Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Shabira Anjani
"Industi yang memproduksi alat kesehatan wajib menerapkan CPAKB (Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Benar). CPAKB bertujuan untuk menjamin alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sesuai dengan tujuan pembuatannya. Salah satu aspek dasar dalam CPAKB adalah manajemen resiko mutu, contohnya yaitu Failure Mode Effects Analysis (FMEA). FMEA merupakan metode sistematis yang bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya suatu kegagalan dari sebuah sistem, desain, proses atau servis. Setelah potensial kegagalan dari suatu proses telah teridentifikasi, maka dilanjutkan dengan pengendalian resiko. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko hingga mencapai batas yang dapat diterima. Salah satu produk dari PT. Forsta Kalmedic adalah Surgical Suture. Terdapat beberapa tahap dalam proses produksi Surgical Suture, salah satunya adalah proses unwiding menggunakan alat Rack Winder dan Mono Winder. Oleh karena itu, tugas khusus ini bertujuan untuk menganalisis resiko pontesial kegagalan dan rencana pengendalian untuk mesin Rack Winder dan Mono Winder. Proses penyusunan tugas khusus ini diawali dengan penetapan penyebab potensial, modus kegagalan potensial, dan dampak dari kedua mesin tersebut. Kemudian, menentukan tingkat resiko dengan menggunakan risk rating factors. Setelah tingkat kekritisan potensial resiko sudah ditentukan kemudian membuat atau mencari rencana pengendalian. Informasi yang digunakan dalam penyusunan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk mesin rackwinder dan monowinder diperoleh dari SOP, prosedur pelaksanaan dan mewawancarai operator serta staf produksi. Data kemudian diolah dalam bentuk Microsoft Excel.

Industries that produce medical devices are required to implement CPAKB (Correct Method of Manufacturing Medical Devices). CPAKB aims to ensure that the medical devices produced meet the requirements for safety, quality and benefits according to the purpose for which they were made. One of the basic aspects of CPAKB is quality risk management, for example Failure Mode Effects Analysis (FMEA). FMEA is a systematic method that aims to evaluate the possibility of failure of a system, design, process or service. After the potential failure of a process has been identified, it is followed by risk control. The goal is to reduce risk to an acceptable limits. One of the products of PT. Forsta Kalmedic is Surgical Suture. There are several stages in the Surgical Suture production process, one of which is the unwiding process using Rack Winder and Mono Winder machines. Therefore, this paper aims to analyze the potential risk of failure and control plans for Rack Winder and Mono Winder machines. Firstly, it begins with determining the potential causes, potential failure modes, and impacts of the two machines. Then followed by determining the level of risk using risk rating factors. After the criticality level of the potential risk has been determined then it is possible to create a control plan. Information used in preparing the Failure Mode Effect Analysis (FMEA) for rackwinder and monowinder machines was obtained from SOPs, implementation procedures and interviewing operators and production staff. The data is then processed in Microsoft Excel."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Shabira Anjani
"Industi yang memproduksi alat kesehatan wajib menerapkan CPAKB (Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Benar). CPAKB bertujuan untuk menjamin alat kesehatan yang diproduksi memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sesuai dengan tujuan pembuatannya. Salah satu aspek dasar dalam CPAKB adalah manajemen resiko mutu, contohnya yaitu Failure Mode Effects Analysis (FMEA). FMEA merupakan metode sistematis yang bertujuan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya suatu kegagalan dari sebuah sistem, desain, proses atau servis. Setelah potensial kegagalan dari suatu proses telah teridentifikasi, maka dilanjutkan dengan pengendalian resiko. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko hingga mencapai batas yang dapat diterima. Salah satu produk dari PT. Forsta Kalmedic adalah Surgical Suture. Terdapat beberapa tahap dalam proses produksi Surgical Suture, salah satunya adalah proses unwiding menggunakan alat Rack Winder dan Mono Winder. Oleh karena itu, tugas khusus ini bertujuan untuk menganalisis resiko pontesial kegagalan dan rencana pengendalian untuk mesin Rack Winder dan Mono Winder. Proses penyusunan tugas khusus ini diawali dengan penetapan penyebab potensial, modus kegagalan potensial, dan dampak dari kedua mesin tersebut. Kemudian, menentukan tingkat resiko dengan menggunakan risk rating factors. Setelah tingkat kekritisan potensial resiko sudah ditentukan kemudian membuat atau mencari rencana pengendalian. Informasi yang digunakan dalam penyusunan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk mesin rackwinder dan monowinder diperoleh dari SOP, prosedur pelaksanaan dan mewawancarai operator serta staf produksi. Data kemudian diolah dalam bentuk Microsoft Excel.

Industries that produce medical devices are required to implement CPAKB (Correct Method of Manufacturing Medical Devices). CPAKB aims to ensure that the medical devices produced meet the requirements for safety, quality and benefits according to the purpose for which they were made. One of the basic aspects of CPAKB is quality risk management, for example Failure Mode Effects Analysis (FMEA). FMEA is a systematic method that aims to evaluate the possibility of failure of a system, design, process or service. After the potential failure of a process has been identified, it is followed by risk control. The goal is to reduce risk to an acceptable limits. One of the products of PT. Forsta Kalmedic is Surgical Suture. There are several stages in the Surgical Suture production process, one of which is the unwiding process using Rack Winder and Mono Winder machines. Therefore, this paper aims to analyze the potential risk of failure and control plans for Rack Winder and Mono Winder machines. Firstly, it begins with determining the potential causes, potential failure modes, and impacts of the two machines. Then followed by determining the level of risk using risk rating factors. After the criticality level of the potential risk has been determined then it is possible to create a control plan. Information used in preparing the Failure Mode Effect Analysis (FMEA) for rackwinder and monowinder machines was obtained from SOPs, implementation procedures and interviewing operators and production staff. The data is then processed in Microsoft Excel."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Prarika
"ABSTRAK
Praktek Kerja Profesi Apoteker di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, dan Apotek Prima Sehat Periode Juli-November 2019

ABSTRACT
Internship at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Puskesmas Kecamatan Jatinegara, and Apotek Prima Sehat Period July-November 2019
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Reniastuti Parwata
"Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi kegiatan yang bersifat manajerial dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan peralatan yang memadai untuk meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping obat, untuk tujuan keselamatan pasien sehingga kualitas hidup pasien terjamin terjamin.

The hospital is a health care institution which organizes personal health services in the plenary that provides inpatient, outpatient and emergency department. Pharmacy services is a direct service and responsible to the patient associated with a pharmaceutical preparation with a view to achieve results that are sure to improve the quality of life of patients. Hospital Pharmaceutical Services includes managerial and clinical pharmacy services. These activities must be supported by human resources, facilities and equipment are adequate to improve therapeutic outcomes and minimize the risk of drug side effects, for the purposes of patient safety so that the quality of life of patients is assured assured.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Indra Dewi
"Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Pangeran Diponegoro Nomor 71, Jakarta Pusat dari tanggal 2 Agustus hingga 28 September 2018. Kegiatan PKPA bertujuan agar mahasiswa memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit melakukan praktek pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman praktis untuk melakukan praktek kefarmasian di Rumah Sakit. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA yaitu: Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (BMHP) meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan dan penarikan, serta administrasi; dan dalam kegiatan pelayanan farmasi klinik yang meliputi pengkajian dan pelayanan resep, riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visit, pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), dan monitoring efek samping obat (MESO). Selain itu, memahami peran dan tugas di unit produksi dan aseptik dispensing dan Instalasi sterilisasi Pusat. Tugas khusus yang diberikan berjudul pemantauan terapi obat pada pasien anak pneumonia nosokomial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tujuan dari tugas khusus agar mahasiswa mampu memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam praktek pemantauan terapi obat (PTO), mengetahui kerasionalan terapi pada pasien pneumonia nosokomial selama perawatan, dan menganalisis masalah terkait obat yang terjadi pada pasien selama dirawat di ruang rawat inap Gedung A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Pharmacist internship working program at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo on Pangeran Diponegoro Street Number 71, Central Jakarta from August 2 to September 28 2018. The purpose of internship working program aims to understand the duties and responsibilities of pharmacist in hospitals to practice pharmacy services in accordance with applicable regulations, and improve knowledge, skills, and practical experience to practice pharmacy at the Hospital. Activities carried out during pharmacist internship are Management of pharmaceutical preparations, medical devices and consumable medical materials covering the selection, planning of needs, procurement, receipt, storage, distribution, control, extermination, and administration; and in clinical pharmacy service activities which include assessment and prescription services, medical history taking, drug reconciliation, drug information services, counseling, visite, therapeutic drug monitoring, evaluation of drug use, and monitoring of drug side effects. In addition, understanding the roles and tasks in the production and aseptic dispensing units and the Central Sterilization Installation. Special assignment given was entitled monitoring drug therapy in pediatric nosocomial pneumonia patients at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo. The purpose of this special assignment is that students are able to understand the duties and responsibilities of pharmacists in the practice of therapeutic drug monitoring, know the therapeutic rationality of nosocomial pneumonia patients during treatment, and analyze drug-related problems that occur in patients while being treated in the inpatient building Building A RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annissatul Fitria
"Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan yang dikembangkan di Indonesia, dimana peserta akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang komperhensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medisnya. Dalam rangka mendukung pelaksanaan program tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan aksesibilitas obat dengan menyusun Formularium Nasional (Fornas). Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2013, Fornas telah mengalami 4 kali revisi dan 7 kali perubahan (Adendum), baik dari segi jumlah item obat ataupun sediaan/kekuatannya. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan yang menerapkan penggunaan Fornas pada pasien JKN juga perlu melakukan pembaruan data obat Fornas terhadap data obat Fornas terbaru. Laporan ini disusun bertujuan untuk memperbarui data terkait obat Fornas pada sistem EHR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo terhadap Fornas edisi 2021 beserta adendumnya berdasarkan hasil tarikan dari sistem EHR pada 18 lokasi yang telah ditentukan, serta melakukan evaluasi terhadap penggunaan obat Fornas Periode Juli – Desember 2022 berdasarkan data obat Fornas yang telah diperbarui. Hasil dari pembaruan obat Fornas pada sistem EHR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diperoleh sebanyak 77 item obat kategori non Fornas yang sudah termasuk kedalam obat kategori Fornas dengan persentase pembaruan sebesar 4% dari total obat yang digunakan selama periode Juli – Desember 2022. Dengan adanya pembaruan terhadap obat Fornas ini diperoleh capaian rata-rata pelayanan resep obat Fornas pada periode Juli – Desember 2022 meningkat dari 96,07% menjadi 96,35%.

The National Health Insurance Program (JKN) is a health protection insurance developed in Indonesia, where participants will receive comprehensive health services (promotive, preventive, curative and rehabilitative) according to their medical indications. In order to support the implementation of the program, the Ministry of Health seeks to ensure the availability, affordability and accessibility of drugs by compiling the National Formulary (Fornas). Since it was first published in 2013, Fornas has undergone 4 revisions and 7 amendments (addendum), both in terms of the number of drug items or their dosage/strength. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo as an advanced level referral health facility that applies Fornas to JKN patients also needs to update Fornas drug data against the latest Fornas drug data. This report was prepared with the aim of updating data related to Fornas drugs in the EHR system of RSUPN Cipto Mangunkusumo on the 2021 edition of Fornas and its addendum based on the results of withdrawals from the EHR system at 18 predetermined locations, as well as evaluating the use of Fornas drugs for the period July - December 2022 based on updated Fornas drug data. The results of the Fornas drug update on the EHR system of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo obtained 77 items of non-Fornas category drugs which were included in the Fornas category of drugs with a renewal percentage of 4% of the total drugs used during the period July - December 2022. With the renewal of Fornas drugs, the average achievement of Fornas drug prescription services in the July – December 2022 period increased from 96.07% to 96.35%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fatharani
"Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Periode Bulan Agustus-September Tahun 2019 bertujuan untuk memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi di rumah sakit, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku. Praktik kerja di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo berlangsung selama delapan minggu dengan melakukan tugas khusus, yaitu melakukan  Survei Kepuasan Pelanggan Eksternal Terhadap Pelayanan Satelit Farmasi Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2019. Tugas khusus ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan eksternal terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh pelayanan satelit farmasi rawat jalan.

 

Praktik Kerja Profesi di Apotek Atrika Periode Bulan Oktober Tahun 2019 bertujuan untuk memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku. Praktik kerja di Apotek Atrika berlangsung selama empat minggu dengan melakukan tugas khusus, yaitu pembuatan Rancangan Klinik Pratama Kerjasama Bpjs Yang Melayani Program Rujuk Balik Di Bukittinggi Sumatera Barat yang bertujuan untuk memahami dan membuat rancangan klinik pratama yang bekerjasama dengan BPJS dan menangani program rujuk balik, yang dapat melayani 10.000 pasien dengan waktu pelayanan 24 jam.

 

Praktik Kerja Profesi di Puskesmas Kecamatan Tambora Periode Bulan November Tahun 2019 bertujuan untuk memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi di puskesmas, serta melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku. Praktik kerja di Puskesmas Kecamatan Tambora berlangsung selama dua minggu dengan melakukan tugas khusus, yaitu melakukan kegiatan dan laporan Peranan Apoteker Dalam Melakukan Pharmaceutical Care pada Pasien Penyakit Tidak Menular (PTM) Di Puskesmas Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Tugas khusus ini dilakukan dalam rangka untuk melaksanakan asuhan kefarmasian yang sesuai dengan standar pelayanan farmasi klinik dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

 


Pharmacist internship at Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo on August-September Period 2019 aims to understand the pharmacists duties and responsibility on pharmacy management and to conduct pharmaceutical care practice according to the applicable law of pharmacist, regulation, and ethics especially in hospital. The eight weeks period internship in Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo was done with a final assignment about Survey of External Customer Satisfaction of Outpatient Pharmacy Satellite Services at Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo in 2019. This assigment was done to obtain the data of external customer satisfaction level with the quality of services provided by outpatient pharmaceutical satellite services.

 

Pharmacist internship at Apotek Atrika in October period 2019 aims to understand the duties and responsibility of pharmacist in pharmacy management and to conduct pharmaceutical care practice according to the applicable law of pharmacist, regulation, and ethics. Internship in Apotek Atrika was held for four weeks with a final assigment about making a collaborative Primary Clinic Design with BPJS Patient Referral Program in Bukittinggi West Sumatra which aims to understand about the collaboration between primary clinic and BPJS health insurance to handle a patient referral program, which could serve 10,000 patients within 24 hour service time.

 

Pharmacist internship at Puskesmas Kecamatan Tambora in November period 2019 aims to understand the duties and responsibility of pharmacist on pharmacy management and to conduct pharmaceutical care practice according to the applicable law of pharmacist, regulation, and ethics especially in puskesmas. Internship in Puskesmas Kecamatan Tambora was held for two weeks with a final assigment about activities and reports on the Role of Pharmacists in Conducting Pharmaceutical Care for Patients with Non-Contagious Diseases at the Puskesmas Kecamatan Tambora. This assignment was done to carries out pharmaceutical care in accordance with clinical pharmacy service standards in the Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 about Pharmaceutical Service Standards in Puskesmas."

Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Johan
"ABSTRAK
Latar belakang: Nyeri pasca bedah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perubahan klinis dan fisiologis yang terkait dengan peningkatan mortalitas, morbiditas dan biaya rawat serta menurunnya kualitas hidup pasien. Sebaliknya, penggunaan analgetik yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat. Studi prospektif ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan analgetik (jenis, dosis, frekuensi dan cara pemberian analgetik) dan menilai keadekuatan tatalaksana nyeri, tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri, efek samping dan interaksi obat analgetik pada pasien pasca bedah sesar emergency.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional prospektif pada pasien pasca bedah sesar emergency yang dirawat di ruang perawatan Departemen Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) dalam periode Juli 2015 - Januari 2016. Keadekuatan tatalaksana nyeri dinilai berdasarkan pain management index (PMI). Tingkat kepuasan pasien terhadap tatalaksana nyeri dinilai menggunakan American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Hubungan keadekuatan tatalaksana nyeri dengan tingkat kepuasan pasien dievaluasi dengan uji Fisher's exact. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 20.
Hasil penelitian: Dari 92 pasien bedah sesar emergency yang dirawat di ruang inap RSUPN-CM, 80 pasien memenuhi kriteria inklusi dan menjadi subjek penelitian. Terdapat 19 pasien (8.7%) yang selama perawatan diberikan 2 jenis AINS secara bersamaan dan 28 analgetik (41.8%) yang pada hari pertama perawatan frekuensi pemberiannya kurang. Sebagian besar pasien masih merasakan nyeri dengan numeric rating scale (NRS)>3 dalam 24 jam pasca bedah:59 pasien (73.75%) merasakannya saat aktivitas dan 7 pasien (8.75%) saat istirahat. Median tingkat kepuasan pasien terhadap penatalaksanaan nyeri selama di ruang perawatan berdasarkan skor APSPOQ adalah 7.50 (range 0-10). Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepuasan pasien dengan kontrol intensitas nyeri, baik saat beraktivitas (Fisher's exact test, p=0.537) maupun saat istirahat (Fisher's exact test, p=0.1616). Pada penelitian ini terdapat 2 potensi terjadinya interaksi obat yaitu ketoprofen dan natrium diklonefak dengan bisoprolol.
Kesimpulan:Penatalaksanaan nyeri pasca bedah sesar emergency di RSUPN-CM masih optimal; sebagian besar (73.75% pasien) belum mendapatkan penatalaksanaan nyeri yang adekuat pada 24 jam pasca bedah, meskipun demikian, tingkat kepuasan pasien mencapai skor APSPOQ 7,50.

ABSTRACT
Backgroud
Uncontrolled post-operative pain can cause clinical and physiological changes leading to increased mortality and morbidity and treatment cost and decreased quality of life. On the other hand, excessive analgetic use can increase the side effects of the drug. The objective of this study was to understand the using pattern of analgetic (type, doses, interval and analgetic used) and to evaluate the pain management of post-operative caesarean section emergency patients (pain intensity, the level of patients satisfaction to pain management, analgetic drug side effects, the appropriateness of pain management).
Methods
This was a prospective observational study conducted on patients after an emergency caesarean section and treated at The Department of Obstetry and Gynecology, National Center Hospital Cipto Mangunkusumo (RSUPN-CM) during July 2015 - January 2016. The adequacy of pain management were assessed with pain management index (PMI). Level of patient satisfaction to pain management were esesssed with American Pain Society Patient Outcome Questionnaire (APSPOQ). Relationship between level of patient satisfaction and pain intensity were assessed with Fisher's exact test. Statistical analysis was performed by SPSS version 20.
Results
Out of 92 patients which have undergone emergency caesarean section and treated in RSUPN-CM, 80 patients fulfilled inclusion criteria. There were 19 patients (8.7%) that received 2 type of NSAIDs simultaneously with the total of 28 analgetics (41.8%) were given with interval of administration less than advised by the references during the first 24 hour of the treatment. Most of patients still experienced the pain during treatment with numeric rating scale (NRS) > 3 in first 24 hour post-operative: 59 patients (73.75%) had pain during movement and 8.75% (7 patients) during rest. The study median value of patient satisfaction with pain management was 7.50 (range 0-10). There is no relationship between level of patient satisfaction and pain intensity during movement (p=0.537) and during rest (p=0.161). There were 2 potential drug interaction, namely ketoprofen and sodium diclofenac with bisoprolol.
Conclusion
About 73.75% patients still experience post-operative pain which indicate that pain management of post-operative emergency caesarean section emergency in CM hospital was not yet adequate, However, level of patient's satisfaction with pain management reach the value of 7,5.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febrini Agasani
"Latar belakang: Hemofilia merupakan salah satu penyakit kronik yang dapat memengaruhi kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup merupakan indikator keberhasilan terapi, dasar pengembangan strategi pengobatan dan penilaian pelayanan kesehatan. Belum ada data mengenai kualitas hidup anak dengan hemofilia di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo RSCM.
Tujuan: Mengetahui prevalens, gangguan kualitas hidup, kesesuaian kualitas hidup berdasarkan laporan anak dan laporan orangtua serta pengaruh faktor sosiodemografis dan faktor medis terhadap kualitas hidup anak hemofilia di RSCM.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien hemofilia usia 5-18 tahun di Poliklinik Hematologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM selama bulan September-Desember 2016. Pengisian kuesioner PedsQLTM 4.0 modul generik dilakukan dengan metode wawancara. Faktor-faktor risiko yang dianggap berpengaruh dianalisis secara multivariat.
Hasil: Gangguan kualitas hidup 52,9 rerata 64,37 11,75 menurut laporan anak dan 60,8 rerata 64,37 13,87 menurut laporan orangtua dari total 102 anak hemofilia. Dimensi yang paling terganggu adalah dimensi fisik menurut kelompok 5-7 tahun, sedangkan menurut kelompok 8-18 tahun adalah dimensi fisik dan sekolah. Terdapat ketidaksesuaian antara laporan kualitas hidup anak dan orangtua pada kelompok usia 5-7 tahun. Kekakuan sendi merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kualitas hidup menurut laporan anak p=0,005, RP 4,335, IK 95 1,550-12,126 dan orangtua p=0,04, RP 2,902, IK 95 1,052-8,007.
Simpulan: Terdapat 52,9 laporan anak dan 60,8 laporan orangtua anak hemofilia yang kualitas hidupnya terganggu. Kekakuan sendi merupakan faktor yang paling memengaruhi kualitas hidup anak dengan hemofilia. Untuk menilai kualitas hidup anak usia 5-7 tahun diperlukan laporan anak dan orangtuanya, sedangkan untuk anak usia 8-18 tahun cukup laporan anak atau orangtua saja.

Background Hemophilia is a chronic disease that can affect quality of life QoL . Assessment of QoL is an indicator of therapeutic success, base for development of the treatment strategy, and assessment of health services. There are no data for QoL of children with hemophilia in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital CMH.
Aim To evaluate the prevalence, QoL, congruence of QoL based on self report and parents proxy report as well as the influence of sociodemographic and medical factors on the QoL of children with hemophilia in CMH. Method A cross sectional study was conducted in patients with hemophilia aged 5 18 years old who visited the outpatient clinic of Pediatric Hematology Division of CMH from September to December 2016. Data questionnaire PedsQLTM 4.0 generic scale were collected by interviewing children and their parents. Risk factors were analyzed with multivariate analysis.
Result From a total of 102 children with hemophilia, there were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with impairment of QoL with mean score 64.37 11.75 and 64.37 13.87, respectively. The most impaired dimension were the physical dimension for age group 5 7 years whereas for age group 8 18 years, there was impairment on the physical and school dimensions. There is a discrepancy report the QoL of children and parents in the age group 5 7 years. Joint stiffness is a risk factor for impaired QoL according to the self report p 0.005, PR 4.335, 95 CI 1.550 to 12.126 and parent proxy report p 0.04, PR 2.902, 95 CI 1.052 to 8.007.
Conclusion There were 52.9 self report and 60.8 parent proxy report of children with hemophilia who had impaired QoL. Joint stiffness is a factor that mostly affect the QoL of children with hemophilia. Assessment of QoL for children aged 5 7 years required reports from both children and parents, while for aged 8 18 years required either child report or the parents report alone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fyrnaz Kautharifa
"Latar Belakang. Miopati inflamasi idiopatik (MII) merupakan jenis miopati acquired dengan pola kelemahan ekstremitas predominan proksimal dengan prevalensi secara global yaitu 2.4-33.8 per 100.000 per tahun. Di Indonesia, data mengenai prevalensi MII belum diketahui secara pasti namun terdapat studi mengenai profil MII di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) yaitu probable MII sebanyak 33% dan Definite MII sebanyak 67%. Keterlibatan organ ekstraskeletal dan berbagai macam faktor lain dapat berdampak pada aspek fisik, mental dan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien MII. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien MII dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan pada Januari hingga Mei 2024 di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Faktor demografis, fenotipe klinis, subtipe, pemeriksaan penunjang kegansan dan pelaku rawat dinilai hubungannya dengan kualitas hidup pasien MII. Penilaian kualitas hidup\dinilai dengan ShortForm Health Survey-36 (SF-36) versi Indonesia yang mengukur delapan domain kualitas hidup: fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosional, dan kesehatan mental. Hasil. Total subjek pada penelitian ini adalah 58 orang dan didominasi oleh prempuan sebanyak 69% dengan rerata usia adalah 39.09 ± 13.08 tahun. Rerata skor total SF-36 yaitu 51.07 ± 21.67, domain PCS didapatkan rerata 42.13 ± 21.68 dan domain MCS dengan median 56.00 (2-100). Faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan kualitas hidup pasien MII baik pada skor total meliputi nyeri, fatigue, keterbatasan fisik, kemampuan berpindah tempat, keterlibatan sendi, ansietas, depresi dan pelaku rawat sementara pada subtipe MII berupa PM memiliki skor kualitas hidup terendah bila dibandingkan dengan subtipe lainnya. Kesimpulan. Berdasarkan skor SF-36 maka kualitas hidup pasien MII lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi normal. Beberapa faktor telah diketahui memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien. Tatalaksana secara komprehensif dan holistik melibatkan multidisiplin sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien MII

Background. Idiopathic inflammatory myopathy (MII) is a type of acquired myopathy with proximal predominant limb weakness and a global prevalence of 2.4-33.8 per 100,000 per year. In Indonesia, data on the prevalence of MII is not yet known with certainty, however, a recent study on the profile of MII at Cipto Mangunkusomo Hospital (RSCM) identified 33% of patients with probable MII and 67% of patients with definite MII.. Extraskeletal organ involvement and various other factors can have an impact on physical, mental and social aspects that can affect the quality of life of MII patients. This study aims to determine the quality of life of MII patients and the factors that influence it. Methods. This study used a cross-sectional design conducted from January to May 2024 at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Demographic factors, clinical phenotypes, subtypes, supporting examinations and caregivers were assessed for their association with the quality of life of MII patients. Quality of life assessment was performed according to the recommendations of the International Myositis Assessment and Clinical Studies Group (IMACS), namely the Short-Form Health Survey-36 (SF-36) questionnaire which measures eight quality of life domains: physical function, physical role, body pain, general health, vitality, social function, emotional role, and mental health. Results. The total subjects in this study were 58 people and were dominated by women as much as 69% with an average age of 39.09 ± 13.08 years. Cutaneous manifestaons was the most common organ involvement 72.4% The mean total score of SF- 36 is 51.07 ± 21.67, the PCS domain obtained a mean of 42.13 ± 21.68 and the MCS domain with a median of 56.00 (2-100). Factors associated with the quality of life of MII patients in the total score include pain, fatigue, physical limitations, ability to move, joint involvement, anxiety, depression and perpetrators of care while the MII PM subtype has the lowest quality of life score when compared to other subtypes. Conclusion. Based on SF-36 scores, the quality of life of MII patients is lower in comparisonto the normal population. Several factors have been known to have a significant relationship with the quality of life of patients. Comprehensive and holistic management involving multidisciplinary can improve the quality of life of MII patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>