Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148305 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maurit Putera Pradita
"Skripsi ini mengelaborasi hubungan antara dua elemen dalam sistem demokrasi yaitu Alternative fuer Deutschland Party sebagai sebuah partai politik sayap kanan dengan Patriotische-Europaer Gegen Die Islamisierung Des Abendlandes (Pegida) sebagai sebuah gerakan sosial sayap kanan di Jerman. Dalam menganalisis hubungan antara kedua elemen demokrasi tersebut, penulis menggunakan teori Gerakan Sosial oleh Sidney Tarrow pada indikator pembingkaian (framing), ditambah dengan tesis interkoneksi gerakan sosial sayap kanan dengan partai politik oleh Neil Davidson pada tiga preposisi yang ada antara lain suportif (1), kompatibel (2), dan destabilisasi (3). Lebih lanjut, skripsi ini juga menganalisis sifat Pegida sebagai suatu gerakan sosial sayap kanan melalui preposisi ide dan gagasan (1), isu (2), serta pembingkaian atau framing (3). Analisa penulis berujung pada temuan bahwa keduanya berelasi secara semi-formal sebab meskipun gerakan Pegida bukan merupakan sayap partai (underbouw) Partai AfD tetapi relasi antara keduanya terjalin dengan harmonis oleh karena militansi mereka dalam memperjuangkan cita-cita revivalisme populisme sayap kanan.

This thesis elaborates the relationship between two elements in the democratic system namely Alternative fuer Deutschland Party as a right-wing political party with the Patriotische-Europaer Gegen Die Islamisierung Des Abendlandes (Pegida) as a right-wing social movement in Germany. In analyzing the relationship between the two elements of democracy, the author uses Social Movement theory by Sidney Tarrow on framing indicators, supported with the thesis of interconnection of right-wing social movements with political parties by Neil Davidson on three prepositions, including supportive (1), compatible (2), and destabilizing (3). Furthermore, this thesis also analyzes the nature of Pegida as a right-wing social movement through the preposition of ideas (1), issues (2), and framing (3). The author's analysis leads to the finding that the relationship between these two elements are semi-formal because even-though the Pegida movement is not an underbouw of the AfD Party, the relationship between the two is harmoniously established because of their militancy in fighting for ambition which are basically relatively the same"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Romadhon
"Penelitian ini membahas pelembagaan nilai-nilai parpol di tingkat lokal, terutama kasus stabilitas perolehan kursi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Kota Tangerang pada Pemilu 2019. Dilatarbelakangi dari rendahnya identitas kepartaian di Indonesia, dan pragmatisme politik yang tinggi dalam pemilu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelembagaan nilai-nilai PDIP Kota Tangerang Tahun 2014-2019. Apakah pelembagaannya menunjukkan adanya pendukung loyal, sehingga menghasilkan stabilitas perolehan kursi di Pemilu 2019, atau pragmatisme politik dan faktor lainnya, masih dominan dalam capaian perolehan kursi yang stabil tersebut. Teori pelembagaan parpol aspek kultural dari Randall dan Svasand (2002) digunakan sebagai teori utama, Huntington (1968) dan Levitsky (1998) sebagai teori pendukung. Metode penelitian adalah kualitatif, dengan pengambilan data wawancara, studi literatur dan dokumentasi. Penelitian ini menunjukan derajat pelembagaan nilai-nilai PDIP Kota Tangerang tahun 2014-2019 tergolong rendah. Proses infus nilai (value infusion) tidak membentuk loyalitas pendukung, anggota, dan kader partai. Sedangkan pelembagaan citra publik (Reification), menunjukkan upaya memaksimalkan simbolisasi atas Bung Karno. Stabilitas perolehan kursi PDIP Kota Tangerang pada Pemilu 2019, lebih dominan dipengaruhi praktik klientelisme maupun kharisma Bung Karno, Megawati dan adanya Jokowi Effect. Oleh karena itu, PDIP Kota Tangerang menunjukan ketiga tipe partai politik, baik kharismatik, klientelistik, dan programatik. Implikasi teoritis menunjukkan stabilitas perolehan kursi parpol belum tentu terjadi dari keberadaan pendukung loyal partai. Karena praktik klientelisme masih dominan dan memungkinkan dukungan yang berulang terhadap parpol dalam pemilu, dengan praktiknya yang di ikuti kharisma tokoh, maupun memaksimalkan citra partai (Reification), seperti PDIP Kota Tangerang dengan stabilitas perolehan kursinya pada Pemilu 2019.

This research discusses the institutionalization of political party values at the local level, especially the case of stability in the acquisition of seats in the Struggle of Indonesian Democratic Party in Tangerang City on the 2019 election. Based on the low party identity in Indonesia, and high political pragmatism in the election, this research was conducted to determine the institutionalization of the values of PDIP in Tangerang City on 2014-2019. Whether the institutionalization shows loyal supporters, resulting in stability in the acquisition of seats on the 2019 election, or political pragmatism and other factors, is still dominant in the achievement of this stable seat acquisition. The cultural aspect of political parties institutionalization theory from Randall and Svasand (2002) is used as the main theory, Huntington (1968) and Levitsky (1998) as supporting theories. The research method is qualitative, with interviews, literature study and documentation as data collection methods. This research shows that the degree of institutionalization of the values of PDIP in Tangerang City on 2014-2019 is low. The value infusion process does not form the loyalty of party supporters, members, and cadres. Meanwhile, the institutionalization of the public image (Reification) shows an effort to maximize the symbolization of Bung Karno. The stability of the PDIP seats in Tangerang City on the 2019 election is more dominantly influenced by the practice of clientelism and the charisma of Bung Karno, Megawati and the existence of the Jokowi Effect. Therefore, PDIP in Tangerang City shows the three types of political parties, both charismatic, clientelistic, and programmatic. The theoretical implication shows that stability in obtaining political party seats does not necessarily result from the existence of loyal party supporters. Because the practice of clientelism is still dominant and allows repeated support for political parties in election, with its practice followed by the charisma of figures, as well as maximizing the image of parties (Reification), such as PDIP in Tangerang City with the stability of obtaining its seats on the 2019 election."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fuadil `Ulum
"Skripsi ini menganalisis penyebab kegagalan transformasi gerakan sosial menjadi partai politik. Melalui metode kualitatif yang dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi pustaka, penelitian ini mengangkat studi kasus upaya pembentukan partai politik alternatif yang dilakukan oleh Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI). Dalam penelitian ini, kegagalan transformasi KPRI menjadi partai politik dijelaskan dengan menggunakan kerangka analisis regulasi kartel dan mobilisasi sumber daya. Secara spesifik, konsep regulasi kartel yang dikemukakan oleh Pippa Norris dapat menjelaskan hambatan eksternal yang menghalangi pertumbuhan partai-partai di Indonesia. Sedangkan teori mobilisasi sumber daya digunakan untuk mengeksplorasi hambatan internal yang dihadapi KPRI untuk bertransformasi menjadi partai politik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegagalan KPRI dalam bertransformasi menjadi partai politik disebabkan oleh dua hal. Pertama, regulasi yang mengatur mengenai partai politik memberatkan gerakan sosial seperti KPRI untuk bertransformasi menjadi partai politik. Undang-undang tersebut merupakan manifestasi dari politik kartel yang dirancang sedemikian rupa oleh partai-partai yang sudah mendapatkan kursi di legislatif untuk membatasi jumlah partai yang ada di Indonesia. Kedua, KPRI gagal melakukan mobilisasi sumber dayanya untuk mengubah kekuatan gerakan sosial menjadi kekuatan politik formal yang bertarung di pemilihan umum. Hal tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya sumber daya, baik sumber daya material maupun nonmaterial yang dimiliki KPRI.

This research analyzed why social movements have failed transforming into political party. By applying qualitative method, with data collection of deep interview and literature study, the study emphasized on case study of KPRI (Indonesian People’s Movement Confederation) attempt to form alternative party. This case is explained by using cartel regulation analysis and resource mobilization as the main framework. The cartel regulation analysis by Pippa Norris can explain external obstacles that prevent inclusive access of political party formation in Indonesia. Furthermore, resource mobilization theory is used to explore internal obstacles that hold up the progress of KPRI to transform themselves becoming a political party.
The result of this research shows that there are two major factors affecting KPRI's failure to transform into political party. First, the existing regulations that address political party have held down social movements chances - in this case KPRI - to become a political party. The law is considered as part of political cartel manifestation by the already existing parties in parliament to limit the number of parties in Indonesia. Second, KPRI has failed to conduct resource mobilization in order to transform social movement power into formal politics which compete in general election. It is mainly caused by the limited resources owned by KPRI, both material and nonmaterial.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nengah Kristanti Supraba
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh diimplementasikannya UU No.2 Tahun 2011
tentang Partai Politik ke dalam ART Partai Gerindra tentang keterwakilan
minimal 30% perempuan di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai
Gerindra. Terdapat 144 orang anggota perempuan di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat dari total keseluruhan 494 orang. Kepengurusan DPP Partai Gerindra periode 2014-2019 merupakan hasil penyempurnaan pengurus setelah dilaksanakannya Kongres Luar Biasa Partai Gerindra pada September 2014 dalam mengisi kekosongan Ketua Umum. Penelitian ini menjelaskan tentang pola-pola di dalam rekrutmen perempuan di kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat setelah Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto terpilih. Teori-teori yang digunakan untuk membantu dalam analisis dan menjawab pertanyaan penelitian berasal dari teori Susan Scarrow mengenai demokrasi internal partai; teori Barbara Geddes mengenai pola rekrutmen di dalam partai politik; dan teori Jenny Chapman mengenai perempuan dan rekrutmen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan teknik analisis data dengan penelitian naratif yang melibatkan penceritaan kembali partisipan (objek) penelitian untuk mendukung validitas hasil analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan memperoleh Surat Keputusan mengenai pengesahan susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat tahun 2012, 2014, dan 2015. Penelitian ini juga melakukan wawancara mendalam terhadap perempuan-perempuan yang menjabat sebagai pengurus DPP Partai Gerindra, aktivis perempuan Partai Gerindra, dan pimpinan Partai Gerindra. Hasil penelitian menunjukkan adanya lima pola rekrutmen perempuan di dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra periode 2014-2019. Secara substansial, terjadi kenaikan jumlah perempuan dari kepengurusan periode sebelumnya. Perempuan memang diinklusikan ke dalam kepengurusan, namun keterwakilan politik perempuan Partai Gerindra dapat dikatakan sangat kurang karena perempuan tidak ditempatkan pada posisi yang memungkinkan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan. Meski terdapat perempuan di jajaran
Dewan Pembina sebagai dewan tertinggi, tetapi secara kuantitas masih didominasi oleh laki-laki. Implikasi teori menunjukkan bahwa demokrasi internal Partai Gerindra masih eksklusif di dalam pengambilan keputusan, dan terdapat tambahan satu pola rekrutmen dari empat yang disebutkan oleh Barbara Geddes di dalam kasus rekrutmen perempuan di DPP Partai Gerindra

ABSTRACT
This research of background by the implementation of UU No.2 2011 about
Political Parties into Gerindra?s ART about 30% women representation in
Composition of Gerindra?s Central Board. There are 144 of women in Composition of Gerindra?s Central Board from 494 overall completely. The
Composition of Gerindra?s Central Board 2014-2019 is redesigned board
composition after the Gerindra?s Extraordinary Congress on September 2014 for elect the Gerindra?s Chairman. This research describes about the patterns in the recruitment of women in Central Board after The Chairman, Prabowo Subianto is elected. The theories used to assist in the analysis and answer the research question derived from the Susan Scarrow?s theory about Intra-Party Democracy, Barbara Geddes's theory about recruitment patterns in the political parties, and Jenny Chapman's theory about women and recruitment.
This Research used the qualitative method and data analysis techniques with
narrative research that involving retelling of participants (objects) of research to support the validity of the research results. The data collecting is done by
obtaining a decree on ratification of Composition of Gerindra?s Central Board in 2012, 2014, 2015. This research also through interview with women members of Gerindra's Central Board, Gerindra?s women activists, and Gerindra's leader. Research result showed that there are five patterns of women's recruitment in the Composition of Gerindra?s Central Board 2014-2019. Substantially, there are increases in the number of women from previous period. Women are included to composition of central board, but women's political representative is very less because women are not placed in a position to influenced the decision-making. Although there are women in the governing board (Dewan Pembina) as the highest board, but quantitatively is still dominated by men. Theory implication show that Gerindra?s intra-party democracy was still exclusive in decision-making, and there is one additional recruitment patterns of the four mentioned by Barbara Geddes in the case recruitment of women?s composition of Gerindra's Central Board 2014-2019."
2016
T46118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bramantyo Indirawan
"Skripsi ini membahas peran resolusi konflik yang dilaksanakan oleh partai Sinn Fein di Irlandia Utara dari tahun 1998 hingga 2011. Resolusi konflik dilaksanakan sebagai reaksi atas konflik berkepanjangan yang terjadi antara kaum Nasionalis dan Unionis di tahun 1969 dengan nama The Troubles. Sinn Fein mewakili kaum Nasionalis sebagai partai politik yang memperjuangkan kepentingan kaumnya termasuk proses perdamaian. Dalam kasus ini penulis menggunakan metode kualitatif untuk melihat penjelasan sejarah sebagai salah satu pendekatakan resolusi konflik. Penelitian ini melihat resolusi konflik melalui model teori Johan Galtung yang melihat konsep peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding sebagai analisa proses perdamaian yang komprehensif. Melalui teori tersebut kita dapat melihat peran Sinn Fein sebagai satu partai politik yang memiliki keterlibatan signifikan dalam proses perdamaian.

This thesis describes Sinn Fein role in Northern Ireland conflict resolution from 1998 to 2011. The cconflict resolution was done as a respond to the long conflict that involves the Nationalist and Unionist people in 1969 by the name of The Troubles. Sinn Fein represent the Nationalist as a political party that struggle for their interest including the peace process. The writer uses a qualitative method by the description of history as a conflict resolution approach. This research sees conflict resolution from Johan Galtung model theory that consist of peacemaking, peacekeeping, and peacebuilding for the peace process analysis. We can see Sinn Fein role in the conflict resolution by using those theory as a political party that has a significant involvement in the peace process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dannissa Aryani
"ABSTRAK
Nama : Dannissa AryaniProgram Studi : Kajian Wilayah EropaJudul : Partai Alternative f r Deutschland dan Pengaruhnya Dalam Peningkatan Gerakan Populisme Sayap Kanan di Jerman Penelitian ini berfokus pada partai sayap kanan Alternative f r Deutschland AfD yang dianggap oleh media sebagai partai populis. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti kemunculan gerakan populisme di Jerman dan bagaimana partai AfD yang dianggap partai populisme sayap kanan modern mendapat dukungannya, serta bagaimana media di Jerman melihatnya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teori utama populisme milik Cas Mudde ditambah dengan analisis wacana kritis milik Teun Van Dijk untuk analisis medianya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populisme muncul di Jerman pada dekade awal pasca perang dunia kedua dan berkembang hingga saat ini, hingga muncullah partai AfD yang semakin mendapat dukungan karena memberikan alternatif baru bagi warga Jerman dan dari empat media yang analisis masing-masing memiliki pandangan tersendiri mengenai partai AfD, tergantung dari ideologi medianya. Kata kunci: populisme, Alternative f r Deutschland, ideologi, media massa di Jerman
ABSTRACT
Name Dannissa AryaniStudy Program Kajian Wilayah EropaTitle Alternative f r Deutschland Party and its Influence on the Rise of Right Wing Populism in Germany This research is focused on right wing party Alternative f r Deutschland AfD of Germany, which labelled by the media as Populist Party. The purpose of this research is to identify the emergence of populism in Germany and how AfD which is labelled as the modern right wing populist party receive the support from German people, also how the leading medias in Germany see this phenomena. The methods used in this research is qualitative method with the main theory of populism by Cas Mudde and additional critical discourse analysis theory by Teun Van Dijk to analyze the media articles. The result shows that populism in Germany emerged since the first decade of post WWII in Europe and is still developing until today and the AfD party received a big amount of support from the people because of its ldquo alternative rdquo policies. Finally, the leading medias analyzed indicates that each has its own view towards AfD party, depending on their media ideology. Keyword populism, Alternative for Germany, ideology, mass media in Germany"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirley Doornik
"Dengan bergantinya sistem politik, maka jumlah partai di Indonesia pun semakin menjamur. Tidak disangkal secara nasional Indonesia mengalami krisis kepemimpinan yang cukup akut, yang pada gilirannya mempengaruhi kepemimpinan di dalam partai itu sendiri.
Untuk itu penelitian ini mencoba untuk menjawab seberapa besar keterkaitan kepemimpinan terhadap proses pengambilan keputusan dan seberapa besar keterkaitan kemajemukan di dalam partai itu terhadap proses pengambilan keputusan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengerti lebih jauh keterkaitan kesemuanya itu dengan proses pengambilan keputusan.
Masalah kepemimpinan dikupas oleh White dan Lippitt yang membagi tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut: autocratic leadership, yang kepemimpinan yang cenderung menyelesaikan seluruh masalah secara sendiri; democratic leadership, yang mengambil keputusan melalui proses diskusi kelompok dan laissez-faire, dimana pemimpinnya cenderung untuk menghindar dari tanggung jawabnya.
Penelitian ini memakai metode deskriptif, dimana yang menjadi objek penelitiannya adalah DPP PDI Perjuangan. Dari hasil penelitian didapat keterangan bahwa ada keterkaitan antara tipe kepemimpinan yang otokratik dengan kecenderungan pengambilan keputusan secara otokratik juga. Di samping itu ada keterkaitan antara kemajemukan anggota DPP dengan proses pengambilan keputusan. Dimana keterkaitan itu melahirkan kecenderungan keputusan yang mengabaikan aspirasi lembaga lain, tetapi ada kesempatan dimana proses aktualisasi diri terjadi.
Dari penelitian ini diharapkan PDT Perjuangan khususnya DPP mampu untuk merubah tipe kepemimpinan agar kontroversi seputar keputusan DPP dapat diredam. Hal ini juga nantinya akan berdampak pada image partai sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmad Fadli Zain
"Skripsi ini menjelaskan mengenai proses tranformasi politik Gerakan Aceh Merdeka menjadi Partai Aceh dari pasca perundingan Helsinki hingga Pemilu Legislatif 2009 Kemarin. Setelah perjanjian damai Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka di tanda-tangani diHelsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005. Aceh memasuki sejarah politik baru perjanjian ini relatif berhasil karena kesepakatan ?win-win solution?. GAM berhenti mengangkat senjata dan berjuang lewat jalur politik demokratis sementara Pemerintah Indonesia mendapat jaminan gagasan memisahkan diri tak lagi muncul dari provinsi paling barat indonesia itu. Peralihan GAM dari gerakan gerilya bersenjata ke dunia politik elektoral telah dipenuhi pihak GAM dengan membentuk partai politik Lokal di Aceh yang di beri nama Partai Aceh.
This minor thesis explore the political transformation of The Aceh Freedom Movement Process into the Aceh Party from Helsinki Agreement until Legislative Election 2009. After the peace agreement between the Republic of Indonesia and The Aceh Freedom Movement signed in Helsinki, Finland at 15th August 2005. Aceh enter the new historical politics because this agreement relatively successful because of win-win solution. GAM stopped the weapons and fight for their aims through democratic political gain while the Indonesian government got guarantee that separatist ideas is no longer come from the mostwestern province in Indonesia. The transition of GAM from armed geurrilla movement into electoral politic has been fullfil with the established local political in Aceh namely The Aceh Party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Rajin
"Penelitian tentang ?Peranan Partai Politik Terhadap Integrasi Nasional yang mengambil studi kasus Partai Amanat Nasional? ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan peranan parpol dalam mengintegrasikan aspirasi masyarakat didalam menjaga kohesifitas bangsa Indonesia; Mengkaji peranan PAN dalam meningkatkan aspek integrasi nasional.
Penelitian memakai metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan permasalahan secara asosiatif kepada Partai Amanat Nasional dimana sumber data berasal dari sumber primer yang berjumlah 15 orang yakni Para pendiri PAN dan tokohtokoh senior PAN,Pengurus DPP PAN, dan sumber sekunder. Penelitian dilakukan dengan menggunakan indikator ideologi, pola rekrutmen, pola pengorganisasian, sebaran dukungan, kebijakan dari partai - terutama yang terkait dengan integrasi nasional.
Adapun teori atau pendapat para ahli yang digunakan untuk melakukan penelitian berkisar seputar teori peranan, partai politik, integrasi nasional, dan ketahanan nasional, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Partai Amanat Nasional melaksanakan peran integrasi nasional melalui fungsinya sebagai sarana komunikasi, sosialisasi, rekrutmen politik, dan pengatur konflik serta tetap menjadi sarana artikulasi dan mengaggregasi kepentingan. Namun peranan parpol terhadap integrasi nasional mengalami penurunan kualitas karena perluasan partisipasi masyarakat tidak berbanding lurus dengan kemampuan sumberdaya parpol, termasuk lembaga-lembaga negara lainnya; Kedua, PAN memiliki peran penting bagi terwujudnya integrasi nasional. Partai Amanat Nasional sebagai partai terbuka dapat menunjang penguatan aspek integrasi nasional Indonesia sebagai bangsa majemuk. Ketiga, Euforia politik selama reformasi menjadikan negara pada posisi tidak stabil akibat ledakan partisipasi rakyat yang tidak mampu dikelola oleh institusi politik yang ada. Hal demikian disadari oleh partai - partai politik , karena itu ia melalui kadernya di badan legislatif mulai membuat regulasi jumlah partai melalui pemilu agar bisa menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi ketahanan nasional bersendikan demokrasi. Artinya, parpol sadar akan pentingnya sistem multi partai terbatas (proporsional) dalam rangka konsolidasi demokrasi sehingga tercipta kohesi sosial dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Terkait dengan temuan penelitian ini, peneliti merekomendasikan agar peranan partai politik terhadap integrasi nasional bisa lebih maksimal, maka setiap parpol perlu segera berbenah diri dengan meningkatkan sumber daya yang dimiliki sehingga dapat mengelola partisipasi masyarakat dan mampu melembagakan konflik atau kepentingan yang saling bersaing. Oleh sebab itu, partai politik juga perlu mengetahui lingkup serta intensitas perbedaan agama dan etnis, kesenjangan antara kelompok tradisional dan kelompok modern, kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan, termasuk ideologi - ideologi yang saling bersaing. Karena semua itu harus diagregasi dan diartikulasikan oleh partai politik yang eksis dalam pentas politik nasional. Apalagi jumlah partai politik selama transisi demokrasi sangat tergantung pada fragmentasi yang terjadi ditengahtengah masyarakat. Dengan begitu, partai politik melalui lembaga legislatif dan eksekutif harus memastikan bahwa ia melaksanakan perannya dalam memperkuat integrasi nasional dimana secara gradual mengurangi etnosentrisme yang mengancam integrasi nasional melalui Undang-undang tentang partai politik dan pemilihan umum.

The research about " The Role Of Political Party To National Integration taking case study of PAN a conducted with the objective as a mean to describe the role of political party in integrating society aspiration in taking care of Indonesian nation cohesively; Studying the role of PAN in improving the national integration aspects.
The research used a qualitative method using an associative approach to the problem in the National Mandate Party where the source data comes from primary sources amounted to 15 people the PAN 's founders and senior figures PAN , PAN DPP Board , and secondary sources . The study was conducted using the indicator ideology , recruitment patterns , patterns of organization , distribution support, the policy of the party - especially those related to national integration The theory or opinion of experts who used to do the research revolves around the theory of the role of political parties , national integration , and national defense , thus obtained the following conclusions : First , the National Mandate Party in the role of national integration through its function as a means of communication , socialization , recruitment political and regulatory conflict and remains a means of articulation and aggregate interests . However, the role of political parties towards national integration deteriorated due to the expansion of public participation is not directly proportional to the ability of the resources of political parties , including the institutions of other countries; Secondly , PAN has an important role for the realization of national integration . PAN as the party is open to support the strengthening of national integration aspect of Indonesia as a pluralistic nation. Third , the political euphoria over reforms to make the country unstable position due to the explosion of popular participation is not capable of being managed by the existing political institutions . It thus realized by the party - political parties , because it was he by its cadres in the legislature began to regulate the number of the party through the election in order to create a climate more conducive to national security bersendikan democracy . That is, the parties are aware of the importance of multi-party system is limited ( proportional ) in order to consolidate democracy in order to create social cohesion with community participation .
Related to these findings , the researchers recommended that the role of political parties towards national integration could be maximal , then any political party should immediately improve itself by increasing its resources so that it can manage public participation and able to institutionalize conflict or competing interests. Therefore , political parties also need to know the scope and intensity of religious and ethnic differences , the gap between the traditional and the modern groups , the gap between urban and rural , including ideologies - ideologies competing . Because it must be aggregated and articulated by the political parties that exist in the national political stage Moreover, the number of political parties during a democratic transition depends on the fragmentation occurring in the midst of society . By doing so , the political parties through the legislature and the executive should ensure that it carry out its role in strengthening national integration which gradually reduces ethnocentrism threatening national integration through legislation on political parties and elections.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citamia Ihsana
"Skripsi ini membahas mengenai keberhasilan Partai Demokrat Swedia masuk parlemen Riksdag tahun 2010. Untuk pertama kalinya dalam sejarah politik di Swedia, Partai Demokrat Swedia berhasil melewati batas ambang (electoral threshold) 4% sehingga perolehan suaranya yaitu 5.7% suara pemilih dalam pemilu dihitung menjadi kursi di parlemen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melihat dua faktor besar dibalik keberhasilan pemenangan Partai Demokrat Swedia, yaitu (1) faktor eksternal: politisasi masalah sosial dan ekonomi yang mencakup peningkatan jumlah imigran dan persoalan krisisekonomi/keuangan tahun 2008, serta (2) faktor internal yaitu kemampuan kepemimpinan Jimmie Akesson dalam memperkuat partai dan berkomunikasi dengan masyarakat.Dengan menggunakan teori dari Patrick O. Kelly, Kitschlet, Betz, danJens Rydgren (faktor eksternal), serta teori dari David Art dan CasMudde (faktor internal),penelitian ini menemukan bahwa kedua faktor saling mempengaruhi dan faktor internal sebagai faktor paling utama yang berperan dalam memenangkan Partai Demokrat Swedia, sementara faktor eksternal menjadi faktor pendukung.

This research focuses on the successful of the Sweden Democrat Party entering the parliament crossing the electoral threshold ((4%) in the national parliamentary Riksdag election 2010. For the first time in Sweden’s political history, Sweden Democrat Party got into parliament with 5.7% votes counted in the election into the seats in the Riksdag parliament. This qualitative research analyzes two main factors behind the successful of the Sweden Democrat Party, which consist of (1) the external factors: politicization of the social and economy problems; rising number of immigrants and economic financial crisis in 2008. And (2) the internal factors: leadership of Jimmie Akesson in strengthening the party internally and his ability to communicates with the people. Using Patrick O. Kelly theory, Kitschlet, Betz, and Jens Rydgren’s theories (external factors), also David Art and Cas Mudde theories (internal factors), this research finds that both factors give benefits to the party’s successful and internal factors are the main factors in it. However, the external factors are also important as supportive factors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56588
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>