Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Robby Ardian Baskoro
"Penulisan ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh aktivasi mekanis kaolin mentah pada kekuatan tekan akhir geopolimer.. Aktivasi mekanik dilakukan dengan metode dry ball milling pada kecepatan 250 rotation per minute selama 1 jam. Temperatur curing yang digunakan yaitu 40 oC, 70 oC atau 100 oC selama 24 jam, 48 jam atau 72 jam. Tes tekan dilakukan pada hari ke 2, 7, 14 dan 28 ageing. Aktivasi mekanik bertujuan untuk meningkatkan sifat mekanik. Hasil yang didapatkan yaitu tanpa aktivasi mekanis, kondisi curing optimal pada temperatur 70 oC selama 24 jam dan kekuatan kompresif sebesar 15 MPa setelah 28 hari ageing. Ketika diberi perlakuan mekanis, peningkatan kekuatan tekan sebesar 35% yang diperoleh dengan waktu curing selama 72 jam pada 70 oC atau dengan suhu curing 100 oC didapatkan peningkatan sebesar 76%. Pembentukan gel aluminosilikat alkali dan fase kristal terhidrasi mengendalikan perkembangan kekuatan geopolimer sementara keberadaan carbonated species bertanggung jawab atas degradasi sifat mekanik. 

The present work aimed to investigate the influence of mechanical activation of raw kaolin on the final compressive strength of as-obtained geopolymers regarding the curing profile. A commercial raw kaolin containing 81.5 mass% of kaolin (labeled KBip) was used. Mechanical activation was performed by dry ball-milling of raw kaolin at 250 rpm for 1 h. The curing temperatures were 40 oC, 70 oC or 100 oC for 24 h, 48 h or 72 h. The compressive tests were conducted on geopolymers after the 2nd, 7th, 14th and 28th days of ageing. Mechanical activation was performed to improve mechanical properties. Results showed that without mechanical activation, the optimal curing condition was 24 h at 70 oC and the com-pressive strength was 15 MPa after 28 days of ageing. Under mechanical activation, improvement of the compressive strength was obtained with a curing time of 72  h at 70 oC (to reach 35% increase) or with a curing temperature of 100 oC (for 76% improvement). The formation of alkaline aluminosilicate gels and new crystalline hydrated phases controlled the strength development of geopolymers while the occur-rence of carbonated species was responsible for the degradation of mechanical properties."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herninta Fadhilah Novrianti
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu kalsinasi terhadap karakteristik kimia dan fisik dari kaolin alam. Kaolin sebagai bahan baku pembuatan zeolit untuk katalis hydrocracking minyak bumi diaktivasi menggunakan larutan asam sulfat dengan variasi konsentrasi 1, 5, dan 10 M untuk meningkatkan kadar SiO2 dan menurunkan kadar pengotor, seperti K2O, CaO, dan TiO2. Sampel kaolin dari berbagai daerah juga dikalsinasi dengan variasi waktu selama 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 menit pada range suhu kalsinasi 500-800 ºC. Sampel kaolin dikarakterisasi menggunakan XRF, FTIR, SEM, dan BET. Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh dari variasi konsentrasi larutan media pertukaran ion yang digunakan. Terdapat kenaikan kadar SiO2 seiring bertambahnya konsentrasi asam sulfat hingga mencapai 87,46% pada konsentrasi 10 M. Perubahan morfologi kaolin menjadi metakaolin pada pengamatan SEM serta hilangnya gugus-gugus khas kaolinit pada pengamatan FTIR tidak dipengaruhi waktu kalsinasi. Sedangkan peningkatan waktu kalsinasi akan meningkatkan luas permukaan kaolin.

The goal of this study is to understand the effects of calcination time on chemical and physical characteristics of kaolin. Kaolin is used as a raw material for zeolites synthesis as petroleum catalysts support to modify the structure of hydrocarbon compunds into lighter fractions. Kaolin was treated using sulfuric acid 1, 5, and 10 M solution with the aim to increase its SiO2 content and decrease the impurities of kaolin, specifically K2O, CaO, dan TiO2. Kaolin samples from different regions were converted into metakaolin in order to increase its reactivity and properties through the calcination process for 10, 30, 45, 60, 90, 100, 120, 180, 240, 300, dan 900 minutes at temperatures range of 500-800 ºC. Samples were characterized using XRF, FTIR, SEM, and BET. Treated kaolin produces an increase in SiO2 levels to reach 87,46% at a concentration of 10 M sulfuric acid solution. Changes in morphology of kaolin to metakaolin on SEM observations and loss of typical kaolinite groups on FTIR observation were not affected by calcination time. However, increase in calcination time will increase the surface area of kaolin and also its reactivity. Calcined kaolin produces an optimum surface area at the time of calcination for 120 minutes with a 52% increase compared to the raw kaolin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezki Ashidiqi
"Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi dan jenis aktivasi kimia pada kaolin belitiung sebagai bahan baku zeolit. Tujuan dari aktivasi kaolin adalah untuk menjadi bahan baku pembuatan zeolit sebagai katalis proses hydrocracking minyak bumi. Pada penelitian ini menggunakan metode literature review. Penelitian ini mengambil hasil karakterisasi literatur dengan perbedaan media penukar kation NaOH, KOH, NH4Cl, NH4NO3, dan HNO3. Selain data perbedaan media penukar kation, perbedaan temperatur yang diambil pada suhu 500, 550, 600, 650, 700, 750°C. sampel- sampel yang didapatkan dari literatur merupakan karakterisasi Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopy dan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD), dan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRF). Hasil yang diperoleh adalah dengan pemberian media penukar kation yang bersifat asam merupakan metode yang cocok untuk membuat zeolit sebagai cangkang katalis, sementara perlakuan pemberian media penukar kation KOH merupakan metode yang baik untuk membuat zeolit secara efisien.

In this study to determine the influence of calcination temperature and type of chemical activation in kaolin Belitiung as the raw material of zeolite. The purpose of kaolin activation is to be the raw material of zeolite manufacture as a catalyst for petroleum hydrocracking processes. In this study used the literature method of review. This research took the results of the characterization of literature with the difference of media exchanger of NaOH, KOH, NH4Cl, NH4NO3, and HNO3. In addition to the difference data of cation exchangers, temperature difference taken at 500, 550, 600, 650, 700, 750°C. The samples obtained from literature are characterization of Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopy and X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD), and X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRF). The results obtained is with the medium administration of cation of cations of acid is a suitable method to make zeolite as a catalyst shell, while the treatment of the media giving KOH cation exchanger is a good method to make zeolite efficiently."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarnahor, Irwin Marlundu
"Metakaolin telah berhasil dibuat menggunakan kaolin Pulau Bangka dengan proses kalsinasi. Pada penelitian ini proses kalsinasi menggunakan lima variabel temperatur: 600, 650, 700, 750, dan 800°C selama 4 jam. Pada penelitian ini, kaolin juga diberikan perlakuan mekanik berupa milling untuk mempelajari pengaruh perlakuan milling terhadap produk hasil kalsinasi. Kaolin di-milling menggunakan planetary ball mill selama 15 menit dengan kecepatan milling sebesar 20rad/min dan kemudian dikalsinasi dengan masing-masing variabel temperatur. Sebagai material pembanding, metakaolin komersial dengan produk dagang MetaStar digunakan untuk dibandingkan karakteristiknya dengan metakaolin yang dihasilkan pada setiap temperatur.
Hasil perlakuan milling kaolin, beserta kaolin dan MetaStar dikarakterisasi distribusi ukuran partikelnya menggunakan instrumen Particle Size Distribution. Kemudian, setiap metakaolin dan juga MetaStar akan dikarakterisasi menggunakan instrumen X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM . Pengujian Simultaneous Thermal Analysis STA juga dilakukan untuk mempelajari perilaku pemanasan kaolin dan kaolin dengan perlakuan milling.
Hasil karakterisasi XRD menunjukkan kemiripan antara metakaolin Bangka dengan MetaStar, pengecualian untuk metakaolin MK800-MT. Hasil pengujian STA menunjukkan adanya pergeseran temperatur dimana kaolin mengalami dehidroksilasi dan rekonstruksi setelah kaolin diberi perlakuan milling. Dan kemudian, hasil pengujian SEM menunjukkan keberadaan struktur kaolinite berbentuk lapisan lamelar-laminate. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan struktur yang terlihat setelah kaolin dikalsinasi.

Metakaolin has been successfully made using Pulau Bangka rsquo s kaolin through calcination process. In this study, the calcination process used five temperature variables 600, 650, 700, 750, and 800°C for 4 hours. In this study, kaolin is subjected to mechanical treatment to study the effect of the treatment on the product of calcination. Kaolin is milled using a planetary ball mill for 15 minutes at a milling speed of 20rad min and then calcined with each temperature variable. As a comparison material, commercial metakaolin MetaStar products is used to compare its characteristic to the metakaolin produced at each temperature.
The results of milling treatment, along with kaolin and MetaStar is characterized using the particle size distribution instrument to determine the particle size. Then, each metakaolin and MetaStar will be characterized using X Ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope SEM instruments. Simultaneous Thermal Analysis STA was also conducted to study the heating behavior of kaolin and kaolin after milling treatment.
The results of XRD characterization show similarities between metakaolin Bangka and MetaStar, except to MK800 MT metakaolin. The STA test results showed a temperature shift in which the kaolin was dehydroxylated and reconstructed after kaolin was treated with milling. And then, the SEM test results show the existence of kaolinite structures in the form of lamellar laminate layers. It can be concluded that there is no structural changes happened after the kaolin is calcined.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira Nuraini
"Kaolin Badau Belitung digunakan sebagaibahan baku untuk sintesis zeolit sebagai penyangga katalis perengkah minyak bumi guna merekayasa struktur senyawa hidrokarbon menjadi fraksi yang lebih ringan. Sebelum disintesis menjadi zeolit, kaolin diubah menjadi metakaolin untuk meningkatkan reaktivitasnya dan juga dipelajari sifat-sifatnya, salah satunya ialah sifat adsorpsi fisika. Kaolin asal Badau Belitung diaktivasi dengan menggunakan larutan NH4NO3 2M, diagitasi selama 24 jam dengan suhu 55°C pada 700 rpm, dinetralkan dan dikeringkan, diayak sebesar 100 mesh, serta dilakukan proses kalsinasi pada suhu 300°C, 500°C, 700°C selama3 jam dan 5 jam. Sampel-sampel uji dikarakterisasi menggunakan Braun Emmet Teller (BET), Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopydan X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD). Kaolinyang telah diaktivasi menghasilkan diameter porioptimum sebesar 3,41nm. Proses kalsinasi menunjukkan kenaikan diameter pori seiring dengan meningkatnya suhu dan lama waktu kalsinasi. Meskipun demikian, diameter pori kaolin menunjukkan adanya penurunan awal pada kalsinasi temperatur 300°C, baik itu selama 3 jam maupun 5 jam. Hal tersebut didukung oleh hasil pengujian FTIR dan XRD yang menunjukkan bahwa kaolin mengalami proses dehidroksilasi, perubahan fasa dan struktur.

Badau Belitung kaolinis used as a raw material for the synthesis of zeolites as petroleum treating catalysts support to modify the structure of hydrocarbon compounds into lighter fractions. Before synthesized into zeolite, kaolin was converted into metakaolin in order to increase its reactivity and alsoits properties was studied, one of which is the physical adsorption properties. Kaolin from Badau Belitungwas activated using NH4NO3 2 M solution, agitated for 24 hours with temperature of 55 °Cat 700 rpm, neutralized and dried, sievedat 100 mesh, and calcined at temperatures of 300 °C, 500 °C, 700 °C during 3 hours and 5 hours. Samples were characterized using Braun Emmet Teller (BET), Fourier transform infrared (FTIR) Spectroscopyand X-Ray Diffraction Spectroscopy (XRD). Activated kaolin produces an optimum pore diameter of 3.41nm. The calcination process shows an increase in pore diameter as the temperature and durationof calcination increase. However, kaolin pore diameter shows an initial decrease in calcination temperature of 300 °C,both for 3 hours and 5 hours. This is supported by the results of FTIR and XRD tests which show that kaolin undergoes dehydroxylation, phase and structure changes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Muhammad Hisyam
"Kaolin merupakan mineral dengan kandungan silika dan alumina yang tinggi. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kaolin yang melimpah, salah satunya di Badau Belitung. Kaolin sebagai sumber silika dan alumina harus diubah menjadi metakaolin dengan rangkaian proses yaitu aktivasi dan kalsinasi sebelum bisa digunakan sebagai bahan dalam sintesis zeolit. Pada penelitian ini dilakukan aktivasi kaolin dengan menggunakan media pertukaran kation berupa larutan asam sulfat dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan secara mekanik menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 700oC. Karakterisasi infra merah (FTIR) dilakukan untuk membuktikan bahwa gugus fungsi O-H hilang pada suhu kalsinasi tersebut, dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kaolin tanpa perlakuan apapun. Sampel kaolin mengalami peristiwa dehidroksilasi, vibrasi ulur, dan vibrasi tekuk pada beberapa daerah serapan yaitu 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, dan 460 cm-1. Karakterisasi dengan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Hasil SEM memperlihatkan bahwa morfologi Kaolin Badau Belitung berupa lembaran yang berlapis, hal ini masih terlihat pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC sudah tidak ditemukan lagi. Sementara EDX memperlihatkan bahwa larutan H2SO4 3M sebagai media pertukaran kation dapat mengurangi kadar pengotor pada Kaolin Badau Belitung berupa Kalium, Besi dan Zinc masing-masing sebanyak 17,5%, 56,7%, dan 54% pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor tersebut berkurang masing-masing sebanyak 56%, 9%, dan 29,2%. Sedangkan pada penggunaan larutan H2SO4 4M berdasarkan hasil karakterisasi EDX, kadar pengotor Besi naik 18%, Kalium berkurang 12% dan tidak ditemukannya lagi Zinc pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor Besi naik 30%, Kalium berkurang 15%, dan tidak ditemukannya lagi Zinc. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Volume pori dan luas permukaan spesifik meningkat seiring dengan peningkatan temperatur kalsinasi masing-masing 311,36% dan 350% pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC masing-masing menjadi 445% dan 515,62%. Sebaliknya diameter pori mengalami penurunan 26% dan 42%, masing-masing pada temperatur kalsinasi 500oC dan 700oC. Karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui perubahan kristalinitas dari kaolin, dimana grafik XRD menunjukkan hilangnya peak kaolinit.

Kaolin is a mineral with a high content of silica and alumina. Indonesia has abundant natural resources in the form of kaolin, one of which is in Badau Belitung. Kaolin as a source of silica and alumina must be converted into metakaolin by a series of processes, namely activation and calcination before it can be used as an ingredient in zeolite synthesis. In this study, kaolin activation was carried out using cation exchange media in the form of sulfuric acid solution with different concentrations, namely 3M and 4M. The mixing was done mechanically using a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50oC. Calcination was carried out in a furnace at temperatures of 500oC and 700oC. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) characterization was carried out to prove that the O-H functional group is lost at the calcination temperature, by performing a comparative analysis of kaolin without any treatment. Kaolin samples experienced dehydroxylation, stretching vibrations, and bending vibrations in several absorption areas, namely 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, and 460 cm-1. Characterization using Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) was carried out to determine the morphology and composition of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. SEM results showed that the morphology of Kaolin Badau Belitung form is layered sheets, this is still visible at the calcination temperature of 500oC, but at the calcination temperature of 700oC the layered sheets are no longer found. Meanwhile, EDX showed that the H2SO4 3M solution as a cation exchange can reduce the impurities levels in Badau Belitung Kaolin such as Potassium, Iron and Zinc, respectively 17.5%, 56.7%, and 54% at calcination temperature of 500oC. Whereas, at calcination temperature of 700oC, the levels of those impurities were reduced 56%, 9% and 29.2%, respectively. Whereas in the use of H2SO4 4M solution based on the results of EDX characterization, showed that impurities content of Iron increased by 18%, but potassium was reduced by 12% and zinc was not found at the calcination temperature of 500oC. Meanwhile, the calcination temperature of 700oC, iron impurities levels increased by 30%, but potassium was reduced by 15%, and zinc was no longer found. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to determine the effect of calcination temperature on the surface area of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. The pore volume and specific surface area increased with increasing the calcination temperature, respectively 311.36% and 350% at 500oC, while at the calcination temperature 700oC became 445% and 515.62%, respectively. In contrast, the pore diameter decreased 26% and 42%, respectively at the calcination temperature of 500oC and 700oC. X-ray Diffraction (XRD) characterization was carried out to determine the change in crystallinity of kaolin, where the XRD graph showed the loss of kaolinite peaks."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambun, Dicky Liberman
"Berbagai material aluminosilikat telah digunakan sebagai prekursor untuk geopolimer. Geopolimer mendapat kekuatannya dari polikondensasi silikat dan alumina. Metakaolin, kaolin yang kalsinasi, adalah pozzolan dengan alumina dan kemurnian silika tertinggi. Indonesia, khususnya Pulau Bangka, memiliki sejumlah besar deposit kaolin yang dijual dengan harga murah. Harga ini bisa ditingkatkan sepuluh kali ketika dijual sebagai metakaolin. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sifat mekanik dan metalurgi metakaolin komersial dan kaolin Bangka yang dikalsinasi pada 700°C. Kedua metakaolin bereaksi dengan NaOH dan waterglass sebagai aktivator diikuti dengan pengawetan pada suhu kamar selama 7, 14 dan 28 hari dan suhu tinggi 60°C selama 4, 12 dan 24 jam. Sifat mekanik akan diperiksa dengan kuat tekan dan uji kuat lentur, dan uji susut sedangkan sifat metalurgi akan dievaluasi dengan SEM, dan TAM. Hasil uji mekanis akan digunakan untuk menentukan geopolimer mana yang akan berkinerja baik dengan struktur mikro dan aktivitas termal untuk mendukung temuan tersebut. Upaya-upaya ini akan dilakukan dalam rangka meningkatkan properti dari Bangka metakaolin geopolimer yang lebih unggul dari metakaolin komersial.

Various aluminosilicate material have been used as precursor for geopolymer. Geopolymer gets its strength from the polycondensation of silicate and alumina. Metakaolin, calcinated kaolin, is pozzolan with the highest alumina and silicate purity. Indonesia, especially Bangka Island, has a large amount of kaolin deposit that being sold at low price. This price could be increased ten times when being sold as metakaolin. This study aimed to compare mechanical and metallurgical properties of commercial metakaolin and Bangka kaolin which calcinated at 700°C. Both metakaolins reacted with NaOH and waterglass as the activator followed by curing at room temperature for 7, 14 and 28 days and elevated temperature of 60°C for 4, 12 and 24 hours. Mechanical properties will be examined by compressive strength and flexural strength test, while the metallurgical properties will be evaluated with SEM, and TAM. The results of the mechanical test will be used to determine which geopolymer will perform well with the microstructure and thermal activity to support the finding. These attempts will be done in order to improve the properties of Bangka metakaolin geopolymer superior to commercial metakaolin. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdi Manfaluthi
"Silica memiliki beragam sifat dan karakteristik yang unik karena unluk setiap komposisi kimia dan sturktur kerangka yang berbeda pada tiap strulcturnya menghasilkan sifilt dan karakteristik yang berbeda pula, fakta tersebut membuat penelitian akan aplikasi silica tems berkembang sampai saat ini.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi dan mencoba untuk menggabungkan kcuntungan silica sebagai mineral porous yung memiliki sifat dan karalderistik yang unik dengan keimrungan mcmakai membran keramik yang tahan temperatur tinggi unmk aplikasi indusrri mcmbmn.
Teknologi yang digunakan dalam proscs pcmbualan support mcmbran keramik ini antara lain pengayakan sebesar 200 mesh unruk mendapatkan ukuran partikcl yang semgam, pengeringan pada lemperatur 200 "C unluk menghilangkan molekul air, kompaksi dengan menggunakan tekanan sebesar 10 ton dan sinteiing pada ternperatur 1350 dan 1400 °C untuk mendapatkan kekuatan dan sifat iisik yang tinggi dari silica sebagai bahan baku dalarn pembuatan membran keramik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa porositas menunjukkan kecenderungan menumu dengan bertambalmya kandungan kaolin yaitu 14, 17, 20, 23 dan 26%. Niiai porositas pada temperatur 1350 °C yang didapatkan adalah 32,54; 33,56; 30,96; 30,25 dan 27,08%. Sedangkan pada temperatur 1400 °C adalah 27,45; 32,94; 32,79; 34,43 dan 28,84%. Nilai densitas yang dihasilkan menunjukkan kecendenmgan meningkat, yailu 1,776; 1,704; l,440; 1,384 dan I 730 gr/cm3 umxk temperatur 1350 ?C dan 1,4l9; 1,799; l,902; 1,884 dan 1,794 g:'cm3 untuk temperatur 1400°C. Untuk nilai kekerasan, semakin banyak kmdungan kaolin maka nilai kekerasaunya akan semaldn meningkat, untuk Lamperatur 1350 °C nilai kekerasalmya adalah 173,99; l89,22; 206,55; 233,62 dan 249,99 VHN, dan pada temperatur 1400 °C nilai kekerasannya aiialah 249,l8; 258,42; 260,l$; 262,78 dan 263,67 VHN."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Fatiya Fawwaz
"Selada merupakan tanaman yang sensitif terhadap cekaman kekeringan karena membutuhkan lebih banyak air dalam budidaya. Salah satu cara untuk mengurangi dampak kekeringan adalah penggunaan kaolin, sebagai antitranspiran. Namun, pengaruh pemberian kaolin  terhadap pertumbuhan selada pada kondisi kekeringan belum pernah dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian kaolin terhadap pertumbuhan selada pada kondisi kekeringan. Pemberian kaolin (2%, 3%, dan 5%) secara foliar application diuji pada kelompok yang terdiri dari 5 tanaman selada yang ditanam pada kondisi kekeringan di rumah kaca. Jumlah daun, tinggi tanaman, panjang akar, panjang dan lebar daun, berat segar dan kering tanaman, serta kandungan klorofil daun diamati sebagai parameter pertumbuhan. Pemberian kaolin meningkatkan pertumbuhan selada hampir di seluruh parameter dibandingkan dengan kontrol negatif (kondisi kekeringan, tanpa kaolin). Pemberian kaolin 3% memberikan perlakuan terbaik untuk meningkatkan parameter pertumbuhan. Sementara itu, perlakuan kaolin tidak mempengaruhi kandungan klorofil secara signifikan pada kondisi kekeringan. Namun, pemberian kaolin 5% menunjukkan kandungan klorofil tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi kaolin lainnya. Berdasarkan penelitian ini, kaolin berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan selada pada kondisi kekeringan serta kaolin 3% menunjukkan hasil yang paling baik.

 


Lettuce is a crop sensitive to drought stress as it needs more water in cultivation. Kaolin reduce the impact of drought stress in plants, as an antitranspirant. However, the effect of kaolin to growth of lettuce under drought condition has not been reported yet. In this study, the effect of kaolin on the growth of lettuce under drought condition was investigated. Kaolin foliar application (2%, 3%, and 5%) was tested on a group consisted of 5 lettuce plants grown under drought condition in a greenhouse. Number of leaves, plant height, root length, leaf length and width, fresh and dry weight of plant, and leaf chlorophyll content were observed as the growth parameters. Kaolin applications increased the growth of lettuce in most parameters compared to negative control (drought condition, without kaolin). Kaolin 3% application presented the best treatment to increase growth parameters. All kaolin applications did not affect the chlorophyll content significantly under drought condition. However, kaolin 5% application presented the highest chlorophyll content compared to the application of other kaolin concentrations. In this study, kaolin application effect significantly on the growth of lettuce under drought and kaolin 3% show the best results.

 

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Almadeo Sukoco
"Penelitian mengenai pengaruh penambahan bahan pengisi atau filler berupa bahan pati dan bahan kaolin terhadap peningkatan kekuatan rekat Polivinil Asetat (PVAc) telah dilakukan. Penambahan filler dilakukan dengan dua kondisi yang berbeda yakni filler tanpa pemanasan dan filler yang melibatkan pemanasan. Pada setiap kondisi, dilakukan variasi komposisi filler yang ditambahkan ke PVAc antara lain 1%, 3% dan 5%. Terkhusus untuk kondisi filler dengan pemanasan, filler dilarutkan dengan akuades dengan temperatur 70-80 °C serta kecepatan pengadukan 300 rpm selama 60 menit. Pencampuran PVAc dengan berbagai variasi komposisi filler pati dan kaolin dilakukan dengan kecepatan agitasi 300 rpm selama 60 menit. Pengujian kekuatan rekat sampel dilakukan berdasarkan ASTM D905-03 tentang uji kuat geser dan diperoleh hasil kekuatan rekat PVAc meningkat seiring penambahan filler pati dan kaolin hingga batas komposisi 3%, lalu untuk komposisi filler sebanyak 5% kekatan rekat yang dihasilkan menurun. Evaluasi beberapa parameter juga dilakukan dalam penelitian ini yang meliputi, pengukuran pH, densitas, viskositas, dan kandungan padatan (solid content). Beberapa metode karakterisasi juga dilakukan yakni FTIR, SEM dan PSA. Spektrum FTIR menunjukkan adanya kemiripan antara PVAc murni dan PVAc yang dilakukan penambahan filler, dengan adanya sedikit pergesaran serta penambahan spektrum dan intensitas puncak. Hasil SEM menunjukkan morfologi partikel filler pati dan kaolin yang tersebar dan mengisi pori matriks PVAc. Seiring penambahan komposisi filler, hasil PSA menunjukkan peningkatan ukuran rata-rata diameter partikel dari 2,12 μm hingga 6,29 μm.

Polyvinyl Acetate (PVAc) has been studied to find out what happens when fillers like starch and kaolin are added to make the glue stronger. Filler were added in two different ways: with or without heat. In each condition, different amounts of filler were mixed into the PVAc, such as 1%, 3%, and 5%. For the filler condition with heating, the filler was mixed with distilled water at 70–80°C and 300 rpm for 60 minutes. The PVAc was mixed with different combinations of starch and kaolin filler at a speed of 300 rpm for 60 minutes. The shear strength test of the samples was carried out according to ASTM D905-03, and the results showed that adding starch and kaolin fillers increased the adhesive strength of PVAc up to a composition limit of 3%. After that, the adhesive strength actually went down at a composition limit of 5%. Several parameters, such as pH, density, viscosity, and solid content, were also measured as part of this study. FTIR, SEM, and PSA were also used to figure out what the material was like. With a small shift and spectrum addition, the FTIR spectrum shows that pure PVAc and PVAc with filler added are generally similar. The SEM results showed the shape of the starch and kaolin filler particles, which were scattered and filled the holes in the PVAc matrix. When more filler is added to PVAc, the PSA results show that the average particle size was increased from 2,12 µm to 6,29 µm. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>