Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213212 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alma Milania Djamal
"Latar Belakang Kanker nasofaring menduduki peringkat keempat kanker terbanyak di Indonesia. Di antara gejala-gejalanya, sakit kepala sering dilaporkan dan terkadang menjadi satu- satunya keluhan. Opioid telah lama menjadi pendekatan utama untuk mengatasi nyeri kanker neuropatik; namun efektivitasnya sering kali dianggap kurang optimal. Akibatnya, obat-obatan tambahan, termasuk Gabapentin, sering kali diintegrasikan ke dalam rejimen pengobatan untuk meningkatkan manajemen nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemanjuran terapi opioid saja dan terapi kombinasi dalam pengobatan nyeri kanker. Metode Sebuah studi kohort retrospektif dilakukan dengan meninjau rekam medis dari dua rumah sakit di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini mencakup sampel 139 pasien yang didiagnosis menderita kanker nasofaring. Ekstraksi data meliputi demografi pasien, resep opioid awal dan akhir, intensitas nyeri awal dan akhir yang dinilai dengan Numerical Rating Scale (NRS), jenis kanker nasofaring, dan peresepan gabapentin. Hasil Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam rata-rata penurunan NRS. Pasien dalam kelompok terapi kombinasi, termasuk gabapentin sebagai bahan pembantu, mengalami penurunan rata-rata skor Numerical Rating Scale (NRS) sebesar 2,141, sedangkan pasien pada kelompok opioid saja mengalami penurunan rata-rata skor NRS sebesar 0,894. Kesimpulan Studi ini menyoroti penurunan signifikan secara statistik pada rata-rata skor NRS, yang menegaskan potensi kemanjuran gabapentin sebagai bahan tambahan opioid dalam mengurangi nyeri kanker di antara pasien kanker nasofaring.

Introduction Nasopharyngeal cancer ranks as the fourth most prevalent cancer in Indonesia. Among its symptoms, headaches are frequently reported and, at times, can be the sole complaint. Opioids have long been the primary approach to managing neuropathic cancer pain; nonetheless, their effectiveness is often considered suboptimal. As a result, adjuvant medications, including Gabapentin, are frequently integrated into treatment regimens to augment pain management. This study aims to compare the efficacy of opioid-only and combination therapy in the treatment of cancer pain. Method A retrospective cohort study was undertaken by reviewing medical records from two hospitals in Jakarta, Indonesia. The study encompassed a sample of 139 patients diagnosed with nasopharyngeal cancer. Data extraction included patient demographics, initial and final opioid prescriptions, initial and final pain intensity assessed by the Numerical Rating Scale (NRS), type of nasopharyngeal cancer, and the prescription of gabapentin. Results Statistical analysis demonstrated a significant difference in mean NRS reduction. Patients in the combination therapy group, including gabapentin as an adjuvant, experienced a mean reduction of 2.141 in Numerical Rating Scale (NRS) scores, while those in the opioid-only group had a mean reduction of 0.894 in NRS scores. Conclusion The study highlighted the statistically significant reduction in mean NRS scores, affirming the potential efficacy of gabapentin as an adjuvant to opioids in alleviating cancer pain among nasopharyngeal cancer patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hubert Andrew
"Kanker payudara adalah kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Dengan prevalensi sebesar 30–50%, nyeri kanker adalah salah satu komplikasi kanker tersering yang dapat menurunkan mutu hidup penderitanya. Nyeri kanker, yang merupakan sejenis nyeri campuran, dapat diakibatkan oleh perjalanan penyakit atau terapi antikanker. Umumnya nyeri kanker ditangani dengan pemberian opioid dengan/tanpa adjuvan. Namun, opioid memiliki efek samping yang bersifat dose-dependent sehingga penggunaannya harus tepat guna agar memaksimalkan manfaatnya sekaligus meminimalisasi risikonya. Studi ini meneliti efek dari pemberian adjuvan gabapentin terhadap intensitas nyeri dan dosis opioid pasien dengan nyeri kanker payudara. Data rekam medis dari 58 pasien dengan nyeri kanker payudara dari dua rumah sakit rujukan di Jakarta diinklusi untuk studi kohort retrospektif ini. Data yang diambil meliputi profil klinis pasien, derajat nyeri, dan dosis opioid. Analisis statistik tidak menemukan adanya perbedaan yang signifikan dalam median intensitas nyeri maupun median dosis opioid antara kelompok pasien dengan nyeri kanker payudara yang menerima adjuvan gabapentin dengan yang tidak. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan peran gabapentin sebagai adjuvan dalam tata laksana nyeri kanker. Penelitian-penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah pasien dan mengendalikan faktor-faktor perancu seperti status opioid dan pemberian adjuvan lain.

Breast cancer is the most prevalent cancer in Indonesia. With a prevalence of 30–50%, cancer pain is a frequent complication of cancer which may lower patient quality of life. Cancer pain, a type of mixed pain, may develop from cancer progression or anticancer therapy. Opioids with/without adjuvants are usually administered to manage cancer pain. However, opioids are associated with dose-dependent side effects. Hence, the administration of opioids should be efficient to maximize benefit and minimize risks. This research studied the effect of adjuvant gabapentin administration on the severity of pain and opioid dose of patients with breast cancer pain. This retrospective cohort study included medical records from 58 patients with breast cancer pain from two tertiary hospital in Jakarta. Patients’ clinical profile, pain severity level, and opioid doses were collected. Statistical analyses did not find a significant difference in median pain severity level and median opioid dose between patients with breast cancer pain who received gabapentin and those who do not. Further research is warranted to determine the role of gabapentin as adjuvant in the management of cancer pain. Future studies should increase the sample size and control confounders such as opioid status and the administration of other adjuvants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Patricia Chandra
"Kanker paru-paru menduduki posisi ketiga jenis kanker tertinggi di Indonesia. Nyeri kanker adalah salah satu gejala paling umum yang terjadi pada pasien kanker. Pemberian opioid sebagai pereda nyeri memiliki banyak efek samping yang dapat bersifat fatal seiring meningkatnya dosis opioid. Oleh sebab itu, alternatif yang dapat dilakukan adalah mengombinasikan adjuvan pada terapi opioid. Gabapentin adalah antikonvulsan yang sering dipakai sebagai adjuvan terapi opioid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gabapentin sebagai adjuvan opioid terhadap dosis opioid dan intensitas nyeri kanker pada pasien kanker paru-paru. Jumlah sampel yang diperoleh untuk kelompok terapi opioid adalah 43 pasien dan jumlah sampel yang diperoleh untuk kelompok opioid dengan gabapentin adalah 34 pasien. Tidak menemukan adanya perbedaan dosis opioid dan intensitas nyeri yang signifikan antara kelompok pasien yang menerima opioid saja dan yang menerima opioid dengan gabapentin. Mayoritas pasien (44,15%) dari keseluruhan pasien mengalami bebas nyeri pada akhir terapi. 79,06% pasien yang diterapi dengan opioid dan 88,24% pasien pada kelompok opioid dengan gabapentin mengalami penurunan intensitas nyeri > 50% pada akhir terapi. Peran gabapentin dalam menurunkan dosis opioid dan menurunkan intensitas nyeri pasien kanker paru-paru masih perlu diteliti lebih lanjut.

Lung cancer is the third most prevalent cancer in Indonesia. Cancer pain is one of the most common symptoms experienced by cancer patients. Opioids as treatment of cancer pain has numerous adverse effects which may be fatal along with the increase of its doses. Therefore, combining opioids with its adjuvant serves as an alternative to minimize its negative effects. This study aims to determine the effects of gabapentin as opioid adjuvant on opioid dose and pain intensity in lung cancer patients. The sample size obtained for the opioid group is 43 patients and 34 for the opioid with gabapentin group. No significant difference of opioid dose and pain intensity between patients who received opioid and patients who received opioid with gabapentin. The majority of patients (44,15%) of all included patients are pain-free at the end of their therapy. 79,06% of patients with opioid therapy and 88,24% patients with opioid and gabapentin have a > 50% decrease of pain intensity at the end of their therapy. The role of gabapentin in decreasing opioid dose and pain intensity in lung cancer patients need to be studied further."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamida Hayati Faisal
"Kanker Nasofaring KNF merupakan salah satu kasus keganasan paling sering di Indonesia dengan karakteristik yang unik secara epidemiologi, patologi dan klinis. Faktor prognosis KNF telah menjadi fokus penelitian yang cukup penting dalam sejumlah studi yang telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui karakteristik pasien KNF yang terdiagnosis di Poli THT RSCM serta angka kesintasan dengan melakukan analisis terhadap faktor yang berperan terhadap prognosis. Penelitian ini merupakan suatu penelitian kohort retrospektif dengan subjek penelitian bersifat total sampling pasien KNF yang terdiagnosis di Poli THT. Sebanyak 561 subjek penelitian ini, pria memiliki prevalensi sebanyak 2.8 kali daripada wanita. WHO tipe 3 dan WF tipe A menjadi jenis histopatologi paling dominan. Stadium IV A didapatkan pada 30.1 subjek dan 18.9 subjek sudah berada dalam kondisi metastasis jauh. Nilai tengah untuk waktu tunggu radiasi adalah 91 12-344 hari dengan durasi radiasi 53 39-95 hari. Stadium IVC, p= 0,000 , N3 p= 0,018 , metastasis jauh p= 0,000 , dan drop out atau tidak mendapat terapi p= 0,000 menjadi faktor yang memberikan kesintasan lebih buruk pada penelitian ini.

Nasopharyngeal Cancer NPC is one of the most frequent cancer in Indonesia which has a unique characteristic in epidemiology, pathology and clinical features. Prognostic factors are recently became the most important research foci, and a large number of investigation in this area have been performed. The objective of this study is to know the characteristics of NPC patients that have been diagnosed in ENT Department of RSCM and analyzed some factors that might have role in overall survival. This is the retrospective cohort study with total sampling subject. From 561 subjects, Male has 2.8 higher prevalence than female. WHO type 3 92,3 and WF type A 97,1 are the majority hisopathological result. Stage IV A is found in 30,1 subjects and 18,9 subjects were already in metastatic state. The median value of radiation waiting time was 91 12 344 days, duration time of radiation was 53 39 95 days. Stage IVC p 0,000 , N3 p 0,018 , distant metastatic p 0,000 , and drop out or no treatment p 0,000 are found to be the factors that give a negative impact in overall survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Maulina
"Latar belakang: Metastasis leptomeningeal (ML) merupakan penyebaran sel tumor ke leptomening dan ruang subarakhnoid, dengan insidens yang semakin meningkat dan prognosis yang buruk. Analisis cairan serebrospinal (CSS) merupakan pemeriksaan penting dengan sitologi sebagai standar baku emas untuk deteksi sel tumor di CSS.
Metode penelitian: Studi potong lintang retrospektif multisenter untuk mengetahui gambaran analisis rutin dan sitologi CSS pada keganasan dengan kecurigaan ML yang dilakukan pungsi lumbal pada Januari 2018-Desember 2021. Dilakukan pencatatan data klinis, radiologis, jenis tumor, analisis rutin serta frekuensi pungsi lumbal, dan dianalisis hubungannya dengan sitologi CSS.
Hasil: Terdapat 153 subjek dengan abnormalitas analisis rutin CSS(75,2%) berupa peningkatan jumlah sel >5/uL(47,1%) dengan median 5(1-3504)/uL; peningkatan protein CSS >45 mg/dl (52,9%) dengan median 50 (5-820)mg/dl serta penurunan glukosa CSS <50 mg(15%) dengan median 68 (3-269)mg/dl. Proporsi sitologi CSS positif sel ganas 20,3%. Proporsi flow cytometry immunophenotyping CSS positif pada keganasan hematologi dengan kecurigaan ML 25,6%. Terdapat hubungan bermakna antara peningkatan sel, jenis keganasan hematologi, dan gambaran MRI dengan sitologi CSS (p<0,001;p=0,03;p=0,03). Tidak terdapat hubungan bermakna antara manifestasi klinis dan frekuensi pungsi lumbal dengan sitologi CSS.
Kesimpulan: Abnormalitas analisis rutin CSS didapatkan pada sebagian besar subjek keganasan dengan kecurigaan ML, dengan positivitas sitologi yang rendah. Gejala klinis yang bervariasi dan pengulangan pungsi lumbal tidak signifikan menaikkan kemungkinan sitologi CSS positif.

Background: Leptomeningeal metastases (LM) is a condition where malignant cells spread to leptomeninges and subarachnoid space, with increasing incidence and poor prognosis. Cerebrospinal fluid (CSF) analysis is an important examination with cytology as the gold standard for malignant cells detection in CSF.
Methods: A multicenter cross-sectional retrospective study to describe CSF routine analysis and cytology in suspected LM on January 2018-December 2021. Clinical manifestations, radiological data, tumor type, CSF routine analysis, and lumbal puncture frequency were recorded, and their correlation with CSF cytology was analyzed.
Results: There were 153 subjects with abnormalities on CSF routine analysis(75,2%), consist of CSF cell count >5/uL(47,1%) with median 5(1-3504)/uL, CSF protein >45 mg/dL(52,9%) with median 50(5-820) mg/dL, and CSF glucose <50 mg/dL(15%) with median 68(3-629)mg/dL. Positive CSF cytology result was 20,3%. Positive CSF flow cytometry immunophenotyping in hematological malignancy with suspected LM was 25,6%. There was significant correlation between the increase in CSF cell count, hematological malignancy, and MRI results with CSF cytology (p<0,001;p=0,03;p=0,03). There was no significant correlation between clinical manifestations and lumbal puncture frequency with CSF cytology.
Conclusion: Abnormalities of CSF routine analysis were found in majority subjects with suspected LM but CSF cytology positivity rate was considered low. The presence of varied clinical symptoms and repeated lumbal punctures didn’t increase the likelihood of positive CSF cytology.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihaloho, Florensa
"Tujuan
Untuk mendapatkan data metastasis KGB retrofaring pada penderita KNF dengan
pemeriksaan CT nasofaring di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
Metode
Penelitian studi deskriptif analitik dari data sekunder CT nasofaring penderita
KNF yang belum mendapatkan terapi radiasi dan kemoterapi. Penilaian metastasis
KGB retrofaring dengan diameter aksial minimal ≥ 5 mm yang berada di level
atlas dekat arteri karotis interna. Penilaian massa tumor menurut TNM AJCC edisi
ke-7 tahun 2010. Dilakukan uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan
metastasis KGB retrofaring dengan massa tumor, tipe histopatologi, invasi lateral,
dan massa tumor melewati midline.
Hasil dan diskusi
Sebanyak 85 penderita KNF dengan subyek terbanyak laki-laki, umur rerata 43,2
tahun, metastasis KGB retrofaring sebanyak 81 subyek, dan metastasis KGB
servikal level II merupakan metastasis KGB terbanyak.
Kesimpulan
Metastasis KGB retrofaring adalah metastasis KGB terbanyak kedua setelah KGB
servikal level II. Kedua metastasis KGB ini merupakan drinase pertama metastasis
KGB pada KNF.

Objectives
To get the data retropharyngeal lymph node metastatic in NPC patients with
nasopharyngeal CT examination in Dharmais Cancer Hospital.
Methods
Analytic descriptive study using secondary data from nasopharyngeal CT
examination of NPC patients who had not received radiation therapy and
chemotherapy. Assessment of retropharyngeal lymph node metastatic with
minimal axial diameter ≥ 5 mm at the level of the atlas near the internal carotid
artery. Tumor mass assessed according to the AJCC TNM 7th edition in 2010.
Performed statistical tests to determine the relationship retropharyneal lymph
node metastatic with tumor mass, histopathologic type, lateral invasion, and
tumor mass through the midline.
Result and discussion
A total of 85 patients with NPC most male subjects, mean age 43.2 years, 81
patients with retropharyngeal lymph node metastatic, and level II cervical lymph
node metastatic is the highest.
Conclusion
Retropharyngeal lymph node metastatic is the second highest after level II
cervical lymph node metastatic. Both of these lymph node metastatic is the first
drainage lymph node metastastic in NPC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rischa Raisa Pricilia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh job crafting terhadap organizational citizenship behavior pada pegawai non medis di RS Kanker Dharmais Pusat Kanker Nasional Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang dilakukan satu kali dalam satu periode Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner Responden penelitian ini berjumlah 236 orang pegawai non medis Model penelitian dengan lima hipotesis diolah menggunakan analisis regresi sederhana dengan SPSS Statistical Program for Social Science 22 for Windows Dari hasil penelitian diketahui bahwa job crafting berpengaruh terhadap dimensi organizational citizenship behavior altruism courtesy sportmanship conscientiousness dan civic virtue

ABSTRACT
The purpose of this study is to identify the effect job crafting against organizational citizenship behavior on non medical officer at Dharmais Cancer Hospital National Cancer Center This research uses descriptive design research conducted in one time period single cross sectional design Data collection method used in this research is by using a questionnaire Respondents of this study are 236 non medical employees The five hypotheses research model in this study are processed by using simple regression analysis with SPSS Statistical Program for Social Science 22 for Windows In this study it was revealed that job crafting effect on the dimensions of organizational citizenship behavior altruism courtesy sportmanship conscientiousness and civic virtue "
2015
S61329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Muhsinah
"Karya ilmiah akhir ini merupakan kumpulan dari laporan praktik residensi keperawatan medikal bedah yang terdiri dari laporan kasus utama kanker nasofaring dan 30 kasus resume, penerapan Evidence Based Nursing EBN terapi musik dan progressive muscle relaxation, dan laporan inovasi pengkajian luka kanker yang dimodifikasi dari Malignat Wound Assassement Tool MWAT . Praktik ini menerapkan asuhan keperawatan pada pasien kanker dengan menggunakan pendekatan teori Roy Adaptation Model. Masalah keperawatan terbanyak akibat perilaku maladaptif adalah nyeri, resiko infeksi, kecemasan, kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan ketidakefektifan pola napas. Terapi musik dan progressive muscle relaxation secara signifikan menurunkan depresi dan kecemasan pada pasien kanker payudara setelah menjalani mastektomi. Pengkajian luka kanker modifikasi MWAT mengkaji masalah fisik, psikis, sosial pasien dengan luka kanker. Perawat diharapkan mampu menerapkan teori keperawatan, melaksanakan tindakan berdasarkan EBN, dan melakukan inovasi untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang berkualitas.

The scientific report was a compilation of the report medical surgical nursing residency practice which consists of the main report of nasopharyngeal cancer cases and 30 summaries, the application of music therapy and progressive muscle relaxation on evidence based nursing EBN , and innovation reports of wound cancer assessment tool, that modified from Malignant Wound Assassement Tool MWAT. This practice applying nursing care in cancer patients with approach Roy rsquo s Adaptation Model. Most nursing problems due to maladaptive behavior was pain, risk for infection, anxiety, imbalanced nutrition less than body requirements, and breathing pattern ineffective. The music therapy and progressive muscle relaxation may reduces depression and anxiety in female breast cancer patients after radical mastectomy. MWAT modifications assessment tool, assess physic psychologic social problems in patients with wound cancer. Nurses was expected to apply nursing theory, intervention based on EBN, and innovations to improve the quality of nursing care.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tandjung, Rini Agustien
"Latar Belakang: Akhir-akhir ini peristiwa epigenetik turut berperan menjadi penyebab keganasan. Peristiwa epigenetik meliputi metilasi DNA dan modifikasi histon. Gen penekan tumor adalah salah satu golongan gen yang merupakan target utama kcrusakan DNA. Contohnya gen penekan tumor dapat tidak berfungsi karena termutasi, termetilasi dan mengalami LOH (Loss of heterozygosity), gen WRN adalah termasuk gen penekan tumor. Gen WRN termutasi pada penyakit Werner Syndrome, gen WRN yang terletak pada kromosom 8p 11.2-12 sering mengalami LOH dan pada lokus genetik ini terdapat pada pasien usia muda kanker payudara, laporan terakhir mcnyatakan bahwa gen WRN dapat mengalami metilasi, semua kejadian pada gen WRN tersebut dapat mengarah ke kanker.
Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik status gen WRN yang temietilasi pada pasien kanker payudara di Rumah sakit Kanker Dharmais dan hubungan gen WRN yang termetilasi tersebut dengan ekspresi mRNA nya.
Desain: Analitik.
Metode: Jaringan segar kanker payudara di isolasi sehingga didapat DNA dan RNA. Untuk mengecek kualitas DNA yang didapat dilakukan PCR konvensional dengan primer Interferon-Gamma. Dilanjutkan perlakuan sodium bisuliit, untuk mengkonversi sitosin yang tidak termetilasi menjadi urasil sedangkan sitosin yang termetilasi tetap menjadi sitosin. Primer myod-1 untuk megecek hasil perlakuan sodium bisuliit kemudian dilakukan teknik MSP dengan masing-masing Primer metilasi dan Primer tidak metisi. RNA yang didapatdi reverse rranscripiase menjadi cDNA kemudian di perlakukan bersama cDNA B-actin diperiksa dcngan Real Time PCR. Uji Mann- Whitney U dipakai untuk menguji hubungan antara gen WRN yang termetilasi dengan ekspresi mRNA dan uji Fisher untuk menguji hubungan antara gen WRN yang temietilasi dcngan data klinik meliputi usia penderita, hasil pemeriksaan lmmunohistokimia (ER, PR, IIer2, p53) dan TNM.
Hasil: Gen WRN yang termetilasi sebanyak 9 sampel dari 60 sampel (l5%). Ekspresi mRNA yang dapat dinilai datanya sebanyak 49 sampel dari 60 sampel (8 I ,67%) dan Rasio ekspresi WRN terhadap B-actin sekitar 0,00 hingga 27,75.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara gen WRN yang tcrmetilasi dengan ekspresi mRNA dengan P = 0,61 dan tidak ada hubungan antara gen yang termetilasi dengan data klinik yang terdiri dari hasil pemeriksaan ER, PR, Her2, Triple negatif, p53, dan TNM, tapi ada hubungan yang signiiikan antara usia pcnderita yang muda (dibawah dan sama dcngan 40 tahun) dengan gen WRN yang termctilasi dengan P = 0,02.

Background: Epigenetic events including DNA methylation and histone modifications contribute to the cause of malignancy. Tumor suppressor genes belong to class of genes which may be subjected to DNA damage or modification. For instance, tumor suppressor gene may be inactivated by mutation, methylation and LOH ( Loss of heterozigosity), the WRN gene is an example of tumor suppressor gene. Mutated in the premature aging Werner syndrome, WRN gene is located on chromosome 8p 11.2-12. Futhermorc, L01-I in this genetic locus is found in a subset of early onset breast cancer patients. Recent report also indicated that WRN gene may be susceptible to methylation. These data suggest that WRN gene inactivation may lead to cancer.
Objective : This study aims to examine the characteristic of a methylation status of WRN gene in breast cancer patients at Dhamiais National Cancer Hospital and the relationship between WRN gene methylation with its mRNA expression.
Design: Analytical.
Methods: DNA and RNA were isolated from archieved frozen breast cancer tissue sample. DNA quality was checked by PCR amplification of Interferon gamma gene. To determine promoter methylation, DNA was treated with bisultite to distinguish methylated cytosine from unmethylatated ones. The quality of converted DNA was determined by amplification of Myod-1 locus with contain cytosine rich sequences that are susceptible to uracil conversion upon bisultite treatment. Subsequently, WRN methylation was determined using Methylation Specific PCR (MSP) using 2 set of primers recognizing either methylated or unmethylated WRN sequence. WRN expression was determined bythe level of cDNA upon conversion of total, RNA using reverse transcriptase. Expression of WR.N was calibrated to B-actin expression using Real-Time PCR and Pffafl method. Mann-Whitney U test was used to examine the relationship between WRN gene methylation and its mRNA expression. Fisher test was used to examine the relationship between WRN gene methylation status with clinical data include age, lmmunohistokimia test (ER,PR,I-ler2,p53) and TNM.
Results: WRN gene is methylated in nine samples out of 60 samples (I5%). mRNA expression data was assessed from 49 samples out of 60 samples only (8l,67%). Although there is a trend of mRNA silencing in methylated WRN gene, the relationship does not reach statistical significance. WRN expression ratio of B- actin around 0,00 to 27,75.
Conclusion: There is no relationship between the WRN gene methylation and mRNA expression, P = 0.61 and no relationship between the WRN gene methylated with clinical data that consists of ER, PR, Ht-:r2, Triple negative, p53, and TNM. Interestingly, WRN methylation was found more frequently in early onset breast cancer patients, P=0,02.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32357
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Koe Stella Asadinia
"Latar belakang: Ventilator-associated pneumonia VAP merupakan jenis infeksi nosokomial terbanyak pada pasien pediatric intensive care unit PICU. VAP menyebabkan pemanjangan durasi ventilasi mekanik, durasi hospitalisasi, dan kematian. Omeprazole direkomendasikan sebagai profilaksis dan pengobatan stress ulcer pada pasien PICU dengan ventilator. Omeprazole diduga dapat meningkatkan kejadian VAP melalui peningkatan kolonisasi bakteri lambung. Namun, belum banyak studi yang meneliti pengaruh ini pada populasi pasien PICU.
Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian omeprazole terhadap kejadian VAP pada Pasien PICU di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo.
Metode: Studi ini dilaksanakan dengan metode cross-sectional dengan 58 subjek. Sampel diambil dari rekam medis pasien PICU tahun 2014 hingga 2016. Subjek terdiri dari dua kelompok, yaitu pasien PICU dengan ventilator yang diberi omeprazole dan tidak diberi omeprazole.
Hasil: Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, faktor risiko potensial, dan keluaran berupa durasi hospitalisasi, durasi intubasi, dan kematian. Sejumlah 9 dari 29-31 subjek yang diberi omeprazole mengalami VAP dan 3 dari 29-10 subjek yang tidak diberi omeprazole mengalami VAP. Uji Chi-square menunjukkan hubungan tidak bermakna antara omeprazole dan kejadian VAP dengan nilai p=0.105 dan prevalence ratio PR 3.00-95 CI 0.903-9.970.
Diskusi: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberian omeprazole tidak berpengaruh terhadap kejadian VAP pada pasien PICU.

Background: Ventilator associated pneumonia VAP is the most common nosocomial infection among pediatric intensive care unit PICU patients. VAP prolongs duration of intubation and hospitalization and increases mortality. Omeprazole is often used as prophylaxis and therapy for stress ulcer, a common disease in PICU patients. Omeprazole is suspected to increase VAP incidence through gastric colonization.
Aim: To determine the effect of omeprazole on incidence of ventilator associated pneumonia among RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo PICU Patients.
Methods: This is a cross sectional study with 58 subjects obtained from PICU medical records from 2014 to 2016. Subjects were put into two categories 1 PICU patients who received omeprazole, and 2 PICU patients who did not receive omeprazole.
Results: Subject characteristics include sex, age, nutritional status, potential risk factors, and outcome duration of hospitalization, duration of intubation and mortality. A number of 9 of 29 31 patients who received omeprazole developed VAP and 3 of 29 10 patients who did not receive omeprazole developed VAP. Chi square test showed no significant difference in the incidence of VAP in the two categories p 0.105 and prevalence ratio PR 3.00 95 CI 0.903 9.970.
Discussion: Omeprazole does not affect the incidence of VAP on PICU patients in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>