Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luis Moya
"Tulisan ini membahas upaya Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dalam meningkatkan prestasi Bulu Tangkis Nasional Putra pada masa kepemimpinan Ferry Sonneville dalam kurun waktu 1981-1985. Pada masa ini, kondisi bulu tangkis Indonesia mengalami kondisi yang surut. Kekalahan Indonesia pada Piala Thomas 1982 terhadap Republik Rakyat Tiongkok menjadi ancaman supremasi Indonesia dalam bulu tangkis. Persoalan regenerasi, sarana dan prasarana, sertanya kurangnya perhatian terhadap klub bulu tangkis menjadi akibat dari menurunnya prestasi bulu tangkis Indonesia. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, PBSI akhirnya membuat suatu kebijakan dengan memfokuskan pembibitan bagi generasi-generasi muda, melalui pengadaan kejuaran nasional diberbagai daerah, pendirian pusat pendidikan dan latihan, serta penerapan kebijakan collective contract. Dapat disimpulkan, bahwa pembinaan dan pengembangan oleh PBSI era Ferry Sonneville cukup membawa angin segar bagi dunia bulutangkis Indonesia karena keberhasilannya dalam merebut kembali Piala Thomas 1984. Tulisan ini menggunakan kaidah dalam metode tulisan sejarah dengan sumber-sumber yang berasal dari buku, surat kabar sezaman, artikel terkait yang dihimpun secara luring maupun daring.

This paper discusses the efforts of the Indonesian Badminton Association (PBSI) in maintaining the achievements of Men's National Badminton during the leadership of Ferry Sonneville in the period 1981-1985. At this time, the condition of Indonesian badminton experienced a receding condition. Indonesia's defeat in the 1982 Thomas Cup against the People's Republic of China threatened Indonesia's supremacy in badminton. Problems of regeneration, facilities and infrastructure, as well as lack of attention to badminton clubs are the result of the decline in Indonesia's badminton achievements. In overcoming these problems, PBSI finally made a policy by focusing on breeding for young generations, through the procurement of national championships in various regions, the establishment of education and training centers, and the application of collective contract policies. It can be concluded, that the coaching and development by PBSI in the Ferry Sonneville era was enough to bring fresh air to the world of Indonesian badminton because of its success in reclaiming the 1984 Thomas Cup. This paper uses the rules in the historical writing method with sources from books, contemporaneous newspapers, related articles collected offline and online."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Dani Sudaryono
"

Olimpiade merupakan pesta olahraga terbesar di dunia. Indonesia sudah mengikuti ajang ini sejak tahun 1952. Dari tahun 1952-1988, Indonesia belum pernah mendapatkan medali emas. Olimpiade tahun 1992 menjadi sejarah olahraga terbaik bagi Indonesia. Indonesia berhasil meraih medali emas pertamanya melalui cabang olahraga bulutangkis. Peraihan medali emas ini berhasil dipertahankan sepanjang Olimpiade 1996-2008. Sejak saat itu, bulutangkis menjadi cabang yang selalu mendapatkan medali emas. Namun, tahun 2012 Indonesia gagal meraih medali emas. Peristiwa ini menjadikan peraihan terburuk bulutangkis Indonesia selama mengikuti Olimpiade. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor naik turunnya prestasi bulutangkis Indonesia dan upaya untuk meraih medali emas di ajang Olimpiade tahun 1992-2012. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah (1) Heuristik; (2) verifikasi; (3) interpretasi; dan (4) historiografi. Sumber-sumber penelitian ini didapatkan dari surat kabar, jurnal online, buku, dan website. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang menyebabkan naik turunnya prestasi Indonesia di ajang Olimpiade yaitu regenerasi atlet, mental bertanding, undian pertandingan, dana pembinaan, dan konflik internal. Upaya yang dilakukan PBSI dalam meraih medali emas yaitu pengadaan pelatih, pembinaan atlet, dan pengiriman atlet ke turnamen internasional. Semua upaya untuk menghadapi hambatan dalam meraih medali emas telah dilakukan. Namun, satu faktor yang membuat atlet bulutangkis Indonesia mau berjuang adalah rasa nasionalisme. Rasa nasionalisme ini yang membuat para atlet termotovasi untuk terus berlatih dan berjuang untuk menang ketika bertanding. Inilah yang membuat mereka berhasil meraih pencapaian prestasi tertinggi yaitu medali emas Olimpiade.


Olympic is the biggest event sport in the world. Indonesia has joined in the competition since 1952. From 1952-1988, Indonesia never got gold medal. Olympic 1992 made the best sport history for Indonesia. Indonesia got gold medal for the the first time with badminton. The gold medal can maintained in Olympic from 1996 until 2008. Since then, badminton always can got gold medal. But, in 2012 Indonesia didn’t get gold medal. This is the worst happen for badminton Indonesia since joined in Olympic. This research purpose to analyze the factors of up and down badminton Indonesia achevement and effort for getting gold medal in Olympic. The methods which used in this research is history methods, which consist of four steps. They are: (1) Heuristic; (2) verification; (3) interpretation; and (4) historiography. The resources of this research got from newspapers, magazines, online jurnal and article, and website. The research result show that the cause factors badminton achievement up and down in Olympic are regeneration of athletes, mentally compete, draw of match, training fund, and internal conflicts. The effort of PBSI for got gold medal are procurement of coaches, athlete training centre, and shipping athletes to international tournament. All of the effort for obstacles has done. However, one factor make Indonesia badminton athletes want to fight is nationalism. Nationalism make athlete have motivation for exercise continiously and fighting to be a winner when they competing. This is they make success got the highest achievement is gold medal.

"
2019
T52238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosef Eka Widjaja
"ABSTRACT
Skripsi ini membahas tentang peran Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pada saat kepemimpinan Soerjadi terhadap prestasi bulutangkis Indonesia. Pada saat periode kepemimpinan Soerjadi, tim bulutangkis Indonesia berhasil mencapai prestasi gemilang setelah berhasil menyandingkan lambang supermasi bulutangkis Piala Thomas dan Uber secara dua kali beruntun pada 1994 dan 1996. Hasil tersebut diraih berkat berbagai kebijakan dan strategi yang dilakukan PBSI, seperti melakukan perombakan dalam struktur kepengurusan dengan memasukan beberapa nama dari kalangan profesional, melakukan pembaruan dalam sistem latihan, dan memperhatikan hal-hal non-teknis dalam persiapan menghadapi turnamen yang akan diikuti. Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah, penulis mengumpulkan sumber primer yang berasal dari surat kabar dan sumber sekunder yang berasal dari buku, majalah, dan sumber internet, proses selanjutnya penulis melakukan proses kritik dan menginterpretasi data tersebut untuk kemudian dituangkan dalam penulisan sejarah.

ABSTRACT
This research discussed about The Role of PBSI during the Soerjadi leadership period toward badminton achievements in Indonesia. On the Soerjadi leadership period, the Indonesian badminton team achieved a brilliant achievement after successfully became the champion in both Thomas and Uber Cup badminton two times in a row 1994 and 1996. These results were achieved due to various policies and strategies carried out by PBSI, such as doing a reorganization in the management structure by entering a several names from professionals, updating the training system and paying more attention to non-technical matters in preparation, to face the tournament that will be followed after. This study uses historical methods that include heuristic stages, criticism, interpretation and historiography. First the study collects primary sources from newspapers and secondary sources from books, magazines and internet sources, the process follows the critics and interprets the data to later be written in historical writing."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Husayfi
"Try Sutrisno memimpin PBSI selama 2 masa yaitu 1985-1989 dan 1989-1993. Pada periode pertama, kepengurusan bulutangkis Indonesia dibenahi secara sistematis . Kemudian, regenerasi pemain mulai dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada periode kedua. Berbagai ajang mulai memberikan hasil positif, tidak terkecuali dua emas pertama dari Olimpiade, melalui Alan Budi Kusuma dan Susi Susanti.

Try Sutrisno lead PBSI during the second period,  from 1985 to 1989 and 1989 to 1993. In the first period, the renegeration of the players was adjusted soon after the management of Indonesian badminton was reorganized systematically. Then, the regeneration of the players started to do and the results can be seen in the second period. Various events began to give positive results, not least the two first gold of the Olympic Games, through Alan Budi Kusuma and Susi Susanti.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilmizar Wahyu Wira Pradana
"Artikel ini membahas usaha-usaha yang dilakukan oleh PBSI dalam meraih gelar Piala Thomas pada periode 1970-an dan menganalisis faktor-faktor yang berperan di dalamnya. Terdapat permasalahan dalam bulu tangkis putra Indonesia saat itu, yakni kegagalan dalam meraih gelar Piala Thomas pada 1967. Kegagalan ini disebabkan oleh kurang kompetennya pengurus PBSI pada periode tersebut. Maka dari itu, PBSI segera melakukan perbaikan dengan harapan Indonesia dapat kembali merebut gelar Piala Thomas. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode sejarah dengan pengkajian sumber-sumber primer berupa literatur tertulis, studi surat kabar sezaman, serta wawancara lisan dengan para pelaku sejarah. Berdasarkan hal tersebut, muncul kebaruan penelitian yang bersifat komplemen terhadap penelitian yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBSI melakukan beberapa usaha, seperti pengiriman pemain ke kejuaraan internasional, membangun hubungan baik dengan organisasi bulu tangkis kawasan maupun dunia, dan melakukan pembinaan serta regenerasi para atlet. Upaya untuk dapat kembali menjuarai Piala Thomas berhasil. Keberhasilan tersebut tidak hanya membawa satu gelar juara, melainkan empat gelar juara secara berturut-turut pada seluruh edisi yang diadakan tahun 1970-an. Faktor-faktor seperti pemilihan susunan pemain yang bertanding dan mental bertanding juga menunjukkan perannya di dalam keberhasilan upaya tersebut.

This article discusses PBSI's efforts to win the Thomas Cup championship in the 1970s and analyzes the factors that contributed to it. There was a problem with Indonesian men's badminton in that era, when PBSI failed to retain the title at Thomas Cup in 1967. This failure was caused by incompetent management. Therefore, PBSI consequently started making changes and improvements so that Indonesia could re-obtain the Thomas Cup title. The method used in this research is the historical method with primary reference reviews such as written literature, archival studies, and interviews with the actors. Based on this, the novelty of research arises which is complementary to existing research. This research proved that PBSI made several efforts such as sending their athletes to participate in international competitions, building good relations with government, world, and regional badminton federations, and developing their athletes' regeneration. Those efforts for obtaining the Thomas Cup were successful, where Indonesia managed to get not only one title, but four consecutive championship titles from all editions that were held in the 1970s. The factors that also played a role in this success were playing line-up and mentality to compete."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amran Lee Abdullah
Petaling Jaya: Sutrapadu (M) SDN. BHD., 2007
R 796 AMR b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Mills, Roger
London: Bell & Hyman, 1985
796.345 MIL p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Finna Augustina Suryanto
"Penelitian ini membahas insiden cedera dan faktor-faktor risiko cedera yang berhubungan pada olahraga bulutangkis. Penelitian ini dilakukan pada sebuah kejuaraan nasional yang diadakan di Indonesia. Terdapat 128 atlet bulutangkis junior yang berasal dari satu klub yang sama dan mengikuti kejuaraan ini. Penelitian ini menggunakan metode kohort retrospektif. Hasil penelitian ini yaitu insiden cedera pada bulutangkis adalah 18% dengan cedera terbanyak tipe akut (strain, sprain) dan terdapat pada ekstremitas bawah. Jenis cedera yang paling banyak ditemukan adalah tendinopathy. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan insiden cedera pada bulutangkis adalah usia atlet ≥ 15 tahun, dan jumlah pertandingan ≥ 3.

The focus of this study is incidence and its correlation with risk factor of injuries in badminton. This study conducted in one of Indonesia national badminton tournament. There are 128 badminton junior athletes who participated in this study. The method of this study is retrospective cohort. The result of this study are incidence of sport injuries in badminton (18%), with the most common injuries was acute (strain, sprain), and localized in lower extremity. Tendinopathy is the most common injury in this study. The risk factor are age ≥ 15 years old, and match ≥ 3 times."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Rismayanti
"ABSTRAK
Salah satu sifat olahraga adalah kompetitif, yang dalam pencapaian
prestasinya ditentukan oleh faktor fisik, teknis dan psikologis, seperti
diungkapkan oleh Gunarsa (1989). Faktor fisik berhubungan dengan struktur
morfologis dan antropometrik seseorang yang diaktualisasikan dalam prestasi.
Faktor teknis berkaitan dengan keterampilan khusus yang dimiliki oleh atlet dan
bisa berkembang untuk menghasilkan prestasi tertentu. Sedangkan faktor
psikologis adalah struktur dan fungsi faktor psikis, baik karakteriologis, maupun
kognitif yang bisa menunjang aktualisasi suatu potensi yang ada dan dilihat pada
prestasi yang dicapai. Hal ini juga berlaku pada permainan ganda bulutangkis.
Dalam penelitian ini hanya menekankan pada faktor psikologis pemain
Melihat bentuk permainannya, permainan ganda bulutangkis dapat
dianggap sebagai suatu permainan kelompok, karena melibatkan dua orang yang
saling berinteraksi dan bekerjasama dalam mencapai tujuannya, yaitu
memenangkan suatu pertandingan. Dengan demikian dalam permainan ganda
bulutangkis ini, tidak saja faktor psikologis individu pemain yang berperan, tetapi
juga faktor psikologis kelompok, seperti kerjasama dan interaksi. Kerjasama lebih
ditekankan pada faktor teknik permainan yang dijalankan oleh pemain ganda
tersebut, sedangkan interaksi sangat diperlukan lebih dalam hubungannya dengan
faktor psikologis para pemain ganda. Faktor interaksi interpersonal sangat besar
pengaruhnya terhadap penampilan dan prestasi pemain ganda bulutangkis. Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution (1997) didapatkan bahwa
ketidakcocokan dalam hal interaksi interpersonal pasangan dapat menyebabkan
stress yang pada akhirnya dapat mempengaruhi prestasi pemain ganda tersebut.
Hal ini menyebabkan faktor psikologis dalam penentuan pasangan merupakan hal
penting yang perlu diperhatikan.
Dalam menggambarkan faktor teknis dan psikologis pemain ganda sering
digunakan istilah kecocokan. Kecoookan teknik ditandai dengan kesamaan tipe
permainan, sedangkan kecocokan psikologis ditandai dengan interaksi yang baik
dari masing-masing pasangan. Kedua hal tersebut menjadi pertimbangan dalam
menentukan pasangan dalam permainan ganda bulutangkis.
Dalam penelitian ini hanya menitikberatkan pada kecocokan psikologis
saja, dan selanjutnya disebut sebagai kecocokan. Salah satu teori yang dapat
menjelaskan kecocokan psikologis pemain ganda adalah teori yang dikemukakan
oleh Schutz (1960), melalui teori hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang didasarkan pada keyakinan akan pemuasan
kebutuhan interpersonal dalam kelompok. Kebutuhan interpersonal yang
dimaksud meliputi kebutuhan akan inklusi, kontrol dan afeksi.
Berdasarkan latarbelakang masalah yang telah disebutkan di atas,
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis antar pemain ganda
bulutangkis dengan prestasi?
2. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan inklusi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
3, Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan kontrol antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
4. Apakah terdapat hubungan antara kecocokan psikologis dalam kebutuhan
akan afeksi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi?
Penelitian yang bersifat eksploratif ini dilakukan terhadap seluruh pemain
ganda bulutangkis dengan jumlah 22 pasang, yang pada saat penelitian terdaftar di
Pelatnas Cipayung Jakarta Timur. Pemain ganda tersebut terdiri dari pemain
ganda putra (8 pasang), putri (8 pasang) dan campuran (6 pasang). Instrumen
penelitian yang digunakan adalah kuesioner Fundamental Interpersonal Relations
Orientation-Behavior atau FIRO-B untuk mengukur kecocokan psikologis antar
pemain ganda bulutangkis, juga data prestasi yang dikeluarkan oleh IBF sejak
November 1997 sampai April 1999.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan korelasi rank Kendall
untuk menghitung korelasi antara kecocokan psikologis antar pemain ganda
bulutangkis dengan prestasi, sedangkan untuk menghitung korelasi antara
kecocokan psikologis dalam kebutuhan akan inklusi, kontrol dan afeksi antar
pemain ganda bulutangkis dengan prestasi digunakan teknik second order partial
correlation dari Kendall.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecocokan psikologis
antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
2. Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara kecocokan psikologis
dalam kebutuhan akan inklusi antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
3. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecocokan psikologis
dalam kebutuhan akan kontrol antar pemain ganda bulutangkis dengan prestasi
4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecocokan psikologis dalam
kebutuhan akan afeksi antar pernain ganda bulutangkis dengan prestasi
Adapun saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan
ditemukannya korelasi antara kecocokan psikologis dengan prestasi, khususnya
dalam kebutuhan akan inklusi dan kontrol, maka dalam penentuan pemain ganda
bulutangkis, faktor kecocokan psikologis antar pemain ganda, khususnya dalam
kebutuhan akan inldusi dan kontrol, Iayak untuk dipertimbangkan oleh pelatih
bersama psikolog olahraga. Sedangkan agama, suku, latar belakang pendidikan
dan tipe permainan yang merupakan data kontrol dalam penelitian ini ternyata
tidak berpengaruh terhadap pencapaian prestasi pemain ganda bulutangkis. Selain itu bagi penelitian selanjutnya, perlu diadakan penelitian serupa dengan
menggunakan pendekatan lain, seperti metode kualitatif sehingga faktor-faktor
psikologis yang berperan dalam pemain ganda bulutangkis lebih tergali."
1999
S2750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>