Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35397 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Blasius Suprapta
"Towards the end of the twelfth century (1104 Ś = AD 1182) until the middle of the fourteenth (1281 Ś = AD 1359), a Hindu-Buddhist civilization, consisting of the Akuwu of Tumapĕl - the kingdom of Siŋhasari – and the kingdom of Majapahit, developed a well-organized social and cultural life in the Malang Highlands Region of Java. This included the management of natural resources, flora and fauna. Although their variety has been well documented in Old Javanese literature and inscriptions, so far there has not been an in-depth study identifying the diversity of flora and fauna of the region during the late Hindu-Buddhist era. This is a study of diverse flora and fauna and how people managed these resources based on reading the source of Old Javanese literature. It begins with library research, followed by diplomatic analysis of various types of flora and fauna in Old Javanese inscriptions, zoological analysis, ethno-zoology, and geographical spatial analysis. The results of the study include the use of various types of flora and fauna in sima ceremonies and everyday agricultural activities. One type of flora, alang-alang (Imperata) which thrives on Gunung Lĕjar, was controlled by the state as it was a fire-risk. Alang-alang was an important thatching material. The trade in endemic plants, herbs, and spices, was protected and regulated by the state. It is also known that the profits from tropical forest management in Bantaran were used for the maintenance of sacred buildings: prāsāda in Hĕmad."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
909 UI-WACANA 22:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Noviana
"Perlindungan dalam Undang-Undang Cagar Budaya merupakan salah satu pilar dari paradigma pelestarian cagar budaya selain pengembangan dan pemanfaatan. Salah satu upaya perlindungan adalah zonasi. Zonasi kawasan Kota Lama Tambang Sawahlunto masih belum diterapkan karena kajian yang dibuat sebelumnya masih belum sesuai dengan fungsi zonasi seharusnya sehingga perlu dilakukan pembagian dan penerapan ulang. Hal itu disebabkan oleh pengletakan atau pembagian sistem zonasi yang perlu dilakukan perbaikan lagi, sehingga penerapan ataupun penetapannya baru dapat dilakukan. Sehingga penerapan zonasi belum bisa dilakukan sampai saat ini. Padahal zonasi sangat penting dalam perlindungan cagar budaya, apalagi dilihat bahwa Sawahlunto telah ditetapkan sebagai warisan dunia (World Heritage).
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui rencana penerapan fungsi zonasi di Kawasan Sawahlunto, Sumatera Barat. Dengan demikian masyarakat memperoleh gambaran mengenai pelestarian situs warisan budaya ini di antara situs-situs yang ada di Sumatera Barat. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembagian zonasi yang tepat untuk diterapkan pada kawasan Sawahlunto sebagai kawasan living city yang terdiri dari zona inti dan zona penyangga. Untuk memberikan perlindungan optimal bagi zona inti, maka area zona penyangga secara keseluruhan mengelilingi zona inti, sehingga dapat tetap menjaga nilai penting yang terdapat pada zona inti Kawasan Sawahlunto.

Protection in the Cultural Conservation Law is one of the pillars of the cultural heritage preservation paradigm in addition to development and utilization. One of the protection efforts is zoning. The zoning of the Sawahlunto Old Mine City area has not yet been implemented because the studies previously made are still not in accordance with the zoning function it should have so that it needs to be divided and re-applied. This is caused by the laying or division of the zoning system that needs to be repaired again, so that its implementation or determination can only be carried out. So that the application of zoning can not be done until now. Whereas zoning is very important in protecting cultural heritage, especially considering that Sawahlunto has been designated as a world heritage (World Heritage).
The purpose of this study was to determine the plan for implementing the zoning function in the Sawahlunto Region, West Sumatra. Thus, the public gets an idea about the preservation of this cultural heritage site among the sites in West Sumatra. While the method used in this study is a qualitative research method.
The results of this study indicate that the zoning division is appropriate to be applied to the Sawahlunto area as a living city area consisting of a core zone and a buffer zone. To provide optimal protection for the core zone, the buffer zone area as a whole surrounds the core zone, so as to maintain the important values contained in the core zone of the Sawahlunto Area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Amril
"Tesis ini membahas tentang pengelolaan terhadap Perkampungan Adat Nagari Sijunjung yang merupakan kawasan cagar budaya yang bersifat monumen hidup. Penelitian yang dilakukan terhadap Perkampungan Adat Nagari Sijunjung bersifat kualitatif dengan melakukan wawancara dalam proses pengumpulan data. Perkampungan Adat Nagari Sijunjung merupakan monumen hidup yang di dalamnya merupakan kombinasi antara warisan budaya tak benda dengan warisan budaya bendawi, sifatnya yang merupakan monumen hidup memerlukan pengelolaan yang tepat agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan di Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, disaat yang bersamaan kepentingan pelestarian cagar budaya juga dapat dilaksanakan mengingat Perkampungan Adat Nagari Sijunjung juga memiliki bangunan cagar budaya berupa rumah gadang yang sudah semakin sedikit keberadaannya. Berkaitan dengan pengelolaan Perkampungan Adat Nagari Sijunjung berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa pengelolaan yang tepat dan menguntungkan bagi semua pihak adalah pengelolaan kolaboratif yang melibatkan unsur masyarakat dan pemerintah di dalam satu badan pengelola.

This thesis discusses the management of Perkampungan Adat Nagari Sijunjung which is a cultural heritage area that is a living monument. The research conducted on Perkampungan Adat Nagari Sijunjung is qualitative by conducting interviews in the data collection process. Perkampungan Adat Nagari Sijunjung is a living monument in which a combination of non-cultural heritage with cultural heritage, its nature which is a living monument requires proper management in order to provide benefits for the cultural supporters of the Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, while at the same time conservation interests Cultural heritage can also be implemented, considering that the Perkampungan Adat Nagari Sijunjung also has a cultural heritage building in the form of a rumah gadang (big house) that has fewer existence. In relation to the management of Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, based on the research, it is found that proper and profitable management for all parties is a collaborative management involving community and government elements within a single governing body.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2017
T48451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliala, Bryna Rizkinta Sembiring
"Sebagai kota yang lahir akibat perkembangan kapitalisme Eropa akhir abad ke-19, Medan menciptakan masyarakat baru yang sedang membentuk identitas keeropaan. Salah satunya dengan mendirikan kunstkring (lingkar seni) di Medan, sebuah jaringan perkumpulan seni yang tersebar di kota-kota besar Kolonial. Pada 1912 di Medan, berdiri perkumpulan dengan nama Delische Kunstkring (Lingkar Seni Deli) setelah sebelumnya terdapat Nederlandsch Indische Kunstkring di Batavia, Bandoengsche Kunstkring di Bandung, dan Semarangsche Kunstkring di Semarang. Penelitian ini bertujuan menjelaskan eksistensi Delische Kunstkring dalam ruang sosial dan kehidupan budaya di Medan masa kolonial. Penulisan ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi dengan pendekatan selera dan konsumsi budaya Pierre Bourdieu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Delische Kunstkring hadir untuk memenuhi kebutuhan akan kesenian dan melegitimasi perbedaan kelas sosial kaum terdidik yang mayoritas masyarakat Eropa di Medan.

As a city born due to the development of European capitalism at the end of the 19th century, Medan created a new society that was forming a European identity. One of which was the presence of kunstkring (art circle) in Medan, a network of art associations spread across colonial cities. In 1912 in Medan, an association was established under the name Delische Kunstkring (Deli Art Circle) after there were already Nederlandsch Indische Kunstkring in Batavia, Bandoengsche Kunstkring in Bandung, and Semarangsche Kunstkring in Semarang. This study aims to explain the existence of Delische Kunstkring in Medan's social space and cultural life in colonial period. This study uses a historical method consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography with Pierre Bourdieu's taste and cultural consumption as an approach. This study shows that Delische Kunstkring existed to fulfill the need for art for educated people who were predominantly European, legitimize their difference in social class."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Rachmawati Winardono
"Globalisasi mendorong perusahaan multinasional untuk berkompetisi dan ekspansi secara internasional. Akan tetapi, anak perusahaan luar negeri sering kali menghadapi kurangnya ketersediaan manajer lokal yang memenuhi kualifikasi dan oleh karena itu perusahaan- perusahaan multinasional harus menunjuk para pegawai mereka untuk penugasan internasional di luar negeri. Ekspatriasi, meskipun demikian, dapat menyebabkan masalah- masalah lainnya terkait dengan perbedaan kultur antara negara asal dan negara tujuan, sebagaimana latar belakang kultur yang berbeda dapat menghasilkan perbedaan gaya kepemimpinan ekspatriat yang dimana tidak selalu dapat diaplikasikan di kultur negara lain.
Sehubungan dengan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan antara tipe tertentu dari gaya kepemimpinan ekspatriat, yang mana dipengaruhi oleh kultur negara asal, terhadap tingkat kesuksesan penugasan internasional mereka di negara tujuan seraya mempertimbangkan perbedaan kultur diantara kedua negara.
Penilitan ini berfokus kepada latar belakang kultur di Korea Selatan sebagai negara asal dan Indonesia sebagai negara tujuan. Aspek kultur kedua negara juga dipersempit menjadi dua dimensi kultur dari Hofstede, yaitu Uncertainty Avoidance dan Long-Term Orientation. Selain itu, gaya kepemimpinan di penelitian ini terperinci kepada Autocratic Leadership dan Democratic Leadership.
Tinjauan literatur dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk melihat hubungan antara variabel-variabel tersebut dan wawancara terhadap sejumlah ekspatriat asal Korea Selatan akan dilakukan untuk mengklarifikasi informasi yang terkumpul.

Globalization pushed multinational enterprises to compete and expand internationally. However, foreign subsidiaries often face the lack of availability of local qualified managers and thus MNEs have to appoint employees for international assignments abroad. Expatriation, however, may lead to other issues related to cultural differences between home and host country, as different cultural backgrounds may result in a different leadership style adopted by the expatriates that is not always applicable in other culture.
In regard to that issue, the aim of this study is to investigate the relationship between a certain type of leadership style of expatriates, which is affected by the culture of the home country, to the success rate of their international assignments in a host country while also considering the cultural differences between the two countries.
The study focused on the cultural backgrounds in South Korea as the home country and Indonesia as the host country. The cultural aspect of the countries is also narrowed down to two cultural dimensions from Hofstede, which are Uncertainty Avoidance and Long Term Orientation. Moreover, the leadership style in this study is specified between Autocratic Leadership and Democratic Leadership.
The literature review is done to gather the information needed to see the relationship between these variables and interviews of a number of South Korean expatriates will also be conducted to clarify the information gathered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristram, Henry Baker.
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2013
580.956 94 TRI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku M. Yusuf Syah Putra
"Tanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga warisan budaya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat Kota Depok karena perkembangannya sangat cepat menuju kota modern. Kolaborasi bersama komunitas Kaoem Depok sebagai living heritage bersama seluruh stakeholder merupakan keniscayaan untuk menjadikan wilayah Depok Lama sebagai destinasi wisata sejarah Depok Lama dan menjadi ikon serta ruang publik baru bagi masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif studi kasus pada lokus cagar budaya Depok Lama fokus secara yuridis empiris. Penelitian ini menghadirkan kebaruan terhadap urgensi kebijakan yang sinkron serta komprehensif serta adaptif dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat pada obyek bangunan cagar budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat. Memaknai identitas perlu formulasi hibrid yang multikultur, bukan milik suatu entitas/etnis tertentu. Secara geobudaya, Depok Lama menunjukkan kekhasan pola berdasarkan alam budaya terkait residu budaya kolonialisme Belanda. Bahkan, menjaga warisan budaya itu akan meningkatan kohesi sosial mengingat kota tanpa bangunan tua seumpama dengan manusia tanpa ingatan.

The responsibility to maintain and protect cultural heritage is a challenge for the government and the people of Depok City because of its very fast development towards a modern city. Collaboration with the Kaoem Depok community as Living Heritage with all stakeholders is a necessity to make the Old Depok area a historical tourist destination for the Old Depok and become an icon and a new public space for the community. This study uses a qualitative case study approach at the Depok Lama cultural heritage locus, with a juridical and empirical focus. This research brings novelty to the urgency of policies that are synchronous as well as comprehensive and adaptive to the pace of community economic growth on cultural heritage objects that involve community participation. Making sense of identity requires a hybrid formulation that is multicultural, not belonging to a particular entity/ethnicity. According to geoculture, Old Depok shows a distinctive pattern based on cultural nature related to the cultural residues of Dutch colonialism. In addition, preserving this cultural heritage will increase social cohesion considering that a city without old buildings is like a human without memory."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lee, Tae-ho
Korea Seoul: Yosong Sinmoonsa, 2000
KOR 392.6 LEE h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rudd, Steele
St. Lucia: University of Queensland Press, 1984
823 RUD o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1992
581 Kha
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>