Ditemukan 181091 dokumen yang sesuai dengan query
Elvina
"Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang tujuannya untuk mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih terhadap suatu hal tertentu. Dalam hal dua orang atau lebih mengadakan perjanjian utang piutang maka sebagai bentuk untuk menghindari adanya cidera janji dari salah satu pihak, dibentuklah klausa tambahan berupa perjanjian jaminan yang sifatnya accessoir atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengkaji tentang perjanjian utang piutang yang menggunakan kuitansi kosong tanpa adanya perjanjian penjaminan serta keabsahan jual beli yang terjadi akibat perjanjian utang piutang tersebut pada studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 448K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal yang memfokuskan penelaahan dan analisa terhadap norma hukum yang berlaku serta implementasinya dalam praktik nyata. Hasil dan kajian penelitian menunjukkan bahwa kuitansi kosong tidak menjadi alat bukti pembayaran yang sah karena tidak memenuhi unsur-unsur agar kuitansi menjadi alat bukti pembayaran yang sah dan memenuhi syarat sahnya perjanjian. Lebih lanjut, kuitansi tidak dapat dijadikan alat bukti pembayaran dari jual beli tanah yang sah karena pengalihan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan PPAT. Dalam hal ini, Penulis sepakat atas Putusan No. 149/PDT/2019/PT MND Putusan Mahkamah Agung No. 448/Pdt/2021 yang membatalkan Putusan No. 176/Pdt.G/2018/PN Arm tersebut.
Agreement in Civil Code is defined as an action taken by a person whose purpose is to bind himself with one or more people for a certain matter. In the event that two or more people enter into a debt and credit agreement, as a form of avoiding a cider promise from one of the parties, an additional clause is formed in the form of a guarantee agreement which is accessoir or related to the main agreement. Based on this, this research examines a debt and credit agreement that uses blank receipts without a guarantee agreement, as well as the validity of the sales and purchase that occurred as a result of the debt and credit agreement Case Study of Supreme Court Decision Number: 448K/Pdt/2021. This research uses a doctrinal method that focuses on examining and analyzing the applicable legal norms and their implementation in real practice. The results and research studies show that blank receipts do not become valid proof of payment because they do not fulfill the elements for receipts to be valid proof of payment and fulfill the legal requirements of the agreement. Furthermore, receipts cannot be used as proof of payment for legal land sales and purchases because land rights must be confirmed before the PPAT. In this case, the author agrees with Decision No. 149/PDT/2019/PT MND Supreme Court Decision No. 448/Pdt/2021 which cancels Decision No. 176/Pdt.G/2018/PN Arm."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tenriana Nur Qalby Rahman
"Penelitian ini meneliti tentang suatu Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan dijadikan sebagai jaminan atas perjanjian utang piutang yang kemudian menimbulkan sengketa. Hal tersebut dikarenakan adanya peralihan hak atas tanah didasarkan pada PPJB dan dilakukan secara melawan hukum . Kasus tersebut dapat dilihat dalam Putsan Mahkamah Agung Nomor 2462/K/Pdt/2019. Penelitian ini menganalisis bagaimana kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas jaminan utang piutang berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 2461/K/Pdt/2019 dan bagaimana Perlindungan hukum debitur selaku Pemberi jaminan atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 2461/K/Pdt/2019. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan menggunakan data sekunder pengumpulan data dengan cara melakukan studi dokumen dan dianalisis secara kualitatif dan akan menghasilkan penelitian yang deskriptif analitis. Berdasarkan hasil analisis data, PPJB dalam hal dia sebagai jaminan maka dapat batal demi hukum selain itu apabila debitur wanprestasi, maka hak atas tanah yang dijaminkan itu tidak bisa serta merta beralih menjadi atas nama kreditur.
This research examines a Deed of Sale and Purchase Agreement (PPJB) and is used as collateral for a debt and credit agreement which then causes a dispute. This is because the transfer of land rights is based on PPJB and is carried out unlawfully. The case can be seen in Supreme Court Decision Number 2462/K/Pdt/2019. This research analyzes how the position of the Sale and Purchase Agreement on debt and credit collateral based on the Supreme Court Decision Number 2461/K/Pdt/2019 and how the legal protection of the debtor as the collateral provider of the Sale and Purchase Agreement based on the Supreme Court Decision Number 2461/K/Pdt/2019. This research uses doctrinal methods using secondary data data collection by conducting document studies and analyzed qualitatively and will produce analytical descriptive research. Based on the results of data analysis, PPJB in the event that it is used as collateral, it can be null and void, besides that if the debtor defaults, the land rights that are pledged cannot immediately change to the name of the creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Panjaitan, Glenaldi Julio Anindhita
"Tesis ini meneliti mengenai akibat dari penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat karena adanya utang piutang untuk dijadikan dasar peralihan hak atas tanah melalui jual beli. Permasalahan lain yang timbul dari kejadian ini adalah termuatnya kuasa mutlak dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang bisa mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas tanah melaui jual beli tanpa perlu dihadiri dan diberi persetujuan oleh pemilik asli tanah tersebut, dan dengan adanya kuasa mutlak yang terdapat dalam kuasa menjual ini sering disalahgunakan oleh pihak yang menerima kuasa tersebut dan akan sangat merugikan pemberi kuasa. Selain itu Tesis ini juga meneliti mengenai kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha jika objek yang disengketakan berkaitan dengan pertanahan. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 145/G/2020/PTUN.BDG memberikan gambaran terkait permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini. Dalam kasus tersebut para pihak bersengketa mengenai keabsahan peralihan hak atas tanah melalui jual beli yang tidak sah. Penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis doktrinal dengan melakukan penelitian kepustakaan dan mengkaji asas-asas hukum serta sistematika hukum yang berkaitan dengan pembahasan dalam Tesis ini. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan hasil dari penelitian berbentuk laporan yang bersifat deskriptif. Bagian akhir dari penelitian ini disimpulkan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang digunakan sebagai dasar peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah batal demi hukum karena telah melanggar syarat objektif dalam syarat sah perjanjian. Serta dalam mengadili sengketa pertanahan, Pengadilan Tata Usaha Negara hanya mengadili tentang Keputusan Tata Usaha Negara atau hasil dari Keputusan Tata Usaha Negara.
This thesis examines the consequences of the use of a Sale and Purchase Agreement made because of debt and credit to be used as the basis for the transfer of land rights through sale and purchase. Another problem arising from this incident is the absolute power of attorney contained in the Sale and Purchase Agreement which can result in the transfer of land rights through sale and purchase without the need to be attended and given approval by the original owner of the land, and with the absolute power contained in the power of sale is often abused by the party receiving the power of attorney and will greatly harm the power of attorney. In addition, this thesis will also examine the authority to adjudicate the Administrative Court if the disputed object is related to land. Bandung State Administrative Court Decision Number 145/G/2020/PTUN.BDG provides an overview of the issues that will be discussed in this thesis. In the case, the parties disputed the validity of the transfer of land rights through unauthorized sale and purchase. This research uses the doctrinal juridical analysis method by conducting library research and examining legal principles and legal systematics related to the discussion in this thesis. The data obtained is analysed descriptively qualitatively and the results of the research are in the form of a descriptive report. The final part of this research concludes that the Sale and Purchase is null and void because it has violated the objective conditions in the legal requirments of the agreement. As well as in adjudicating land disputes, the State Administrative Court only hears about State Administrative Decisions or the results of State Administrative Decisions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ayu Islamy
"Penelitian ini membahas mengenai Putusan Pengadilan Negeri Wonosari Nomor 12/Pdt.G/2021/PN.Wno dimana Putusan tersebut menyatakan bahwa Akta Jual Beli yang ditandatangani oleh Para Pihak dibuat Secara Melawan hukum dan membuat status hukum Akta Jual Beli tersebut menjadi Akta Di bawah Tangan dan bagaimana akibat hukum dari akta yang dibuat secara melawan hukum serta peran dari Notaris dan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal, dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif analitis. Kesimpulan dari Penelitian ini bahwa Putusan Pengadilan Negeri Wonosari Nomor 12/Pdt.G/2021/PN.Wno dimana Ratio decidendi hakim sebagai dasar dalam memberikan putusan atas gugatan konvensi telah tepat. Pertimbangan hakim tersebut didasarkan pada fakta materiil yang dihubungkan dengan ketentuan hukum yang relevan. Oleh karenanya, tindakan yang dilakukan oleh Tergugat Konvensi II telah tepat untuk dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum karena membuat AJB Nomor 17-2018 secara bertentangan dengan norma hukum serta pelanggaran atas kebenaran formal akta memiliki akibat hukum akta autentik tersebut kehilangan keautentisitasannya. Selanjutnya saran dari Penelitian ini adalah PPAT dalam Pembuatan Akta Jual Beli perlu memperhatikan syarat sah pembuatan akta jual beli sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan Hakim dalam memberikan amar putusan sepatutnya didasari atas ratio decidendi yang disusun secara sistematis, sehingga suatu putusan memiliki nilai yang mengandung keadilan dan kepastian hukum.
This research discusses the Wonosari District Court Decision Number 12/Pdt.G/2021/PN.Wno in which the Decision states that the Sale and Purchase Deed signed by the Parties was made unlawfully and made the legal status of the Sale and Purchase Deed a Deed Under Hand and what are the legal consequences of a deed made unlawfully as well as the role of Notary and PPAT. This research uses doctrinal method, using analytical descriptive research typology. The conclusion of this research is that the Wonosari District Court Decision Number 12/Pdt.G/2021/PN.Wno where the judge's Ratio decidendi as the basis for giving a decision on the convention lawsuit is correct. The judge's consideration is based on material facts linked to relevant legal provisions. Therefore, the actions taken by the Defendant Convention II are appropriate to be declared as an unlawful act because they made AJB Number 17-2018 contrary to legal norms and violations of the formal truth of the deed have the legal effect of the authentic deed losing its authenticity. Furthermore, the suggestions from this research are that the PPAT in making a Sale and Purchase Deed needs to pay attention to the legal requirements for making a sale and purchase deed as stipulated in the provisions of laws and regulations and the Judge in giving a verdict should be based on a ratio decidendi that is systematically arranged, so that a decision has a value that contains justice and legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tasya Aisyah Putri Saleh
"Tulisan ini menganalisis keabsahan perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yang di-waarmerking dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1347 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 dan peran serta tanggung jawab notaris atas perjanjian pengikatan jual beli satuan rumah susun yang dibuat dibawah tangan dan di-waarmerking. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus pada penelitian ini, developer sudah dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 8/Pdt.Sus-Pailit/2020 PN.Niaga.Smg dan karenanya seluruh harta milik developer masuk ke dalam boedel pailit termasuk unit satuan rumah susun yang telah dibayar lunas oleh para pembeli. Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1347 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 hakim menyatakan dengan adanya PPJB yang disertai surat keterangan lunas, maka unit satuan rumah susun sudah beralih menjadi milik pembeli dan karenanya dikeluarkan dari boedel pailit. Namun sesuai dengan aturan perundang-undangan, terhadap PPJB yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 43 ayat (2) UU Rumah Susun jo. Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 617 ayat (1) KUHPerdata adalah tidak sah dan batal demi hukum. Sehingga apabila developer tidak dapat melakukan pemenuhan prestasi yang diperjanjikan dalam PPJB, PPJB tersebut tidak dapat dijadikan dasar bagi pembeli untuk melakukan penuntutan pemenuhan prestasi. Namun, pembeli dapat mengajukan gugatan kepada developer karena melakukan perbuatan memperkaya diri tanpa adanya alas hak. Sehingga developer wajib mengembalikan uang yang telah diberikan oleh pembeli dan developer dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 110 UU Rumah Susun. Sedangkan notaris yang melakukan waarmerking terhadap PPJB tersebut tidak bisa dimintai pertanggungjawabannya.
This paper analyzes the validity of the Waarmerking Apartments Sale and Purchase Agreement concerning the Decision of the Supreme Court Number 1347 K/Pdt.Sus-Pailit/2020 and the roles and responsibilities notary regarding the Waarmerking of Sale and Purchase Agreement for condominium. This paper is using doctrinal research methods. In the case of this research, the developer has been declared bankrupt based on the Commercial Court Decision at the Semarang District Court Number 8/Pdt.Sus-Pailit/2020 PN.Niaga.Smg and therefore all of the developer's assets are included in the bankruptcy court including the apartment units which have been full paid by the buyers. In the Decision of the Supreme Court Number 1347 K/Pdt.Sus-Pailit/2020, the judge stated that with the existence of a Sale and Purchase Agreement accompanied by a certificate of full payment, the apartment units have transferred into the ownership of the buyer and are therefore excluded from the bankruptcy court. However, in accordance with statutory regulations, Sale and Purchase Agreement that not comply with the provisions of Article 43 paragraph (2) of the Condominium Law jo. Article 1320 Code of Civil Law and Article 617 paragraph (1) Code of Civil Law are invalid and null and void by law. If the developer cannot fulfill the achievements promised in the Sale and Purchase Agreement, the Sale and Purchase Agreement cannot be used as a basis for the buyer to sue for fulfillment of the achievements. However, buyers can file a lawsuit against the developer for committing acts of illicit enrichment. The developer is obliged to return the money given by the buyer and the developer may be subject to criminal sanctions based on Article 110 of the Condominium Law. Meanwhile, the notary who carried out the waarmerking of the Sale and Purchase Agreement cannot be held responsible."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jhagad Jhelank Devitrita Wibowo
"Akta Pengakuan Hutang merupakan suatu akta autentik yang mengikat para pihak dan seharusnya tidak dapat dijadikan dasar dari adanya Akta Jual Beli tanah yang belum dibayar secara lunas. Pembuatan Akta Jual Beli yang diikuti dengan Akta Pengakuan Hutang atas dasar jual beli tanah yang belum lunas masih kerap terjadi di kehidupan masyarakat dikarenakan adanya ketidaktahuan mereka sebagai masyarakat awam yang kurang memahami ketentuan hukum yang berlaku dan adanya PPAT yang lalai dalam menerapkan hukum, sehingga ditemukan adanya satu kasus yang berkaitan dengan hal ini yaitu pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 180 K/PDT/2024. Penelitian ini mengangkat tentang kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang tidak beritikad baik dan tanggung jawab hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang belum lunas. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang beritikad tidak baik adalah batal demi hukum karena Akta Jual Beli tersebut dibuat dengan pembayaran yang belum lunas, sehingga tidak memenuhi asas terang dan tunai menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Adapun tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah berupa tanggung jawab administratif dalam bentuk teguran atau pemberhentian sementara.
The Debt Acknowledgment Deed is an authentic deed that binds the parties involved and should not serve as the basis for a Land Sale and Purchase Deed that has not been fully paid. However, in practice, the creation of the Sale and Purchase Deed followed by a Debt Acknowledgment Deed based on an unsettled land sale continues to occur in society due to the ignorance of the general public, who lack understanding of the applicable legal provisions, as well as the negligence of the PPAT in enforcing the law. This has led to a case related to this issue, specifically in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision No. 180 K/PDT/2024. This research highlights the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed, concerning buyers who act in bad faith and the legal responsibilities of the Land Deed Official regarding Sale and Purchase Deeds that remain unsettled. The doctrinal research conducted here collects legal materials through library research, which are subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be concluded that the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed for buyers acting in bad faith, is null and void because the Sale and Purchase Deed was created with a payment that has not been settled, thus failing to meet the principles of clarity and cash payment according to Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Principles. The responsibility of the Land Deed Official in this regard is in the form of administrative responsibility, which may include reprimands or temporary suspension."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Patrecia Kakiay
"Akta jual beli yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan suatu akta yang dapat dijadikan sebagai pertanggungjawaban dalam penjaminan hukum bahwa telah terlaksananya perbuatan hukum peralihan suatu hak atas tanah melalui cara jual beli. Namun pada realitanya AJB belum tentu dapat dijamin mengenai keterangan yang tertuang didalamnya, seperti adanya pembuatan AJB kosong sebagaimana ditemukan dalam kasus yang ada pada Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 65/PDT/2022/PT.YYK. Pembuatan AJB kosong berdasarkan pembubuhan sidik jari pada draft AJB menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak mencerminkan sifat keautentikan dari suatu akta yang dibuat oleh PPAT. Permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan tanggung jawab PPAT atas pembuatan AJB berdasarkan pembubuhan sidik jari pada akta jual beli kosong maupun kuitansi kosong serta akibat hukum dari AJB kosong yang dibuat oleh PPAT. Penelitian hukum doktrinal digunakan untuk menjawab kedua permasalahan tersebut. Data sekunder yang dikumpulkan melalui alat studi kepustakaan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian terhadap permasalahan pertama adalah tanggung jawab PPAT dapat berupa tanggung jawab etik dan tanggung jawab hukum. Mengacu pada putusan hakim pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta tanggung jawab PPAT atas AJB yang tidak sesuai dengan ketentuan dikenakan pertanggungjawaban secara hukum melalui ganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan. Namun jika melihat dalam peraturan mengenai jabatan PPAT seorang PPAT yang tidak menjalankan kewajibannya sehingga menerbitkan yang tidak sesuai dengan peraturan dan keinginan para pihak dapat diberhentikan secara tidak hormat karena telah melanggar kewajiban dan larangan sebagai seorang pejabat umum. Terhadap permasalahan kedua, pembuatan AJB yang tidak sesuai dengan ketentuan pembuatan AJB dianggap cacat hukum, tidak berlaku, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Ketidakhati-hatian oleh seorang PPAT atas suatu akta yang dibuatnya tanpa memeriksa dan meneliti mengenai kebenaran dokumen dan data yang berkaitan dengan pembuatan AJB, sehingga tidak memenuhi syarat dalam jual beli dan dinyatakan bahwa perbuatan hukum jual beli yang dilalukan berlandaskan itikad tidak baik maka dalam kasus yang ada dalam putusan baik Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) maupun AJB dianggap sebagai cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum terikat.
The deed of sale and purchase before the Land Deed Official (PPAT) is a deed that can be used as accountability in the legal assurance that the legal act of transferring a land right through sale and purchase has been carried out. However, in reality, AJB cannot necessarily be guaranteed regarding the information contained therein, such as the making of a blank AJB as found in the case found in the Yogyakarta High Court Decision Number 65/PDT/2022/PT.YYK. Making a blank Deed of Sale (AJB) based on affixing fingerprints on the draft AJB creates legal uncertainty and does not reflect the authenticity of a deed made by a PPAT. The problem in this research relates to the PPAT's responsibility for making AJB based on affixing fingerprints on a blank sale and purchase deed or receipt and the legal consequences of a blank AJB made by a PPAT. Doctrinal legal research is used to answer these two problems. Secondary data was collected through literature study tools, then analyzed qualitatively. The result of the research on the first problem is that the responsibility of PPAT can be in the form of ethical responsibility and legal responsibility. Referring to the judge's decision at the Yogyakarta High Court, PPAT's responsibility for AJB which is not in accordance with the provisions is subject to legal liability through compensation for the injured party. However, if you look at the regulations regarding the position of PPAT, a PPAT who does not carry out his obligations so that he issues an AJB that is not in accordance with the regulations and the wishes of the parties can be dishonorably dismissed because he has violated his obligations and prohibitions as a public official. Regarding the second problem, the making of AJB that is not in accordance with the provisions for making AJB is considered legally defective, invalid, and has no binding legal force. Carelessness by a PPAT over a deed he made without examining and scrutinizing the correctness of documents and data related to the making of AJB, so that it does not fulfill the conditions in the sale and purchase and it is stated that the sale and purchase legal action carried out is based on bad faith, so in the case in the decision both the Sale and Purchase Bond Agreement (PPJB) and AJB are considered legally defective and have no binding legal force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Natasya Rizki Asti
"Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan salah satunya dengan cara jual beli, syarat agar dapat melakukan pendaftaran peralihan hak melalui jual beli di kantor pertanahan adalah menggunakan bukti Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT yang berwenang. Namun masih banyak masyarakat yang tidak melakukan proses balik nama atau perubahan kepemilikan sertipikat hak atas nama dari pemilik hak yang lama (penjual) kepada penerima hak (pembeli). Adanya kewajiban untuk mendaftarkan setiap perubahan data fisik maupun data yuridis tanah tanpa adanya sanksi bagi yang melanggar membuat penyelenggaraan tertib administrasi terhambat dan tidak terpenuhinya asas publisitas. Kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang telah dibuat akta jual beli namun belum didaftarkan di kantor pertanahan serta urgensi penegakan kewajiban balik nama demi terselenggaranya tertib administrasi pemerintahan serta asas publisitas pun dipertanyakan. Penelitian menggunakan metode doctrinal dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kekuatan pembuktian pemilikan hak atas tanah yang akta jual belinya belum didaftarkan pada kantor pertanahan adalah akta tersebut memiliki kekuatan pembuktian sempurna sebagai akta autentik tetapi kehilangan asas publisitasnya. Selanjutnya penegakan kewajiban melakukan balik nama atas sertipikat tanah yang dibeli menggunakan akta jual beli demi terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan asas publisitas sangat dibutuhkan supaya mengurangi resiko terjadinya sengketa di kemudian hari dan melindungi pihak ketiga yang memiliki itikad baik untuk membeli tanah yang peralihan haknya belum didaftarkan tersebut. Sanksi yang dapat diberlakukan dapat merupakan sanksi administratif seperti teguran ataupun denda dengan jumlah tertentu.
The transfer of rights to land can be done one way by buying and selling. The requirement to be able to register rights through buying and selling at the land office is to use proof of the Sale and Purchase Deed made before the authorized PPAT. However, there are still many people who do not carry out the process of changing names or changing ownership of title certificates in the name of the old rights owner (seller) to the rights recipient (buyer). The existence of an obligation to register every change in physical and juridical land data without any sanctions for those who violate it makes the implementation of administrative order hampered and publicity is not fulfilled. The strength of proof of ownership of land rights for which a sale and purchase deed has been made but has not been registered at the land office as well as the urgency of enforcing the obligation to transfer names for the sake of maintaining orderly government administration and the principle of publicity are also examined. The research uses doctrinal methods with qualitative analysis methods. The research results obtained are that the strength of proof of ownership of land rights for which the sale and purchase deed has not been registered at the land office is that the deed has perfect proof power as an authentic deed but loses its publicity. Furthermore, enforcing the obligation to transfer names to land certificates purchased using a sale and purchase deed in order to maintain orderly land administration and the principle of publicity is very necessary to reduce the risk of future incidents and protect third parties who have good faith in purchasing land whose rights protection has not been registered. . Sanctions that can be imposed can be in the form of administrative sanctions such as warnings or fines of a certain amount."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ferisa Nurfauziyah
"Dalam proses jual beli terkait tanah yang belum memenuhi persyaratan jual beli, akan dilakukan terlebih dahulu akta pengikatan jual beli. Perjanjian tersebut dilakukan agar pada saat persyaratan jual beli sudah terpenuhi dapat dilakukan perjanjian jual beli dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal terkait dokumen-dokumen penting pada proses jual beli tersebut harus berada dalam penyimpanan Notaris sampai dengan diketahuinya pihak yang berhak atas dokumen tersebut, salah satu dokumen penting tersebut adalah sertipikat hak atas tanah. Dalam perkara penelitian ini, akta pengikatan jual beli tidak mengatur penyerahan sertipikat hak atas tanah saat terjadinya sengketa sehingga menimbulkan kerancuan atas keberadaan sertipikat hak atas tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan hukum keberadaan sertipikat dalam penyimpanan notaris terkait pembuatan akta pengikatan jual beli dan menganalisis peran notaris terhadap sengketa akta pengikatan jual beli dalam perkara tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal, metode analisis data kualitatif dan tipe penelitian berupa eksplanatoris. Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan hukum terhadap keberadaan sertipikat dalam penyimpanan notaris terkait pembuatan akta pengikatan jual beli pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 630/K/Pdt/2023 yaitu berada pada penjual tanah. Penjual tanah sebagai pemegang hak atas tanah berhak untuk mendapatkan kembali sertipikat hak atas tanah setelah akta pengikatan jual beli tersebut batal. Bahwa Notaris tidak dapat menahan sertipikat tersebut karena tidak ada dasar hukum atau aturan yang jelas dalam akta pengikatan jual beli. Notaris baik sengaja maupun tidak sengaja dalam menjalankan jabatannya melanggar ketentuan dengan menahan sertipikat hak milik dari pemegang hak atas tanah yaitu penjual tanah.
In the sale and purchase process related to land that has not fulfilled the sale and purchase requirements, a deed of sale and purchase binding will be carried out first. The agreement is carried out so that when the sale and purchase requirements have been met, a sale and purchase agreement can be carried out before an authorized official. In the case of important documents related to the sale and purchase process, they must be kept by a notary until the party entitled to the document knows, one of these important documents is the land title certificate. In the case of this research, the deed of sale and purchase does not regulate the delivery of the land title certificate when a dispute occurs, causing confusion over the existence of the land title certificate. This study aims to analyze the legal position of the existence of certificates in the storage of notaries related to the making of deeds of binding sale and purchase and analyze the role of notaries in disputes over deeds of binding sale and purchase in these cases. The research method used is doctrinal, qualitative data analysis method and explanatory research type. In this study it can be concluded that the legal position of the existence of certificates in the storage of notaries related to the making of deeds of binding sale and purchase in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 630/K/Pdt/2023 is on the land seller. The seller of the land as the holder of the land title has the right to recover the land title certificate. The notary cannot withhold the certificate because there is no legal basis or clear rules in the deed of binding sale and purchase. The notary either intentionally or unintentionally crossed the line in carrying out his role as notary by withholding the certificate of title from the owner, namely the seller of the land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Denintya Indri Salsabilla
"Penelitian ini menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 89/Pdt.G/2023/Pn Mtr yaitu mengenai peran Notaris terhadap pembuatan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual yang dibuat sebagai jaminan utang piutang, dan pertanggungjawaban Notaris atas kerugian yang diderita oleh salah satu pihak sehingga putusan pengadilan menyatakan batal demi hukum. Metode penelitian menggunakan penelitian doktrinal dengan data sekunder berupa peraturan – peraturan hukum yang berlaku sebagai bahan primer dan bahan Pustaka serta wawancara sebagai bahan sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa Notaris harus bisa mengarahkan dan menjelaskan kepada para pihak mengenai perbuatan hukum yang akan mereka lakukan beserta akibatnya sebagaimana hukum mengatur. Notaris dituntut untuk memiliki kecermatan dan ketelitian dalam memeriksa dan menganalisis kehendak para pihak yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Adapun kepentingan para pihak harus diutamakan oleh Notaris guna mengindari kerugian. Dalam hal utang piutang yang didasari adanya muatan pidana dapat mengakibatkan akta turunannya yaitu akta Perjanjian Pengiktan Jual Beli dan kuasa menjual tidak sah dan batal demi hukum. Terlebih lagi perbuatan hukum utang piutang tidak sesuai dengan menjadikan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan kuasa menjual sebagai jaminan. Notaris yang mengetahui adanya ketidaksesuian antara akta autentik dengan perbuatan hukum para penghadapnya tersebut dapat dimintai pertanggungjawabanya secara perdata dan administrasi.
This study analyzes the Decision of the Mataram District Court Number 89/Pdt.G/2023/Pn Mtr, namely regarding the role of the Notary in making a Deed of Sale Purchase Binding Agreement and Sale Power of Attorney made as collateral for debts and the Notary's responsibility for losses suffered by one of the parties so that the court decision is declared null and void. The research method uses doctrinal research with secondary data in the form of applicable legal regulations as primary materials and Library materials and interviews as secondary materials. The results of the study show that the Notary must be able to direct and explain to the parties regarding the legal actions they will take along with the consequences as regulated by law. Notaries are required to have accuracy and precision in examining and analyzing the wishes of the parties in accordance with applicable regulations. And the most important thing is that the Notary must prioritize the interests of all parties in order to avoid losses, for that reason the Notary must be able to refuse to make an authentic deed if there is something that is contrary to the law. In the case of debts based on criminal content, it can result in derivative deeds, namely the Deed of Sale Purchase Binding Agreement and Sale Power of Attorney being invalid and null and void by law. Moreover, the legal act of debts is not in accordance with making the Sale Purchase Binding Agreement and Sale Power of Attorney as collateral. A notary who knows that there is a discrepancy between the authentic deed and the legal actions of those who present it can be held civilly and administratively responsible."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library