Ditemukan 67351 dokumen yang sesuai dengan query
Mayang Wahyu Agustin
"Setiap pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu dan lainnya. Jenis kepemimpinan yang populer di Jawa adalah Astha Brata. Konsep kepemimpinan Astha Brata kemudian digunakan untuk melihat etika kepemimpinan seorang tokoh bernama Pangeran Mangkubumi dalam Babad Giyanti. Pemilihan konsep Astha Brata didasari oleh ciri kepemimpinan Jawa yang bersifat sinkretis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan laku atau etika kepemimpinan Pangeran Mangkubumi serta melihat konsepsi dan relevansi kepemimpinan Astha Brata hingga masa kini. Kerangka teori yang digunakan antara lain konseptual kepemimpinan Astha Brata dalam Serat Ajipamasa, kepemimpinan etis Gary Yukl, dan teori etika perspektif filsafat dari Franz Magnis Suseno. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif dari Abrams dalam buku Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Data yang digunakan berasal dari hasil transliterasi naskah Babad Giyanti yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Hasilnya, Pangeran Mangkubumi memiliki semua sifat Astha Brata yang menunjukkan keseimbangan Pangeran Mangkubumi sebagai seorang pemimpin. Keberhasilan penerapan konsep Astha Brata dalam Pangeran Mangkubumi menunjukkan bahwa Astha Brata dapat menciptakan pemimpin yang ideal dan etis bagi manusia Jawa. Adapun kepemimpinan Astha Brata masih eksis dan relevan untuk digunakan hingga saat ini.
Every leader has a leadership style that is different from one another. One of the more popular leadership type in Java is Astha Brata. Astha Brata's leadership concept is then applied to analyze the leadership ethics of a character named Pangeran Mangkubumi in Babad Giyanti. The choice of the Astha Brata concept was based on the syncretic characteristics of Javanese leadership. This research aims to reveal Pangeran Mangkubumi's leadership behavior or ethics, as well as to look at the conception and relevance of Astha Brata's leadership in the present. The leadership conceptual framework used is Astha Brata in Serat Ajipamasa, also leadership ethics from Gary Yukl. This research employs Abrams’ objective approach based from the book Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi with descriptive and qualitative methods. This research employs a framework of ethical theory from the philosophical perspective Franz Magnis Suseno. The data used comes from the transliteration of the Babad Giyanti manuscript published by Balai Pustaka. This research has shown that Pangeran Mangkubumi has all the characteristics of Astha Brata which shows Pangeran Mangkubumi's balance as a leader. This successful application of the Astha Brata concept in Pangeran Mangkubumi shows that Astha Brata can create ideal and ethical leaders for Javanese people. Astha Brata's leadership archetype is still relevant until the present."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Melinda Sarasswati
"
ABSTRAKKriteria pemimpin ideal dalam budaya Jawa dikenal dalam Astha Brata yang berasal dari pemikiran budaya Jawa. Ajaran Astha Brata dalam Pakem Makutharama sebagai data penelitian merupakan representasi budaya Jawa yang dituliskan melalui kata-kata yang bermakna. Makna dari ajaran Astha Brata tersebut dikomunikasikan di tengah masyarakat Jawa melalui unen-unen yang merupakan ungkapan yang menyatakan tindakan seperti yang dimaksudkan dari unen-unen tersebut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk memaparkan konsep pemimpin Jawa dalam Astha Brata, khususnya watak kisma lsquo;tanah rsquo;, serta keterkaitannya dengan unen-unen. Metode penelitian kualitatif dengan Teori Segitiga Semiotik oleh Ogden dan Richards serta Teori Metafora oleh Lakoff dan Johnson 1987 digunakan untuk pemaparan Astha Brata, serta Teori Semantik Pragmatik untuk unen-unen. Hipotesis penelitian menyatakan seorang pemimpin hendaknya memiliki sifat utama layaknya kisma yaitu murah hati, mampu mengarahkan masyarakatnya, dan tidak berbelas kasih kepada rakyat yang malas, serta mampu melakukan tiga belas tindakan kepemimpinan yang terperinci seperti yang dinyatakan dalam unen-unen.
ABSTRACTThe ideal criteria of a leader on Javanese culture known as Astha Brata, that is originally from those culture itself. Astha Brata concepts that written on Pakem Makutharama as a research subject is representation of Javanese culture that written by meaningful words. The meaning of those Astha Brata concepts are communicated among the Javanese society through unen unen which consicts of metaphor that reflect the action like the meaning of unen unen. The purpose of the research is to explain Javanese leadership concept in Astha Brata, exspecially kisma character, and the corelation with unen unen. Qualitative research method Semiotic Triangle by Ogden and Ricards also Theory of Methaphor by Lakoff and Jahnson that are used to explain Astha Brata and Theory of Semantic Pragmatic for the unen unen. The research hypotesis shows that a leader should have character like kisma which is generous, have ability to direct the society, not give a pity to the society that indolent and have ability to implement thirteen leadership action that are elaborated on the unen unen."
2017
S67388
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1981
899.22 IND b
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
"Naskah ini menceritakan sejarah Babad Mangkubumi"
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
GS 21-SJ.7
Naskah Universitas Indonesia Library
"Naskah ini berisi Babad Giyanti. Kolofon dalam naskah menunjukkan bahwa naskah ini ditulis pada Kliwon, pukul 8 pagi, tanggal empat, bulan Dulkaidah, tahun 1874."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
GS 4-SJ.1
Naskah Universitas Indonesia Library
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Buku Babad Giyanti ini disalin dari naskah koleksi KBG van Kunsten en Wetenschappen. Buku Babad Giyanti IX adalah gubahan Jasadipura I. Adapaun ringkasan isinya adalah: 53. Sultan Kabanaran meninggalkan kerajaan, mengungsi ke Sukawati; 54. Menceritakan tentang utusan dari Surakarta ke Betawi serta peperangan kecil-kecil; 55. Gubernur Ogendorp dan utusan Surakarta di Betawi; 56. Gubernur Ogendorp dan utusan menyerang Banten; 57. Sepulang dari Betawi utusan Surakrta bersiap-siap; 58. Perjalanan ke Kedu dibatalkan oleh Sultan Kabanaran tidak jadi ke Mataram; 59. Peprangan di Gowong; 60. Peprangan di Bagelen dan Malaran."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1937
BKL.0683-SJ 28
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Buku Babad Giyanti XI ini adalah gubahan Yasadipura I. Adapun ringkasan isinya adalah: 66. (hlm. 3) Sunan Kabanaran berangkat dari Pagelen untuk menaklukkan daerah pesisir, dalam perjalanan menginap di Talaga Wana; 67. (hlm. 5) Tumenggung Arungbinang dengan dibantu oleh Kompeni mengejar Pangeran Purbaya di Pagelen; 68. (hlm.27) Sunan Kabanaran melanjutkan perjalanan untuk menyerang Pekalongan; 69. (hlm. 45) Raja Kabanaran hendak menyerang Pamalang dan Tegal; 70. (hlm. 49) Sunan Kabanaran ber?besan? dengan Pangeran Natakusuma; 71. (hlm. 51) Tumenggung Arungbinang; 72. (hlm. 57) Sunan Kabanaran pulang ke Mataram, Pekalongan direbut kembali Kompeni; 73. (hlm. 62) Tumenggung Arungbinang dicari oleh putri dari Bulupitu; 74. (hlm. 74) Di Mataram sedang dibicarakan persiapan pernikahan pengantin."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1938
BKL.0684-SJ 29
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"Buku Babad Giyanti XII ini adalah gubahan Yasadipura I terbitan Bale Pustaka tahun 1938. Adapun ringkasan isinya adalah: 75. (hlm. 13) Menggali gunung Tompomas, Sultan Banten memohon perlidungan kepada Sunan Kabanaran; 76. (hlm. 25) Dipati Cebolang di Surabaya berbalik memusuhi Kompeni, dibantu oleh Sunan Kabanaran; 77. (hlm. 35) Sunan Kabanaran hendak menaklukkan tanah Bang Wetan; 78. (hlm. 45) Adipati Suradiningrat di Pranaraga menyiapakan pasukan untuk menghadapi perang Pangeran Mangkunagara; 79. (hlm. 52) Sunan Kabanaran hendak ke Pranaraga; 80. (hlm. 58) Peperangan di Kedu, Raden Mangkuwijaya dan Tumenggung Jayadirja tewas oleh Kompeni; 81. (hlm. 67) Adipati di Bang Wetan sowan Sunan Kabanaran di Pranaraga; 82. (hlm. 72) Pangeran Mangkunagara pulang ke Mataram, Sunan Kabanaran melanjutkan perjalanan menyerang Surabaya; 83. (hlm. 78) Sunan Kabanaran bermalam di Kartasana, melatih prajurit."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1938
BKL.0685-SJ 30
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"95. (hlm.3) Madiun dan Panaraga (Pranaraga) dapat direbut oleh Pangeran Mangkunagara; 96. (hlm.9) Sunan Kabanaran kalah berperang melawan Pangeran Mangkunagara; 97. (hlm.19) Sunan Kabanaran pulang ke Surakarta untuk menenangkan hati pasukannya. Pangeran Mangkunagara di Panaraga menyelenggarakan pesta perkawinan pamannya Pangeran Purubaya yang berganti nama menjadi Arya Cakranagara; 98. (hlm.24) Sultan Banten berpura-pura menjadi santri dari Gowong hendak menyusul Sunan Kabanaran ke Sukawati. Di Dhukuh Repaking dijadikan mantu oleh Kyai Nuriman; 99. (hlm.32) Sunan Kabanaran menerima surat dari Seh Ibrahim; 100. (hlm.39) Kyai Muriman diberi (sebagai pinjaman) tanah gagatan untuk memberi makan Sultan Banten; 101. (hlm.43) Sunan Kabanaran memberi surat kepada Jnedral melalui tuwan Sarip Besar (Seh Ibrahim) menjelaskan penyebabnya ia pergi dari negaranya; 102. (hlm.55) Perjalanan Sarip Besar yang hendak bertemu dengan Sultan Kabanaran. Sarip Besar singgah di Surakarta; 103. (hlm.72) Pangeran Mangkunagara bertaubat kepada ayahnya, Sunan Kabanaran. Adipati Suryanagara diutus ke Semarang untuk mempersembahkan hadiah kepada Jendral di Betawi."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1938
BKL.0732-SJ 51
Buku Klasik Universitas Indonesia Library
R.Ng. [Raden Ngabehi] Yasadipura I
"103. (hlm. 3) Pangeran Mangkunagara bertobat pada ayahnya, Sunan Kabanaran. Adipati Suryanagara diutus ke Semarang untuk mempersembahkan hadiah kepada Jendral di Betawi; 104. (hlm.11) Pangeran Mangkunagara menjadi raja, bermusuhan dengan ayahnya, Sunan Kabanaran; 105. (hlm.23) Sarip Besar bertemu dengan Sunan Kabanaran; 106. (hlm. 41) Pangeran Bintara berkhianat. Pangeran Mangkunagara naik tahta bergelar Sunan Adi Prakosa. Kumpeni mufakat, Sunan Kabanaran tetap menjadi raja Senapati dengan sebutan Sultan dengan karaton di Mataram; 107. (hlm.65) Sultan menyuruh memberangkatkan pasukan Belanda dan Jawa untuk mengejar pasukan Pangeran Mangkunagara; 108. (hlm.73) Tumenggung Kurdhanagara dan anaknya dibunuh. Sunan Kabanaran memberi tanah, 500 untuk makan kuda, kepada putra Sinuhun di Surakarta; 109. (hlm.77) Prajurit Kabanaran dan prajurit Kumpeni perang lawan prajurit Mangkunagara di Tugu. Mangkunagara kalah, kemudian berdiam di Bureng."
Betawi Sentrem: Bale Pustaka, 1938
BKL.0733-SJ 52
Buku Klasik Universitas Indonesia Library