Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wyllyan Ichsan Shab Billah
"Tesis ini membahas mengenai konsep konstitusionalisme deklarasi keadaan darurat sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945. Secara teori, konsep pemberian kewenangan dalam mendeklarasikan keadaan darurat seharusnya tidak ada pada pemerintah daerah. Hal demikian, dikarenakan bentuk negara Indonesia merupakan negara kesatuan. Namun menurut peraturan perundang-undangan yang lain, kewenangan deklarasi keadaan darurat dapat dimiliki oleh pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota yang menyesuaikan dengan skala kedaruratan yang terjadi di wilayah tersebut. Dalam konteks ini, Gubernur dan Bupati/Walikota adalah kepala pemerintahan daerah yang merupakan bagian dari pemerintahan pusat yang berada di wilayah mereka, sehingga dalam hal ini pemerintah daerah tidak memiliki peran layaknya sebagai kepala negara. Dengan kata lain, semestinya kewenangan untuk mendeklarasikan keadaan darurat seharusnya tetap berada ditangan pemerintah pusat dalam hal ini hanya Presiden yang bertanggung jawab penuh terhadap negara ketika dalam kondisi darurat. Namun, secara praktik pelaksanaan deklarasi keadaan darurat dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menyesuaikan skala kedaruratan yang terjadi di sebagian wilayah negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam UU 24/2007 Penanggulangan Bencana dan UU 7/2012 Penanganan Konflik Sosial. Sehingga, hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan mengenai deklarasi keadaan darurat di Indonesia saat ini belum memiliki kerangka konsep yang konsisten dan baku, seiring berjalannya waktu peraturan terkait deklarasi keadaan darurat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia akan saling tumpang tindih, dan minimnya pengawasan yang dilakukan oleh legislatif, terlebih lagi tidak adanya pengaturan norma khusus mengenai batasan masa berlakunya keadaan darurat dalam konstitusi Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keadaan darurat. Padahal dalam konteks negara-negara lain, masa berlaku keadaan darurat ditegaskan di dalam konstitusinya, hal ini sangat diperlukan guna untuk menegaskan batasan waktu terhadap berlakunya deklarasi keadaan darurat tersebut.

This thesis discusses the constitutionalism concept of declaring a state of emergency as intended in the provisions of Article 12 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In theory, the concept of granting authority to declare a state of emergency should not exist in regional governments. This is because the form of the Indonesian state is a unitary state. However, according to other laws and regulations, the authority to declare an emergency can be owned by the regional government, in this case the Governor/Regent/Mayor, who adjusts it to the scale of the emergency occurring in the region. In this context, the Governor and Regent/Mayor are heads of regional government which are part of the central government in their region, so that in this case the regional government does not have a role like head of state. In other words, the authority to declare a state of emergency should remain in the hands of the central government, in this case only the President has full responsibility for the country when it is in an emergency. However, in practice the implementation of emergency declarations can be carried out by regional governments by adjusting the scale of emergencies occurring in some regions of Indonesia as intended in Law 24/2007 Disaster Management and Law 7/2012 Handling Social Conflict. Thus, the results of the research show that the provisions regarding the declaration of a state of emergency in Indonesia currently do not have a consistent and standard conceptual framework, as time goes by the regulations regarding the declaration of a state of emergency in the laws and regulations in force in Indonesia will overlap with each other, and there will be minimal supervision. carried out by the legislature, moreover there is no specific norm regulation regarding the validity period of the state of emergency in the Indonesian constitution and the laws and regulations relating to the state of emergency. Even though in the context of other countries, the validity period of a state of emergency is confirmed in their constitution, this is very necessary in order to emphasize the time limit for the entry into force of the declaration of a state of emergency."
2024: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Al Hadi Nst
"Konflik di Papua telah berlangsung berpuluh-puluh tahun, bahkan sejak masih dikenal dengan nama Irian Jaya. Sejarah panjang proses integrasi Papua yang bermasalah telah melahirkan konflik yang hingga kini tidak kunjung mencapai kata selesai. Dalam perkembangannya, kini ancaman tidak hanya datang dari kelompok bersenjata yang menginginkan kemerdekaan Papua. Studi terbaru juga menunjukkan besarnya potensi konflik, baik di antara orang Papua itu sendiri, maupun antara orang Papua dengan penduduk pendatang. Untuk menangani situasi di Papua, pemerintah telah melakukan tindakan-tindakan yang patut diduga membatasi Hak Asasi Manusia, seperti pengerahan aparat bersenjata dan pembatasan akses terhadap informasi dan media. Pada masa orde baru, secara faktual Papua bahkan pernah menjadi Daerah Operasi Militer. Uniknya, terlepas adanya indikasi kedaruratan yang nyata, pemerintah tidak pernah mendeklarasikan keadaan darurat secara resmi berdasar hukum. Padahal, menurut doktrin Hukum Tata Negara Darurat, tindakan-tindakan khusus yang membatasi Hak Asasi Manusia tersebut hanya dapat dilakukan dalam suatu keadaan darurat yang dideklarasikan secara resmi. Melalui studi pustaka, penelitian ini berusaha menelusuri norma pembatasan hak asasi manusia dalam keadaan darurat, baik dalam teori, hukum positif di Indonesia, dan pengaturannya dalam konstitusi negara-negara lain. Uraian-uraian menyangkut konflik yang terjadi di Papua juga disajikan untuk menambah pemahaman terhadap persoalan yang ada. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan tindakan-tindakan khusus yang dilakukan dalam penanganan konflik di Papua telah bertentangan dengan asas proklamasi yang dikenal dalam Hukum Tata Negara Darurat. Selain itu, kasus-kasus pembunuhan di luar proses hukum dan penyiksaan juga menunjukkan pelanggaran serius terhadap non-derogable rights yang dijamin Pasal 28I Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 4 International Covenant on Civil and Political Rights. Lebih-lebih lagi, ketiadaan pengawasan oleh parlemen dan pengadilan menyebabkan tidak terdeteksinya tindakan-tindakan lain yang patut diduga tidak beralasan dan tidak proporsional terhadap ancaman bahaya yang ada.

The conflict in Papua has been ongoing for decades, dating back to when it was known as Irian Jaya. The troubled integration process has led to a conflict that remains unresolved. Recently, studies have shown that threats come not only from armed groups seeking Papuan independence. Recent studies also show the potential conflicts, both between Papuans themselves, and within the Papuan community and between Papuans and the migrant population. The government's efforts to handle the situation, including the deployment of armed forces and restrictions on information access and the media, have raised concerns about human rights restrictions. Despite indications of an emergency, the government has never officially declared a state of emergency based on law, as required by the Emergency Constitutional Law doctrine. This study aims to explore how human rights restrictions during state of emergency in theory, Indonesian law, and in the constitutions of other countries. In addition, it presents descriptions of conflict in Papua to shed light on existing problems. The research reveals that the special measures used to manage the conflict in Papua conflict with the proclamation principle outlined in the Emergency Constitutional Law doctrine. Furthermore, cases of extrajudicial killings and torture demonstrate serious violations of the non-derograble rights guaranteed by the Article 28I of Constitution of the Republic of Indonesia and the Article 4 of the International Covenant on Civil and Political Rights. The absence of oversight by parliament and the courts has led to the failure to detect other actions alleged to be unreasonable and disproportionate to the gravity of the events."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Nabhan Amin
"Menurut Pasal 1 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis. Penegasan oleh Pasal 1 UUD ini membawa berbagai macam konskuensi dalam bernegara. Salah satu nya adalah pembagian kekuasaan dalam negara kepada tiga fungsi, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Walaupun terdapat pembagian kekuasaan tersebut, UUD 1945 memberikan kekuasaan legislasi kepada Presiden sebagai eksekutif untuk mengeluarkan peraturan pemerintah yang dapat mengikat secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui mengenai konsep pemisahan kekuasaan di Indonesia, dan (2) mengetahui mengenai kedudukan, fungsi, dan karakteristik peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden berdasarkan kewenangan atribusi UUD 1945 pada keadaan normal dengan peraturan yang dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif, termasuk juga studi kepustakaan yang terkait dengan objek penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam keadaan normal berlaku untuk menjalankan undang-undang, sehingga berkedudukan di bawah undang-undang serta memiliki karakteristik sebagaimana peraturan di bawah undang-undang. Sedangkan peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa berfungsi untuk menggantikan undang-undang secara sementara sehingga disejajarkan dengan undang-undang. Selain itu, peraturan pemerintah yang dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa memiliki dua alasan pembentukan yang tidak saling terikat, yaitu karena adanya kegentingan internal atau adanya kegentingan yang berasal dari luar pemerintahan. Dengan ditemukannya dua alasan pembentukan tersebut dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai peraturan pemerintah jenis kedua, yaitu yang dibentuk dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

According to article 1 of the 1945 Constitution, the Unitary State of the Republic of Indonesia is a democratic rule of law. This clear statement brings various kinds of consequences in the state. One of which is to distribute power within the state into the legislative, executive, and judiciary. Although there is a distribution of powers, the 1945 Constitution provides legislation power for the President to issue government regulation that can bind legal subjects in the country. This study aims to find out (1) about the concept of distribution of power in Indonesia, (2) knowing about the position, function and characteristics of the regulations that is formed based on President's attribution authority within normal conditions and in a matter of coercive emergency. To achieve this goal, this study uses normative juridical methods, namely research that aims to examine the application of the rules in positive law, including literature studies related to the object of research. The results of this study indicate that government regulations which issued in a normal circumstances are applied to carry out the law, so it is placed under the law and has characteristics as it should be under the law. Whereas, the government regulation which issued in the case of coercive emergency is forced to function to replace the law on a temporary basis so that it is aligned with the law. In addition, government regulations which issued regarding the issue of coercive emergency have two reasons for its establishment that are not bound to one another, it is because of an internal concern or it is because a concern originating from outside the government. With the discovery of the two reasons for this establishment in this research, it is necessary to do a more in-depth study of the second type of government regulation, which is formed in the case of a matter of emergency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farid
Jakarta : Biro Humas Settama Lemhannas RI , 2019
321 JKLHN 40 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah Dyah Permata Sari
"Penelitian ini membahas tentang gambaran pemenuhan dari pelaksanaan sistem tanggap darurat di Fakultas Teknik Universitas Indonesia tahun 2016 berdasarkan Pedoman Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Universitas Indonesia yang mengacu pada NFPA 1600 edisi 2016. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan desain penelitian deskriptif analitik.
Metode yang digunakan berupa wawancara, observasi langsung, dan telaah dokumen menggunakan instrumen checklist self-assessment for conformity NFPA 1600 edisi 2016. Penelitian dilakukan terhadap enam elemen di dalam NFPA 1600 edisi 2016 dan diperoleh hasil dengan total rata-rata terpenuhi sebesar 58,20%, tidak terpenuhi sebesar 29,40% dan tidak dapat teraplikasikan (not applicable) sebesar 12,40%.

This Research discusses about the compliance of emergency response system implementation at Faculty of Engineering Universitas Indonesia in 2016, based on the University?s Guidelines for Emergency Preparedness and Response which refer to 2016 edition of NFPA 1600. It is a qualitative research with descriptive analytic design.
The method being used in this research are interview, observation, and document study using self-assessment for conformity checklist of NFPA 1600, 2016 edition. This research assess six elements of 2016 edition of NFPA 1600. The result of this study shows 58,20%% points are conforming, 29,40% are nonconforming, and 12,40% are not applicable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubaidiyah Diagusdin Fauzi
"Penelitian ini membahas tentang sistem tanggap darurat yang Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2016 mengacu pada pedoman tanggap darurat yang dimiliki K3L UI atau NFPA 1600 edisi 2016. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan disain deskriptif analitik.
Hasil penelitian ini diperoleh dari wawancara semi-terstruktur, telaah dokumen terkait, serta observasi tempat penelitian. Dari 6 elemen yang diteliti, didapatkan hasil dengan total rata-rata kategori "Terpenuhi" yaitu 37,61%, kategori "Tidak Terpenuhi" yaitu 50,85%, dan kategori "Tidak Tersedia" yaitu 12,01%.

This research is conducted in order to assess conformity of Faculty of Health Sciences Universitas Indonesia‟s emergency response system in accordance with the existent emergency response guidance by K3L UI. This is a qualitative research with descriptive analytic design.
The result of this research is obtained from semi-structured interview, review of related documents, and observation of research location. Out of all six elements that has been assessed, results are obtained with total average of "Conforming" category is 37,61%, "None Conforming" category is 50,85%, and "Not Available" category is 12,01%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodora Dina Ekasari
"Pertumbuhan industri manufaktur dan konstruksi dapat meningkatkan potensi kecelakaan dan kejadian darurat yang perlu dipertimbangkan. Diperlukan sistem tanggap darurat untuk mengurangi dan meminimalkan dampak dan kerugian yang bisa disebabkan oleh peristiwa darurat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat di pabrik fabrikasi baja PT Wijaya Karya pada tahun 2019 berdasarkan National Fire Protection Association 1600 (NFPA 1600) 2016 edisi untuk menangani peristiwa darurat/bencana. Penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan dua jenis data-ata primer diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan, sedangkan data sekunder adalah melalui tinjauan dokumen. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kesesuaian implementasi sistem tanggap darurat berbasis NFPA 1600 di pabrik fabrikasi baja PT Wijaya Karya adalah 74%, sedangkan ketidaksesuaian adalah 26%. Meskipun hasilnya dapat diterima, perusahaan dituntut untuk meningkatkan perencanaan dan implementasi sistem tanggap darurat agar lebih komprehensif.

The growth of the manufacturing and construction industry can increase the potential for accidents and emergencies that need to be considered. Emergency response systems are needed to reduce and minimize the impact and losses that can be caused by emergency events. The purpose of this study is to analyze the suitability of the implementation of the emergency response system at PT Wijaya Karya steel fabrication plant in 2019 based on the 2016 National Fire Protection Association (NFPA 1600) edition to handle emergency/disaster events. This research is a descriptive qualitative research design that uses two types of data; Primary data obtained through interviews and field observations, while secondary data is through a document review. From this study, it can be concluded that the suitability of the implementation of the NFPA 1600-based emergency response system at PT Wijaya Karya steel fabrication plant is 74%, while the non-conformity is 26%. Although the results are acceptable, companies are required to improve the planning and implementation of emergency response systems to be more comprehensive."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radityas Megha Widyadari
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa otentifikasi Surat Izin Penghunian atas
Rumah Negara Golongan II dan Rumah Negara Golongan III sebagai bentuk
pemberian izin dari Kementerian/Lembaga tempat Pegawai Negeri Sipil atau
Anggota TNI bekerja untuk menghuni, menggunakan dan menguasai Rumah
Negara kepada Pemegang Surat Izin Rumah Negara yang merupakan Pegawai
Negeri Sipil maupun anggota TNI. Rumah Negara adalah aset milik negara yang
tidak dapat dimiliki namun terhadap Rumah Negara Golongan III beserta atau
tidak beserta tanahnya dapat dilakukan pengalihan hak menjadi hak milik melalui
perjanjian sewa-beli sampai dengan diterbitkannya Tanda Bukti Hak Milik dan
Pelepasan Hak atas Tanah. Surat Izin Penghunian menjadi salah satu dasar untuk
dilakukannya rangkaian prosedur pengalihan status Rumah Negara Golongan II
menjadi Rumah Negara Golongan III dan dasar dilakukannya pengalihan hak atas
Rumah Negara Golongan III sehingga penerbitannya dan penggunaannya harus
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena
akan berimplikasi kepada pihak ketiga saat Rumah Negara Golongan III sudah
beralih kepemilikan. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan melalui
pendekatan secara yuridis normatif menggunakan data sekunder yang berpedoman
pada hukum normatif yang berlaku di Indonesia serta data primer dengan
melakukan dan wawancara kepada narasumber yang menggeluti bidang rumah
negara. Surat Izin Penghunian, Perjanjian Sewa-Beli, dan akta Tanda Bukti Hak
Milik dan Pelepasan Hak atas Tanah walaupun bukan dibuat oleh dan/atau
dihadapan Notaris tetap merupakan akta otentik karena dibuat oleh dan dihadapan
pejabat yang berwenang dengan bentuk yang telah ditetapkan oleh undang-undang
sehingga tidak perlu melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam melakukan
pendaftaran atas pengalihan hak Rumah Negara Golongan III. Surat Izin
Penghunian bukan merupakan tanda bukti kepemilikan melainkan hanya sebagai
pemberian izin untuk menghuni rumah negara yang akan kembali kepada negara
setelah masa kerja Pegawai Negeri Sipil atau Anggota TNI berakhir.

ABSTRACT
This study was conducted to analyze the authentication of Residential Permit of
State Housing Class II and State Housing Class III as a form granting permission
to inhabit, to occupy and to take control of State Housing from the
Ministry/Institution to the Civil Servants or Members of Indonesian National
Army as the holders of Residential Permit of State Housing. State Housing is the
state-owned assets that cannot be owned, but residents of the State Housing Class
III can do the transfer of authorization with or without the soil so that become
propriety through lease-purchase agreement until the Receipt of Propriety and
Land Rights Release issued. Residential Permit become one of the basic to
undertake a series of procedures for transferring status from State Housing Class
II into the State Housing Class III and for the transferring authorization from
State Housing Class III into propriety so that the publication and its use must be
conducted in accordance with the regulation as it will have implications for the
third parties when State Housing Class III have switched ownership. This study
uses literature through normative juridical approach using secondary data based
on the normative law in force in Indonesia as well as primary data by conducting
and interview to the State Housing expert. Residential Permit, Lease-Purchase
Agreement, and the deed of Receipt of Propriety and Land Rights Release
although not made by and/or Notary remains an authentic deed because it is
made by the official competent authority with the form established by law so no
need to involve Land Titles Registrar in registering on the authorization
transferring of State Housing Class III. Residential Permit is not an evidence of
ownership but only as granting permission to inhabit a State Housing that will be
returned to the country after devotion of the Civil Servants or Members of
Indonesian National Army come to an end."
2016
T45832
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sikumbang, Sony Maulana
"Perubahan ketatanegaraan yang terjadi akibat perubahan-perubahan yang dilakukan oleh MPR atas UUD 1945 antara lain adalah pernbentukan lembaga-lembaga negara baru. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Keberadaan DPD dilatarbelakangi oleh gagasan demokratisasi dan akomodasi. kepentingan daerah demi terjaganya integrasi nasional. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat, maka DPD sebagai perwakilan rakyat dalam konteks kedaerahan dengan orientasi kepentingan nasional dapat disebut sebagai kamar kedua dalam sistem parlemen bikameral. Dengan demikian, keberadaan DPD mernbawa implikasi, antara lain pacta kewenangan pernbentukan undang-undang. Kewenangan mana sebelumnya dipegang dan dilaksanakan hanya oleh DPR sebagai satu-satunya kamar yang ada dalam parlemen. Namun, ruang lingkup maupun pengaruh kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang sangat terbatas. Berdasarkan perbandingan kewenangan relatif yang dimiliki oleh masingmasing kamar dalam pernbentukan undang-undang dan berdasarkan kedekatan kesamaan yang dimiliki oleh kekuasaan DPD dan House of Lords dapat disebutkan, bahwa berdasarkan klasifikasi Andrew Ellis parlemen Indonesia adalah parlemen bikameral dengan klasifikasi bicameral lunak (soft bicameral), mengingat kewenangan relatif yang diberikan oleh konstitusi kepada DPD dalam pernbentukan undang-undang adalah lebih lemah dibandingkan dengan DPR. Di samping DPR dan DPD sebagai kamar pertama dan kedua parlemen, keberadaan MPR sebagai lernbaga permanentersendiri dengan kewenangan yang berbeda menjadikan parlemen Indonesia tidak dapat diklasifikasikan sebagai parlemen bikameral, melainkan trikameral."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Sabrina Bahri
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab dokter, rumah sakit dan pemerintah apabila terjadi pembiaran medik dalam keadaan gawat darurat yang dialami oleh pasien yang didasarkan atas literatur, perundang-undangan, hasil wawancara dengan dokter, direktur rumah sakit dan pemerintah, dengan analisis putusan No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan bentuk penelitian yuridis normatif dan tipe penelitian deskriptif dengan analisis data secara kualitatif yang mana penelitian ini menjelaskan mengenai klasifikasi dan pengaturan keadaan gawat darurat menurut Hukum Kesehatan, dan tanggung jawab Rumah Sakit, Dokter dan Pemerintah dalam pelayanan gawat darurat serta menganalisis tanggung jawab hukum Rumah Sakit, Dokter, dan Pemerintah apabila terjadi pembiaran medik terhadap pasien gawat darurat dengan analisis Putusan No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna. Hasil penelitian ini adalah 1) di Indonesia sudah dikenal klasifikasi penanganan gawat darurat dan pengaturan gawat darurat sudah cukup baik, 2) tanggung jawab pelayanan gawat darurat oleh dokter diatur dalam UU No. 29/2004, Rumah Sakit diatur dalam UU No. 44/2009 serta Pemeritah memiliki tanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan terhadap dokter dan rumah sakit, 3) penulis tidak sepenuhnya sependapat dengan putusan Majelis Hakim No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna.Penulis menyarankan  kepada Rumah Sakit untuk memperketat dalam mengawasi dan mempekerjakan dokter, kepada Pemerintah untuk melakukan judicial review Pasal 190 UU No. 36/2009, kepada Pemerintah untuk membuat peraturan pelaksana atau penjelasan Pasal 42 ayat (2) UU No. 44/2009, dan kepada Pemerintah dalam tugas mengurus dan mengatur untuk melakukan penegakan hukum terhadap tanggung jawab yang dimiliki oleh Pemerintah.

ABSTRACT
This thesis discusses the responsibility of doctors, hospitals, and the government when medical abondonment occurs in emergency situations experienced by patients based on lit literature, legislation, interviews with hospitals, doctors and government, with an verdict analysis of No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna. This study uses a research method with normative juridical research and descriptive research type with qualitative data analysis in which this study describes the classification and regulation of emergency conditions according to Health Law, and the responsibilities of Hospitals, Doctors and Government in emergency services, and also analyze the legal responsibilities of Hospitals, Doctors and Governent if medical abondonment occurs to emergency patients with an verdict analysis of No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna. The results of this study are 1) that in Indonesia it is well known that the classification of emergency treatment and emergency regulation is quite good, 2) the responsibility of emergency services by doctors is regulated in Law No. 29/2004, Hospitals are regulated in Law No. 44/2009 and the Government has responsibility in fostering and supervising doctors and hospitals, 3) the author does not fully agree with the verdict of Judges No. 38/Pdt.G/2016/PN.Bna. The author recommends to the Hospital to tighten in supervising and hiring doctors, to the Government to conduct a judicial review of Article 190 of Law No. 36/2009, to the Government to make implementing regulations or explanation of Article 42 paragraph (2) of Law No. 44/2009, and to the Government in the task of managing and regulating to enforce the law on responsibilities held by the Government."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>