Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fakhri
"Memiliki rajah pada tubuh atau biasa disebut dengan tato adalah hal yang umum ditemukan pada masyarakat modern. Tato di masa sekarang dapat dikatakan telah memiliki kedudukan tersendiri dan menjadi pilihan dalam dunia fashion. Kemudian tato dapat dikatakan pula sebagai salah satu cara manusia untuk mengekspresikan diri. Tato di Indonesia sendiri sudah ada sejak zaman dahulu bahkan merupakan bagian dari kebudayaan khususnyadi beberapa suku asli Kalimantan dan Mentawai. Sebagian besar masyarakat Indonesia pada umumnya masih menilai bahwa tato memiliki keterkaitan dengan hal-hal negatif, yakni dengan narkoba, alkohol, dan dunia kriminalitas. Penilaian tersebut bisa terjadi karena pada zaman Orde Baru dengan aparatus militer yang ada pada saat itu memberlakukan kebijakan menumpas penjahat melalui penembak misterius atau biasa disebut dengan petrus. Individu-individu yang ditumpas pada masa tersebut umumnya memiliki tato. Perlakuan yang diberikan oleh petrus tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk dari mengkriminalisasi para pemilik tato. Selanjutnya penelitian ini berupaya untuk mengetahui apa yang menyebabkan tato mengalami kriminalisasi simbolik dan analisanya di dalam kerangka kriminologi budaya. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Informan penelitian ini adalah satu orang yang berhasil selamat dari penangkapan penembak misterius tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya kriminalisasi simbolik terhadap pemilik tato dikarenakan terdapat konstruksi nilai yang dibentuk oleh pemerintah pada saat itu dan hal ini berhubungan dengan salah satu konsep kriminologi budaya yang disampaikan oleh Jeff Ferrel yaitu culture as crime.

Having a tattoo on the body is a common thing found in modern society. Tattoos in the present have their own position and become a choice in the world of fashion. Then the tattoo can be said as one of human way to express themselves. Tattoos in Indonesia itself has existed since ancient times even part of the special culture in some indigenous tribes of Kalimantan and Mentawai. Most Indonesians in general still think that tattoos are related to negative things, such as drugs, alcohol, and the world of crime. The assessment can occur because in the "Orde Baru" era with the existing military apparatus at that time enacted the policy of crushing criminals through a mysterious shooter or commonly called a "petrus". Individuals who crushed at that time generally have tattoos. The treatment given by "petrus" is said to be a form of criminalizing tattoo owners. Furthermore, this research seeks to find out what causes the tattoo to have symbolic criminalization and it's analysis within the framework of cultural criminology. The research methodology used in this research is qualitative approach. The informant of this research is one person who survived the arrest of the mysterious shooter. Data collection were conducted by in-depth interview. The results showed that the cause of the symbolic criminalization of tattoo owners due to the construction of values established by the government at that time and this is related to one of the concept of cultural criminology presented by Jeff Ferrel is culture as crime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restituta Driyanti
"Pentingnya pengaruh tato bagi manusia Dayak menunjukan bahwa tato sudah menjadi sesuatu yang bersifat religius dan magis, karena gambar yang digunakan berupa simbol-simbol yang terkait dengan alam dan kepercayaan masyarakat. Tato bagi manusia Dayak merupakan simbol dalam berinteraksi sosial antar komunitas. Oleh karena itu pemaknaan tato sebagai sebuah teks yang sarat akan makna simbolik diuraikan menggunakan metode hermeneutika Paul Ricoeur untuk mengungkap pengertian-pengertian mengenai apa yang ada di balik tato tersebut baik tersurat maupun tersirat.

The importance of the human influence of Dayak tattoo shows that tattoos have become something that is religious and magical, because of the images used in the form of symbols associated with nature and the confidence of the public. Dayak tattoos for men is a symbol of the social interaction between the communities. Therefore the meaning of tattoos as a text that will be full of symbolic meaning using the methods described Paul Ricoeur hermeneutics to reveal notions about what is behind the tattoo is either express or implied."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
T28858
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Sebastian Abimanyu
"Skripsi ini membahas tentang karya seni tato dan kedudukannya dalam hukum hak cipta dengan membandingkan pengaturan dan penegakan hukum hak cipta di Amerika Serikat dan Indonesia. Tato telah menjadi bentuk seni yang semakin populer dan diakui secara luas di berbagai budaya bermasyarakat di seluruh dunia. Tato merupakan sebuah karya seni, sebuah karya seni sudah sepatutnya dilindungi oleh hak cipta. Namun yang menjadi permasalahan, dalam menentukan kedudukan hak ciptanya, tidak semudah dalam halnya karya seni lainnya. Karya seni tato merupakan karya seni yang dalam perwujudannya terfiksasi dalam tubuh individu orang lain. Dengan demikian, tentunya hal ini dapat berpotensi melanggar hak-hak yang dimiliki oleh individu yang ditato. Meskipun di Indonesia belum ditemukan kasus hak cipta pada karya seni tato, di Amerika Serikat sendiri telah muncul banyak kasus hak cipta yang berkaitan dengan karya seni tato.Penelitian ini dilakukan untuk menelaah dan memahami bagaimana kedudukan hukum hak cipta pada karya seni tato dengan turut membandingkan pengaturan dan penegakan hukum yang dipraktikkan di Amerika Serikat dengan turut mengkaji potensi yang dapat muncul dari penegakan hak cipta atas karya seni tato dan memecahkannya dengan solusi yang relevan. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan, yang mengkaji berbagai aspek hukum dari sumber kepustakaan. Amerika Serikat dipilih sebagai negara pembanding untuk menganalisis masalah yang dianggap penting. Metode kualitatif digunakan untuk mengumpulkan dan mengolah data secara alamiah, dengan analisis yuridis menggunakan bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pengaturan terkait penciptaan oleh lebih dari satu orang berbeda antara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengecualian terjadi pada karya seni tato yang desainnya telah sepenuhnya dibuat oleh seniman tato dari awal atau pada flash tattoo. Dalam kasus ini, seniman tato menjadi satu-satunya pencipta karya tersebut. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membuat perjanjian tertulis yang memungkinkan beberapa pelaksanaan hak moral, seperti penghapusan, modifikasi, distorsi, dan sebagainya.

This thesis examines the art of tattoo and its position within copyright law by comparing the regulation and enforcement of copyright law in the United States of America and Indonesia. Tattoos have become an increasingly popular and widely recognized art form in various societal cultures around the world. A tattoo is considered a work of art, and as such, should be protected by copyright. However, determining the position of copyright for tattoos is not as simple as in the case of other art forms. Tattoos are works of art that are fixed on the bodies of individuals, which can potentially infringe upon the rights of the individuals who are tattooed. This research aims to examine and understand the legal status of copyright for tattoos by comparing the regulation and enforcement practices in the United States of America, while also exploring potential issues that may arise from the enforcement of copyright on tattoo artworks and proposing relevant solutions. This thesis utilizes a normative juridical research method with a comparative approach, analyzing various aspects of the law through literature sources. The United States of America was selected as a comparative country to analyze important issues. Qualitative methods are employed to collect and process data naturally, along with juridical analysis using primary and secondary legal materials. Based on the research conducted, it can be concluded that there are differences in the regulations concerning the creation of tattoos by more than one person between Indonesia and the United States. The position of copyright, as established by the U.S. Copyright Act, provides rights to individuals who are tattooed, thus creating fair legal certainty by considering the interests of both tattoo artists and the individuals being tattooed. However, there is one exception, namely in the case of tattoo art where the design has been entirely created by the tattoo artist from the beginning or with flash tattoos. In this scenario, the tattoo artist is the sole creator. However, a possible solution is to establish a written agreement that allows for some moral rights implementation, such as removal, modification, distortion, etc."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RR. Early Dinda Puspita
"Tattoo is only one of many forms of body art. Tattoo was used by the indigenous to create fear to the enemy. In Indonesia tattoo has a strong relation with religious things, especially for the Dayak. But nowadays tattoo has become an industrial mass product. Tattoos are especially popular among younger people and have already become a life style, a status symbol and a part of fashion. Tattooing is no longer a rarity, but is present in everyday life. Using the postmodern theory and the semiotic theory of Charles Sanders Peirce, this thesis will show how chance in the use of tattoo has become a postmodern way of life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S14672
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inayah Agustin
""Quarterlife crisis adalah sebuah fenomena yang umum terjadi pada" "u di rentang usia 18-29 tahun. Kelompok usia ini dikenal dengan istilah "individu" emerging adulthood dan pertama kali dicetuskan oleh Arnett (2001). Pada tahap perkembangan tersebut, individu mulai memperoleh banyak perubahan-perubahan dan tuntutan dari lingkungannya sebagai tanda masa transisi dari remaja menuju dewasa. Adanya kebutuhan untuk mengeksplorasi diri juga membuat tahap ini penuh dengan ketidakstabilan. Bila individu tidak mampu mengatasinya - ditandai dengan munculnya reaksi emosi seperti rasa cemas, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya karena tidak mampu keluar dari zona nyaman kehidupannya, maka individu tersebut dapat dikatakan mengalami quarterlife crisis (Robbins & Wilner, 2001). Area permasalahannya meliputi pekerjaan, pendidikan hingga yang paling sering dialami oleh perempuan yakni masalah relasi interpersonal yang erat kaitannya dengan keinginan atau tuntutan untuk menikah.
Faktor norma sosial budaya, keluarga dan pertemanan mempengaruhi pandangan individu terhadap permasalahannya. Semakin memperoleh tekanan, individu akan mulai membangun emosi-emosi dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Padahal di sisi lain, banyak aspek positif yang sebenarnya ia miliki namun tidak disadari, akibatnya produktivitas dan fungsi sosialnya menjadi terganggu. Hal inilah yang menjadi sasaran intervensi berupa sebuah terapi dengan pendekatan solution-focused. Asumsi-asumsi dasar dari solution-focused menitikberatkan pada potensi positif individu dan orientasi pada masa depan dianggap sesuai untuk mengatasi quarterlife crisis. Terdapat 4 (empat) sesi individual dengan tujuan untuk membantu individu membangun solusi dari masalahnya sendiri. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perubahan yang positif dari ketiga individu dalam upaya mengatasi quarterlife crisis yang dialaminya. Partisipan yang belum memiliki pasangan lebih mudah keluar dari krisis bila dibandingkan dengan partisipan yang sudah memiliki pasangan. Teknik-teknik yang terbukti efektif antara lain mengidentifikasi masalah dan menetapkan tujuan, miracle question, serta survei mengenai potensi positif diri.

Quarterlife crisis is a common phenomena founded in individuals age 18-rs old. This group of age is known as emerging adulthood, and Arnett 30 yea "(2001) is the first person who introduce it as the new stage of development. At this stage, individuals start to have many changes and demands from others in their society as the sign of the transition from adolescence to adulthood. People at this stage are also like to have self-exploration, that?s why their life is full of instability. If the individuals can?t handle it, which marked by having lots of negative emotions such as anxiety, frustration and helpless because they can?t move from their own comfort zone, then we can says that those individuals are having quarterlife crisis (Robbins & Wilner, 2001). The area of problems contains career problem, academic and even romance or interpersonal relationship which mostly women?s concerned because it?s related to the demands of getting married.
Socio-cultural, peers and family factor have been influence people?s perspective about their problems. The more they?re getting demand from others, the more they build some negative emotions and perspective about themselves. While on the other side, there are a lot of positive things which they?re actually have but they didn?t realize it. By the result of that, they can?t perform productively and easily got troubles in social functioning. That?s the reason behind the decision to build an intervention with solution-focused approach. The basic assumptions from this approach is to believe that all individuals are having positive potensial inside them and the future-orientation might help them to build some solutions from their problem. The therapy itself contains 4 (four) individual sessions, and all of it focusing on how their work to build some goals and solution to achieve it. Some of the reluts are : there are significant changes in positive way founded in all 3 (three) participants in terms of handling quarterlife crisis related to interpersonal problem. Specifically, participant who doesn?t have a partner yet is handling the crisis easily and she successfully move on from quarterlife crisis compare to participant who already have a partner. Some of the techniqes that proven to be effective are the miracle questions, worksheet about positive personality survey and how to identify problems and setting the goals.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T30360
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Sarli Anthoni
"Fear of crime atau rasa ketakutan terhadap tindak kejahatan dapat dimiliki oleh siapa saja dan dapat terjadi untuk tindak kejahatan apapun, salah satunya adalah ketakutan mengalami kejahatan di moda transportasi umum. Sekarang ini, penggunaan transportasi umum, terutama di kota-kota besar, sudah menjadi bagian dari kebutuhan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Skripsi ini menguji lima variabel fear of crime yang mungkin dialami oleh pengguna moda transportasi umum yang dibentuk oleh Carlos J. Vitalta (2011) menggunakan metode kuantitatif, dengan mengumpulkan kuesioner dari 150 responden yang tinggal di Kota Depok dan pernah menjadi korban kejahatan di transportasi umum. lima variabel fear of crime ini terdiri atas victimization, physical vulnerability, social vulnerability, social disorder, dan social network. hasilnya ditemukan bahwa empat variabel memiliki bentuk hubungan yang positif terhadap fear of crime, sementara satu variabel lainnya memiliki hubungan yang negatif. semakin tinggi tingkat victimization, social disorder, social vulnerability, maka semakin tinggi pula tingkat fear of crime yang dimiliki seseorang. sedangkan semakin rendah tingkat physical vulnerability dan social network maka semakin tinggi fear of crime yang dimiliki oleh seseorang

Fear of crime can be possessed by anyone against any kind of crime. One of those includes the fear of crime in public transportation. Utilizing public transportation is inevitable on daily life especially in big cities. This research examines Carlos J. Vitalta’s (2011) the five variables of fear of crime experienced by public transportation user. The method being used is quantitative as 150 respondents live in Depok City who had experienced crime in public transportation were gathered. These five variables consist of victimization, physical vulnerability, social vulnerability, social disorder, and social network. The result shows that four of the variables perform positive relation against fear of crime while the other one shows negative relation. The higher level of victimization, physical vulnerability, social vulnerability, social disorder, and social network will create higher level of someone’s fear of crime. On the other hand, the lower level of victimization, physical vulnerability, social vulnerability, social disorder, and social network will create higher level of someone’s fear of crime will create lower level of someone’s fear of crime"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ardhya Irawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran resiliensi pada remaja penyintas erupsi Gunung Merapi tahun 2010 serta untuk mengidentifikasi nilai-nilai budaya Jawa yang berhubungan dengan kemampuan resiliensi masyarakat suku Jawa yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, khususnya di Desa Krinjing, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Gambaran resiliensi remaja di Desa Krinjing ini diperoleh dengan menggunakan alat ukur resiliensi Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) juga melalui wawancara mendalam yang merujuk kepada karak-teristik resiliensi yang dikemukakan oleh Wagnild (2010), yaitu meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, dan existential aloneness. Wawancara secara mendalam juga digunakan untuk menggali penghayatan nilai-nilai budaya Jawa dari partisipan. Partisipan penelitian terdiri dari 15 orang remaja berusia 15-20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja di Desa Krinjing telah menunjukkan resiliensi dalam tingkat yang sedang. Adapun budaya Jawa yang terkait dengan kemampuan resiliensi mereka adalah gotong royong, sopan santun, kebersamaan, dan berbakti pada orang tua. Sejumlah saran untuk menindaklanjuti penelitian ini, termasuk untuk mengatasi keterbatasan yang ditemui, disertakan.

This research was carried out to get an idea of resilience in young survivors of the eruption of Mount Merapi in 2010 and to identify the Javanese cultural values that related to the resilience ability of the Javanese community who live around Mount Merapi, particularly in Krinjing, Magelang regency, Central Java. The idea of resilience in young survivors in Krinjing is achieved by using a measuring instrument Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC) 10 (Connor & Davidson, 2003; Campbell-Sills & Stein, 2007) and by in-depth interviews refers to the characteristics proposed by Wagnild (2010): meaningfulness, perseverance, equanimity, self-reliance, and existential aloneness.. Interviews were also used to explore the appreciation of Javanese cultural values of the participants. The participants consisted of 15 adolescents aged 15-20 years. The results showed that young survivors in Krinjing have shown resilience in the medium level. The Javanese culture associated with the resilience ability of survivors of the eruption of Mount Merapi are mutual cooperation, courtesy, togetherness, and dutiful to parents. A number of suggestions to follow-up this research, and to overcome the limitations that were encountered, are included"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45461
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwin Amarullah Gumelar
"Penelitian ini berfokus kepada seseorang yang memiliki pengalaman sebagai korban kekerasan seksual yang berproses menjadi pelaku kekerasan seksual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab bagaimana seseorang dapat melakukan kekerasan seksual dengan melihat pengalaman-pengalaman yang dialami pelaku sebagai faktor pendorong. Penelitian ini menggunakan dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual, sebagai korban dan pelaku, dan sedang menjalani proses hukum di Kota Sukabumi. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah life course theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada dua informan yang memiliki pengalaman kekerasan seksual dan narasumber lain yang berinteraksi langsung dengan informan, yaitu PPA Polres Sukabumi, guru-guru, orangtua, keluarga dan psikolog.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya menjadi pelaku karena pengalamannya sebagai korban, melainkan terdapat faktor utama berdasarkan pengalaman pelaku, yakni kekerasan rumah tangga sebagai pendorong perilakunya. Selain itu, kondisi sosial juga merupakan faktor lainnya. Intervensi dan penanganan sangat penting dilakukan bagi korban kekerasan seksual dengan tujuan untuk mencegah agar korban kekerasan seksual tidak berproses menjadi pelaku. Intervensi dapat dilakukan lewat dukungan pemerintah dengan menyiapkan sistem perlindungan bagi anak yang mengalami kekerasan seksual.Kata kunci: kekerasan seksual terhadap anak, korban kekerasan seksual, pelaku kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga.

This study focuses on someone who has the experience as a victim of sexual violence and turned to be the perpetrator of sexual violence. The objective of this research is to answer how someone could become the perpetrator of sexual violence by looking at the experiences as a driver. This study uses two informants who have experienced sexual violance, both as the victims and the perpetrators, and are now undergoing legal process in Sukabumi City. The main theory used in this study is the life course theory. Qualitative approach is used in this study by conducting in depth interviews with two informants with sexual violence experiences and other interviewees who have interacted directly with the two informants, namely PPA Sukabumi Police Officers, teachers, parents, family, and psychologist.
The result of this study indicates that victims of sexual violance can be the perpetrators, not only because of their experiences as the victims, but the major factor here is based on their experiences with domestic violence as a driver of their behaviour. In addition, their social condition could be another factor. Intervention and treatment are very important for the victims of sexual violence with the aim to prevent the victims to become the perpetrators. This intervention can be conducted with support from the government by preparing a system of protection for children who have sexual violence experiences.Keywords sexual violance towards children, victims of sexual violance, sexual violence abusers, domestic violance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S69718
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hoshael Waluyo Erlan
"Peneliiian ini bertujuan untuk mengetahui efek jangka panjang dari bullyng bagi para individu dewasa yang pemah menjadi korban. Subyek penelitian ini berjumlah 3 orang, 2 orang pria dan 1 orang wanita, yang pemah mengalami menjadi korhan bullying ketika duduk bersekolah di jenjang SMA. Semua subyek penelitian melaporkan pernah di-bully di sekolah dengan rata-rata 2 kali seminggu atau lebih, selama paling tidak 2 tahun. Dua subyek penelitian di-bully di sekolah negeri dan satu orang di sekolah swasta.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif dan menggunakan teknik wawancara mendalam. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa para subyek mempersepsikan adanya efek jangka panjang seperti rasa malu, kecemasan, dan kesulitan dalam menjalin relasi sosial dalam masa dewasa mereka. Dengan demikian melalui penelitian ini ditemukan bahwa bullyng dipersepsikan memiliki dampak yang serius, dan dampak ini dapat menetap bila tidak ditangani dengan baik. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34209
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Dudayev
"Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari dampak kejahatan terhadap korban, perlakuan korban dalam sistem peradilan pidana, serta interaksi pelaku ? korban dalam suatu kejahatan. Dalam kasus perempuan sebagai pelaku kekerasan, perlu ditinjau interaksi pelaku perempuan dan korban laki-laki. Perempuan sebagai pelaku diduga sebelumnya menjadi korban kekerasan seksual. Namun, seperti halnya kasus kekerasan seksual lain, kasus kekerasan kekerasan seksual yang dialami perempuan pelaku juga tidak diproses karena minimnya bukti. Perempuan sebagai pelaku diproses dan kasus perempuan sebagai korban tidak diproses. Melalui tinjauan viktimologi dan hukum berspektif perempuan-lah penegakan hukum pada kasus ini ditinjau. Dengan menggunakan metode penelitian socio-legal, skripsi ini melihat sebab perempuan melakukan kekerasan dan analsis unsur sosiologis yang digunakan hakim dalam memutus perkara perempuan sebagai pelaku

Victimology study the impact of crime for the victim, the treatment of the victim in criminal justice system, and interaction between perpetrator and the victim of crime. In case of women acted as a perpetrator of violence, it needs tobe observed the cause of that action. Women perpetrator is fathomed as a victim of sexual assault before. However, like the other cases of sexual assault, the case of women who become victim of sexual assault and offender of violence are not processed by the police. Meanwhile, the female offender is processed by the police. Through victimology persperctive and feminist legal theory, law enforcement at this case will be observed. By using the method of socio-legal research, this thesis sees why women commit violence. It analyze the sociological element that?s employed by the judge at this case"
Universitas Indonesia, 2014
S57044
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>