Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bianca Prithresia
"Penelitian ini memfokuskan pada peristiwa hukum agraria yang berhubungan dengan kepemilikan Hak atas Tanah oleh Warga Negara Asing melalui Perjanjian Nominee, penekanan pada aspek keabsahan perjanjian tersebut dengan UU Pokok Agraria, Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal untuk menganalisis Putusan dalam penelusuran hukum, menggunakan studi kepustakaan melalui peraturan perundang-undangan, dengan asas-asas dalam norma hukum di negara Indonesia, serta bahan hukum sekunder untuk mendukung penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terlupakan dalam pertimbangan Majelis Hakim dalam proses penyelesaian sengketa pada Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 215/Pdt.G/2019/PN DPS, sebagaimana Putusan Majelis Hakim hanya menilai keabsahan Perjanjian Nominee yang dibuat oleh kedua belah pihak, dari pemenuhan syarat sah perjanjian dan saling mengikatnya perjanjian berdasarkan KUHPerdata saja. Perjanjian Nominee melibatkan pihak asing sebagai penguasa kepemilikan hak tanah yang de facto yaitu faktanya, sementara pihak Warga Negara Indonesia hanya berperan sebagai de jure pihak formal, akibat hukum dari perjanjian tersebut yang bertentangan dengan UU Pokok Agraria, maka tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian pada 1320 KUHPerdata yakni kausa yang halal. Penelitian ini memfokuskan pada isu signifikan yang terlupakan oleh Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara ini, yaitu relevansi asas nasionalitas dalam konteks Hukum Agraria, dalam penerapannya asas nasionalitas sebagaimana diatur dalam UU Pokok Agraria menyatakan bahwa hak kepemilikan tanah di wilayah Indonesia secara keseluruhan hanya dapat dimiliki oleh individu yang memiliki kewarganegaraan Indonesia, maka implikasi dari keabsahan Perjanjian Nominee mengenai kepemilikan Hak atas Tanah dapat memberikan kerentanan terhadap pengambilalihan hak milik atas tanah oleh warga negara asing, yang dapat merugikan kepentingan nasional dan masyarakat setempat wilayah Indonesia.

This research focuses on agrarian law events related to the ownership of land rights by foreign citizens through Nominee Agreements, emphasizing the aspects of the validity of these agreements with the Basic Agrarian Law. The method used in this research is doctrinal to analyze decisions in legal investigations, using studies literature through statutory regulations with principles in legal norms in Indonesia, as well as secondary legal materials to support this research. This research aims to identify forgotten factors in the consideration of the Panel of Judges in the dispute resolution process in the Denpasar District Court Decision Number 215/Pdt.G/2019/PN DPS, as the Panel of Judges decision only assesses the validity of the Nominee Agreement made by both parties, from fulfilling the legal requirements of the agreement and mutually binding agreements based on the Civil Code only. The Nominee Agreement involves a foreign party as the de facto owner of land rights namely in fact, while the Indonesian citizen only acts as a de jure formal party, the legal consequences of the agreement are against the Basic Agrarian Law, meaning that the legal conditions of the agreement in 1320 of the Civil Code (KUHPerdata) are not fulfilled, namely a legitimate cause. This research focuses on a significant issue that was forgotten by the Panel of Judges in resolving this case, namely the relevance of the principle of nationality in the context of Agrarian Law, in its application the principle of nationality as regulated in the Basic Agrarian Law states that land ownership rights in the territory of Indonesia as a whole can only be owned by individuals who have Indonesian citizenship, the implications of the validity of the Nominee Agreement regarding ownership of land rights may provide vulnerability to the takeover of land ownership rights by foreign nationals, which could be detrimental to national interests and local communities in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ekananda
"Notaris memegang peranan penting dalam lalu lintas hukum yang berkaitan dengan pembuatan alat bukti tertulis yang bersifat autentik. Pada praktiknya Notaris tidak hanya membuat akta bagi para pihak, tetapi juga menjadi pihak yang dititipkan untuk menyetorkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, sehingga timbul masalah ketika Notaris tidak menyetorkan pajak tersebut dan dampak dari pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB terhadap pelaksanaan Akta Jual Beli dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 300 Pid.B 2015 PN.Dps. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, bersifat deksriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitiannya adalah bahwa penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB bukan merupakan tugas dan kewajiban Notaris. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB merupakan salah satu syarat agar dapat dibuatnya Akta Jual Beli, sehingga ketika Notaris menggelapkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sudah sepatutnya mendapatkan hukuman yang setimpal termasuk dari organisasi profesi Notaris karena memberikan kerugian secara meteriil dan imaterial kepada klien. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yusuf
"Fokus pada penelitian ini adalah pada akibat hukum dalam pembuatan nominee yang dibuat di hadapan notaris serta pertanggungjawaban notaris dalam membuat akta nominee. Hal tersebut menjadikan adanya penyelundupan hukum yang mana nominee adalah perjanjian yang tidak di atur dan dilarang di dalam Sistem Hukum Indonesia dan merugikan banyak pihak, tidak hanya pemilik sertpikat hak milik atas tanah, namun juga merugikan pihak yang membuat perjanjian tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah doktrinal. Adapun Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelusuran data kepustakaan yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa. Akibat hukum dalam praktik pembuatan akta pernyataan yang berisi tentang perjanjian nominee yang dibuat di hadapan notaris adalah tidak sah dan batal demi hukum, karena perjanjian nominee telah melanggar Sistem Hukum di Negara Indonesia dalam ketentuan peraturan KUHPerdata, perjanjian nominee tidak memenuhi syarat objektif sebagai syarat sah perjanjian mengenai sebab yang halal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, selain itu dalam Sistem Hukum Pertanahan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan SEMA Nomor 10 Tahun 2020 perjanjian nominee tidak diperbolehkan dan dilarang. Adapun pertanggungjawaban notaris dalam membuat perjanjian nominee yang dituangkan kedalam akta autentik akan mendapat sanksi administratif dan perdata sebagaiamana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan KUHPerdata.

The focus of this research is on the legal consequences of making a nominee in the presence of a notary and the responsibility of the notary in making a nominee deed. This creates legal smuggling where nominees are agreements that are not regulated and prohibited in the Indonesian Legal System and harm many parties, not only the owner of the land title certificate, but also the party who made it. The problem raised in this research is about the legal consequences of making a deed of statement containing a company nominee made before a notary. In this research, the method used is doctrinal in nature. The type of data used is secondary data obtained from searching library data which is then analyzed qualitatively. This research found that. The legal consequences in the practice of making a deed of statement containing a nominee agreement made before a notary are invalid and null and void, because the nominee agreement has violated the Legal System in Indonesia in the provisions of the Civil Code regulations, the nominee does not fulfill the requirements as a legal requirement. lawful reasons as regulated in Article 1320 of the Civil Code, apart from that in the Land Law System in Indonesia as stated in PP Number 24 of 1997 concerning Land Registration and SEMA Number 10 of 2020 nominees are not permitted and prohibited. The notary's responsibility in making a nominee agreement as outlined in an authentic deed will receive administrative and civil sanctions as regulated in Law Number 02 of 2014 on the Position of Notaries and the Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniela Patricia
"Ketentuan tentang blokir sertipikat tanah tersebar di beberapa peraturan perundan-undangan sehingga seringkali memunculkan ketidakpastian hukum pada saat terjadi sengketa yang penyelesaiannya membutuhkan kejelasan terkait kepemilikan hak atas tanah. Perbuatan hukum untuk mengalihkan hak atas tanah, seperti dalam jual beli, membutuhkan peran yang sangat penting dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pembuatan akta autentik. Dalam kenyataannya jual beli sebagai salah satu mekanisme peralihan hak atas tanah dapat memicu terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, diantaranya PPAT yang membuat akta jual beli itu sendiri, karena terjadinya pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Kasus semacam itu ditemukan di Kota Denpasar Provinsi Bali. Oleh karena itu penelitian doktrinal ini dimaksudkan untuk menganalisis pengajuan blokir sertipikat tanah yang dibutuhkan untuk menciptakan kepastian hukum. Selain itu juga menganalisis akibat hukum bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memproses transaksi peralihan hak atas tanah yang sertipikat tanahnya sedang diblokir. Data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, selanjutnya diperkuat dengan wawancara terhadap informan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang didapatkan, dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa pengajuan blokir sertipikat tanah yang ada pada saat ini belum memberikan kepastian hukum karena ketidakjelasan ketentuan yang dipergunakan sebagai dasar hukum dilakukannya pemblokiran. Untuk itu semestinya dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi berbagai pengaturan tentang pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Adapun terkait akibat hukum bagi PPAT yang memproses peralihan hak atas tanah yang sertipikatnya diblokir adalah dapat dikenakannya sanksi administrasi berupa pemberhenttian oleh menteri. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa PPAT semestinya lebih berhati-hati ketika melakukan verifikasi terhadap identitas para pihak secara teliti serta mengecek dengan benar status hak atas tanah.

The provisions regarding the blocking of land certificates are scattered across several legislative regulations, often causing legal uncertainty during disputes that require clarity regarding land ownership rights. Legal actions to transfer land rights, such as in sales transactions, heavily rely on the crucial role of the Land Deed Official (PPAT) in creating authentic deeds. In practice, sales transactions, as a mechanism for transferring land rights, can lead to losses for third parties, including PPATs who create the sale-purchase deeds themselves, due to the blocking of land certificates. Cases of this nature have been found in Denpasar City, Bali Province. Therefore, this doctrinal research aims to analyze the application of land certificate blocking needed to create legal certainty. Additionally, it examines the legal consequences for PPATs processing land rights transfers when the land certificates are blocked. Secondary data obtained through literature studies are further supported by interviews with relevant informants on the researched issues. The gathered data is subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be explained that the current application of land certificate blocking does not provide legal certainty due to the ambiguity of the legal provisions used as the basis for blocking. Therefore, it is necessary to synchronize and harmonize various regulations concerning the blocking of land certificates. Regarding the legal consequences for PPATs processing land rights transfers with blocked certificates, administrative sanctions such as dismissal by the minister may be imposed. Thus, it can be affirmed that PPATs should exercise greater caution when verifying the identities of parties meticulously and accurately checking the status of land rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifany Dwi Aprima
"Bukti kepemilikan dari suatu Hak Atas Tanah yang dimiliki oleh Badan Perorangan maupun Badan Hukum umumnya berupa sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional) setempat. Sertipikat merupakan bukti kepemilikan suatu hak atas tanah yang sah yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. selain sertipikat, terdapat juga bentuk alat bukti lain yang menyatakan bahwa seseorang menguasai serta memiliki suatu hak atas tanah yaitu Surat Keterangan Ganti Rugi. Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di Provinsi Riau di berbagai daerah terdapat istilah yang berbeda. SKGR ini termasuk dalam bentuk alat pembuktian tertulis. Namun kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh SKGR ini hanya berupa surat keterangan saja yang mana memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana kekuatan pembuktiannya apabila di Provinsi Riau SKGR ini dapat dijadikan syarat penerbitan sertipikat. Penelitian in menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif serta didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber dan informan. Setelah seluruh data diolah dan dianalisis, maka ditarik kesimpulan secara deduktif. Data hasil penelitian ini akan dikemukakan dan akhirnya yang kan menjawab pokok permasalahan serta memberikan Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 591 K/PDT/2021 mengenai jual beli dengan Surat Keterangan Ganti Rugi. Upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi alas hak dibawah tangan ini yang merupakan dasar dari diterbitkan suatu sertipikat maka diperlukannya ketelitian dan registrasi yang baik dari aparat yang berwenang dalam hal ini kecamatan maupun kelurahan sehingga meminimalisir terjadinya alas hak yang tumpang tindih.

Proof of ownership of a Land Right is generally in the form of a certificate issued by the local National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional). A certificate is proof of ownership of a valid land right that has perfect evidentiary power. As stated in the elucidation of Article 24 of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration. Apart from certificates, there are also other forms of evidence stating that a person controls and has a right to land, namely a Certificate of Compensation. Certificate of Compensation (SKGR) is a basis for rights that is widely used in Riau Province in various regions, there are different terms. SKGR is included in the form of written evidence. However, the strength of proof possessed by SKGR is only in the form of a statement which has the power of proof as an underhanded alias, so it raises the question of how the strength of proof is if in Riau Province this SKGR can be used as a condition for issuing certificates. This research uses a normative juridical research form and is supported by the results of interviews with informants and informants. After all the data has been processed and analyzed, a deductive conclusion is drawn. The data from this research will be presented and finally it will answer the main problem and provide an Analysis of the Supreme Court Court Decision Number 591 K/PDT/2021 regarding buying and selling with a Certificate of Compensation. Efforts must be made to overcome these underhanded rights which are the basis for issuing a certificate, it requires good accuracy and registration from the authorized apparatus, in this case the sub-district and sub-district, so as to minimize the occurrence of tumpang tindih rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Rizki Anissa
"Perjanjian nominee atau trustee adalah perjanjian yang menggunakan kuasa yaitu perjanjian yang menggunakan nama warga negara Indonesia dan pihak warga negara Indonesia menyerahkan surat kuasa kepada warga negara asing untuk bebas melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas saham yang dimilikinya. Perjanjian nominee sering juga disebut dengan istilah perwakilan atau pinjam nama berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua belah pihak, orang asing meminjam nama warga negara Indonesia untuk dicantumkan namanya sebagai pemilik pada sertifikat saham. Keabsahan dan kekuatan mengikat perjanjian nominee tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Apabila perjanjian nominee sudah memperhatikan dan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata dan berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, maka perjanjian nominee tersebut sudah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak. Berdasarkan asas pacta sund servanda bahwa perjanjian yang dibuat oleh para phak, termasuk perjanjian nominee mempunyai kekuatan mengikat seperti undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menyarankan bahwa Pemerintah seharusnya membuat aturan tersendiri mengenai perjanjian Nominee tersebut, dan hendaknya Notaris-PPAT tidak memberikan peluang kepada kliennya untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

The nominee or trustee agreement is a treaty with power which is an agreement using the name of an Indonesian citizen and the Indonesian citizen submitting a power of attorney to a foreign citizen to be free to legal action against the rights to his her shares. The nominee agreement is often also referred to as a representative term or borrowing a name based on a statement or authorization letter made by both parties, a foreigner borrows the name of an Indonesian citizen to be listed as the owner of a stock certificate. The validity and strength of the nominee agreement shall be irrelevant to the provisions of Article 1320 and Article 1338 of the Civil Code. If the nominee agreement has been considered and fulfilled the legitimacy of the agreement under Article 1320 of the Civil Code and under the provisions of Article 1338 of the Civil Code, the nominee agreement has binding power for the parties. Based on the principle of a treaty that the agreement made by the parties, including the nominee agreement has binding powers such as the law for those who make it. This research uses descriptive analytical method. The results of the study suggest that the Government should make its own rules regarding the Nominee agreement, and PPAT should not the provide opportunities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Helena Albright Tarabunga
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Surat Keterangan Riwayat Tanah (SKT) yang dijadikan sebagai bukti kepemilikan dan bukti hak dalam melakukan penguasaan atas tanah yang menjadi objek sengketa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1606/K/Pdt/2022. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah perihal SKT yang menjadi alas hak dalam menguasai tanah, ternyata dikeluarkan pada saat telah terjadi sengketa diatasnya. Penulisan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipologi penelitian preskriptif analitis, jenis data berupa data sekunder, dengan alat pengumpulan studi dokumen, serta analisis dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa SKT bukanlah bukti kepemilikan atas tanah, dan apabila merujuk pada Pasal 97 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa SKT ataupun bukti surat sejenis lainnya sebagai keterangan penguasaan atas tanah hanya dapat menunjukkan bukti penguasaan atas tanah sebagai petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah. Dasar penerbitan SKT salah satunya adalah dengan melampirkan surat pernyataan tidak sengketa. Dengan demikian, SKT yang terbit diatas tanah dalam status sengketa menjadi tidak sah dan dibatalkan.

This thesis discusses about legal strength of Land History Letter (SKT) used as proof of ownership and right in possession of the land, which was the object of dispute in the Supreme Court Decision No. 1606/K/Pdt/2022. The main problem in this thesis is the SKT, which is the basis of the right in possession of the land was made at a time when there was a dispute over the land. The writing of this thesis is done using doctrinal law research methods with analytical prescriptive research typology, data types as secondary data, with document study collection tools, as well as analysis performed qualitatively. The results of the research show that the SKT is not proof of ownership of land, and referring to Article 97 of the Civil Code No. 18 of 2021 on management rights, land rights, housing units and land registration, it is stated that SKT or other similar letter proof as evidence of possession of land can only indicate evidence of land possession as an indication in the framework of land Registration. One of the conditions to apply SKT to be publish is by attaching a letter of non-dispute of the land. Therefore, the SKT that was publish at the time when a land in dispute status, then the SKT must be declared invalid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Setiabudhi
"Tesis ini meneliti pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu. Pengalihan hak atas tanah dapat beralih salah satunya melalui jual beli. Jual beli dapat diakui sah apabila dibuat berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada prakteknya jual beli tidak selalu dapat langsung dilakukan, melainkan dapat didahului menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Apabila Pembeli berhalangan untuk hadir pada saat menandatangani Akta Jual Beli maka Pembeli dapat membuat Akta Kuasa Menjual. Pokok permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum dari pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu terkait Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel dan perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya serta pembeli beriktikad baik terkait Putusan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah Akta Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris tidak sah. Sehingga karena didasarkan Akta Kuasa Menjual palsu maka pengalihan hak atas tanahnya yaitu produk hukumnya harus dikembalikan kepada pemilik sebenarnya berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020. Perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya adalah dapat memperoleh kembali hak atas tanahnya dengan mencantumkan namanya kembali dalam sertipikat tersebut serta dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Perlindungan hukum bagi pembeli beriktikad baik adalah dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Penyelesaian terkait permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilik sebenarnya tetap menjual kepada pembeli beriktikad baik namun untuk biaya yang perlu dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh para pelaku pemalsuan surat apabila pemilik sebenarnya dan pembeli beriktikad baik tetap ingin melakukan pengalihan hak atas tanah melalui jual beli.

This thesis examines the transfer of land rights based on a fake Power of Attorney Deed. One of the ways to transfer land rights is through sale and purchase. A sale and purchase can be recognized as valid if a Deed of Sale and Purchase is made by a Land Deed Official. In practice, a sale and purchase cannot always be done immediately, but can be preceded by a Sale and Purchase Agreement. If the Buyer is unable to be present when signing the Sale and Purchase Deed, the Buyer can make a Power of Attorney Deed. The subject matter raised is the legal consequences of the transfer of land rights based on a forged Power of Attorney Deed related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel and legal protection for the real owner and good faith buyers related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. The research method used is doctrinal research method, so the data used is literature study. The result of this research is that the Deed of Power of Attorney to Sell and the Deed of Sale and Purchase made by the Notary are invalid. So that because it is based on a forged Power of Attorney Deed, the transfer of land rights, namely the legal product, must be returned to the actual owner based on Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 21 of 2020. Legal protection for the real owner is that he can regain his land rights by putting his name back on the certificate and can obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Legal protection for good faith purchasers is to be able to obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Settlement related to these problems can be done by way of the actual owner continues to sell to buyers in good faith but for the costs that need to be incurred fully borne by the perpetrators of forgery of letters if the actual owner and good faith buyers still want to transfer land rights through sale and purchase."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venessa Veronica Elsa
"Penelitian ini menitikberatkan pada pembahasan mengenai pengaturan kepemilikan tempat tinggal bagi Warga Negara Asing dalam hukum nasional. Di Indonesia, masih banyak kasus mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh orang asing untuk menguasai tanah di Indonesia melalui perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan menyelundupkan hukum. Meskipun telah diatur secara tegas dalam UUPA mengenai larangan kepemilikan hak milik oleh orang asing, namun masih banyak putusan di Pengadilan yang tetap menyatakan sah perjanjian-perjanjian yang dibuat dengan menyelundupkan hukum atas dasar kebebasan berkontrak. Singapura sebagai negara maju yang memiliki pengaturan yang tegas dan ketat terkait kepemilikan tempat tinggal bagi orang asing yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersendiri yaitu Residential Property Act. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal serta analisis data dengan melakukan studi perbandingan hukum dengan negara Singapura, sehingga terdapat beberapa saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan hukum yang kerap timbul dalam pengaturan kepemilikan tempat tinggal bagi Warga Negara Asing yaitu pembatasan syarat bagi WNA untuk memperoleh tempat tinggal, pembatasan hak sewa sebagai hak penguasaan yang diperbolehkan bagi WNA, pembatasan perbuatan hukum atas tempat tinggal yang dimiliki oleh orang asing, serta pengawasan terhadap kepemilikan tempat tinggal bagi WNA sebagai bentuk pencegahan upaya pengasingan tanah di Indonesia.

This research focuses on the discussion of regulations regarding residential ownership by foreign citizens in national law. In Indonesia, there are still many cases where foreigners attempt to acquire land through agréments that circumvent the law. Despite the clear prohibition in the Agraria Law (UUPA) against ownership rights by foreigners, many court decisions still validate such agreements based on the principle of freddom of contract. Singapore has clear and strict regulations concerning residential ownership by foreigners, specifically governed by a seperate law called the Residential Property Act. This research employs doctrinal legal research methods and data analysis through a comparative legal study with Singapore. Consequently, several recommendations can bem ade to address legal issues frequently arising in the regulation of residential ownership by foreigners, including imposing strict conditions for foreigners to acquire residential properties, limiting lease right as permissible control fo foreigners, restricting legal actions on properties owned by foreigners, and monitoring residential ownership by foreigners as a preventive measure against land alienation in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Susanti
"Keabsahan dan implikasi perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak yang terkait perkara pidana yang dituangkan melalui akta notaris yang merupakan akta otentik dengan kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat para pihak. Pasal 3 KUHPerdata menegaskan bahwa tidak ada satu pun hukuman yang dapat menghilangkan keperdataan seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun seseorang yang terkait perkara pidana bahkan ditahan sekalipun tetap dapat menjalankan hak keperdataannya dalam kehidupan bermasyarakat namun tentunya tidaklah dapat dilakukan dengan bebas atau dengan kata lain lingkup hak keperdataannya adalah terbatas. Misalnya dalam perkara tindak pidana korupsi, hak keperdataan seseorang menjadi dibatasi terutama untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang berkaitan dengan perkara pidana korupsi yang sedang dijalaninya. Organisasi profesi notaris dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti lembaga kepolisian, penuntut umum, dan lembaga lainnya diperlukan adanya kerja sama dan perlu dibuatnya suatu nota kesepahaman khususnya mengenai akta notaris yang berisi perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak yang terkait perkara pidana, serta perlu lebih banyak diadakan sosialisasi mengenai prinsip kehati-hatian yang harus diterapkan oleh para notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.

The validity and implication of legal act conducted by party involved in criminal case which implemented in deed of notary as an authentic deed with impeccable evidentiary function and binds the parties. Article 3 of Civil Code stipulates that no punishment can annul the civil right of any individual. This assertion concludes that although a person involved in criminal case or even imprisoned, such person still can perform his civil right in social life, yet, such right can`t be performed in a liberty manner or in other words, the civil right scope is limited. For instance, in corruption case, the civil right of person is limited particularly in certain legal acts related to the ongoing corruption case. Organization of Notary Profession and another law enforcement institutions such as police, prosecutor, and others need to cooperate and enter into Memorandum of Understanding particularly regarding deed of notary containing legal act conducted by party involved in criminal case, also, socialization of prudent principle implemented by the notary in performing their duties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>