Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122813 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandy Rahman Pratama
"Pejabat pembuat akta tanah atau yang disebut dengan PPAT merupakan pejabat yang diangkat oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional sehingga memiliki kewenangan penting dalam menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang diterbitkan untuk dapat dijadikan alat bukti yang kuat di Pengadilan. Seperti tindakan hukum actio pauliana kepada PT. Jabatex yaitu debitur pailit yang digugat oleh tim kurator PT. Jabatex (dalam pailit), atas terbitnya akta jual beli yang merupakan aset PT. Jabatex (dalam pailit). Tindakan hukum ini seringkali terjadi dalam pelaksanaan perlindungan hak kreditur akibat dari PPAT yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang menjadikan kreditur ialah pihak yang dirugikan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis prinsip kehati-hatian yang tepat untuk dapat diterapkan PPAT dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam mencegah adanya tindakan hukum actio pauliana, sehingga penelitian ini menggunakan teori pertanggungjawaban untuk mendapatkan pertanggungjawaban PPAT dalam gugatan actio pauliana yang mana dapat menimbulkan sanksi bagi PPAT yang berupa sanksi administrasi, sanksi perdata, dan sanksi pidana. Bentuk penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan historis, dan pendekatan kasus yang dijadikan studi kasus dalam penelitian ini.

Land Deed Making Officer or what is called PPAT is an official appointed by the Head of BPN so that it has an important authority to guarantee legal certainty, order and legal protection through authentic deeds that are issued or issued to be used as strong evidence in court. Like actio pauliana's legal action to PT. Jabatex is a bankrupt debtor sued by the creditor, for the issuance of the sale and purchase deed which is the asset of PT. Jabatex in bankruptcy. This legal action often occurs in the implementation of the protection of creditor rights as a result of PPAT that does not apply the principle of caution that makes the creditors who are harmed in the bankruptcy process. The purpose of this research is to find the appropriate precautionary principle that can be applied by PPAT in carrying out its duties and functions in preventing Actio Pauliana legal actions, so this research uses responsibility theory to obtain PPAT accountability in Actio Pauliana lawsuits which can give rise to sanctions for PPAT who in the form of administrative sanctions, civil law sanctions and criminal law sanctions. The form of this research is doctrinal research using the statutory approach, conceptual approach, historical approach, and case approach which are used as case studies in this research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safiulloh
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dituntut bekerja secara teliti, saksama dan bertanggungjawab karena akta PPAT digunakan sebagai dasar bukti terjadinya suatu peralihan hak atas tanah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian terkait
kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 783/Pdt.G/2019/PN Mdn yaitu
mengenai pertimbangan Hakim yang menyatakan batalnya Akta Jual Beli. Oleh karena itu penelitian ini berupaya menganalisis dan menjawab permasalahan mengenai
pertanggungjawaban hukum PPAT atas akta jual beli tanah warisan yang dibuat tanpa diketahui ahli waris lainnya dan perlindungan hukum atas pembeli yang beritikad baik terhadap Akta Jual Beli yang dibatalkan oleh Hakim. Untuk menjawab permasalahan berdasarkan putusan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris serta didukung dengan wawancara. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa PPAT bertanggung jawab secara perdata dan
administrasi atas kelalaiannya dalam pembuatan Akta Jual Beli yang berasal dari kewarisan tanpa diketahui oleh ahli waris lainnya. Berdasarkan Yurisprudensi dan ketentuan Pasal 1246, 1267, 1471 serta Pasal 1492 dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, apabila dibatalkannya perjanjian jual beli tanah terhadap pembeli yang beritikad baik berhak mendapat perlindungan hukum yaitu berupa ganti kerugian dari
objek jual beli tersebut. Pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor
783/Pdt.G/2019/PN Mdn telah memuat perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para ahli waris yang haknya terlanggar, akan tetapi belum mengakomodir perlindungan
kepada pihak pembeli karena pertimbangan Hakim pada putusan tersebut telah membatalkan Akta Jual Beli tanpa adanya penggantian kerugian yang seharusnya diterima oleh pembeli yang bertikat baik dari penjual serta PPAT.

The Land Deed Making Official (PPAT) is required to work carefully,
thoroughly and responsibly because the PPAT deed is used as the basis for evidence of a transfer of land rights. The problems raised in the research related to the case in the
District Court Decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn, namely regarding the judge's consideration which declared the cancellation of the Sale and Purchase Deed.
Therefore, this study seeks to analyze and answer the problem of how PPAT is legally responsible for the sale and purchase deed of inherited land made without the knowledge of the other heirs and how is the legal protection for buyers who have good
intentions against the Sale and Purchase Deed which was canceled by the Judge. To answer the problems based on the decision, normative juridical research methods and
descriptive analytical research typologies were used and supported by interviews. The results of this study indicate that PPAT is civilly and administratively responsible for its
negligence in making the Sale and Purchase Deed from inheritance without the
knowledge other heirs. Based on Jurisprudence and the provisions of Articles 1246, 1267, 1471 and Article 1492 in the Civil Code, if the sale and purchase agreement of land is canceled, a buyer with good intentions is entitled to legal protection in the form of compensation for the object of the sale and purchase. The judge's consideration in the decision Number 783/Pdt.G/2019/PN Mdn has contained legal protection and legal certainty for heirs whose rights have been violated, but has not accommodated
protection to the buyer because the judge's consideration in the decision has canceled the Sale and Purchase Deed without the existence of compensation that should be
received by the buyer in good faith from the seller and the PPAT.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico Fernando
"Tindakan hukum berupa pengalihan asset oleh Debitur Pailit dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Pembatalan tersebut disebut Actio Pauliana yang diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004. Namun demikian pada prakteknya tidak mudah untuk memintakan pembatalan terhadap perbuatan hukum Debitor kepada pengadilan. Dari beberapa pengajuan hanya Actio Pauliana pleh kurator, sampai saat ini, hanya segelintir yang dikabulkan oleh hakim. Adanya beberapa putusan Actio Pauliana menyatakan Pengadilan Niaga tidak berwenang memeriksa perkara Actio Pauliana dengan alasan kewenangannya merupakan Pengadilan Negeri.

Legal action in the form of transfer of assets by Debtor Bankruptcy may be requested cancellation to the court. Cancellation is called actio Pauliana provided for in Article 41 through Article 50 of Law No. 37 of 2004. However, in practice it is not easy to request cancellation of the debtor to the court legal action. From some of the submissions only actio Pauliana pleh curator, to date, only a handful have been granted by the judge. The existence of several decisions of the Commercial Court declared actio Pauliana unauthorized actio Pauliana examine cases on the grounds its authority is the District Court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitha Elra Yustisia
"Profesi Notaris erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan peran notaris serta PPAT ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan hukum serta menjaga kepentingan pihak yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya Notaris dan PPAT tidaklah lepas dari aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Notaris dan PPAT ditunjuk dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya telah memiliki peraturan masing-masing mengenai tata cara yang tertuang dalam peraturan jabatannya. Dalam prakteknya, masih banyak pelanggaran dalam melaksanakan jabatan yang mempunyai akibat hukum bagi akta yang dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris menunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya, Menteri membentuk. Majelis Pengawas Notaris. Pada dasarnya kedua jabatan tersebut hanya membedakan tugas pokok dalam pembuatan akta otentik, namun subjek kedua jabatan tersebut adalah satu, yaitu seorang Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/ PPAT harus memperhatikan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta dimana objek jual beli masih dalam boedel waris serta pengawasan PPAT dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal terjadinya pelanggaran dalam menjalankan jabatannya.

Notary profession is closely related to land deed officer or PPAT. Both a notary and a PPAT have functions and roles in public service as well as conducting legal counseling and maintaining interest of related parties. As public officials who seal authentic deeds, a notary and a PPAT are bonded to PPAT, Notary, and Civil Code appointed in Article 1868 of Civil Code which regulates procedures of notary and PPAT duties. However, violations, which bring legal consequences to deeds a notary or a PPAT ratifies, are often encountered during task enforcement. According to law on notary, Law and Human Rights Minister is appointed to supervise notaries through Notary Supervisor Assembly. A notary and a PPAT basically are the same subjects, though main duty in drawing up authentic deeds differs. This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis. Based on analysis, a notary or a PPAT should notice procedures and provisions in designing deeds in which sale and purchase object is still in boedel inheritance, and duty procedure violation is supervised by Notary Supervisor Assembly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Lestari
"Undang-Undang Pokok Agraria menganut asas yang diterapkan dalam hukum adat. Berkaitan dengan jual beli hak atas tanah, asas yang dianut adalah asas terang dan tunai yang menjadi syarat sahnya jual beli hak atas tanah. Untuk menuhi asas terang, maka jual beli harus dilaksanakan dihadapan PPAT, sedangkan untuk memenuhi asas tunai maka menjadi tanggung jawab PPAT untuk memastikan terlaksananya asas tunai sebelum terjadinya jual beli hak atas tanah. Dari hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawaban PPAT untuk memastikan asas tunai terlaksana dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah khususnya dalam pembuatan Akta Jual Beli. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari peraturan yang ada, diketahui bahwa peran PPAT adalah dalam memastikan dan menyesuaikan antara keterangan para pihak dengan bukti dokumen yang diperlihatkan dan/atau dilampirkan dalam minuta akta. Setelah PPAT memperoleh keyakinan berdasarkan keterangan para pihak dan menyesuaikan dengan dokumen yang ada, maka PPAT dapat mengkonstantir hal tersebut dalam akta jual beli dan kemudian akta tersebut dibacakan dan diberikan penyuluhan hukum atas pembuatan akta. Sehingga apabila terjadi sengketa di kemudain hari PPAT dapat membuktikan bahwa apa yang dinyatakan dalam akta jual beli berdasarkan keterangan para pihak dan para pihak telah memahami betul isi akta serta akibat hukum dari pembuatan akta tersebut.

The Agrarian Principles Act seeks the basis applied in customary law. In relation to the sale of land rights, the basis is the light and cash principle that constitutes the legal basis of the sale of land rights. To adhere to the principle of transparency, then the sale and purchase must be executed before the PPAT, whereas to fulfill the cash basis it is the responsibility of the PPAT to ensure the execution of the cash basis before the sale of land rights. From that, the problem in this research is the role and responsibility of the PPAT to ensure that cash basis is realized in the execution of the sale of land rights especially in the making of the Sale and Purchase Deed. This thesis is using normative juridical form of research with qualitative method to analyze data and analytic descriptive research type. From the existing rules, it is known that the role of the PPAT is to ensure and adapt between the statements of the parties with the proof of the documents shown and / or attached to the minutes of the deed. Once the PPAT obtains confidence based on the parties' information and adapts to the existing documents, PPAT may then modify it in the deed of sale and then the deed is read out and given legal counseling on the deed. So in the event of a dispute in the event the PPAT day can prove that what is stated in the deed of sale and purchase by the parties' information and the parties have understood the contents of the deed and the legal consequences of making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kexia Goutama
"Akta Jual Beli hak atas tanah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dapat dibatalkan melalui upaya hukum Actio Pauliana yang diajukan oleh kurator. Upaya hukum ini didasarkan pada ketentuan Pasal 41-42 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan dan PKPU”). Pembatalan semacam itu tentu saja menimbulkan kerugian, baik bagi para pihak yang melaksanakan perbuatan hukum maupun bagi PPAT itu sendiri. Fokus dari kajian ini adalah pada pembatalan Akta Jual Beli hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT dengan mengangkat simulasi kasus PT Metro Batavia yang berkedudukan di Kota Administrasi Jakarta Pusat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Oleh karena itu masalah yang dikaji adalah berkenaan dengan pembatalan Akta Jual Beli hak atas tanah melalui upaya hukum Actio Pauliana dan upaya yang semestinya dilakukan oleh PPAT guna menghindari potensi pembatalan Akta Jual Beli sebagai akibat Actio Pauliana. Penelitian hukum ini berbentuk nondoktrinal. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap beberapa narasumber yang memiliki kompetensi terkait kepailitan dan pembuatan akta autentik. Adapun data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, berdasarkan kasus yang disimulasikan, Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT, dapat dibatalkan dengan cara mengajukan gugatan pembatalan suatu perbuatan hukum ke pengadilan negeri untuk dibatalkannya suatu perbuatan hukum oleh kreditur dan/atau kurator selaku pihak ketiga karena mengandung kecacatan hukum yang berkenaan dengan subjek pemilik hak atas tanah yang seharusnya merupakan orang yang benar-benar melaksanakan pembayaran penuh atas objek tanah dan bangunan, namun dalam kenyataanya subjek yang namanya tercantum dalam sertipikat bukanlah orang yang memenuhi pembayaran; Kedua, upaya yang semestinya dilakukan oleh PPAT dalam praktik pembuatan akta guna meminimalisir risiko kerugian bagi para pihak adalah dengan melakukan pengecekan kebenaran formil secara cermat dan hati-hati agar akta autentik yang dibuatnya tidak dibatalkan melalui upaya hukum Actio Pauliana.

Deed of Sale and Purchase of land rights made by a Land Deed Official (“PPAT”) can be canceled through an Actio Pauliana legal remedy filed by the curator. This remedy is based on the provisions of Articles 41-42 of Law Number 37 Year 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (“Bankruptcy and PKPU Law”). Such a cancellation certainly causes losses, both for the parties carrying out legal acts and for the PPAT itself. The focus of this study is on the cancellation of the Deed of Sale and Purchase of land rights made by PPAT by raising the case simulation of PT Metro Batavia which is domiciled in the Central Jakarta Administrative City of the Special Capital Region of Jakarta. Therefore, the problem studied is related to the cancellation of the Deed of Sale and Purchase of land rights through Actio Pauliana legal remedies and efforts that should be made by PPAT to avoid the potential cancellation of the Deed of Sale and Purchase as a result of Actio Pauliana. This legal research is in the form of non-trinal. Primary data is collected through interviews with several resource persons who have competence related to bankruptcy and the making of authentic deeds.  Secondary data is collected through literature study. The data obtained is then analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, it can be explained as follows: First, based on the simulated case, the Sale and Purchase Deed made by the PPAT can be canceled by filing a cancellation of legal action lawsuit to the district court to cancel a legal action by the creditor and / or curator as a third party because it contains a legal defect relating to the subject of the owner of the land rights which should be a person who actually makes full payment for the object of land and buildings, but in reality the subject whose name is listed on the certificate is not the person who fulfills the payment; Secondly, the efforts that should be made by PPATs in the practice of making deeds in order to minimize the risk of loss for the parties is to check the formal truth carefully and carefully so that the authentic deed made by them is not canceled through the Actio Pauliana legal remedy."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Iskandar Wijaya
"Penelitian ini membahas praktik terjadinya kelalaian PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Salah satu kasus yang menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini adalah kasus jual beli tanah melanggar hukum yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/Pdt/2017. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah yang melanggar hukum. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisa dengan menggunakan analisis data kualitatif sehingga menghasilkan penelitian bersifat eksplanatoris-analitis. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan ketentuan hukum yang berlaku baik dalam hukum Adat maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Setelah dianalisa kemudian diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah melanggar hukum terdapat indikasi kerja sama diantara para pihak sehingga PPAT memiliki tanggung jawab secara perdata, administrasi, bahkan pidana, pihak penjual dan pembeli dapat dikenakan sanksi secara perdata dan pidana, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif, dan pidana. Akta Jual Beli yang memuat jual beli tanah yang melanggar hukum pun menjadi batal demi hukum. Badan Pertanahan Nasional pada keadaan tersebut wajib melaksanakan pembatalan pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang telah dinyatakan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, PPAT seharusnya memastikan pemenuhan syarat pembuatan akta disertai dokumen pendukung tertulis dan memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya pemenuhan syarat-syarat tersebut kepada para pihak pada saat pembuatan akta.

This study discusses the practice of negligence of land deed official in carrying out their positions. One of the cases that is the subject of discussion in this study is the case of unlawful land sale and purchase contained in the Supreme Court Decision Number 6 K/Pdt/2017. The problems in this research are regarding to the responsibility of land deed official in making the Sale and Purchase Deed and the legal consequences of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase. Both problems were analyzed using normative legal research methods and analyzed using qualitative data analysis to produce explanatory-analytical research. The analysis is carried out based on the prevailing legal theories and provisions in both Customary law and other statutory provisions. After the analysis, it is known that in the making of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase there is an indication of cooperation between the parties so the land deed official has civil, administrative, and even criminal responsibilities, the seller and the buyer can be subject to civil and criminal responsibilities, while the Head of the Land Office can be held accountable for civil, administrative and criminal responsibilites. The Sale and Purchase Deed containing unlawful land sale and purchase will becomes null and void. In such circumstances, Indonesian National Land Office is obliged to cancel the registration of the transfer of land rights based on the Sale and Purchase Deed which has been declared null and void based on permanent legal force court decision. Therefore, land deed official should ensure the fulfillment of deed drafting requirements along with written supporting documents and provide legal counseling on the importance of fulfilling these requirements to the parties at the time of drawing up the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Junia Erliyandi
"Camat sebagai PPAT sementara, seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Camat sebagai PPAT sementara harus memverifikasi keaslian dari dokumen-dokumen yang diberikan oleh klien untuk membuat Akta. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik Kohir sebagai pemilik yang sah tidak mengetahui adanya Akta Jual Beli yang dibuat Camat sebagai PPAT sementara sehingga menyebabkan terbitnya SHM atas nama orang lain. Penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu perlindungan hukum pemilik Kohir atas penerbitan sertipikat hak milik di atas tanah miliknya dan tanggung jawab Camat sebagai PPAT sementara terhadap pemenuhan unsur pelanggaran dalam membuat Akta Jual Beli di atas tanah kohir milik orang lain berdasarkan analisis Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 43/Pdt.G/2023/PN Blb. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dianalisis secara eksplanatoris dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan hukum pemilik kohir atas penerbitan sertipikat hak milik di atas tanah miliknya berdasarkan analisis putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 43/Pdt.G/2023/PN Blb, bahwa perlindungan pemilik hak atas tanah lama berupa Kohir dapat dibuktikan dengan pembuktian melalui bukti tertulis dan bukti tidak tertulis melalui keterangan saksi-saksi serta penguasaan fisik atas tanahnya dan untuk pemenuhan perlindungan hukum demi menjamin kepastian hukum tanah Kohir harus didaftarkan dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya PP Nomor 18 Tahun 2021. Camat sebagai PPAT sementara dapat dimintakan pertanggung jawaban berupa sanksi perdata dan pidana akibat dari Akta Jual Beli yang cacat hukum dan batal demi hukum sehingga menimbulkan sengketa tanah Kohir bagi para pihak. Saran yang dapat diberikan adalah kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional agar meningkatkan pengawasan dan menerapkan sanksi yang lebih ketat terhadap Camat sebagai PPAT sementara serta pemerataan PPAT di berbagai wilayah Indonesia.

Camat as temporary PPAT, should apply the principle of caution in carrying out their duties and responsibilities. Camat as temporary PPAT, must ensure the authenticity of documents submitted by clients before drafting a Deed. This Thesis presents a case which the Kohir owner as the rightful owner, was unware of a Sale and Purchase Deeed made by Camat as temporary PPAT, resulting in the issuance of a Land Ownership Certificate (SHM) in another person’s name. The research focuses on legal protection for Kohir Owner in relation to the issuance of ownership certificates over the Kohir owner land and the responsibility od Camat as temporary PPAT concerning breaches in drafting a Sale and Purchase Deed over Kohir land belonging to others, analyzed through tha Bale Bandung District Court Decision Number 43/Pdt.G/2023/PN Blb. This Thesis using doctirinal legal research utilizing secondary data, which includes primary, secondary, and tertiary legal materials, analyzed explanatory through a qualitative approach. the result of this Thesis reveal that legal protection for Kohir Owners, regarding the issuance of ownership certificates over the Kohir owner as analyzed in the Bale Bandung District Court Decision Number 43/Pdt.G/2023/PN Blb, can be established through both written and non-written evidence, witness testimonies, and physical possession of the land. For the fulfillment of legal protection and to ensure legal certainty, Kohir land must be registered the land within 5 (five) years from the enactment of Goverment Regulation Number 18 of 2021. Camat as temporary PPAT, may be held accountable through civil and criminal liabillity for defective and nullified Sale and Purchase Deeds that give rise to Kohir land disputes among the parties. Recommendations that can be given is for the National Land Office to enhance supervision and impose stricter sanctions on Camat as temporary PPAT, as well as ensuring an equitable distribution of PPAT in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>