Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 208298 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Tupani Gunarwati
"Tesis ini membahas mengenai hadimya transportasi berbasis aplikasi, Uber, yang secara cepat mengganggu dominasi perusahaan taksi Blue Bird di Jakarta yang sudah beroperasi puluhan tahun. Uber yang mulanya disebut ilegal karena tidak mematuhi aturan yang berlaku merebut ruang konsumsi pengguna taksi sekaligus membuka ruang produksi ketenagakerjaan di industri transportasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode etnografi sekaligus dan studi pustaka terkait kontroversi Uber di media massa. Penelitian ini kemudian menemukan ada permasalahan lain yang lebih ideologis yaitu mengenai sistem kapitalisme yang berada di belakang bisnis transportasi di Jakarta yang selama ini dikuasai oleh peruasahan taksi Blue Bird. Ada peran negara yang tidak bisa dipisahkan dari sistem kapitalisme tersebut. Di sisi lain, Uber yang mengusung sistem sharing economy memutarbalikkan sistem kapitalisme yang sudah ajek dengan akumulasi kapital yang besar tersebut. Cara Uber membuat konsumen membayar lebih murah, dan membuka lapangan pekerjaan barn bagi para sopir menabrak aturan mengenai pembagian hasil investasi kepada negara sesuai aturan yang sudah ada. Sistem kapitalisme informasional yang diusung Uber itu temyata membuka dialog baru tentang perubahan bentuk kapitalisme yang kemudian direspons oleh negara. Negara yang awalnya bersikap represif terhadap Uber, lambat laun melunak dan lebih akomodatif.

This thesis discusses the presence of applications-based transportatio, Uber, which quickly disrupt the dominance of Blue Bird taxi company in Jakarta which has been operating for decades. In their early days operation in Jakarta, Uber called illegal by the regulator since they did not follow the public transportation rules. They also seize the consumption space of taxi users, and simultaneously recruit employers in the transportation industry. This study used ethnographic methods at once and literature related Uber controversy in the media. This study found out the ideological problems that the capitalist system is behind the transportation business in Jakarta dominated by Blue Bird taxi and the role of the nation-state that can not be separated from thesystem itself. On the other hand, Uber with their sharing economy' system that represented the informational capitalism shifting the 'old' model of industrial capitalism system. How Uber make consumers pay less, and create new job opportunities for the drivers hit the division rules of investment returns to the state according the rules already exist. Informational capitalism system that supported Uber make a new dialogue about the shift of capitalism system is transportation industry that responded by the state."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Aprilia
"Penelitian ini membahas tentang influencer TikTok sebagai pekerja immaterial yang melangsungkan aktivitas produksi sekaligus konsumsi dalam proses kerjanya. Influencer TikTok turut memproduksi hasil kerja berupa konten informasi dan konten budaya yang dapat menjaring konsumen. Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer media sosial memegang peranan penting dalam membentuk preferensi pengguna media sosial, terutama dalam penggunaan produk skincare. Namun fokus studi-studi terdahulu lebih pada kesuksesan influencer dalam menjangkau konsumen. Studi-studi terdahulu kurang mengelaborasi bentuk kerja serta aktivitas produksi dan konsumsi yang dilakukan oleh influencer. Padahal, influencer TikTok tidak hanya berperan sebagai produsen konten informasi dan budaya, tetapi juga sebagai konsumen bagi industri skincare yang mereka gunakan. Oleh karena itu, peneliti berargumen bahwa makna produksi dan konsumsi kerap kabur atau dengan kata lain influencer menjalankan praktik prosumption dalam proses kerjanya. Sehingga aktivitas influencer yang terlihat santai dan menyenangkan membuat mereka sukarela melakukan kegiatan yang sebenarnya termasuk bagian dari bekerja. Proses semacam inilah yang menguntungkan perusahaan karena membantu mereka memasarkan produk skincare yang mereka produksi dengan harga minimal. Hasil penelitian menemukan bahwa influencer menghasilkan produk immaterial yang mampu membentuk selera konsumen dan membangun hubungan sosial dengan audiens dan industri produk skincare. Penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi kerja influencer media sosial fleksibel dan independent, serta relasi sosial antara influencer dengan kapitalis yang abstrak. Kondisi itu yang justru mengaburkan batasan kegiatan kerja dan non-kerja dalam kehidupan mereka. Akibatnya, aktivitas prosumption konten skincare yang mereka anggap sebagai suatu hobi dan kesenangan tanpa disadari menyamarkan kondisi kerja influencer yang rentan. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur, wawancara mendalam, dan observasi secara daring. Populasi pada penelitian adalah micro-influencer TikTok di bidang skincare dengan rentang usia 13-26 tahun.

This study discusses TikTok influencers as immaterial labour who carry out production and consumption activities in their work process. TikTok influencers also produce work in the form of information content and cultural content that can attract consumers. Previous studies have shown that social media influencers play an important role in determining the preferences of social media users, especially in the use of skincare products. However, the focus of previous studies was more on the success of influencers in getting consumers. Previous studies did not elaborate on the form of work and production and consumption activities carried out by influencers. TikTok influencers not only act as producers of informational and cultural content but also as consumers of the skincare industry they use. Therefore, the researcher argues that the meaning of production and consumption is often blurred or affects the practice of prosumption in influencer’s job. So, influencer activities that look relaxed and fun make them willingly do activities that are part of work. It is this process that benefits the company as it helps them market the skin care products they manufacture at minimal prices. The study found that influencers produce immaterial products that can shape consumer tastes and build social relationships with the audience and the skin care product industry. This study also finds that the working conditions of social media influencers are flexible and independent, then they have an abstract relationship with the capitalist. This condition blurs the boundaries of work and non-work activities in their lives. As a result, the activity of producing and consuming skincare content which they consider a hobby and pleasure unconsciously disguise the working conditions of vulnerable influencers. Data collection in this study used a qualitative approach with the method of literature studies, in-depth interviews, and online observations. The population in this study are TikTok skincare micro-influencers with an age range of 13-26 years."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Trepti Pratiwi
"Ketertarikan awal adalah melihat adanya Jalan Gatot Subroto Timur yang baru dibangun tahun 1980-an sebagai kawasan bisnis baru kota Denpasar. Dengan peruntukan sebagai kawasan campuran, seat ini jalan ini dipenuhi berbagai jenis bangunan, umumnya ruko, yang menjual berbagai macam barang maupun jasa. Sebagian besar jenis perdagangan yang ada di kawasan ini adalah bengkel, lalu makanan, sparepart dan lain-lain.
Bali sendiri mempunyai konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang makro-regional dan mikro-arsitektur. Konsep Tata Ruang Bali berdasarkan pada desa. Sedangkan dalam perkembangannya, desa-desa ini telah berkembang hingga akhirnya menjadi kota. Menarik untuk mencermati bagaimana konsep tata ruang ini berperan dalam proses produksi ruang kota di Bali saat ini. Denpasar khususnya, kota yang merupakan ibukota propinsi Bali, mempunyai visi "Denpasar sebagai Kota Budaya" yang berlandaskan budaya Bali. Menurut visi ini maka Denpasar adalah kota yang mewujudkan konsep-konsep budaya Bali, tennasuk perwujudan tata ruangnya. Bagaimana proses produksi ruang ini terjadi dalam sebuah kawasan seperti Jalan Gatot Subroto Timur, yang diciptakan dart sebuah konsep baru yaitu konsolidasi tanah perkotaan, suatu konsep pembentukan *ilayah yang bukan berasal dart konsep tradisional tata ruang Bali. Untuk melihat pembentukan ruang secara sosial ini saya mengacu pada teori Lefebvre, yaitu bahwa pembentukan ruang secara sosial mempunyai tiga elemen yang sating berhubungan, yaitu praktek keruangan (spatial practice), ruang tergagas (representations of space), ruang terhuni (representational spaces).
Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif khususnya pendekatan studi kasus, dengan mempertimbangkan bahwa perubahan tata ruang dan produksi tata ruang yang diteliti, yang meliputi aspek internal dan eksternal, banyak memiliki fenomena yang tidak semua dapat ditangkap melalui metode kuantitatif. Teknik penelitian dengan metoda kualitatif diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai nilai-nilai budaya Bali dalam produksi ruang. Penelitian dilakukan kepada informan yang merupakan aktor-aktor yang berperan dalam produksi ruang yang diteliti, yaitu pemerintah, pemerhati kotal ahlil budayawan, serta penghuni dan pemakai jalan. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara berpedoman.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan produk ruang Jalan Gatot Subroto Timur untuk mengubah peruntukan tanah sawah dan tegalan menjadi kawasan permukiman Gatot Subroto, merupakan perencanaan top-down atau merupakan representations of space hanya dari pihak penguasa (pemerintah) saja. Namun suasana sosial politik pada saat itu memang memungkinkan partisipasi masyarakat yang dapat menerima sepenuhnya proyek tersebut, karena masyarakat menganggap produk tata ruang barn yang akan dibangun tersebut dalam segi ekonomi menguntungkan baginya. Dalam tahap ini peran serta dari pemerhati kota boleh dikatakan tidak ada karena representations of space yang seharusnya berbasislbernuansa budaya Bali tidak pernah dipikirkan oleh perencana.
Dari segi representational spaces, sebetulnya penghuni yang beretnis Bali sudah menghayati bahwa produk ruang yang dibuat seharusnya berdasarkan pola tata ruang Bali, namun ternyata hal ini dikesampingkan dengan alasan efisiensi. Oleh karena itu terlihat berbagai penyederhanaan dalam produk ruang yang terjadi. Yang menarik, penyederhanaan ini justru dilakukan oleh penghuni beretnis Bali. Di sisi lain praktek keruangan yang dibangun oleh pengusaha nasional maupun internasional justru menghasilkan praktek keruangan yang mengikuti pola tata ruang Bali.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa praktek keruangan (spatial practice) Jalan Gatot Subroto Timur memang bernuansa campuran; campuran permukiman dan tempat usaha serta campuran antara yang menggunakan konsep-konsep ruang Bali maupun tidak, baik di dalam representational spaces maupun representations of space sehingga menghasilkan suatu pola tata ruang yang tanggung atau setengah-setengah. Walaupun demikian pemerintah tampaknya tidak berkeberatan dengan adanya praktek keruangan semacam ini, terbukti dengan tidak dipersulitnya memperoleh perijinan bangunan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Multi Purnomo
"Penelitian terdahulu menemukan pengembangan wisata kuliner akan memberikan kesempatan bagi pelaku usaha bermodal kecil jika dikembangkan di pedesaan atau di tempat yang dirancang khusus sebagai destinasi wisata kuliner. Penelitian ini dilakukan di kota dan tidak dirancang khusus sebagai destinasi wisata kuliner. Ruang wisata akan menjadi produksi ruang yang bercirikan kontestasi dan selalu dimenangkan oleh pemodal besar. Makanan lokal merupakan daya tarik wisata yang akan membangun ruang wisata bagi pedagang bermodal kecil. Diajukan argumen, penambahan makanan lokal sebagai daya tarik wisata kuliner akan menjadi kekuatan pembentuk ruang lokal, ruang untuk pelaku usaha bermodal kecil penjual makanan lokal. Penelitian menggunakan analisis dialektika triadik conceived-perceived-lived produksi ruang Lefebvre, konsumsi dalam wisata Urry, pemetaan spasial kota dan survey online konsumsi pengunjung pada 1259 responden. Hasil penelitian menunjukkan Lefebvre gagal menjelaskan mengapa ruang wisata kuliner dominan tidak menghasilkan konsumsi dominan dan Urry gagal menjelaskan mengapa konsumsi dominan tidak menjadi ruang wisata dominan. Penambahan makanan lokal berhasil membangun ruang quasi dominan sebagai segmen dari ruang dominan. Penelitian ini mengajukan untuk memposisikan kembali pelaku usaha bermodal kecil sebagai kelompok yang tidak selalu setara dan kemungkinan makanan lokal sebagai komoditas bagi pedagang makanan lokal. Dua hal yang menyebabkan penambahan makanan lokal dalam produksi ruang wisata kuliner hanya membangun ruang quasi dominan dan gagal membangun ruang lokal.

Previous research has found that culinary tourism development will be providing opportunities for small capital entrepreneurs if it is developed in rural areas or in places that were specifically designed as culinary tourism destinations. This research was conducted in a city that is not specifically designed as a culinary tourism destination. The tourism space establishment will be a production of space characterized by contestation and always won by big capital entrepreneurs. Local food is a tourist attraction that will build a tourist space for traders with small capital. The argument is local food addition as a culinary tourism attraction would be a strength to forming local space, space for small-capital entrepreneurs to sell local food. This research used triadic dialectic analysis of conceived-perceived-lived production of space by Lefebvre, consumption in tourism by Urry, city spatial mapping, and an online survey of visitor consumption on 1259 respondents. The results showed that Lefebvre failed to explain why the dominant culinary tourism space did not produce dominant consumption and Urry failed to explain why dominant consumption did not become the dominant tourism space. Local food consumption has succeeded in building a quasi-dominant space as a dominant space segment but failed to build a local space. This study proposes to reposition small capital entrepreneurs as always an equal group and local food possibility for being a commodity in tourism. Those two things were causing the local food addition in tourism production space was only succeeded to build a quasi-dominant space and failed to prove a local space."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Multi Purnomo
"Penelitian terdahulu menemukan pengembangan wisata kuliner akan memberikan kesempatan bagi pelaku usaha bermodal kecil jika dikembangkan di pedesaan atau di tempat yang dirancang khusus sebagai destinasi wisata kuliner. Penelitian ini dilakukan di kota dan tidak dirancang khusus sebagai destinasi wisata kuliner. Ruang wisata akan menjadi produksi ruang yang bercirikan kontestasi dan selalu dimenangkan oleh pemodal besar. Makanan lokal merupakan daya tarik wisata yang akan membangun ruang wisata bagi pedagang bermodal kecil. Diajukan argumen, penambahan makanan lokal sebagai daya tarik wisata kuliner akan menjadi kekuatan pembentuk ruang lokal, ruang untuk pelaku usaha bermodal kecil penjual makanan lokal. Penelitian menggunakan analisis dialektika triadik conceived-perceived-lived produksi ruang Lefebvre, konsumsi dalam wisata Urry, pemetaan spasial kota dan survey online konsumsi pengunjung pada 1259 responden. Hasil penelitian menunjukkan Lefebvre gagal menjelaskan mengapa ruang wisata kuliner dominan tidak menghasilkan konsumsi dominan dan Urry gagal menjelaskan mengapa konsumsi dominan tidak menjadi ruang wisata dominan. Penambahan makanan lokal berhasil membangun ruang quasi dominan sebagai segmen dari ruang dominan. Penelitian ini mengajukan untuk memposisikan kembali pelaku usaha bermodal kecil sebagai kelompok yang tidak selalu setara dan kemungkinan makanan lokal sebagai komoditas bagi pedagang makanan lokal. Dua hal yang menyebabkan penambahan makanan lokal dalam produksi ruang wisata kuliner hanya membangun ruang quasi dominan dan gagal membangun ruang lokal. 
.....Previous research has found that culinary tourism development will be providing opportunities for small capital entrepreneurs if it is developed in rural areas or in places that were specifically designed as culinary tourism destinations. This research was conducted in a city that is not specifically designed as a culinary tourism destination. The tourism space establishment will be a production of space characterized by contestation and always won by big capital entrepreneurs. Local food is a tourist attraction that will build a tourist space for traders with small capital. The argument is local food addition as a culinary tourism attraction would be a strength to forming local space, space for small-capital entrepreneurs to sell local food. This research used triadic dialectic analysis of conceived-perceived-lived production of space by Lefebvre, consumption in tourism by Urry, city spatial mapping, and an online survey of visitor consumption on 1259 respondents. The results showed that Lefebvre failed to explain why the dominant culinary tourism space did not produce dominant consumption and Urry failed to explain why dominant consumption did not become the dominant tourism space. Local food consumption has succeeded in building a quasi-dominant space as a dominant space segment but failed to build a local space. This study proposes to reposition small capital entrepreneurs as always an equal group and local food possibility for being a commodity in tourism. Those two things were causing the local food addition in tourism production space was only succeeded to build a quasi-dominant space and failed to prove a local space."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddi Arno
"Ketika berbagai industri Amerika dan Eropah kalah bersaing dengan produk-produk buatan Jepang di pasaran dunia pada tahun 1980-an, terdapat dua hal yang sangat menarik didalam perkembangan iImu manajemen/bisnis. Pertama, adalah semaki n menguatnya perhati an terhadap ci ri khas manajemen Jepang, diantaranya adalah Just-In Time Production System. Kedua, adalah munculnya keinginan yang kuat untuk melakukan beberapa perubahan didalam Management Accounting, yang tujuan akhirnya ingin meraih kembali relevansi management accounting didalam proses pengambilan keputusan yang tepat.
Menurut berbagai literatur, ternyata bahwa Just-In Time bukanlah hanya sekedar teknik tapi juga sebuah filosofi bekerja yang berorientasi untuk menghilangkan berbagai aktifitas perusahaan yang sebenarnya merupakan pemborosan karena tidak meraTibah m'lai keparia prcdut'/jasa yen? dijual perusahaan. JIT juga bukan hanya untuk diterapkan pada sistsm produksi saja, tapi untuk seluruh aktifitas perusahaan. Hanya saja, si stem produksi merupakan 'focal point" dari penerapan JIT. sistem produksi menjadi titik awal penerapan JIT, sebelum diterapkan pada aktifitas perusahaan yang lain.
Untuk dapat berhasil JIT memerlukan beberapa syarat, dan yang paling utama adalah adanya komitmen dari semua pihak, terutama sekali pihak manajemen, untuk mau melakukan perbaikan terhadap sistem produksinya. JIT dilandasi oleh budaya kerja Jepang yang lebih mementingkan proses daripada hasilnya langsung. Oleh karena itu didalam menerapkan JIT tedapat beberapa teknik yang dianjurkan yaitu : lakukan stabilisasi proses produks sehingga arus produksi menjadi rata untuk semua tingkat proses, sederhanakan/perbaiki layout pabrik sehingga arus proses menjadi lancar dan non-value added activities menjadi hilang. Sal ah satu alat yang sangat bermanfaat didalam melakukan stabi1isasi proses dan mengidentifikasi non-value added activity tersebut adalah 'process value analysis.
Dengan menggunakan teknik penerapan JIT production system seperti diatas terhadap sistem produksi PT.Pershin, yang menghasiIkan produk sandal secara 'batch', ternyata dapat diperoleh berbagai manfaat yang sangat menguntungkan bagi PT.Pershin. Manfaat-manfaat tersebut meliputi; peningkatan persentase time value added activity sebesar 70% (dari 21% menjadi 92%), memperpendek manufacturing lead time (cycle time) sebesar 10756 (dari 9,3 detik menjadi 4,5 detik), penghematan jumlah tenaga kerja sebesar 42% , peningkatan produktifitas pekerja sebesar 262,54% (dari 20,77 unit sandal per-hari per-pekerja menjadi 75 sandal per-hari per-pekerja) serta penurunan unit cost sebesar 38% untuk tiap unit.
Sesuai dengan sifat dasar dari suatu management heaccounting system yang baik yaitu 'kontekstual', maka sistem akuntansi manajemen untuk sistem produksi PT.Pershin harus merupakan suatu sistem yang cocok dan mendukung pencapaian tujuan dari JIT production system. Dalam hal ini, sekali lagi digunakan teknik 'process value analysis' yang dikombinasikan dengan prinsip dari 'activity base costing'.
Pada tingkat awal, dilakukan lebih dahulu process costing; dimana setiap tingkat proses produksi dibebani dengan biaya menurut besarnya konsumsi sumber daya yang dilakukan tiap tingkat proses. Untuk kepentingan product costing, maka process costing ini dialihkan dari tingkat proses ke tingkat produk. Untuk performance measurement, maka dipilih beberapa indikator yang mempunyai kaitan dengan apa yang ingin dicapai oleh JIT, sedangkan untuk process control, digunakan direct process costing sebagai dasar untuk menentukan ruang lingkup tanggungjawab masing-masing tingkat proses.
Dengan menggunakan prinsip seperti diatas terhadap sistem produksi FT.Persin, set el ah spVkssi JIT production system, diketahui hasil product costing yaitu unit cost of production; sandal musim panas sekitar Rp. 470 per-unit, sandal musim dingin sebesar Rp. 883 per-unit. Kemudian, untuk performance measurement digunakan beberapa indikator yang merupakan "key point' didalam JIT production system yaitu ; manufacturing lead time (cycle time), meet daily schedule, persentase time value added activity, produktifitas rata-rata pekerja, serta efisiensi penggunaan material."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Balinese pop music has undergone industrialization since the decade of 1990's when the technological progress, economical system, and new musical culture massively drove to the born of recording studios, musicians, and and the products. In the hands of capital owners, Balinese pop music capitalism occurs. Behind the discourse of the preservation of Balinese culture through Balinese pop music, ideology and interests work for the purpose of capitalization. The result of the study shows that during the two and a half decades, the industrialization of Balinese pop music goes in the form of production, distribution, and consumption in the province of Bali due to the linked cultural power, the power of capital, and media power. Industrialization is influenced by a number of ideologies, capitalism, popisme, local political culture, and multiculturalism, in which capitalism became the dominant ideology. Bali pop music industrialization causes a certain impact. The economical impact related to exchange rates; social impact (use value) related to the value / benefits; cultural impact associated with the value of identity / authenticity; and political impacts associated with the value of developmentalism 1 developmentalism."
MUDRA 31:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aghnia Marsha Amanda
"Saat ini, berbelanja merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat perkotaan. Perubahan gaya hidup turut menuntun perubahan ruang kota sebagai tempat kegiatan konsumsi. Seiring berjalannya waktu, kegiatan berbelanja tidak lagi hanya mengenai pencarian komoditas dan pelayanan, melainkan kebutuhan akan pengalaman berbelanja. Pengalaman ini didapatkan melalui placemaking, yang merupakan suatu proses penciptaan place yang baik berdasarkan kebutuhan manusia. Terjadinya placemaking dapat memicu hadirnya identitas tempat dan attachment yang dirasakan pengguna ruang. Kedua hal inilah yang nantinya berpengaruh dalam munculnya sense of place.

Nowadays, shopping has become an inseparable part of urban society. A change of lifestyle has occurred transformation in urban spaces as a place for consumption. As time goes by, shopping is not only about commodity and service, but also the need of shopping experience. Experiences are explored through placemaking, which is a process of creating a place based on human needs. Placemaking could also lead to the emergence of place identity and attachment of people’s experiences. These two factors are later affect in creating sense of place.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S59986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Husin
"Untuk menunjang keberlangsungan kehidupan di kota metropolitan, Pemerintah Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta telah melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Mengingat kondisi dan kawasan yang dimiliki DKI Jakarta maka pembangunan yang dilaksanakan sangatlah kompleks.
Pesatnya pertumbuhan penduduk selain menyebabkan kebutuhan akan ruang sangat tinggi juga menjadikan pembangunan fisik kota tidak terstruktur secara baik sehingga pemanfaatan lahan sebagai sumber daya alam yang terbatas menjadi tidak efisien.
Hal ini juga terjadi pada Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota Jakarta, tercermin dari banyaknya RTH yang berubah fungsi .menjadi kawasan bentuk lain. RTH mempunyai fungsi yang penting baik bagi lingkungan alam maupun lingkungan buatan dan lingkungan sosial. Pertimbangan dalam penataan dan pengelolaan RTH di kota-kota besar sering kali mempunyai konflik yang tinggi antara upaya pemanfaatan dan kelestarian lingkungannya sehingga diperlukan penataan ruang yang jelas dan terpadu. Dalam pengelolaan RTH sering terjadi tumpang tindih atau konflik antara wewenang dan kepentingan. Konflik wewenang meliputi: perencanaan, pembangunan, pelaksanaan, dan pemeliharaan.

To support the life sustainability in metropolitan city, regional government (pemda) of DKI Jakarta has conducted the development in various sectors. Considering the condition and the area of DKI Jakarta, the development of this region is very complex.
The rapid population growth, besides causing the need of spaces increasing also resulting development of the city is spahaly. So, the land-use as a limited nature resource becomes inefficient.
This is also happened in public space/open space area in Jakarta, which reflected from its functional change which becomes the other form area. The open space area has important functions, for natural environment, urban green space man made environment or cultural environment. Consideration in settlement and management of open space area in big cities frequently has high conflict from the effort of the utility and continuity of the environment. So it is need to have the right and integrated of space management. in management of open space area often happened conflict or overlap between authority and conflict of interest which is caused by the weak of coordination between related institution. Conflict of authority cover: planning, development, and conservancy.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>