Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alya Siti Maulidiya
"Kata aing adalah salah satu pronomina persona pertama tunggal dalam bahasa Sunda yang saat ini mulai digunakan dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri perkembangan kata aing dalam bahasa Sunda dan menjelaskan penggunaannya dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menjelaskan data secara deskriptif. Selain itu, penelitian ini juga berlandaskan kajian sosiolinguistik berupa variasi tingkat tutur. Data yang digunakan diambil dari naskah abad ke-16 berjudul Carita Parahyangan, naskah abad ke-18 berjudul Carita Waruga Guru, dan novel abad ke-20 berjudul Babalik Pikir sebagai data bahasa Sunda dan korpus deipzig Corpora Corporation (LCC) sebagai data bahasa Indonesia.  Hasil analisis menunjukkan bahwa kata aing pada naskah abad ke-16 digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri, pada naskah abad ke-18 kata aing digunakan pada dua variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah dan penutur kepada dirinya sendiri, dan pada naskah abad ke-20 digunakan pada tiga variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri. Sementara itu, kata aing dalam bahasa Indonesia digunakan pada empat variasi tingkat tutur, yaitu penutur kelas lebih tinggi kepada mitra tutur kelas lebih rendah, penutur kelas lebih rendah kepada mitra tutur kelas lebih tinggi, penutur dan mitra tutur dari kelas sosial yang sama, dan penutur kepada dirinya sendiri.

Aing is one of the first-person singular pronouns in the Sundanese language that is currently starting to be used in Indonesian. This research aims to trace the development of the word of aing in the Sundanese language and its usage in Indonesian. The study employs a qualitative method by describing the data descriptively. Additionally, it is grounded in sociolinguistic studies, focusing on variations in speech levels. The data used is extracted from 16th-century manuscripts titled Carita Parahyangan, 18th-century manuscripts titled Carita Waruga Guru, and a 20th-century novel titled Babalik Pikir as Sundanese language data. The Leipzig Corpora Corporation (LCC) corpus is used as Indonesian language data. The analysis results indicate that the word of aing in 16th-century manuscripts is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves, in 18th-century manuscripts, the word of aing is used in two variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors and speakers referring to themselves, and in 20th-century manuscripts, aing is used in three variations: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves. Meanwhile, the word of aing in Indonesian is used in four variations of speech levels: speakers of higher classes to lower-class interlocutors, speakers of lower classes to higher-class interlocutors, speakers and interlocutors from the same social class, and speakers referring to themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Mitharani Putri
"Komponen makna merupakan kajian linguistik mengenai unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Penelitian ini membahas komponen makna kata bodoh dan kata-kata yang bersinonim dengan kata bodoh. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah kata-kata yang bersinonim dengan kata bodoh dalam Tesaurus Bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang tepat untuk sinonim kata bodoh. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan komponen makna kata bodoh dan sinonimnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik penelitian kepustakaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kata bodoh dan kata-kata yang bersinonim dengan kata bodoh dari Tesaurus Bahasa Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan teori komponen makna yang dikemukakan oleh Nida (1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua sinonim kata bodoh adalah sinonim. Kata yang bukan sinonim kata bodoh adalah dogol, domot, odoh, dan jahil. Peneliti menemukan kata-kata tersebut sudah tidak bermakna ‘bodoh’ pada konteks terbaru. Kata-kata yang bersinonim dengan kata bodoh termasuk dalam sinonim dekat (near synonym) dan secara garis besar memiliki tiga klasifikasi makna, yaitu (1)‘seorang yang bodoh karena menderita penyakit’, (2)‘seorang yang bodoh karena tumpul otak’, dan (3)‘seorang yang bodoh karena lambat berpikir dan bertindak spontan’. Penelitian ini menghasilkan makna kata-kata yang bersinonim dengan kata bodoh sehingga data penelitian ini dapat memberikan kritik dan masukan dalam penyusunan definisi kata bodoh dan sinonimnya untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi VI (KBBI 6).

The meaning component is a linguistic study of lexical elements consisting of one or several elements that together form the meaning of the word or the meaning of the lexical element. This study discusses the components of the meaning of the word stupid and words that are synonymous with the word stupid. The formulation of the problem of this research is whether the words that are synonymous with the word stupid in the Indonesian Thesaurus are the right words for the synonym of the word stupid. The purpose of this study is to explain the components of the meaning of the word stupid and it’s synonyms. The research method used is a qualitative method with library research techniques. The data used in this study are the word stupid and words that are synonymous with the word stupid from the Indonesian Thesaurus. The data were analyzed using the meaning component theory proposed by Nida (1977). The results show that not all synonyms for stupid are synonyms. Words that are not synonyms for stupid are dogol, domot, bodoh, and jahil. Researchers found these words no longer mean 'stupid' in the latest context. Words that are synonymous with the word stupid are included in near synonyms and broadly have three classifications of meaning, namely (1)'a person who is stupid because he has an illness', (2)'a person who is stupid because of a dull brain', and (3) 'one who is stupid because he is slow to think and act spontaneously'. This research produces the meaning of words that are synonymous with the word stupid, so that the data of this study can provide criticism and input in the preparation of the definition of the word stupid and its synonyms for the Great Dictionary of The Indonesian Language (KBBI 6).
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fajrin Mardhiyyah
"Penelitian ini menganalisis makna leksem makara yang terdapat di dalam bahasa Arab dan Al-Qur`an, dan makna kata makar yang terdapat pada bahasa Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi leksem makara yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia tidak memiliki makna `menjatuhkan Pemerintah` atau berasosiasi dengan politik. Untuk membuktikan leksem makara tidak memiliki makna `menjatuhkan Pemerintah`, seluruh leksem makara dan derivasinya di dalam Al-Qur`an yang berjumlah 43 tidak memiliki makna tersebut. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan studi pustaka dengan tahapan identifikasi, klasifikasi, analisis, dan penarikan kesimpulan. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori perubahan makna dari Abdul Chaer dan komponen makna dari Eugene Nida.Leksem makara dapat ditemui di dalam Al-Qur`an dengan bentuk verba dan nomina. Leksem makara yang terdapat di dalam Al-Qur`an tidak hanya memiliki makna `tipu daya`, melainkan terdapan makna-makna lainnya dan makna yang diklasifikasikan berdasarkan subjeknya. Pada saat Pemilihan Umum 2019, makar muncul di dalam pemberitaan media, sehingga dapat dilakukan analisis makna kata makar dengan menggunakan artikel-artikel tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa makna kata makar `menjatuhkan pemerintah` tidak dapat ditemukan pada makna leksem makara yang terdapat di dalam Al-Quran.

This study analyzes the meaning of the lexeme makara in Arabic language and the Koran, and the meaning of the word makar in Indonesian language. This research is motivated by the the lexeme makara which is absorbed into Indonesian does not have the meaning of  'overthrowing the Government' or associating with politics. To prove that the lexeme makara does not have the meaning of 'overthrowing the Government', all 43 makara lexemes and their derivatives in the Koran, do not have that meaning. This study was conducted with qualitative methods and literature study with the stages of identification, classification, analysis, and drawing conclusions. The theory used in this research is the theory of change in meaning from Abdul Chaer and the meaning component of Eugene Nida. The lexeme makara can be found in the Koran in the form of verbs and nouns. The makara lexem found in the Koran does not only have the meaning of  'deception', but there are other meanings classified according to the subject. During the 2019 General Election, makarappeared in the media, so an analysis of the meaning of the word makar could be carried out using these articles. This research found that the meaning of the word makar ' overthrowing the government' cannot be found in the meaning of the lexeme makara contained in the Koran.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maharisa Audria
"Penelitian ini menjelaskan mengenai kata sapaan jeng dalam bahasa Jawa. Pada kamus bahasa Jawa, Poerwadarminta (1939) hanya menjelaskan sedikit mengenai kata sapaan jeng dan terdapat perbedaan jika dibandingkan dengan kamus bahasa Jawa oleh Robson (2002). Hal tersebut menjadi pemicu dalam topik penelitian ini untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimana perkembangan kata sapaan jeng dari segi bentuk dan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan bentuk dan penggunaan kata sapaan jeng di tahun yang berbeda-beda (1960-an—2020-an). Sumber data berupa novel dan cerita pendek dari tahun yang berbeda-beda merupakan kebaruan dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan cara penyajian informal yaitu menjelaskan dengan kata-kata tanpa adanya lambang-lambang khusus. Hasil analisis menunjukkan bahwa kata sapaan jeng memiliki bentuk lain yang lebih utuh dengan arti dan makna yang sama. Pada penggunaannya terdapat konteks di luar bahasa yang dapat menambah penjelasan untuk kata sapaan jeng. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kata sapaan jeng dengan makna yang merujuk pada perempuan muda sudah digunakan pada tahun 1930-an, tetapi hanya untuk perempuan dari golongan bangsawan Jawa. Kemudian, penggunaan kata sapaan jeng memasuki tahun 1970-an mengalami perluasan pada latar sosial mitra tutur yaitu dapat berasal dari kalangan orang biasa.

This paper explains the addressing word of jeng in Javanese. In the Javanese dictionary, Poerwadarminta (1939) only explains a little about the addressing word of jeng and there are differences when compared to the Javanese dictionary by Robson (2002). This is the trigger in the topic of this research to answer the research question of how the development of the addressing jeng in terms of its form and usage. This paper aims to determine the development of the form and usage of addressing jeng in Javanese literature such as novels and short stories. The selection of novels and short stories from different years (1960s—2020s) as sources of research data is a novelty in this paper. This research uses qualitative methods and informal presentation methods, namely explaining in words without any special symbols. The results of the analysis show that the addressing word of jeng has another, more complete form with the same meaning. In the usage section, there is a non-linguistic context that can add an explanation for the addressing jeng. The conclusion of this study is that the addressing jeng with a meaning referring to young women was used in the 1930s, but only for women from the Javanese nobility. Then, the use of the jeng addressing entering the 1970s experienced an expansion in the social background of the interlocutor who did not have to be of noble descent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhammad Isnaeni
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan bahasa Sunda yang hidup dan berkembang di luar wilayah asalnya. Dengan menggunakan metode pupuan lapangan di 60 titik pengamatan, penelitian ini menjaring data dengan daftar tanyaan 200 kosakata dasar Swadesh, 52 medan makna bagian tubuh, 25 medan makna sistem kekerabatan, dan 98 medan makna gerak dan kata kerja. Dari perhitungan dialektometri dapat disimpulkan bahwa ada 6 bahasa yang ada di Lampung, yaitu bahasa Lampung-Komering, bahasa Jawa-Jaseng, bahasa Bugis, bahasa Bali, bahasa Semendo-Ogan-Basemah dan bahasa Sunda. Berdasarkan perhitungan dialektometri, bahasa Lampung dapat dikelompokkan ke dalam dua dialek yaitu dialek A dan dialek O. Status bahasa Komering pada penelitian ini juga menunjukkan hubungan masih dalam tataran beda dialek jika dibandingkan dengan bahasa Lampung dan termasuk ke dalam kerabat dialek A dalam bahasa Lampung. Sementara itu, bahasa Ogan, bahasa Semendo, dan bahasa Basemah menunjukkan pada status perbedaaan (sub)dialek sehingga ketiganya dikelompokkan ke dalam bahasa yang sama. Begitu juga dengan bahasa Jaseng (Jawa Serang), isolek tersebut juga masih menunjukkan bukan bahasa yang berbeda dengan bahasa Jawa.
Distribusi variasi dan status bahasa Sunda di Lampung dapat diketahui melalui berkas isoglos dan perhitungan dialektometri. Dari empat berkas isoglos yang dibuat sesuai dengan medan maknanya, keempatnya menunjukkan pola yang identik dengan penebalan berkas di daerah selatan, utara, dan barat Lampung. Sedangkan status bahasa Sunda di Lampung tidak menunjukkan perbedaan ketika dihitung dengan menggunakan dialektometri dari keseluruhan kosakata. Perbedaan mulai terlihat signifikan ketika dihitung dengan menggunakan kosakata sesuai dengan medan maknanya, bahkan ketika dihitung dengan menggunakan medan makna gerak dan kerja, perbedaan mencapai 63% yang artinya terdapat perbedaan dialek dari 2 TP yang dibandingkan.
Perkembangan bahasa Sunda di Lampung memperlihatkan adanya gejala inovasi, baik itu internal maupun eksternal, dan juga adanya kosakata relik yang sejalan dengan teori kontak bahasa dan peminjaman (lexical borrowing). Selain itu, ditemukan juga kosakata arkais yang sejalan dengan teori gelombang. Dalam hal inovasi, bahasa Sunda di Lampung mengalami inovasi internal, yaitu inovasi yang dipicu dari dalam bahasa sendiri, yang terdiri atas penghilangan suatu fonem, penambahan suatu fonem, dan penggantian suatu fonem. Selain inovasi internal, bahasa Sunda di Lampung juga menunjukkan adanya inovasi eksternal yang disebabkan adanya kontak bahasa dengan bahasa daerah di sekitarnya atau karena peminjaman dari bahasa Indonesia. Melalui proses retensi, bahasa Sunda di Lampung juga memperlihatkan unsur-unsur relik yang masih bertahan hingga saat ini, termasuk ditemukan adanya kosakata arkais yang sudah jarang dipakai di pusat penyebarannya.

This study aims to examine the development of the Sundanese language that lives and develops outside its homeland. Using the field survey method at 60 observation points, this study collected data with a question list of 200 basic Swadesh vocabulary, 52 cultural words for parts of the body, 25 kinship system, and 98 action verbs. From the dialectometric calculations, it can be concluded that there are 6 languages ​​in Lampung, namely Lampung-Komering, Javanese-Jaseng, Bugis, Balinese, Semendo-Ogan-Basemah and Sundanese. Based on dialectometric calculations, the Lampung language can be grouped into two dialects, namely dialect A and dialect O. The status of the Komering language in this study also shows that the relationship is still at a different dialect level when compared to Lampung language and is included in the relatives of dialect A in the Lampung language. Meanwhile, Ogan language, Semendo language, and Basemah language show a different status (sub)dialect so that all three are grouped into the same languages. Likewise, Javanese and Jaseng are identified as different dialects, not laguages.
The distribution of variations and status of Sundanese in Lampung can be recognized through the bundles of isoglosses and dialectometric calculations. Of the four isoglosses, all show an identical pattern to the thickening of the beam in the southern, northern, and western regions of Lampung. Meanwhile, the status of Sundanese in Lampung did not show any difference when calculated using dialectometric of the entire vocabulary. The difference starts to look significant when calculated using cultural vocabularies, the difference reaches 63% which means that there are differences in dialects of the 2 observation points being compared.
The development of the Sundanese language in Lampung shows symptoms of innovation, both internal and external, as well as the existence of a relic vocabulary that is in line with the theory of language contact and language borrowing (lexical borrowing). In addition, archaic vocabulary is also found that is in line with the wave theory. In terms of innovation, the Sundanese language in Lampung experienced internal innovation which consisted of removing a phoneme, adding a phoneme, and replacing a phoneme. In addition to internal innovations, the Sundanese language in Lampung also shows external innovations caused by language contact with the surrounding regional languages ​​or because of borrowing from Indonesian. Through the retention process, the Sundanese language in Lampung also shows some relics that still survive today.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mifta Huzaena
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai perkembangan fungsi kata yang dari bahasa Melayu Klasik hingga Bahasa Indonesia abad ke-16 hingga abad ke-21. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu 1 Hikayat Amir Hamzah, 2 Hikayat Abdullah, 3 Layar Terkembang, dan 4 Laskar Pelangi. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kata yang, dari masa ke masa memiliki tiga fungsi: konjungsi perluasan, artikel pembentuk nomina, dan konjungsi pengantar objek. Namun, dalam bahasa Melayu modern atau bahasa Indonesia sudah tidak lagi ditemukan penggunaan fungsi kata yang sebagai konjungsi pengantar objek. Dalam pembentukan fungsi tersebut juga ditemukan konstruksi pembentukan kata yang, yang kemunculannya tidak mengalami perubahan dan mengalami perubahan. Dengan demikian, melalui analisis berdasarkan fungsi kata yang diketahui bahwa bahasa Indonesia mengalami perubahan dari akarnya, yaitu bahasa Melayu.

ABSTRACT
This research discusses the development of functions of the word yang from Classical Malay to Indonesian language from the 16th century to the 21st century . Using a descriptive method, the research looks into data sources obtained from 1 Hikayat Amir Hamzah, 2 Hikayat Abdullah, 3 Layar Terkembang, and 4 Laskar Pelangi. Based on the analysis of this research, it is perceived that yang, from time to time had three functions the expansion conjunctions konjungsi perluasan, an article forming noun artikel pembentuk nomina, and a conjunction introductory object konjungsi pengantar objek. In the formation of those functions, there are several constructions of yang which under went changes throughout time while some others remain the same. In fact, in the modern Malay or Indonesian language, the function of yang as a conjunction introductory object was no longer found. Thus, through the analysis of the function of yang in this study, it is apparent that the functions of the word yang in Indonesian has under gone some alterations compared to classical Malay as its root."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdefi Rakun
"ABSTRAK
SIBI merupakan bahasa isyarat resmi bagi penyandang tunarungu di Indonesia. Dalam pembentukan isyarat, SIBI mengikuti aturan tata bahasa Indonesia. Untuk membentuk isyarat kata berimbuhan, maka isyarat imbuhan awalan, akhiran dan partikel ditambahkan ke isyarat kata dasar. Karena banyak isyarat SIBI merupakan isyarat kata berimbuhan dan belum ada penelitian tentang kata tersebut, maka penelitian ini fokus pada membangun sistem penerjemah kata berimbuhan SIBI ke teks. Gerakan isyarat ditangkap oleh kamera Kinect yang menghasilkan data color, depth dan skeleton. Data Kinect ini diolah menjadi fitur yang dipakai oleh model untuk mengenali gerakan. Sistem penerjemah memerlukan teknik ekstraksi fitur, yang dapat menghasilkan sebuah feature vector set dengan ukuran yang minimal. Penelitian ini berusaha untuk dapat memisahkan isyarat imbuhan dan kata dasar pada isyarat kata berimbuhan. Dengan kemampuan ini, sistem penerjemah menghasilkan 3 feature vector set: kata dasar, awalan dan akhiran. Tanpa pemisahan, feature vector set yang harus disediakan adalah sebanyak perkalian cartesian dari ketiga feature vector set tersebut. Perkalian ketiga set ini tentunya akan menghasilkan feature vector set total yang berukuran sangat besar. Model yang dicoba pada penelitian ini adalah Conditional Random Fields, Hidden Markov Model, Long Short-Term Memory Neural Networks LSTM dan Gated Recurrent Unit. Akurasi yang terbaik yang dicapai oleh untuk LSTM 2-layer 77.04 . Keunggulan dari LSTM terletak pada inputnya yang berupa sequence-of-frames dan setiap frame direpresentasi oleh fitur lengkap, bukan fitur hasil clustering. Model sequence-of-frames lebih cocok untuk SIBI, karena gerakan isyarat SIBI memiliki long-term temporal dependencies. Error hasil prediksi banyak terjadi pada kelompok awalan dan akhiran. Hal ini karena miripnya gerakan pada isyarat-isyarat imbuhan SIBI tersebut. LSTM 2-layer yang dipakai untuk mengenali kata dasar saja memberikan akurasi yang tertinggi 95.4 .

ABSTRACT
SIBI is the official sign language system for the Indonesian language. The formation of SIBI gestures follow Indonesian grammar rules, including inflectional words. Inflectional words are root words with prefixes, infixes, and suffixes, or a mix of the three. Inflectional gestures are made from root word gestures, with prefix, suffix and particle gestures added in the order in which they appear, all of which is unique to SIBI. This research aims to find a suitable model that can quickly and reliably perform SIBI to text translation on inflectional word gestures. The hand movement of the signer is captured by a Kinect camera. The Kinect data was then processed to yield features for the models to use recognize the gestures. Extant research have been able to translate the alphabet, root words, and numbers from SIBI to text, but none has been able to translate SIBI inflectional word gestures. In order for the translation system to work as efficiently as possible, this research developed a new method that splits an inflectional word into three feature vector sets root, prefix, suffix . This ensures that a minimally descriptive feature sets are used. Without using this, the feature sets would otherwise be as big as the Cartesian product of the prefixes, suffixes and root words feature sets of the inflectional word gestures. Four types of machine learning models were tested Conditional Random Fields, Hidden Markov Model, Long Short Term Memory Net, dan Gated Recurrent Unit. The 2 layer LSTM, with an accuracy of 77.04 , has been proven to be the most suitable. This model 39 s performance is due to the fact that it can take entire sequences as input and doesn 39 t rely on pre clustered per frame data. The 2 layer LSTM performed the best, being 95.4 accurate with root words. The lower accuracy with inflectional words is due to difficulties in recognizing prefix and suffix gestures."
2016
D2244
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Fauziah
"Penelitian ini meneliti perkembangan arek, salah satu morfem gramatikal penanda futur dalam bahasa Sunda, secara diakronis mulai dari abad ke-18 sampai dengan abad ke-21 dengan meneliti fungsi-fungsi arek dalam teks wawacan Jayalalana , wawacan Barjah, wawacan Surya Mana dan buku kumpulan puisi Jaladri Tingtrim. Berdasarkan penelitian, arek memiliki fungsi yang sama mulai dari abad ke-18 sampai dengan abad ke-21, yaitu sebagai 1) Verba 'Ingin', 2) Verba 'Mau' dan 3) Verba Bantu 'Akan'. Akan tetapi, frekuensi fungsi-fungsi tersebut berubah dari abad ke abad. Berdasarkan analisis, dengan menggunakan teori Gramatikalisasi, skema perkembangan arek adalah Verba 'Ingin' > Verba 'Mau' > Verba Bantu 'AKAN'.

This research studies the development of arek, one of future markers in Sundanese language diachronically from 18th century until 21st century by analyzing functions of arek that are found in wawacan Jayalana, wawacan Barjah, wawacan Surya Mana and Jaladri Tingtrim. Based on the research, arek has the same functions from 18th century until 21st century: 1) Verb 'Desire', 2) Verb 'Willing' and 3) Auxiliary 'Predict'. Nevertheless, the frequency of the functions keeps changing from one century to the next. Based on the analysis, using Grammaticalization theory, the evolution scheme: Verb 'Desire' > Verb 'Willing' > Auxiliary 'Predict'."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28705
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nicholas Pangestu
"Panjangnya suatu berita terkadang mengurangi minat seseorang untuk membaca berita, hal ini dapat kita lihat dari banyaknya istilah “tl:dr” pada thread di internet. Peringkasan dokumen dapat menciptkan ringkasan berita dan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membaca. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melakukan peringkasan dokumen adalah menggunakan algoritma Textrank. Pada penelitian ini akan diimplementasikan word embedding untuk membantu algoritma Textrank memahami makna suatu kata dengan lebih baik. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa penggunaan word embedding meningkatkan performa dari algoritma Textrank hingga 13% pada ROUGE-1 dan hingga 21% pada ROUGE-2. Model word embedding BERT memiliki performa tertinggi jika dibandingkan dengan word2vec (3% lebih tinggi pada ROUGE-1 dan 7% lebih tinggi pada ROUGE-2) dan fasttext (5% lebih tinggi pada ROUGE-1 dan 10% lebih tinggi pada ROUGE-2). Pada penelitian ini juga mengimplementasikan pembobotan TF-IDF dalam membuat sebuah representasi suatu kata. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pembobotan TF-IDF dapat meningkatkan performa dari tiap model word embedding yang digunakan hingga 11% pada ROUGE-1 dan hingga 19% pada ROUGE-2 dibandingkan performa tanpa pembobotan TF-IDF.

The length of article news sometimes reduces one's interest in reading the news, we can see this from the many terms "tl:dr" in threads on the internet. Document summarization can create news summaries and reduce the time it takes to read. One way to do document summarization is to use the Textrank algorithm. In this research, word embedding will be implemented to help the Textrank algorithm understand the meaning of a word better. The results show that the use of word embedding improves the performance of the Textrank algorithm up to 13% in ROUGE-1 and up to 21% in ROUGE-2. BERT word embedding model has the highest performance when compared to word2vec (3% higher in ROUGE-1 and 7% higher in ROUGE-2) and fasttext (5% higher in ROUGE-1 and 10% higher in ROUGE-2). This study also implements TF-IDF weighting to make a word representation. The results show that TF-IDF weighting can improve the performance of each word embedding model used up to 11% in ROUGE-1 and 19% in ROUGE-2 compared to the performance without using TF-IDF."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>