Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinayah Fitriany Sukma Putri
"Penelitian ini menganalisis pengaruh kolektivisme pada fenomena demam pendidikan di Korea Selatan. Kolektivisme merujuk pada kecenderungan masyarakat untuk mengutamakan kepentingan kelompok daripada individu. Pada masyarakat yang menganut budaya kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang berfokus pada hubungan sosial terutama ingroup. Dalam konteks pendidikan Korea Selatan yang sangat kompetitif, kolektivisme memiliki peran yang signifikan dalam membentuk pola perilaku siswa, tekanan akademik, dan norma sosial terkait pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana budaya kolektivisme diterapkan dalam masyarakat Korea Selatan dan bagaimana perannya dalam unsur-unsur fenomena pendidikan, seperti respons siswa, orang tua, masyarakat, serta sistem pendidikan yang ada. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya kolektivisme memengaruhi sekaligus mendasari sikap dan respons siswa, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan dalam fenomena demam pendidikan.

This study analyzes the influence of collectivism in the education fever phenomenon in South Korea. Collectivism refers to a society's tendency to prioritize the interests of the group over the individual. In societies that embrace a culture of collectivism, individuals tend to have interdependent self-constructions that focus on social relationships, especially the ingroup. In the highly competitive context of South Korean education, collectivism has a significant role in shaping student behavior patterns, academic pressures, and social norms related to education. This research aims to explain how the culture of collectivism in South Korean society and how it plays a role in elements of educational phenomena, such as the response of students, parents, society, and the existing education system. The author uses a qualitative method with a literature study approach. The results of this study show that collectivist culture influences and underlies the attitudes and responses of students, parents and society as a whole in the phenomenon of education fever."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Khalila Najlana
"Skripsi ini membahas perundungan di kalangan pelajar Korea Selatan dan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perundungan dapat terjadi di kalangan pelajar Korea dan hubungannya dengan memudarnya nilai-nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan menghasilkan data berupa data deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perundungan di kalangan pelajar Korea terjadi akibat beberapa faktor, seperti faktor individu, keluarga, teman, dan pendidikan, serta berhubungan dengan memudarnya nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea, seperti harmoni, jeong, dan woori. Kesimpulan penelitian ini adalah sistem pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang pelajar dan menjadi salah satu faktor utama penyebab terjadinya perundungan di kalangan pelajar Korea. Perundungan tersebut kemudian menyebabkan memudarnya nilai- nilai kolektivisme dalam institusi pendidikan Korea.

The focus of this study is the bullying culture in South Korean students and the declining collectivism values in the education institution. The purpose of this study is to know how bullying can happen in Korean students and its relation with the declining collectivism values in the education institution. This study is a qualitative research and yield descriptive data. The result of this study shows that bullying in Korean student circle happens because of several factors such as personal, family, peer group, and education factors, and there is a relation with declining collectivism values in education institution, such as harmony, jeong, and woori. The conclusion of this study is the education system has an important role in developing student’s character and become one of the most important factor causing bullying in Korean students. Later, bullying is causing the decline of collectivism values in education institution."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Astrid Wulan Ruru
"Skripsi ini mengeksplorasi bagaimana dampak demam pendidikan terlukiskan melalui pengambilan keputusan dalam pendidikan dan kehidupan pendidikan pelajar sekolah tingkat menengah. Skripsi ini juga membahas lebih dalam mengenai apa yang dimaksud dengan demam pendidikan, bagaimana demam pendidikan muncul di dalam masyarakat Korea Selatan dan pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pendidikan Korea Selatan.
Berdasarkan wawancara terhadap pelajar sekolah tingkat menengah di daerah Gangnam, skripsi ini mendalami kisah mereka, minat, pandangan dan perasaan mereka terhadap kehidupan sekolah mereka setiap harinya. Penelitian ini menemukan bahwa demam pendidikan menyebabkan dampak negatif terhadap pelajar yang lebih banyak dibandingkan dampak positif. Skripsi ini juga membantu pembaca untuk mengerti lebih dalam mengenai pengaruh seperti apakah yang diberikan terhadap pelajar sekolah tingkat menengah.

This thesis explores how education fever reflected in or influence educational decision and the academic life of South Korean secondary school students. This paper also explains what education fever is, how it emerged in South Korean society and what kind of influenced did it gave to South Korean education.
Based on interviews with secondary school students attending different schools in Gangnam territory, this thesis explores their personal stories of activities, interests, point of views and feelings about their daily school life. The findings revealed that education fever brings much more of a negative influenced towards students rather than positive influences. This paper will help to understand what kind influenced that education fever brought towards students in the secondary school.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Muftia Nur
"Jurnal ini membahas tentang fenomena education fever yang terjadi di Korea Selatan dalam drama yang berjudul Hakkyo 2013. Dengan metode deskriptif-analitik, penulis memfokuskan analisa pada gambaran fenomena education fever yang terdapat dalam drama tersebut. Hasil analisa menunjukkan fenomena education fever dalam drama Hakkyo 2013 diwakili oleh sikap dan perilaku orang tua siswa yang menunjukkan peduli mereka yang berlebihan akan pendidikan anaknya. Mereka tidak segan melibatkan diri mereka sendiri untuk mengkritik sistem pendidikan di sekolah tempat anak mereka belajar. Sedangkan dampak yang signifikan terhadap kelelahan secara fisik yang dialami siswa karena jam belajar yang terlalu panjang, dan juga orientasi siswa terhadap nilai yang bagus sebagai tanda keberhasilan mereka dalam belajar.

This paper discusses about education fever phenomenon on Korean drama titled Hakkyo 2013. It focused on the analysis of the phenomenon as shown on the drama. The results shows that education fever on this drama is represented by the behavior of Korean parents who over concern about the education of their children. They even involve their selves directly to criticize the education system at their children’s school. On the other side, the phenomenon also gives such a significant impact to the students. It shows that the students feel exhausted because of the long hour."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Fathiyah
"Penelitian ini menganalisis representasi budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan dalam tren busana musim dingin di Korea Selatan. Kolektivisme merupakan salah satu nilai yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan yang didasari oleh paham Konfusianisme. Kolektivisme merupakan nilai yang menekankan pada kepentingan dan identitas kolektif di atas individu. Pada masyarakat dengan nilai kolektivisme, individu cenderung memiliki konstruksi diri interdependen yang terfokus pada hubungan dan keselarasan sosial. Nilai kolektivisme yang terdapat di tengah masyarakat Korea Selatan dapat dilihat melalui perilaku mereka terhadap berbagai fenomena sosial, salah satunya tren busana yang berkembang. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah bagaimana tren busana musim dingin menunjukkan kolektivisme masyarakat Korea Selatan. Penelitian ini merupakan studi pustaka dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menguak representasi nilai budaya kolektivisme masyarakat Korea Selatan melalui cara mereka menghadapi tren busana musim dingin. Hasil penelitian memperlihatkan respon masyarakat Korea Selatan terhadap tren busana musim dingin yang menunjukkan adanya nilai budaya kolektivisme yang didasari oleh konstruksi diri interdependen di masyarakat.

This study analyses the representation of South Korean collectivism seen in South Korea’s past winter fashion trends. Collectivism is one of Confucianism-based values that currently exist in the South Korean society. Collectivism is a value that puts an emphasis on collective identity and interests over individual. In a society with collectivistic values, individuals tend to have the interdependent self construal that focuses on social relationships and harmony. Collectivistic values that prevail in the middle of the South Korean society can be seen through the attitude of the people towards numerous social phenomenons, one of them being the fast-growing fashion trends. Therefore, the research question proposed for this study is how the winter fashion trends show the collectivistic values of the South Korean society. This literature study uses qualitative-descriptive method of research. The purpose of this study is to reveal the representation of collectivistic values of South Koreans through their ways of facing winter fashion trends. The results show the South Koreans’ ways of responsing to the winter fashion trends that exhibit collectivistic values as a result of the interdependent self-construal of the people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnasari Kusumawardani
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas tentang budaya minum kopi yang sedang menjadi tren di kalangan masyarakat Korea. Kehadiran Starbucks di Korea pada akhir tahun 1990-an menjadi pemicu berkembangnya budaya minum kopi, khususnya di kafe. Dengan menggunakan metode kepustakaan bersifat deskriptif, tujuan jurnal ini adalah untuk menganalisis peran kolektivisme sehubungan dengan gaya hidup minum kopi dalam masyarakat Korea. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gaya hidup minum kopi di kafe sangat berkembang di Korea karena adanya latar belakang kolektivisme yang kuat dalam masyarakat Korea.

ABSTRACT
This journal discusses the coffee culture which is becoming a trend among South Korean society since Starbucks presence in the end of 1990. By using text review and descriptive review, this study is purposed to analize the role of collectivism and its relation with the coffee culture in Korean society. This journal concludes that the growing of coffee culture in Korea because of the cultural backgrounds along with strong collectivism in Korean society."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Tsani Almasah
"Industri budaya populer Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa jika dibandingkan pada awal perkembangannya di tahun 2000-an. Meskipun telah banyak penelitian yang memberikan wawasan mengenai hubungan antara budaya populer dan pariwisata, masih sedikit yang membahas mengenai bagaimana industri budaya populer Korea Selatan berperan dalam membentuk dan mengubah citra negaranya. Penelitian ini kemudian hadir untuk mengonfirmasi hubungan antara budaya populer Korea Selatan (Hallyu) dengan citra negara Korea Selatan dengan menggunakan musik (K-Pop), serial drama (K-Drama), dan film Korea Selatan sebagai objek penelitiannya. Survei diikuti oleh 280 responden usia sekolah menengah atas (perempuan = 66,1%) yang familiar dengan budaya populer Korea Selatan. Temuan menunjukkan bahwa Hallyu berpengaruh terhadap citra negara Korea Selatan. Akan tetapi, hasil dari uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa Hallyu bukanlah faktor pemengaruh satu-satunya dalam pembentukan citra negara Korea Selatan (R2 = 36,8%).

South Korea's popular culture industry has seen tremendous growth compared to its early development in the 2000s. While studies have provided many insight into the relationship between popular culture and tourism, little has been discussed about how South Korea's popular culture industry plays a role in shaping and changing its country's image. This research is then aimed to confirm the relationship between South Korean popular culture (Hallyu) and the country image of South Korea by using music (K-Pop), drama series (K-Drama), and South Korean films as the research objects. Valid survey responses were collected from 280 high school students respondents (female = 66,1%) who are familiar with South Korean popular culture. The findings showed that Hallyu has an effect on the country's image of South Korea. However, the coefficient of determination analysis test shows that Hallyu is not the only influencing factor that could contribute to South Korea's country image (R2 = 36,8%)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choi Tae Hee
"ABSTRAK
Dengan diperkenalkannya e-Sports, game telah muncul sebagai budaya publik baru. Juga, itu memiliki efek positif pada industri terkait termasuk game, konten, penyiaran, IT dan lainnya. Studi tentang perilaku konsumen eSports diperlukan untuk vitalisasi berkelanjutan industri eSports. Dalam studi ini, kita akan membahas faktor pengembangan e-sports di Korea melalui kasus Riot Games(League of Legends) dan berkaitan dengan faktor-faktor Tipping point(Malcomm galdwell). Studi ini diharapkan menjadi dasar dari studi pengembangan e-sports, dan arah masa depan e-sports akan menjadi dasar untuk menetapkan strategi untuk pemasaran ke arah mana.

ABSTRACT
With the introduction of e-Sports, games have emerged as a new public culture. Also, it has had positive effects on related industries including game, contents, broadcasting, IT and more. Studies on eSports consumer behavior are required for the continuous vitalization of the eSports industry. In this study, we will discuss the factors of e-sports development in Korea through the Riot Games (League of Legends) case and related to the Tipping point
factors (Galdwell Malcomm).This study is expected to be the basis of the e-sports development study, and the future direction of e-sports will be the basis for establishing a strategy for marketing in which direction."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Aryani Antari Putri
"Kasus yang dibahas adalah mengenai proses pembentukan self image dari wanita di Korea Selatan yang berprofesi sebagai public figure. Secara umum, public figure wanita di Korea Selatan memiliki kebutuhan untuk tampil cantik. Hal tersebutlah yang membuat mereka melakukan apa saja untuk dapat membuat diri mereka tampak menarik seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus, terdapat public figure yang memutuskan untuk bunuh diri jika dirinya tidak dapat terllihat cantik. Pertanyaan yang saya ajukan adalah, sejauh mana seorang wanita di Korea Selatan memiliki self esteem yang rendah terkait denga operasi plastik yang dilakukannya, atau bahkan hingga mencoba untuk bunuh diri jika dirinya tidak dapat terlihat cantik? Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan data sekunder dari media online. Kesimpulan yang didapat dari wawancara di media online antara andministrator media online tersebut dengan salah seorang wanita Korea Selatan adalah bahwa tampil cantik bagi seorang public figure di Korea Selatan merupakan nilai penting khususnya dalam pembentukan self image yang baik bagi orang lain.

The case discussed here is about the process of building a self image of a woman in South Korea, who had a profession as a public figure. In general, a public figure women in South Korea have some needs to be beautiful. That’s why for that reason, they will do everything, just for making them attractive as such those expected by it's society. Another way around, they will do suicide trial if they didn't get the opportunity to be beautiful. My question here is, how far a woman in South Korea have feeling of low self-esteem regarding of doing some plastic surgery, or even trying to do suicide if she could not get the opportunity to be attractive? The methode I use here is by collecting secondary data from media online. At last, I get the conclusion from the interview in media online that for a public figure in South Korea, being beauty is an important value especially in forming a good self image to be seen by other people.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>