Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maritza Andreanne Rafa Ayusha
"Latar Belakang Diabetes mellitus telah menjadi permasalahan kesehatan serius, baik secara global maupun di Indonesia. Salah satu komplikasi serius dari diabetes mellitus adalah ulkus kaki diabetes, yang dapat menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Identifikasi faktor risiko ulkus kaki diabetes sangat penting dilakukan, sehingga dapat meningkatkan upaya pencegahan secara tepat dan efisien. Data epidemiologi mengenai hal ini di Indonesia masih terbatas, terkhusus di RSCM dengan studi terakhirnya menggunakan data tahun 2012. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko ulkus kaki diabetes di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Metode Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang. Sampel penelitian adalah pasien diabetes mellitus di RSCM pada Januari—Juni 2022, dengan metode total sampling. Data yang dianalisis berupa data demografis (usia, jenis kelamin) dan faktor risiko (status hipertensi, obesitas, kontrol gula darah, kadar HbA1c, durasi mengidap diabetes), yang diperoleh dari rekam medis pasien. Data kemudian dianalisis menggunakan Microsoft Excel untuk mengetahui persentase masing-masing faktor risiko. Hasil Hasil penelitian menunjukkan distribusi demografi sebagai berikut: 90,38% pasien berusia lebih dari 45 tahun dengan 55,77% pasien berusia lebih dari 60 tahun, serta 55,77% berjenis kelamin laki-laki dan 44,23% berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian juga menunjukkan distribusi faktor risiko sebagai berikut: 36,54% pasien mengalami obesitas, 78,85% pasien mengalami hipertensi, 86,54% pasien memiliki kadar HbA1c ≥ 6,4%, 82,69% pasien memiliki riwayat kadar gula darah yang tidak terkontrol, serta 84,62% pasien mengidap DM lebih dari 5 tahun dengan di antaranya, 53,85% mengidap DM lebih dari 10 tahun. Kesimpulan Melalui penelitian ini, dapat diketahui persentase masing-masing faktor risiko pada sampel. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian berikutnya, ataupun sebagai untuk mengembangkan strategi pencegahan ulkus kaki diabetes.

Introduction Diabetes mellitus has become a serious health issue both globally and in Indonesia. One of the serious complications of diabetes mellitus is diabetic foot ulcers, which can lead to mortality and morbidity. The identification of risk factors for diabetic foot ulcers is crucial to improve prevention efforts accurately and efficiently. Epidemiological study on this topic in Indonesia are still limited, especially at the National Central General Hospital dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), with its last study using data from 2012. Therefore, this study aims to identify risk factors for diabetic foot ulcers in patients at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM). Method This study is an observational cross-sectional study. The sample consists of diabetes mellitus patients at RSCM from January to June 2022, utilizing a total sampling method. The data include demographic characteristics (age, gender) and risk factors (hypertension status, obesity, blood sugar control, HbA1c levels, diabetic duration) extracted from patient medical records. Microsoft Excel was employed for data analysis to determine the percentage of each risk factor. Results The research findings revealed the following demographic distribution: 90.38% of the patients were over 45 years old, with 55.77% of them being over 60 years old. Additionally, 55.77% of the participants were male, while 44.23% were female. The study also demonstrated the distribution of risk factors as follows: 36.54% of the patients were obese, 78.85% had hypertension, 86.54% had HbA1c levels ≥ 6.4%, 82.69% had a history of uncontrolled blood sugar levels, and 84.62% had been diagnosed with diabetes mellitus for over 5 years, among which 53.85% had been living with diabetes for more than 10 years. Conclusion This research provides insights into the percentage distribution of each risk factor within the sample population. The findings can serve as a reference for future research or as a basis for developing preventive strategies for diabetic foot ulcers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okti Sri Purwanti
"Pengkajian faktor risiko ulkus kaki merupakan peran perawat untuk mencegah terjadi ulkus diabetik atau ulkus berulang. Tujuan penelitian mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian ulkus kaki. Rancangan penelitian case control, dengan sampel 68 responden DM terdiri 34 pasien ulkus dan 34 pasien tidak ulkus. Hasil multivariat menunjukkan faktor perawatan kaki, neuropati motorik, Peripheral Arterial Disease, pengendalian kadar gula darah, dan gangguan penglihatan berhubungan signifikan dengan kejadian ulkus. Neuropati motorik yang paling mempengaruhi kejadian ulkus kaki. Rekomendasi penelitian ini adalah perlu pendidikan kesehatan & early detection risiko ulkus kaki dan penelitian lanjutan pengaruh penyuluhan pada pasien berisiko dengan kejadian ulkus kaki.

Assessment of risk factors for foot ulcer is the role of nurses to prevent diabetic ulcers or recurrent ulcers. The research aimed to identify factors associated with the incidence of foot ulcers. Case-control study design, recruited 68 respondents diabetic devided into 34 ulcer patients and 34 no ulcer patients. Multivariate results indicated foot care, motor neuropathy, PAD, controlling blood sugar levels, and visual impairment significant associated with the occurrence of ulcers. Motor neuropathy was the most influence incidence of foot ulcers. Recommendations of this study is the need for health education and early detection of its risk foot ulcers and further had explore research effect of counseling for patients at risk with the incidence of foot ulcers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T32540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri P. Ningsih
"ABSTRAK
Ulkus kaki merupakan salah satu komplikasi kronis pada pasien diabetes mellitus. Ulkus
kaki diabetes ini tidak hanya berdampak secara fisik bagi pasien, namun juga berdampak
bagi kehidupan psikososialnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman
yang mendalam tentang pengalaman psikososial pasien dengan ulkus kaki diabetes.
Desain penelitian ini adalah fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara
mendalam. Partisipan adalah pasien DM yang mengalami ulkus kaki diabetes, diambil
dengan cara purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa rekaman hasil
wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan teknik Collaizi. Hasil penelitian
ini menunjukkan berbagai pengalaman psikososial pasien ulkus kaki diabetes
digambarkan dalam 11 pernyataan tematik. Penelitian ini menyimpulkan setiap pasien
ulkus kaki diabetes mengalami berbagai respon psikologis yang teridentifikasi dalam 4
tema yaitu menghadapi berbagai ketakutan, menjadi tidak berdaya, menjadi beban
keluarga dan menyalahkan diri sendiri. Terdapat 2 tema dari respon sosial yang dialami
yaitu menjadi tidak sebebas/tidak seaktif dulu dan menjadi tidak percaya diri dalam
bergaul. Terdapat 3 tema tentang mekanisme koping pasien dalam menghadapi ulkus
kaki diabetes yaitu menjalani kehidupan dengan pasrah pada keadaan, banyak
mendekatkan diri pada Tuhan dan tetap memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri
meskipun mempunyai ulkus kaki diabetes. Setiap pasien ulkus kaki diabetes
memperoleh berbagai macam dukungan dan memiliki berbagai harapan/kebutuhan
terhadap pelayanan keperawatan. Berdasarkan hal tersebut perawat seharusnya dapat
lebih memperlihatkan sikap caring dan menyediakan waktu khusus untuk mendiskusikan
berbagai perasaan negatif akibat ulkus kaki yang dialaminya serta para perawat perlu
mengembangkan kemampuan koping dan adaptasi pasien terhadap ulkus kaki diabetes
agar pasien dapat lebih baik mengelola stress psikososial yang dialaminya.

ABSTRACT
Ulcer is one of the chronic complications of diabetes. Diabetic leg ulcer does not only
affects the patient physically but also affects patient’s psychosocial life. This research
was aimed to explore deeper understanding of psychosocial experiences of patients with
diabetic leg ulcer. The participant was diabetic leg ulcer patient choosen by using
purposive sampling. The design was descriptive phenomenological using indepth
interview and field notes, using Collaizi technique to analized. The results showed some
psychosocial experiences of patients with diabetic leg ulcer found 11 themes. This
research concluded that every patients with diabetic leg ulcer had variety psychological
responds that were identified in 4 themes including fears, being powerless, being family
burden and blame themself. There were 2 themes for social responds, namely not as
active as before and loss self confidence. There were 3 themes for coping mechanisms
thatwere continuing their normally daily life, faith to God and having positive thinking
about themselves, eventhought they have a diabetic leg ulcer. Every patients with
diabetic leg ulcer got various supports and had various expectations and needs more
support from nurse. It was suggested that nurses have to spending more time to discuss
negative feeling of diabetic leg ulcer and also help patient in enhancing coping
mechanism in adjust with their diabetic leg ulcer. This action will improve better health
outcome of diabetes mellitus patient and they can manage their psychosocial stress
better."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vynlia
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kesehatan gigi mulut serta distribusi frekuensi sosioekonomi dan perilaku dari pasien diabetes melitus tipe 2 di RSCM. Studi potong lintang ini dilakukan dengan memberikan kuesioner pada 70 orang pasien dan dianalisis menggunakan uji Pearson. Hasil uji tersebut tidak menunjukkan hubungan bermakna antara pengetahuan, sikap, durasi, dan sosioekonomi pasien terhadap status kesehatan gigi dan mulut (p>0,05). Hasil penelitian memperlihatkan kurangnya pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap dampak diabetes melitus terhadap kesehatan gigi dan mulut sedangkan pengetahuan tentang komplikasi diabetes baik. Dari hasil pemeriksaan klinis dapat disimpulkan bahwa kesehatan gigi dan mulut pasien diabetes kurang memuaskan.

The purpose of this study is to obtain information about the oral health profile, socioeconomic status and dental behavior of Type 2 Diabetes Mellitus patients in RSCM. A cross sectional study was conducted by giving out questionnaire to 70 diabetic patients and were analyzed by Pearson test. There are no significant correlation between diabetic patients’ knowledge, dental behavior, diabetes duration, and socioeconomic status to oral health status. This study showed that patients had lack of awareness of diabetes effects on oral health but good in diabetes complications. From the clinical examination, diabetic patients’ oral health status were not good."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jon Hafan Sutawardana
"Laporan ini bertujuan untuk memaparkan analisis perawatan pasien diabetes melitus (DM) dengan ulkus diabetes post amputasi yang menggunakan model self care Orem sebagai kerangka kerjanya. Tiga puluh pasien DM juga terlibat dalam perawatan ini. Proyek tindakan keperawatan berbasis pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice) dilakukan untuk melihat efektifitas program edukasi self efficacy dalam memperbaiki self care pasien DM tipe 2 saat berada di rumah. Proyek inovasi menghasilkan panduan berupa booklet latihan kekuatan dan keseimbangan pada pasien DM dengan nuropati perifer. Hasil analisis menunjukkan bahwa model self care Orem dapat diterapkan pada perawatan pasien DM dan program edukasi self efficacy menunjukkan hasil ada peningkatan perilaku self care pasien DM saat berada di rumah. Pasien DM dengan neuropati perifer memperoleh manfaat dari latihan kekuatan dan keseimbangan melalui pemberian booklet.

This report aims to describe the analysis of nursing care for diabetic patients with ulcus diabetic post amputation using self care Orem?s model as a framework. Thirty diabetic patients involved in this care. The Evidence Based Nursing Practice (EBNP) project was an education self efficacy program intervention toward self care in type 2 diabetes mellitus patients. The innovation project produced guideline booklet regarding strengths and balances exercise in patients with diabetic peripheral neuropathy. The analysis showed that self care Orem model could be applied in the care for patients with diabetes and the self efficacy program could improve self care for patients with diabetes at home. Diabetic patients with peripheral neuropathy are benefited from the strengths and balances exercise training given from the booklet."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irianthi Panut
"Salah satu komplikasi serius akibat diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit ginjal kronik (PGK). Deteksi dan pencegahan dini penyakit ginjal pada pasien diabetes melitus merupakan faktor utama untuk mengatasi PGK. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar malondialdehid (MDA) dan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) dalam serum yang dapat digunakan untuk deteksi dini gagal ginjal. Penelitian dilakukan menggunakan 18 subyek sehat (7 laki-laki, 11 wanita, rentang usia: 19-27) dan 10 pasien diabetes melitus tipe 2 (4 laki-laki, 6 wanita, rentang usia: 38-73) dari Poliklinik Penyakit Dalam Divisi Metabolik Endokrin RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Kadar MDA diukur dengan metode spektrofotometri berdasarkan reaksi antara MDA dan asam tiobarbiturat, sedangkan nilai eLFG ditentukan menggunakan metode Jaffe. Kadar MDA pasien DM tipe 2 dan subyek sehat masing-masing adalah 2,74 ± 1,2 dan 0,28 ± 0,09. Nilai eLFG pasien DM tipe 2 masing-masing adalah 68,85 ± 15,36 (Cockcroft-Gault); 66,80 ± 13,45 (MDRD study) dan 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI) lebih rendah dibandingkan dengan subyek sehat 90,5 1 ± 15,69 (Cockcroft-Gault); 79,82 ± 20,09 (MDRD study) dan 91,13 ± 21,21 (CKD-EPI ). Terdapat perbedaan kadar MDA dan nilai eLFG yang bermakna antara pasien diabetes melitus tipe 2 dan subyek sehat, namun tidak ditemukannya hubungan antara kadar MDA dan nilai eLFG.

One of serious complication of diabetes mellitus disease?s is chronic kidney diasease (CKD). The early diagnosis and treatment of kidney ailments of diabetes mellitus patients are the main factors to overcome its chronic disease. This study was aimed to analyze the correlation between malondialdehyde (MDA) concentration and estimation of glomerulous filtration rate (eGFR) value in blood serum which can be used as early diagnosis of kidney ailments. As many as 18 healthy subjects (7 males, 11 females, age ranges: 19-73) and 10 diabetes mellitus type 2 patients at the Metabollic and Endocrine Clinic of Cipto Mangunkusumo General Hospital (4 males, 6 females, age ranges: 38-73) were studied. MDA was measured by spectrophotometric assay based on reaction between MDA and thiobarbituric acid while eGFR value was measured by Jaffe method. MDA concentration of patients and healthy subjects were 2.74 ± 1.2 and 0.28 ± 0.09. The eGFR value were lower in patients with type 2 diabetes mellitus were 68,85 ± 15.36 (Cockcroft-Gault); 66.80 ± 13.45 (MDRD study) and 73.94 ± 16.30 (CKDEPI) compared with healthy subjects 90.5 1 ± 15.69 (Cockcroft-Gault); 79.82 ± 20.09 (MDRD study) and 91.13 ± 21.21 (CKD-EPI). There was significant difference both MDA concentration and eGFR value between patients with type 2 diabetes mellitus and healthy subjects, while there was no significant correlation between MDA concentration and eGFR value."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S44088
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Wijaya
"Latar Belakang: Sindrom renal-retinal diabetes (SRRD) merupakan koinsidensi nefropati dan retinopati diabetik yang menimbulkan komplikasi serius berupa penurunan kualitas hidup dan peningkatan mortalitas dengan risiko kardiovaskular sebesar 4,15 kali lipat. Sementara itu, angka deteksi dini retinopati dan nefropati masih rendah dan faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD pada penyandang DMT2 di Indonesia belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrom renal-retinal diabetes pada DMT2 di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 157 subjek DMT2 berusia > 18 tahun. Data karakteristik subjek didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan foto fundus retina, dan pengambilan sampel darah dan urin. Hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan SRRD dianalisis secara bivariat dengan chi square dan multivariat dengan regresi logistik menggunakan Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 21.0.
Hasil: Sebanyak 157 pasien terlibat dalam penelitian ini. Prevalensi SRRD adalah 28,7%, dengan rerata usia 56 (27-76) tahun, rerata IMT 25,7 (21,3-33,8) kg/m, median durasi DM 12 (1-25) tahun dengan HbA1c 8,6 (4,8-15,8) %, prevalensi hipertensi 86,7%, prevalensi dislipidemia 91%, 76,4% pasien tidak merokok, 33,3% pasien albuminuria derajat A2 dan 66,7% derajat A3. Pada SRRD, prevalensi derajat nefropati berdasarkan klasifikasi adalah 0% risiko rendah, 13,3% risiko sedang, 20% risiko tinggi, dan 66,7% risiko sangat tinggi dan prevalensi derajat retinopati diabetik adalah 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME, dengan angka deteksi dini retinopati dan nefropati adalah sebesar 20% dan 17,8%. Analisis bivariat dan multivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara durasi DM (p=0,001) dan albuminuria (p=0,008) dengan kejadian SRRD.
Simpulan: Proporsi SRRD pada penyandang DMT2 cukup tinggi (28,7%) dan pada studi ini, faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian SRRD pada DMT2 adalah durasi DM dan albuminuria.

Backgrounds: Diabetic renal-retinal syndrome (DRRS) is a coincidence of diabetic nephropathy and retinopathy that cause serious complications as decreased quality of life and increased mortality with cardiovascular event risk 4,15 times higher. Meanwhile, early detection rate of retinopathy and nephropathy are still low and associated factors of DRRS among Indonesian type 2 diabetes mellitus (T2DM) patients has not been known.
Objective: To obtain the factors related to DRRS among T2DM patients in Cipto Mangunkusumo hospital.
Methods: This was a cross-sectional study involving 157 T2DM subjects aged 18 characteristics were obtained from anamnesis, physical examination, retinal fundus, and blood and urine sample. Bivariate and multivariate analysis using statistical package for the social sciences (SPSS) version 21.0 was used to analyze the factors related to DRRS.
Results: 157 patients were included in this study. The prevalence of DRRS was 28,7% with median age was 56 (27-76) year old, mean BMI was 25,7 (21,3-33,8) kg/m2, median duration of DM was 12 (1-25) year old and HbA1c 8,6% (4,8-15,8%), prevalence of hypertension was 86,7%, prevalence of dyslipidemia was 91%, 76,4% patients were not smoker, 33,3% patients with albuminuria grade A2 and 66,7% patients with grade A3. In DRRS, the prevalence of nephropathy was classified as 0% low risk, 13,3% moderate risk, 20% high risk, and 66,7% very high risk and the the prevalence of diabetic retinopathy was 42,2% NPDR, 55,6% PDR, 24,2% DME with early detection rate of retinopathy and nephropathy were 20% and 17,8%. Bivariate and multivariate analysis showed significant correlation with duration of DM (p=0,001) and albuminuria (p=0,008) with DRRS.
Conclusions: DRRS proportion in T2DM was high (28,7%) and this study showed that duration of DM and albuminuria were correlated with DRRS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Khodavian
"Latar Belakang: Disfagia adalah gangguan fungsi menelan yang disebabkan oleh gangguan neurologik, non-neurologik, ataupun campuran. Disfagia dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang membahayakan kehidupan jika tidak ditangani dengan baik. Profil pasien disfagia baik di Indonesia maupun di negeri lain tidak terdata dengan baik sehingga diperlukan lebih banyak penelitian dalam hal ini guna meningkatkan kualitas dan efisiensi rehabilitasi disfagia di masa yang mendatang. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan di RSCM dengan mendata profil 52 pasien disfagia yang datang ke poli rehabilitasi medik RSCM dari Januari sampai dengan Juni 2023 yang terpilih menggunakan teknik consecutive sampling. Usia, jenis kelamin, fase disfagia, etiologi disfagia, dan derajat disfagia dari subjek terpilih dikumpulkan melalui akses rekam medis masing-masing pasien. Hasil: Subjek berumur 58–67 tahun paling prevalen dengan perbandingan keseluruhan jenis kelamin subjek laki-laki terhadap perempuan sebesar 1.08:1. Seluruh subjek didiagnosis dysphagia orofaringeal dan 84,6% kasus disebabkan oleh etiologi neurologik. Derajat disfagia beragam di antara subjek dengan skor penetration-aspiration scale (PAS) 8 paling prevalen (32,7%). Kesimpulan: Penelitian ini telah mendata profil usia, jenis kelamin, fase disfagia, etiologi disfagia, dan derajat disfagia dari 52 pasien disfagia yang terpilih. Data yang telah terkumpul dan disajikan direkomendasikan untuk dipakai dan dianalisis lebih lanjut oleh penelitian lain di masa mendatang.

Background: Dysphagia is defined as the dysfunction in swallowing which is caused by neurologic, non-neurologic, and other mixed etiologies. Dysphagia can lead to multiple life-threatening complications if proper intervention isn’t given. Profiles of patients with dysphagia aren’t well documented in Indonesia nor in other countries. This calls for more researches to study this topic to increase the quality and efficiency of dysphagia rehabilitation in the future. Methods: A retrospective descriptive study was done at RSCM by collecting the data of 52 patients with dysphagia that visited RSCM’s medical rehabilitation ward from January to June of 2023 chosen with the consecutive sampling technique. Age, gender, dysphagia phase, dysphagia etiology, and dysphagia degree of selected subjects was collected by accessing the their medical records. Results: Subjects aged 58–67 years old were the most prevalent with an overall comparable man to woman ratio of 1.08:1. All subjects were diagnosed with oropharyngeal dysphagia mostly caused by neurologic etiologies (84,6%). Dysphagia degree amongst subjects showed a considerable variety with a penetration-aspiration scale (PAS) score of 8 being the most prevalent (32.7%). Conclusion: This research has documented the age, gender, dysphagia phase, dysphagia etiology, and dysphagia degree profiles of 52 selected dysphagic patients. The data presented is recommended to be used and analysed further in future studies."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Nefropati diabetik telah diketahui merupakan salah satu penyulit jangka panjang diabetes melitus (DM) yang berbahaya, yang dapat menyebabkan kegagalan ginjal tahap akhir. Namun, data adanya nefropati diabetik di antara pasien diabetes tipe 2 yang menjalani rawat jalan saat ini belum ada. Penelitian cross-sectional ini ditujukan untuk mengetahui prevalensi nefropati diabetik di antara penderita diabetes tipe 2 rawat jalan yang datang untuk pertama kalinya ke Klinik Metabolik dan Endokrinologi, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dari Desember 2001 sampai Juni 2002, 100 pasien baru diabetes tipe 2 diikutsertakan dalam studi. Empat puluh dua di antaranya adalah laki-laki dengan usia rata-rata 54 + 9,6 tahun. Overt nephropathy (makroalbuminuria) ditemukan pada 11% pasien, incipient nephropathy (mikroalbuminuria) terdapat pada 26% penderita, sedangkan sisanya normal (normoalbuminuria). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama sakit yang lebih dari 5 tahun menunjukkan korelasi bermakna dengan derajat albuminuria. Namun, tidak ada hubungan bermakna antara derajat albuminuria dengan faktor-faktor risiko lain, yaitu usia, dislipidemia, hipertensi, obesitas, dan kadar HbA1c. Semua pasien dengan overt nephropathy menunjukkan tes klirens kreatinin di bawah 75 ml/ menit (rerata 45,3 mL/menit), secara bermakna lebih rendah dari pasien dengan mikro- atau normoalbuminuria (p=0,01). Retinopati ditemukan pada 10 dari 11 (90%) pasien dengan overt nephropathy. Analisis multivariat memperlihatkan bahwa lama sakit dan retinopati secara bermakna berkorelasi dengan terjadinya nefropati diabetik (p < 0,05). Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa prevalensi nefropati diabetik (yaitu overt nephropathy dengan retinopati) di antara pasien diabetes tipe 2 rawat jalan adalah 10%. Lama sakit merupakan faktor risiko penting bagi timbulnya penyulit ini. (Med J Indones 2004; 13: 161-5)

Diabetic nephropathy has been known as one of the most serious long-term complications of diabetes mellitus (DM), which could lead to end-stage kidney failure. However, data showing the presence of diabetic nephropathy among ambulatory type 2 diabetic patients is currently not available. This cross-sectional study was conducted to find the prevalence of diabetic nephropathy among non-hospitalized type 2 diabetic patients, who came for the first time to the Metabolic and Endocrinology Clinic, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. From December 2001 to June 2002, 100 new type 2 diabetic patients were included in the study. Forty-two of them were men and the mean age was 54 + 9.6 years. Overt nephropathy (macroalbuminuria) was found in 11% of patients, while incipient nephropathy (microalbuminuria) was 26%, and the rest were normal (normoalbuminuria). Duration of illness of more than 5 years was significantly correlated with the degree of albuminuria. However, there is no significant correlation between the degree of albuminuria and other risk factors, i.e. patient’s age, dyslipidemia, hypertension, obesity, HbA1c level. All patients with overt nephropathy had creatinine clearance test below 75 ml/ min. (mean 45.3 mL/min), significantly lower than patients with micro- or normoalbuminuria (p=0.01). Retinopathy was found in 10 out of 11 (90%) patients with overt nephropathy. Multivariate analysis showed that the duration of illness and retinopathy was significantly correlated with the presence of diabetic nephropathy (p< 0.05). We concluded that the prevalence of diabetic nephropathy (i.e. overt nephropathy with retinopathy) among non-hospitalized type 2 diabetic patients was 10%. The duration of illness was an important risk factor for the development of this complication. (Med J Indones 2004; 13: 161-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004; 161-165,
MJIN-13-3-JulSep2004-161
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Azka Nadhira
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh modifikasi standar diet diabetes melitus terhadap penurunan sisa makanan lunak pasien diabetes melitus. Sisa makanan diukur dengan metode food weighing, sedangkan karakteristik dan penilaian pasien terhadap kualitas makanan RS diukur dengan wawancara dan pengisian kuesioner. Desain studi yang digunakan adalah eksperimental kuasi serial waktu. Sebanyak 12 orang pasien diabetes melitus yang dirawat di kelas III Gedung A RSCM diamati sisa makanan, selera makan, dan penilaiannya terhadap kualitas makanan RS selama tiga hari. Pada hari pertama pasien diberikan makanan sesuai standar diet diabetes melitus RSCM. Pada hari kedua hingga ketiga pasien diberikan intervensi berupa makanan sesuai standar diet diabetes melitus RSCM modifikasi untuk makanan lunak, kemudian sisa makanan pasien hari pertama dan rata-rata hari kedua dan ketiga akan dibandingkan.
Hasil menunjukkan bahwa sisa makanan pasien sesudah intervensi mengalami penurunan yang signifikan (p=0,001). Rata-rata total berat sisa makanan lunak sesudah intervensi (571+381,6 gr) 31,9% lebih sedikit dibanding saat sebelum intervensi (839+471 gr). Usia dan lama masa rawat inap diketahui menjadi variabel perancu dalam intervensi. Penerapan standar diet diabetes melitus modifikasi untuk makanan lunak ini dapat dijadikan alternatif untuk meminimalisasi kejadian sisa makanan pada pasien. Selain itu, diharapkan ahli gizi dapat mengoptimalikan edukasi kepada pasien terutama pasien lansia dan/atau yang baru masuk rumah sakit agar lebih termotivasi untuk menghabiskan makanan yang diberikan RS.

The objective of this study was to examine the effect of diabetes mellitus diet standard modification on diabetic patients decreased plate waste on soft food. Patients plate waste measured by food weighing method. Moreover, patients characteristics, appetite, and evaluation towards the quality of hospital food measured by interview and questionnaire. A time series quasi experimental study was conducted on twelve subjects in third class wards on RSCM A building. Subjects plate waste, appetite, and evaluation towards the quality of hospital food were observed for three days. On the 1st day, patients were given foods based on RSCM?s diabetes mellitus diet standard. After that, intervention were given to patients; food based on RSCM?s diabetes mellitus diet standard modified for soft food on the 2nd up to 3rd day. The plate waste before and after intervention were compared afterwards.
The results showed that patients plate waste after intervention were significantly less than those before intervention (p=0,001). The overall mean plate waste after intervention (571+381,6 gr) was 31,9% lower than before intervention (839+471 gr). Age and length of stay are shown as a confounding variables in the intervention. The implementation of diabetes mellitus diet standard modified for soft food can be an alternative to minimze plate waste on diabetic patients with soft food diet. In addition, dietitian should optimalize the education for the patients especially older and/or newly hospitalized patients, so that they can be more motivated in finishing the food given.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63723
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>