka disini perusahaan produsen barang maupun jasa tersebut dikatakan melakukan pemberian sponsor atas program televisi. Kegiatan pemberian sponsor atas suatu program acara hiburan televisi dalam praktek pertelevisian disebut dengan istilah blocking time, yaitu dimana si perusahaan produsen membeli jam siaran suatu program dengan cara membayar biaya produksi suatu program clan membeli jam tayang iklan pada program tersebut, dengan imbalan produsen tersebut dapat memanfaatkan ruang di dalam program acara hiburan tersebut untuk melakukan promosi. Dari kegiatan penyelenggaraan pertunjukkan musik televisi ini timbul isu-isu hak kekayaan intelektual khususnya yang rnenyangkut hak cipta den hak terkait Hal itu karena di dalam program acara musik tersebut telah digunakan Iagu-lagu dan musik ciptaan para pencipta lagu, kemudian lagu tersebut dinyanyikan oleh penyanyi dengan iringan orkestra yang telah membuat aransemen lagu, kemudian terdapat naskah komedi yang dimainkan oleh pars komedian. Malta dalam program acara hiburan musik televisi tersebut banyak terdapat penggunaan hak cipta dan hak terkait Sehingga pula terdapat pengaturan dan penggunaan hak-hak kekayaan intelektual tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T19143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Kurniadi
"Karya dan ciptaan dalam sistem hukum yang berlaku di seluruh dunia mendapatkan perlindungan. Perlindungan dimaksud diatur dibawah sistem hukum yang disebut sebagai Hak Cipta (Copyright). Sudah menjadi doktrin dasar hukum Hak Cipta bahwa Hak Cipta hanya melindungi "ekspresi" dan tidak melindungi suatu "ide". Doktrin dasar inilah yang sering disebut sebagai doktrin dikotomi ide dan ekspresi (idea and expression dichotomy).
Pelanggaran Hak Cipta (infringement) yang berbentuk non literal copying, menjadikan doktrin dikotomi ide dan ekspresi menjadi isu yang sangat penting. Oleh karena pelaku pelanggaran (non literal copier) akan berdalih bahwa dirinya tidak melakukan pelanggaran (infringement) karena hanya mengambil "ide" dan tidak melakukan peniruan (copying) terhadap "ekspresi". Frekuensi peniruan ide yang semakin sering terjadi menyebabkan banyak ciptaan yang mempunyai kemiripan hingga tidak sedikit diantaranya yang menimbulkan sengketa di pengadilan. Akhirnya pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tersebut menggunakan suatu metode yang dinamakan metode substantial similarity. Metode ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan literal similarity dan pendekatan total concept and feel.
Persoalan ini tidak luput pula melibatkan karya-karya sinematografi seperti film maupun program-program televisi yang bemula dan sebuah "ide". Film maupun program-program televisi merupakan hasil eksekusi atau ekspresi dari serangkaian "ide". Dalam praktek bisnis pertelevisian disebut dengan format program televisi. Pentingnya format dalam industri pertelevisian ditandai dengan munculnya apa yang disebut sebagai format right.
Format program televisi sebagai ekspresi dan serangkaian ide menimbulkan pertanyaan mendasar terkait kemuitgkinan perlindungan oleh Hak Cipta. Format program televisi sendiri merupakan seluruh kerangka program seperti pembabakan, plot, alur, termasuk karakter, slogan, ilustrasi musik, pencahayaan yang mengisi kerangka program tersebut.
Mengacu kepada realitas yang diuraikan diatas, maka sangat menarik untuk mengkaji secara mendalam eksistensi format program sebagai salah satu bentuk "ide" dan bentuk perlindungan hukurnnya. Di sinilah akan diketahui bagaimana doktrin Hak Cipta yang hanya melindungi "ekspresi" dapat memberikan perlindungan terhadap format program sebagai bagian terpenting dari suatu program televisi. Apalagi format program televisi memiliki nilai ekonomi dan dapat diperdagangkan dalam suatu transaksi bisnis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wardana
"Pemerintah menaruh perhatian khusus dengan membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022). PP 24/2022 mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang menjadikan suatu hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan atas kredit di lembaga bank/non-bank. Dalam PP 24/2022 salah satu bentuk jaminan atas HKI yang diatur adalah Jaminan Fidusia. Sebagai bentuk jaminan fidusia pada lembaga bank/non-bank, terdapat suatu potensi bahwa akan terjadi suatu kredit macet yang berujung pada perkara kepailitan. Sehingga tulisan ini membahas mengenai hak cipta sebagai jaminan fidusia dan teknis valuasi serta eksekusi atas jaminan tersebut apabila masuk dalam proses kepailitan. Metode yang digunakan adalah preskriptif analitis dengan memberikan analisis teknis valuasi dan eksekusi jaminan fidusia atas hak cipta sebagai jaminan utang dalam perkara kepailitan, serta merekomendasikan bagaimana seharusnya hal ini diatur dengan didukung wawancara dari profesi yang terkait dengan kepailitan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia, valuasi dan eksekusi atas hak cipta, serta kepailitan diatur dalam KUHPerdata, UUHC, UUJF, dan PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 dan beberapa peraturan lainnya. Selain itu, atas teknis valuasi dan eksekusi atas hak cipta masih belum terdapatnya kesatuan standarisasi yang berlaku di Indonesia.

The government has paid special attention by establishing Government Regulation Number 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy (PP 24/2022). PP 24/2022 regulates intellectual property-based financing schemes that make an intellectual property right (IPR) as collateral for credit at bank/non-bank institutions. In PP 24/2022, one of the forms of collateral for IPR that is regulated is Fiduciary Guarantee. As a form of fiduciary guarantee at bank/non-bank institutions, there is a potential that there will be a bad credit that leads to bankruptcy cases. So this paper discusses copyright as a fiduciary guarantee and technical valuation and execution of the guarantee if it enters the bankruptcy process. The method used is prescriptive analytical by providing a technical analysis of valuation and execution of fiduciary guarantees of copyright as debt collateral in bankruptcy cases, as well as recommending how this should be regulated with the support of interviews from professions related to bankruptcy. From the results of the research, it is found that the regulation of copyright as a fiduciary guarantee, valuation and execution of copyright, and bankruptcy are regulated in the Civil Code, UUHC, UUJF, and PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 and several other regulations. In addition, on the technical valuation and execution of copyright there is still no unity of standardization applicable in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Farhan
"Media televisi saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan ini juga mengakibatkan industri pertelevisian yang memproduksi program acara televisi menjamur dimana-mana. Program acara televisi merupakan suatu hasil karya intelektual yang dilindungi oleh hak cipta. Suatu hak cipta memiliki dua unsure hak yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak mutlak yang dimiliki oleh pencipta dan tidak dapat dialihkan kepada orang lain, sementara hak ekonomi adalah hak untuk memanfaatkan karya cipta tersebut sehingga mendapatkan keuntungan. Hak ekonomi inidapat dialihkan kepada pihak lain. Hak ekonomi dalam program acara televisi adalah berupa Hak Siar. Hal ini diatur dalam SK MENPEN No. 111/1990, pasal 18 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap mata acara televisi sebelum disiarkan harus memiliki hak siar. Untuk memperoleh hak siar tersebut pada umumnya antara Lembaga Penyiaran dengan PH menggunakan perjanjian jual putus. Dengan adanya perjanjian jual putus maka hak siar yang dibeli oleh Lembaga Penyiaran dari PH dapat dimiliki secara penuh dan tanpa batas waktu. Namun rupanya jual putus ini belum mendapatkan pengaturan lebih lanjut oleh undang-undang hak cipta. Untuk itu dalam melakukan perjanjian jual putus perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai hukum perjanjian jual beli dalam hukum perdata Indonesia. Di dalam praktek, jual putus hak siaran ini menimbulkan beberapa masalah hukum yang berhubungan dengan segi Hak Cipta berarti dalam hal pemutaran ulang program acara televisi tersebut, dan kaitannya terhadap pemegang hak terkait."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aliya Ilysia Irfana Ampri
"Sebagai suatu negara yang kaya akan warisan budaya, Indonesia kerap mengembangkan ekonomi kreatif guna mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah yang secara bersamaan dapat memberikan kontribusi terharap perekonomian. Pada tahun 2019, subsektor ekonomi kreatif tersendiri telah menyumbang Rp1.153,4 Triliun atau 7.3% terhadap total PDB nasional. Melihat potensi para pelaku ekonomi kreatif, pemerintah memperkenalkan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang salah satunya adalah jaminan fidusia atas kekayaan intelektual melalui Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Meskipun jaminan fidusia atas kekayaan intelektual telah sebelumnya diatur melalui Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, hingga saat ini, belum terdapat penerapan atas konsep tersebut di Indonesia. Sedangkan, beberapa negara yang terkenal akan infrastruktur kekayaan intelektual yang dimilikinya sudah banyak menerapkan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, seperti Inggris dan Singapura. Maka dari itu, penelitian ini membandingkan pengaturan serta penerapan jaminan fidusia atas kekayaan intelektual di Indonesia, Inggris, dan Singapura guna memberikan rekomendasi agar jaminan fidusia atas KI dapat diterapkan secara masif dan menguntungkan para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis sebagai metode penelitian. Pada Skripsi ini, terdapat penemuan yang dapat dimanfaatkan guna mengoptimalkan penerapan dari jaminan fidusia berbasis kekayaan intelektual yakni diperlukannya langkah bagi Otoritas Jasa Keuangan untuk menggerakkan perbankan dalam penerapan dari skema ini, memastikan bahwa para penilai memiliki kapabilitas untuk menghitung valuasi atas kekayaan intelektual, dan diperlukannya pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme eksekusi jaminan fidusia atas kekayaan intelektual.

As a country rich in cultural heritage, Indonesia realizes the potential of its creative economy in developing micro, small, and medium enterprises as well as the nation’s economy. In 2019, the creative economy sub-sector alone contributed IDR 1,153.4 trillion or 7.3% of the total national GDP. Seeing the potential of creative economy actors, the Indonesian government introduced “intellectual property-based financing schemes”, which consists of fiduciary guarantees for intellectual property as regulated through Government Regulation no. 24 of 2022, a derivative regulation from Law No. 24 of 2019 concerning the Creative Economy. Although fiduciary guarantees for intellectual property have previously been regulated through Law no. 13 of 2016 concerning Patents and Law No. 28 of 2016 concerning Copyright, until now, there has been no implementation of this concept in Indonesia. Meanwhile, several countries that are known for their intellectual property infrastructure have implemented fiduciary guarantees for intellectual property, such as the United Kingdom and Singapore. Therefore, this study compares the regulation and implementation of fiduciary guarantees for intellectual property in Indonesia, the United Kingdom, and Singapore to provide recommendations for Indonesia so that fiduciary guarantees for intellectual property can be implemented massively and benefit creative economy actors. This thesis uses a normative juridical approach with an analytical descriptive typology as a research method. In this thesis, there are findings that can be used to optimize the application of intellectual property-based fiduciary guarantees, namely the need for steps for the Financial Services Authority to mobilize banks in the implementation of this scheme, ensuring that appraisers have the capability to calculate valuations on intellectual property, and the need for more regulation further regarding the mechanism of execution of fiduciary guarantees on intellectual property assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoni
"Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang umumnya diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam. Guna menunjang aktivitas tersebut, dibutuhkan lembaga jaminan yang dapat mengakomodir kepentingan masyarakat, seperti halnya Jaminan Fidusia.
Jaminan fidusia telah lama dikenal sebagai salah satu lembaga jaminan yang sexing digunakan disamping hak tanggungan, hipotek dan gadai. Berbeda dengan hak jaminan lain yang telah memiliki dasar hukum tersendiri, awalnya jaminan fidusia hanya berdasarkan pada yurisprudensi, dan hanya tertuju pada objek jaminan berupa benda bergerak.
Yang menjadi persoalan berkaitan dengan jaminan fidusia adalah dasar hukum dan juga kepastian hukum bagi para pihak dalam menggunakan lembaga tersebut, antara lain mengenai proses lahir dan hapusnya jaminan fidusia, juga menyangkut objek jaminan fidusia itu sendiri, dalam hal ini apakah kepentingan masyarakat telah terakomodasi dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Untuk menelusuri hal tersebut di atas, tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dan perbandingan terhadap pendapat dari beberapa pakar hukum. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, lembaga jaminan ini telah memiliki dasar hukum tertulis. Dalam undang-undang tersebut terdapat penegasan adanya sifat hak kebendaan yakni adanya asas droll de suite yang berarti bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, juga asas droit de preference, yang berarti kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya.
Undang-Undang Jaminan Fidusia telah memberikan suatu kepastian hukum bagi masyarakat dan dalam pasal-pasalnya telah mengatur secara sistematis masalah proses lahir hingga hapusnya jaminan fidusia, disamping itu, telah memberikan batasan tentang objek dari jaminan fidusia itu sendiri, yang lebih luas daripada yang selama ini dikenal lewat yurisprudensi, yakni tidak hanya terbatas pada benda bergerak saja, melainkan juga mencakup benda tetap."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiara Adilla Leswara
"ABSTRAK
Terkait penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2014, ada beberapa hal
gugatan terkait pelanggaran hak cipta Piala Dunia FIFA 2014
diposting oleh PT. ISM untuk kawasan komersial di Indonesia, khususnya ke hotel. Bahkan, beberapa hotel yang digugat tidak mengomersialkan siaran tersebut. Di sisi lain, siaran Piala Dunia FIFA 2014 dapat diakses melalui fasilitas tersebut Televisi tersedia di kamar hotel dan siaran terestrial tidak berbayar (gratis untuk air) untuk ruang lingkup tamu hotel. Nilai ganti rugi yang diminta oleh PT. ALIRAN mencapai puluhan miliar rupiah. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada industri hotel yang merupakan bagian besar dari perekonomian Indonesia. Karena itu dalam hal tersebut terdapat indikasi adanya penyalahgunaan Hak Cipta oleh PT. ISM sebagai pemegang izin siaran Piala Dunia FIFA 2014 di Indonesia. Tesis ini membahas tentang bagaimana Pasal 82 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC 2014) mengatur akibat penyalahgunaan Hak Cipta persaingan bisnis tidak sehat, bagaimana melindungi Hak Cipta dalam industri siaran televisi, dan apakah tindakan PT. ISM sedang dalam sengketa hak siar Dunia FIFA Piala 2014 yang disiarkan secara terestrial bebas mengudara untuk cakupannya tamu hotel adalah salah satu bentuk penyalahgunaan Hak Cipta. Penelitian ini adalah a penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil analisis tersebut mengatakan bahwa Pasal 82 UUHC 2014 tidak mengatur secara jelas tentang penyalahgunaan hak Cipta yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Kemudian, terkait pengaturan
Perlindungan hak cipta dalam industri penyiaran televisi juga belum diatur secara hukum lengkap. Selain itu penulis menyimpulkan bahwa tindakan PT. ISM sedang dalam sengketa hak menyiarkan Piala Dunia FIFA 2014 yang disiarkan gratis untuk lingkup tamu hotel merupakan penyalahgunaan Hak Cipta.
ABSTRACT
Regarding the holding of the 2014 FIFA World Cup, there are several things lawsuit related to copyright infringement of the 2014 FIFA World Cup posted by PT. ISM for commercial areas in Indonesia, especially for hotels. In fact, some of the hotels that were sued did not commercialize the broadcast. On the other hand, broadcasts of the 2014 FIFA World Cup can be accessed through these facilities. Television is available in the hotel rooms and terrestrial broadcasts are free of charge (free for water) for the scope of hotel guests. The value of compensation requested by PT. ALIRAN reaches tens of billions of rupiah. This will certainly have an impact on the hotel industry, which is a big part of the Indonesian economy. Therefore, in this case there are indications of misuse of Copyright by PT. ISM as the holder of the license to broadcast the 2014 FIFA World Cup in Indonesia. This thesis discusses how Article 82 of Law Number 28 Year 2014 concerning Copyright (UUHC 2014) regulates the consequences of copyright misuse of unfair business competition, how to protect Copyright in the television broadcast industry, and whether PT. ISM is currently in dispute over the broadcast rights of the 2014 FIFA World Cup, which is broadcast on terrestrial free to air for the coverage of hotel guests is a form of copyright abuse. This study is a juridical-normative study using secondary data. The results of the analysis state that Article 82 of the 2014 UUHC does not clearly regulate the abuse of copyright which results in unfair business competition. Then, regarding the settings Protection of copyright in the television broadcasting industry is also not fully legally regulated. In addition, the authors concluded that the actions of PT. ISM is currently in dispute over the rights to broadcast the 2014 FIFA World Cup which is broadcast free of charge to hotel guests, constituting an abuse of Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>