Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167121 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septian Adi Chandra
"Penelitian ini menyelidiki sambungan las baja struktural FeNiCr setelah diproses ishothermal. Logam dasar mengandung fasa campuran bainit dan martensit. Pengelasan baja ini membutuhkan prosedur yang tepat karena memiliki karbon ekuivalen tinggi, kekerasan dan kekuatan yang tinggi. Pengelasan busur logam terlindung (SMAW) dengan elektroda baja tahan karat austenitik digunakan untuk menghindari retak dingin. Sebelum proses pengelasan sampel diberi tiga variasi temperatur preheat yaitu 150, 100, dan 50 °C, kemudian setelah proses pengelasan sampel diberi tiga variasi temperatur postweld heat treatment (PWHT) yaitu 425, 475, dan 525 °C. Dari hasil uji tarik, kekuatan tarik sambungan las menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan temperatur PWHT. Nilai tertinggi kekuatan tarik sebesar 680 MPa dicapai pada sampel dengan perlakuan temperatur preheat 150 °C dan temperatur PWHT 525 °C. Struktur mikro pada daerah weld metal menunjukkan terbentuknya δ-ferit dengan morfologi vermicular, sedangkan pada Heat Affected Zone (HAZ) dan logam dasar menunjukkan fasa bainit dan martensit temper dengan kepadatan, ukuran, dan bentuk bilah yang bervariasi tergantung pada temperatur preheat dan PWHT, yang kemudian mempengaruhi nilai kekerasannya. Kekerasan tertinggi dari seluruh sampel pada Coarse Grain HAZ berkisar antara 436 ±7,07 HV hingga 493± 2,4 HV dan tidak melebihi 521 HV yang rentan terhadap retak dingin.

This study investigated isothermally treated FeNiCr structural steel welded joints. The base metal exhibited a complex composition with predominant phases of bainite and martensite. Joining this steel can be challenging since it has high carbon equivalent values, high hardness, and strength. Shielded metal arc welding (SMAW) with austenitic stainless-steel electrodes is used to avoid cold cracking. Before the welding process the samples were subjected to three various preheat temperatures: 150, 100, and 50 °C, then after the welding processes the samples were subjected to three various post weld heat treatment temperatures (PWHT): 425, 475, and 525 °C. From the tensile test results, the tensile strength of welded joint shows an increase as the temperatures PWHT increase. The highest value is reached for a joint sample which treated preheat temperatures 150 °C and PWHT at 525 °C, with a tensile strength of 680 MPa. The microstructure in the weld metal area shows a formation of δ-ferrite with vermicular morphology, whereas the Heat Affected Zone (HAZ) and base metal areas show the presence of bainite, and martensite tempered phases with various densities, size, and lath shapes depending on its preheat and PWHT temperatures, which then affect the value of the hardness. The highest hardness in the Coarse Grain HAZ area of all samples ranges from 436 ± 7.07 HV to 493 ± 12.4 HV and does not exceed 521 HV which is susceptible to cold cracking."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Oktadinata
"Proses pembentukan logam dikenal luas di bidang manufaktur. Salah satu produk pembentukan adalah welded eye bolt yang dibentuk pada temperatur tinggi. Beberapa masalah ditemui pada welded eye bolt dimana terjadi kegagalan berupa retak maupun ukuran penampang yang tidak merata sepanjang daerah pembentukan panas.
Pada penelitian ini diuji keuletan temperatur tinggi baja karbon batangan ASTM A36 sebagai bahan dasar welded eye bolt, agar diperoleh hubungan antara temperatur terhadap mampu bentuk material sebagai bahan masukan dalam .proses pembentukan panas berikutnya. Metode penelitian meliputi karakterisasi material melalui analisis kimia dan pengujian tarik pada temperatur ruang dan temperatur tinggi (T600, T700, T800). Kemudian dilakukan pembentukan welded eye bolt berdiameter 16, 20, 24 mm pada T600, T700, T800- Sampel proses pembentukan kemudian diuji kekerasan dan dilakukan pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM.
Hasil pengujian tarik bahan dasar welded eye bolt pada temperatur ruang, Tsoo, T700, Tsoo memperlihatkan bahwa kekuatan tarik dan luluh turun dengan naiknya temperatur. Pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa ukuran butir pada Teoo dan T700 relatif sama, namun pada T800 ukuran butir lebih besar. Pengamatan struktur mikro juga menunjukkan terdapatnya inklusi. Hasil optimal pembentukan menunjukkan bahwa T600 dan T700 lebih baik dibandingkan pada T800,- Sedangkan keuletan T700 lebih baik daripada T600- Jadi pembentukan komponen welded eye bolt pada T700 lebih direkomendasikan.

Metal forming is applied widely in the field of manufacturing. One forming component is the welded eye bolt which is formed at a high temperature. Some problems have been found during forming which include cracks and the cross section not being uniform along the forming area.
This research investigated the high temperature ducility of round bar carbon Steel ASTM A36, which will be formed into welded eye bolts, so that we can establish the relationship between the forming temperature and formability of the material as an input in next hot forming process. The method of this research consist of characterizing the material by Chemical analysis and conducting the tensile test at room temperature and high temperatures (T600, T700, T800)- The forming process was then continued for the welded eye bolt components which have 16, 20, and 24 mm diameter at T600, T700, T800- Samples of the forming process were hardness tested and microstructure was observed by using SEM.
The tensile testing results of the welded eye bolt material at room temperature and T600, T700, T800 showed that the tensile strength and yield strength decreased at higher temperatures. Microstructure analysis showed that the grain size at Tsoo and T700 are similar, but the grain size at Tgoo is bigger. Inclusions were also observed. Optimum result show forming at T600 and T700 are better than T800, and ductility of T700 is better than T800- From these results T700 is recommended for the forming process of welded eye bolt components.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T25872
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Fadhilah Dinandaka
"Program Tol Laut membuat produksi kapal di Indonesia semakin meningkat. Galangan yang memproduksi kapal di Indonesia seringkali menggunakan metode flame straightening untuk meluruskan kembali plat yang bengkok akibat sebaran panas yang tidak merata, maupun karena kurangnya perhatian dalam penaganan plat ataupun blok. Galangan di Indonesia secara umum menggunakan plat baja karbon rendah untuk membangun kapal. Perlakuan flame straightening yang dilakukan di galangan seringkali tidak memiliki standar yang jelas. Karenanya harus diketahui pengaruh yang terjadi pada bagian yang diberikan flame straightening dari perspektif struktur mikro dan sifat mekanik. Mereplikasi kegiatan flame straightening yang terjadi di galangan dengan variabel waktu pemanasan dan temperatur maksimum, penelitian ini memberikan hasil berupa gambaran pengaruh flame straightening tersebut.
Pengujian hasil pemanasan dilakukan dengan observasi visual, uji tarik, uji kekerasan, dan observasi struktur mikro dengan SEM-EDX. Terbukti bahwa perlakuan panas flame straightening memberikan dampak pada plat spesimen. Observasi visual memberi keluaran bahwa terdapat corak warna yang terjadi setelah dilakukan perlakuan panas, corak tersebut terjadi secara acak. Begitu pula dengan uji kekerasan yang memberikan hasil acak namun terbukti terdapat penambahan nilai kekerasan dibanding material yang belum diberi perlakuan panas. Uji tarik memberi hasil bahwa semakin lama pemanasan, maka kekuatan tarik akan semakin baik, sampai dengan variabel waktu yang ditentukan. Pengujian SEM-EDX memberikan hasil yang sesuai dengan teori struktur mikro dan diagram fasa, yang mengatakan dengan variabel yang telah ditentukan seharusnya tidak ada perubahan struktur mikro yang terjadi.

Tol Laut Program is increasing the shipbuilding activities in Indonesia. Shipbuilding shipyards in Indonesia oftenly use flame straightening in order to realign deformed plates due to uneven heat spreading, as well as the lack of concern when handling plates or ship blocks. Indonesian shipyards commonly use low carbon steel for shipbuilding. Flame straightening that is done in shipyards, oftenly have no clear standards. That is why it is important to know the influence happened in the flame straightened part of the plates form the microstructural and mechanical properties perspectives. Replicating the flame straightening done in shipyards with heating time and maximum temperature as variables, this research gives an output of  the depiction of the influence of flame straightening.
The examination of the heating results is done by visual observation, tensile test, hardness tes, and microstructural observation using SEM-EDX. It is proved that flame straightening affects the specimens. Visual observation shows a colored pattern that occurs after the heat treatment, and the pattern occurs randomly. Hardness test also gives a random output but proved the addition of hardness number compared to untreated materials. Tensile test gives the output of the increase of tensile strength correspondently with the length of heating time, with the specified time variable. SEM-EDX gives the corresponding output with the microstructure and phase diagram theory, that with the specified variables, there should not be any change."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulian Akbar Arandana
"Aluminium merupakan logam yang mudah untuk dipadukan dengan logam lain. Salah satu paduan aluminium yang sedang banyak dikembangkan adalah seri 7xxx Al-Zn-Mg karena memiliki densitas yang rendah dan sifat mekanis yang baik. Peningkatan sifat mekanis paduan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan sejumlah unsur paduan seperti Cr yang dapat memperhalus butir. Selain itu, paduan juga dapat dikeraskan melalui proses pengerasan pengendapan dengan tahapan laku pelarutan, pencelupan cepat, dan penuaan.
Untuk memeroleh pengerasan pengendapan yang diinginkan maka tahapan laku pelarutan harus diperhatikan karena akan memengaruhi sejumlah unsur paduan yang dapat larut dan jumlah kekosongan yang terbentuk. Sementara itu, masih sedikit penelitian mengenai pengaruh kombinasi penambahan Cr dan temperatur laku pelarutan pada paduan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Cr terhadap variasi temperatur laku pelarutan pada paduan Al-4.7Zn-1.7Mg-0.37Cr berat.
Paduan dibuat dengan metode squeeze casting. Kemudian dilakukan proses homogenisasi pada temperatur 400 C selama 4 jam. Pada paduan selanjutnya dilakukan proses laku pelarutan pada temperatur 220, 420, dan 490°C yang dilanjutkan dengan pencelupan dalam air. Setelah itu, paduan dilakukan pengerasan penuaan pada temperatur 130°C selama 48 jam. Karakterisasi yang dilakukan berupa pengamatan struktur mikro menggunakan OM Optical Microscope dan SEM-EDS Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive Spectroscopy, pengujian kekerasan HRB dan HB, pengujian XRD X-Ray Diffraction, dan STA Simultaneous Thermal Analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur laku pelarutan menyebabkan semakin banyaknya fasa interdendritik yang dapat larut dalam matriks Al. Hal ini dibuktikan dengan fraksi volume fasa interdendritik setelah laku pelarutan 220, 420, dan 490°C yang menurun menjadi 6.67, 4.55, dan 4.14 dari 6.9 setelah homogenisasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan 0.37 berat Cr tidak berpengaruh terhadap proses pelarutan fasa interdendritik selama laku pelarutan. Sebaliknya, intermetalik Cr seperti Al18Cr2Mg3 dan Cr,Fe Al7 yang terbentuk dapat meningkatkan kekerasan paduan. Kekerasan paduan setelah penuaan pada temperatur 130 C selama 48 jam meningkat menjadi 49.64, 52.54, dan 70.52 HRB pada variasi laku pelarutan 220, 420, 490°C.

Aluminium is a metal that can be easily alloyed with other metals. One of them is the 7xxx Al Zn Mg series which are the most developed series due to their low density and good mechanical properties. Their mechanical properties can also be strengthened by adding some microalloying element such as Cr which can refine the grain of the alloy. Aside from that, heat treatment such as precipitation hardening through solution treatment, quenching, and ageing can also be done to strengthen its properties. Solution treatment temperature may affect the amount of dissolved interdendritic phase and the number of vacancy, thus it has to be considered in case of getting the desired properties after the precipitation hardening.
Meanwhile, there are very few research on the combined effects of addition of Cr and solution treatment temperature on the properties of this alloy. Therefore, this research is aimed to investigate the effect of Cr and variation of solution treatment temperature on the properties of Al 4.7Zn 1.7Mg 0.37Cr wt. alloy.
The alloy was fabricated by squeeze casting process. Then it was homogenized at 400 C for 4 hours. Three samples were then solutionized at 220, 420, and 490 C for 1 hour and followed by rapid quenching in water. Ageing was then conducted at 130 C for 48 hours. Characterization included microstructure observation by using OM Optical Microscope and SEM EDS Scanning Electron Microscope Energy Dispersive Spectroscopy , hardness testing HRB and HB, XRD X Ray Diffraction, and STA Simultaneous Thermal Analysis.
The results showed that the higher solution treatment temperature increased the dissolution of interdendritic phase to the Al matrix. It was shown by the decreasing of interdendritic volume after solution treatment at 220, 420, and 490°C which became 6.67, 4.55, and 4.14 after 6.9 in the homogenized alloy. The results showed that the 0.37 wt. Cr addition had no effect on the dissolution process of the interdendritic phase. However, the formation of Cr intermetallic such as Al18Cr2Mg3 and Cr,Fe Al7 increased the hardness of the alloy. The hardness of the alloy after ageing at 130°C for 48 hours was increased to 49.64, 52.54, and 70.52 HRB in 220, 420, 490°C solutionized alloy respectively.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risly Wijanarko
"Paduan Al 7XXX Al-Zn-Mg merupakan salah satu paduan aluminium yang mampu dilaku panas dan memiliki kekuatan tinggi. Paduan Al 7xxx dapat diperkuat dengan pengerasan pengendapan. Dalam proses pengerasan pengendapan, proses laku pelarutan merupakan tahapan penting dimana fasa kedua larut ke dalam matriks agar dapat bertransformasi menjadi presipitat saat proses penuaan. Selain itu, penambahan Ti dapat memperkuat paduan dengan melakukan penghalusan butir. Penelitian kombinasi laku pelarutan dengan penghalusan butir oleh Ti masih terbatas. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan diamati pengaruh temperatur laku pelarutan terhadap struktur mikro dan sifat mekanis paduan Al-5.1Zn-2Mg dengan penambahan 0.1 berat Ti hasil squeeze casting. Paduan Al-5.1Zn-2Mg-0.1Ti hasil pengecoran dihomogenisasi pada temperatur 400 C selama 4 jam. Setelah itu, laku pelarutan dilakukan dengan variasi temperatur 220, 420, dan 490 C, dilanjutkan dengan pencelupan cepat. Selanjutnya, penuaan dilakukan pada temperatur 130 C selama 48 jam. Karakterisasi meliputi pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik, dan Scanning Electron Microscope SEM Energy Dispersive Spectroscopy EDS, pengujian kekerasan Rockwell, X-Ray Diffraction XRD, dan Simultaneous Thermal Analysis STA. Penambahan 0.1 berat Ti dapat memperbulat struktur butir paduan dan menyebabkan tegangan permukaan antarmuka matriks ?-Al menurun sehingga fasa kedua lebih mudah untuk berdifusi ke dalam matriks saat laku pelarutan. Peningkatan temperatur laku pelarutan dapat meningkatkan jumlah fasa kedua yang larut ke dalam matriks. Hal ini dapat ditunjukkan melalui fraksi volume fasa kedua dari kondisi setelah homogenisasi, yaitu 7.07 menjadi 6.74, 3.50, dan 2.75 untuk temperatur laku pelarutan 220, 420, dan 490 C. Banyaknya fasa kedua yang larut berdampak pada kekerasan yang dihasilkan setelah penuaan. Nilai kekerasan penuaan meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur laku pelarutan, yaitu 41.68, 52.46, dan 70.98 HRB pada temperatur laku pelarutan 220, 420, dan 490 C. Selain itu, nilai kekerasan paduan dengan 0.1 berat Ti lebih tinggi dibanding paduan tanpa Ti setelah penuaan karena jumlah fasa kedua yang larut lebih besar sehingga presipitat yang terbentuk menjadi lebih banyak.

Al 7XXX alloy is one of heat treatable aluminium alloy which has superior strength. It can be strengthened by precipitation hardening. Solution treatment in precipitation hardening sequence has an important role in which second phases will dissolve, and vacancies will be quenched in the matrix to form precipitates in the ageing process. Another strengthening can be done by the addition of Ti as grain refiner. However, there is still lack of study concerned on the combination of solution treatment with grain refining by Ti. Thus, this study is aimed to investigate the effect of solution treatment temperature on microstructure and mechanical properties of Al 5.1Zn 2Mg alloy with 0.1 wt. Ti produced by squeeze casting. As cast alloy was homogenized at 400 C for 4 h. Solution treatment was conducted at 220, 420, and 490 C, followed by rapid quenching. The alloy was subsequently aged at 130 C for 48 h. Characterization was performed by optical microscope, Scanning Electron Microscope SEM ndash Energy Dispersive Spectroscopy EDS, Rockwell hardness testing, X Ray Diffraction XRD, and Simultaneous Thermal Analysis STA. The addition of 0.1 wt. Ti resulted in rounder grains which possess lower surface tension between the Al matrix and second phase interface so that the dissolution of it will be much easier while solution treatment. Increasing solution treatment temperature leads to decreasing volume fraction of the second phases at grain boundaries. It can be known by quantitative analysis from as homogenized condition with volume fraction of 7.07 which decreased to 6.74, 3.50, and 2.75 after solution treatment at 220, 420, and 490 C, respectively. The amount of dissolved second phases will affect the final hardness after ageing process, at which the hardness was increasing with increasing solution treatment temperature. The hardness was 41.68, 52.46, and 70.98 HRB with solution treatment temperature of 220, 420, and 490 C, respectively. Besides, the hardness value of 0.1 wt. Ti added alloy was higher than that of the alloy without Ti addition. It was due to higher second phase dissolution which leads to more precipitates formed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Dwi Haryono
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan austemper pada temperatur 350°C dan austenisasi yang diberikan pada temperatur 960°C terhadap struktur mikro dan sifat mekanis dari thin wall ductile iron (TWDI). TWDI yang digunakan adalah besi tuang nodular jenis FCD 450 dengan ketebalan 1 mm sebanyak 5 pelat. Proses austemper dilakukan dalam dapur fluidized bed. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh pelat TWDI berubah menjadi thin wall austemper ductile iron (TWADI), hal ini ditandai dengan adanya perubahan matriks dari ferrite menjadi ausferrite. Sifat kekuatan tarik dan kekerasan mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan TWDI sebelum dilakukan proses austemper. Pelat TWADI yang diperoleh mempunyai kekuatan tarik antara 441-765 N/mm2, terjadi peningkatan sebesar 121% dari pelat TWDI yang mempunyai kekuatan antara 108-412 N/mm2. Pelat TWADI mempunyai kekerasan dengan rentang antara 364-379 HB, terjadi peningkatan sampai 103% dari pelat TWDI yang mana kekerasannya berkisar antara 171-207 HB.

This research was held to identify the effect of austempering process at 360°C and austenization given at 690°C to microstructure and mechanical properties on thin wall ductile iron (TWDI). The specimens used were 5 plates of FCD 450 with 1 mm thickness. Austempering process were held in fluidized bed. The result that all TWDI transformed to thin wall austempered ductile iron (TWADI), it shown by matrix transformation from ferrite to ausferrite. The tensile strength and hardness were increase significantly than TWDI before austempered. The UTS of TWADI were 441-765 N/mm2, increased untill 121% than TWDI which the UTS obtained were between 108-412 N/mm2. The hardness of TWADI obtained were 364-379 BHN, increasing 103% from the TWDI which were 171-207 BHN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S51641
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Taufik Bahar
"Jenis paduan aluminium yang gencar dikembangkan adalah Al-Zn-Mg (Seri 7xxx) dengan sifat mekanis paling baik di antara paduan aluminium lainnya. Peningkatan sifat mekanis tersebut dapat dilakukan dengan menambahan unsur minor ke dalam paduan, seperti Cr. Selain itu, sifat mekanis paduan aluminium seri 7xxx dapat ditingkatkan dengan melakukan laku pelarutan pada temperatur tertentu diikuti oleh pencelupan cepat dan diakhiri dengan pengerasan penuaan. Sifat mekanis akan ditentukan oleh temperatur laku pelarutan yang digunakan. Penelitian ini mempelajari pengaruh temperatur laku pelarutan pada karakteristik paduan Al-4.58Zn-1.47Mg-1.66Cr (%berat).
Sampel dibuat melalui proses pengecoran dengan metode squeeze casting diikuti homogenisasi pada temperatur 400 oC selama 4 jam untuk menyeragamkan butir. Proses laku pelarutan dengan variasi temperatur 220, 420, dan 490 oC dilakukan selama satu jam dan diikuti oleh pencelupan cepat menggunakan air. Lalu, dilakukan pengerasan penuaan pada temperatur 130 oC selama 48 jam dengan tujuan untuk menghasilkan presipitat. Karakterisasi yang digunakan berupa pengamatan struktur mikro dengan mikroskop optik dan SEM-EDS, pengujian kekerasan (HRB dan HB), pengujian XRD (X-Ray Diffraction), dan DSC (Differential Scanning Calorimetry).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur laku pelarutan, semakin banyak fasa interdendritik yang terlarut ke dalam matriks Al. Hal ini dibuktikan dengan fraksi volume fasa interdendritik pada 220, 420, dan 490 oC setelah pencelupan cepat berturut-turut adalah 5.93, 4.3, dan 3.23%. Setelah pengerasan penuaan, didapatkan nilai kekerasan paduan yang meningkat menjadi 34.42, 72.26, dan 68.12 HRB pada temperatur 220, 420, serta 490 oC. Selain itu, penambahan Cr akan menghasilkan presipitat CrAl7 yang dapat meningkatkan kekerasan paduan melalui pengecilan SDAS dan menjadis tempat tumbuhnya presipitat penahan dislokasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Oktadinata
"Proses pembentukan logam dikenal luas di bidang manufaktur. Salah satu produk pembentukan adalah welded eye bolt yang dibentuk pada temperatur tinggi. Beberapa masalah ditemui pada welded eye bolt dimana terjadi kegagalan berupa retak maupun ukuran penampang yang tidak merata sepanjang daerah pembentukan panas. Pada penelitian ini diuji keuletan temperatur tinggi baja karbon batangan ASTM A36 sebagai bahan dasar welded eye bolt, agar diperoleh hubungan antara temperatur terhadap mampu bentuk material sebagai bahan masukan dalam proses pembentukan panas berikutnya.
Metode penelitian meliputi karakterisasi material melalui analisis kimia dan pengujian tarik pada temperatur ruang dan temperature tinggi (T600, T700, T800). Kemudian dilakukan pembentukan welded eye bolt berdiameter 16, 20, 24 mm pada T600, T700, T800. Sampel proses pembentukan kemudian diuji kekerasan dan dilakukan pengamatan struktur mikro dengan menggunakan SEM.
Hasil pengujian tarik bahan dasar welded eye bolt pada temperatur ruang, T600, T700, T800 memperlihatkan bahwa kekuatan tarik dan luluh turun dengan naiknya temperatur. Pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa ukuran butir pada T600 dan T700 relatif sama, namun pada T800 ukuran butir lebih besar. Pengamatan struktur mikro juga menunjukkan terdapatnya inklusi. Hasil optimal pembentukan menunjukkan bahwa T600 dan T700 lebih baik dibandingkan pada T800.. Sedangkan keuletan T700 lebih baik daripada T600. Jadi pembentukan komponen welded eye bolt pada T700 lebih direkomendasikan.

Metal forming is applied widely in the field of manufacturing. One forming component is the welded eye bolt which is formed at a high temperature. Some problems have been found during forming which include cracks and the cross section not being uniform along the forming area. This research investigated the high temperature ducility of round bar carbon steel ASTM A36, which will be formed into welded eye bolts, so that we can establish the relationship between the forming temperature and formability of the material as an input in next hot forming process.
The method of this research consist of characterizing the material by chemical analysis and conducting the tensile test at room temperature and high temperatures (T600, T700, T800). The forming process was then continued for the welded eye bolt components which have 16, 20, and 24 mm diameter at T600, T700, T800. Samples of the forming process were hardness tested and microstructure was observed by using SEM.
The tensile testing results of the welded eye bolt material at room temperature and T600, T700, T800 showed that the tensile strength and yield strength decreased at higher temperatures. Microstructure analysis showed that the grain size at T600 and T700 are similar, but the grain size at T800 is bigger. Inclusions were also observed. Optimum result show forming at T600 and T700 are better than T800, and ductility of T700 is better than T600. From these results T700 is recommended for the forming process of welded eye bolt components.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T41139
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Tri Nugroho
"[Baja Bake Hardening (BH) merupakan baja baru yang mulai digunakan pada industri otomotif karena material ini menjadi solusi dari proses pembentukan panel mobil yang mudah dan keinginan hasil akhir berupa panel yang kuat. Sifat material BH ini yaitu akan menjadi lebih kuat dengan kenaikan yield strength sebesar 30-40 MPa hanya dengan mendapatkan pre-strain / regangan awal minimal 2% dan pemanasan 170°C selama 20 menit. Dalam proses pembuatan mobil, regangan awal didapat saat proses pembentukan panel mobil atau tekanan saat spot welding dan pemanasan didapat saat oven rangka mobil di proses pengecatan. Pada penelitian ini, perubahan parameter arus dan proses pemanasan di teliti dan didapatkan bahwa kekuatan spot welding akan naik setelah mendaptkan pemanasan dan arus yang optimal pada 11kA karena lebih dari itu akan turun. Serta pada arus 8kA sebelum pemanasan tidak terbentuk nugget (cold weld) namun bisa diperbaiki
kualitas nuggetnya dengan pemanasan. Hal ini tidak terjadi pada material bukan BH. Dan secara kekerasan, mulai Base Metal-HAZ-Nugget juga mengalami kenaikan setelah oven. Secara mikrostruktur, berubah mulai dari dominasi ferrite menjadi ferrite-perlite dan pada nugget terdapat bainit walapun dalam jumlah yang kecil.;Bake Hardening Steel is a new material has been using in automotive industry because this material become solution for easy forming panel car and last product is good strength. Characteristic material will increase yield strength until 30-40MPa only by get pre strain minimum 2% and get baking on temperature 170°C at 20 minutes. In Manufacturing Cars, pre-strain get from forming process panel or
pressure during spot welding process and for baking get during oven process body car on painting process. On this research, variation welding current and baking process had been studied and get result strength of spot welding will increase after get baking process and
parameter optimal in current 11kA and if current more than 11kA, strength will decrease. Also for current parameter 8kA before baking nugget not occurred but can be improve after baking. For hardness, from base metal-HAZ-Nugget also increase after baking. And for microstructure, change from dominant ferrite become ferrite-perlite and on nugget small area had bainit., Bake Hardening Steel is a new material has been using in automotive industry
because this material become solution for easy forming panel car and last product
is good strength. Characteristic material will increase yield strength until 30-40MPa
only by get pre strain minimum 2% and get baking on temperature 170°C at 20
minutes. In Manufacturing Cars, pre-strain get from forming process panel or
pressure during spot welding process and for baking get during oven process body
car on painting process.
On this research, variation welding current and baking process had been studied
dan get result strength of spot welding will increase after get baking process and
parameter optimal in current 11kA and if current more than 11kA, strength will
decrease. Also for current parameter 8kA before baking nugget not occurred but
can be improve after baking. For hardness, from base metal-HAZ-Nugget also
increase after baking. And for microstructure, change from dominant ferrite become
ferrite-perlite and on nugget small area had bainit.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kozin
"In order to reduce the dependency on imported products of railway wheels, efforts have been made to produce it in the country. The manufacture of railway wheels is done through a casting process of raw materials originated from used railway wheels. The results of the casting process requires heat treatment processes to improve the mechanical properties in accordance with the standards. This study has begun with the manufacture of test specimens for chemical composition, tensile strength, hardness and microstructure. It is followed by heat treatment processes namely normalizing, flame hardening and tempering. The normalizing process, at a temperature of 850°C with a holding time of 2 hours followed by cooling in the air, has resulted in tensile strength of 906.1 MPa and hardness of 24 HRC. The flame hardening process at a temperature of 800°C with a holding time of 60 seconds followed by water quenching has resulted in hardness of 57.33 HRC. The tempering process at a temperature of 500°C with a holding time of one hour followed by cooling in the air, has resulted in a final surface hardness of 34 to 37 HRC that complies with the railway standard with effective depth of hardening of 10 mm.

Dalam rangka untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk impor roda kereta api, maka telah dilakukan usaha untuk membuatnya di dalam negeri. Usaha pembuatan roda kereta api dilakukan melalui proses pengecoran dengan bahan baku dari roda kereta api bekas. Hasil dari proses pengecoran tersebut memerlukan proses perlakuan panas untuk mendapatkan sifat mekanik yang sesuai dengan standar. Penelitian ini diawali dengan pembuatan spesimen untuk pengujian komposisi kimia, kekuatan tarik, kekerasan dan struktur mikro. Selanjutnya dilakukan proses perlakuan panas berupa normalizing, flame hardening dan tempering. Proses normalizing dilakukan pada temperatur 850°C, waktu penahanan selama 2 (dua) jam dan didinginkan di udara menghasilkan kekuatan tarik sebesar 906.1 MPa dan kekerasan 24 HRC. Proses flame hardening pada temperatur 800°C, waktu penahanan 60 detik dengan media pendingin air menghasilkan kekerasan permukaan sebesar 58.35 HRC. Proses tempering pada temperatur 500°C, waktu penahanan selama 1 (satu) jam menghasilkan kekerasan antara 34-37 HRC dengan kedalaman pengerasan efektif sebesar 10 mm."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31280
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>