Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138488 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Gambit
"Penulisan ini dibuat untuk melihat apakah Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat melindungi hak anak yang terlibat sebagai kurir dan pemilik narkoba dan dapatkah undang-undang tersebut menjauhkan anak dari stigma masyarakat. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori stigma oleh Goffman serta salah satu strategi dari juvenile drug court yaitu konsep confidentiality untuk melihat apakah sudah dapat melindungi data anak yang terlibat sebagai kurir dan pemilik narkoba.

This paper are made to describe whether the Juvenile Law in Indonesia can protect the rights of children and their personal information whose involved with having and dealing with drugs and whether the Law can protect the child from stigmatization. This paper is using stigma theory by Goffman and one of the strategy in juvenile drug court, confidentiality concept to see whether it can protect the personal information of child's whose involved with dealing owning drugs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soeharno
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S6010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Odilia Vidore Septianingrum
"Klitih merupakan fenomena kenakalan anak yang melibatkan geng anak. Kenakalan ini masih dapat ditemukan hingga saat ini, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam mengkaji bagaimana fenomena klitih masih terjadi, meskipun telah dilakukan berbagai tindakan untuk menghentikanya. Penelitian ini membahas aktivitas geng anak dengan menggunakan perspektif kriminologi budaya untuk menjawab bagaimana anak dapat menjadikan klitih sebagai budaya serta bagaimana budaya tersebut dipelajari. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara, observasi serta studi data sekunder untuk mempelajari fenomena Klitih. Dengan menggunakan Social Learning Theory Akers sebagai konsep teori, penelitian ini juga membahas mengenai keterkaitan lower class terhadap geng anak. Dengan demikian, hasil penelitian menjelaskan bahwa teman sebaya memiliki peran besar dalam melakukan transmisi budaya kepada anak, sehingga anak mampu mempelajari bentuk kenakalan seperti klitih. Selain itu kondisi anak dengan status lower class memiliki kemungkinan besar untuk tergabung dalam geng anak sebagai akibat dari kesamaan budaya di antara keduanya.

Klitih is a phenomenon of child delinquency involving child gangs. This delinquency can still be found today, so further research is needed to examine how the klitih phenomenon still occurs, even though various actions have been taken to stop it. This research discusses child gang activity using a cultural criminology perspective to answer how children can make klitih a culture and how this culture is learned. This research uses qualitative methods through interviews, observations, and secondary data studies to study the Klitih phenomenon. By using Akers' Social Learning Theory as a theoretical concept, this research also discusses the relationship between the lower classes and child gangs. Thus, the research results explain that peers have a significant role in transmitting culture to children so that children can learn delinquency forms such as klitih. Apart from that, children with lower class status have a greater possibility of joining child gangs as a result of the cultural similarities between the two."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sentanu, Azhari Zaki
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan diversi bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika di Indonesia, dilihat dari ketentuan perundang-undangan tentang narkotika dan sistem peradilan pidana anak, serta beberapa putusan hakim yang mengadili perkara tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan narkotika di Indonesia memberikan kesempatan kecil bagi anak yang ingin diupayakan diversi, yaitu hanya anak yang didakwa sebagai penyalah guna narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun, ketentuan diversi di Indonesia juga memberikan peluang bagi anak yang didakwa lebih dari satu. Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa anak yang terlibat dalam tindak pidana narkotika dan didakwa lebih dari satu dapat diupayakan diversi apabila salah satu dakwaannya adalah penyalahgunaan narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu, pengupayaan diversi pada tahapan persidangan oleh hakim dinilai cukup baik, namun masih ada yang tidak mengupayakannya walaupun dari ketentuannya dimungkinkan untuk diupayakan diversi. Alasan dibalik itu adalah dampak dari tindak pidana narkotika yang dapat merusak generasi muda di Indonesia. Beberapa remaja juga didapat melakukan peredaran narkoba yang dianggap sebagai tindak pidana berat, membuat pengupayaan diversi bagi anak sangat sulit dilakukan oleh hakim.

ABSTRACT
The aims of this study is to find out the usage possibility of diversionary programmes for juveniles who involved in illegal drug dealing and drug misuses, from Indonesian drugs law and juvenile justice system. This thesis also look up to some court verdicts which dealing with juvenile who involved in illegal drug dealing and drug misuses, to find out the judges rsquo view on drugs issues in juveniles. The results of this study indicate that the provision of narcotics in Indonesia provides a small opportunity for children who want to be diverted from court procedures, that is, only the juvenile who conduct drug abuse, as in Article 127 of Law Number 35 of 2009 on Narcotics. However, the provision of diversion in Indonesia also provides an opportunity for juveniles who are charged more than one. Article 3 of the Supreme Court Regulation Number 4 of 2014 concerning for the Diversionary Programme Guidelines in the Juvenile Justice System stated that any juveniles who involved in narcotics crimes and charged with more than one, can be attempted to be diverted as long as one of its indictment is an abuse of drugs, as stated in Article 127 of Law Number 35 of 2009 on Narcotics. The diversionary attempts at the trial stage by the judge are good enough, but some still do not seek it even if it is possible to be diverted. Reasons behind it are drug offences has a devastating impact on the younger generation in Indonesia. Some juveniles are also attempt drug trafficking, which is considered by authorities as a serious criminal offense, making judges difficult to attempt a diversion for the juveniles."
2017
S69086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Chintya Dewi
"Pengalihan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dari proses formal peradilan anak telah menjadi bagian dari kebijakan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Pengalihan dilakukan melalui mediasi yang mengacu pada pendekatan keadilan restoratif sebagai bentuk jaminan atas kepentingan terbaik anak. Penelitian ini berfokus pada praktik diversi di tingkat kepolisian dengan landasan bahwa polisi merupakan aparat penegak hukum pertama yang bersentuhan dengan anak.
Semakin awal diversi dilakukan maka semakin besar komitmen Sistem Peradilan Pidana Anak dalam menghambat efek negatif akibat proses administrasi peradilan, misalnya stigma sebagai "anak nakal" yang dihasilkan oleh sidang pengadilan. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus melalui observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik diversi di kepolisian terhadap sembilan anak yang didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Bogor masih jauh dari praktik ideal. Diversi hanya menekankan pada penjauhan anak dari proses formal tanpa memperhatikan unsur kepentingan terbaik anak. Praktik tetap berjalan secara formal dan menghasilkan dampak negatif bagi anak, seperti stigma, keputusan yang tidak mempertimbangkan kemampuan anak, dan tidak adanya treatment berkelanjutan sebagai pemenuhan kebutuhan anak.

Child diversion scheme has become a part of Juvenile Justice System's policies in Indonesia. Diversion scheme is conducted through the mediation which refers to restorative justice approach as a guarantee for the best interests of the child. This research focuses on police diversion program with a solid base that police force is the first law enforcement officer who deals with the child.
The earlier diversion program is conducted, the bigger commitment that Juvenile Justice System has to hold off the negative impact which is caused by the system of justice administration, such as "delinquent" stigma as a result of the court. Researcher uses qualitative method with observations of case study through themes of participant observation, depth interview, and documentary study.
The result of this research shows that the police diversion program in accordance to nine children guidance by Probationer in Bogor Correctional Center is still far from the ideal practices. Diversion program only emphasis on distancing children from formal systems without considering the elements of child?s best interests. Diversion program is still formal and result negative impact, such as stigma, the decision without considering the child?s capability, and the lack of continuous treatment as fulfilling the needs of children.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bonar
"Skripsi ini membahas tentang beberapa permasalahan terkait dengan proses diversi sebagai bentuk penyelesaian perkara pidana anak melalui pendekatan restorative justice oleh penyidik. Penelitian ini berfokus pada tiga pokok permasalahan, yakni: tentang diversi sebagai alternatif penyelesaian sengketa berparadigma restorative justice, legalitas diversi sebagai bentuk diskresi kepolisian, dan pengaturan diversi pada hukum internasional, negara Australia, dan Belanda. Penelitian ini bermetodekan yuridis-normatif yang metode pengambilan data berfokus pada studi literatur dan wawancara narasumber. Hasil penelitian berkesimpulan bahwa diversi menjadi salah satu jalan terbaik dalam penyelesaian perkara pidana anak dan menyarankan untuk dilakukannya perbaikan dalam pelaksanaan diversi.

This thesis discusses some problems related to the settlement of diversion as a form of juvenile delinquency through restorative justice approach by investigators. This study focuses on three main issues, namely: diversion as an alternative dispute resolution through restorative justice paradigm, the legality of police discretion as a form of diversion and diversion arrangements on international law, Australia, and the Netherlands. This study focus on juridical-normative study. The data retrieval methods focus on the study of literature and informant interviews. The results concluded that the diversion to be one of the best in the completion of the juvenile delinquency and advise children to undertake improvements in the implementation of the diversion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Prabowo Rizky P.
"Skripsi ini membahas tentang bagaimana penerapan Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2015 Diversi sebagai peraturan pelaksana Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, khususnya terhadap anak pelaku tindak pidana dalam tahap pemeriksaan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menganalisis bagaimana keadilan restoratif sebagai tujuan pemidanaan yang baru dapat terwujud dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah tersebut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa Peraturan Pemerintah tersebut belum dapat mendorong penuh terwujudnya keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, karena masih terdapat hambatan yang berasal dari kekurangan para penegak hukum dalam memahami dan menerapkan peraturan yang ada, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya pelaksanaan diversi dan minimnya sarana pra-sarana penunjang pelaksanaan diversi di Indonesia. Oleh karena itu dalam penerapannya, Indonesia masih perlu untuk melakukan perbaikan dengan melakukan studi banding dengan negara-negara yang sudah menerapkan keadilan restoratif dalam Sistem Peradilan Pidana Anaknya dan melakukan pelatihan khusus kepada para Penegak Hukum serta memberikan sosialiasi kepada Masyarakat tentang Diversi.

This thesis discusses about how the application of The Government Regulation No. 65 2015 about Diversion as the implementing regulation of Act No.11 2012 on the Indonesian Juvenile Criminal Justice System, especially against child offenders in the trial examination stage. This study uses qualitative methods and analyzes how restorative justice as a new punishment goal can be realized by the application of the Government Regulation in the Juvenile Justice System in Indonesia.
The results of this study indicate that such Government Regulation has not been able to fully encourage the realization of restorative justice in the Juvenile Criminal Justice System in Indonesia, because there are still obstacles derived from the shortcomings of law enforcement in understanding and applying the existing rules, lack of understanding of the importance of the implementation of diversion and the lack of facilities pre support infrastructure implementation of Diversion in Indonesia. Therefore, in its implementation, Indonesia still needs to make improvements by conducting comparative studies with countries that have implemented restorative justice in its Juvenile Criminal Justice System and conducting special training to Law Enforcement and providing socialization to the Society on Diversion Programme
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69935
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati
"Standard Minimum Rules For The Administration of Juvenile Justice atau yang lebih dikenal dengan sebutan Beijing Rules merupakan kondisi minimum yang dianggap layak oleh PBB dalam menangani pelaku tindak pidana di sistem manapun. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana prinsip-prinsip dalam Beijing Rules telah dianut dalam UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan bagaimana pula dalam implementasinya. Dengan meneliti implementasinya, diharapkan untuk dapat diketahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya sekaligus dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi kendala yang ada.
Penelitian ini dilakukan dengan dua jenis penelitian, yaitu penelitian normatif dan empiris. Wilayah/lokasi penelitian dilakukan di wilayah hukum DKI Jakarta dan Lernbaga Pemesyarakatan Anak di Tangerang, Banten. Sebagai alat-pengumpulan data, digunakan wawancara dan studi dokumen. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah banyak mengadopsi nilai-nilai dari Beijing Rules, hanya saja dalam pelaksanaannya ternyata belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai tersebut. Hal ini disebabkan oleh antara lain keterbatasan sumber daya aparat hukum baik secara kualitas maupun kuantitas, terbatasnya sarana dan sarana pendukung, selain itu juga rendahnya tingkat pengetahuan hukum masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Djedje Wachyudin
"ABSTRAK
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, disamping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintah negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan yang bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha-usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum itu akan lebih konkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang), yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
1) Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan M.P.R. RI. Nomor II/MPR/1988), khususnya mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) dalam Pola Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan Umum (Bab IV huruf D) pada butir bidang hukum.
2)
Di Dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nusantara ditegaskan antara lain bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
Dalam Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah Kebijaksanaan Pembangunan Bidang Hukum, ditegaskan :
a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat. Disamping itu, hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat, memberi rasa aman dan tertib, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka meningkatkan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan Para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
e. ????? dan seterusnya.
Garis kebijaksanaan umum yang kemudian secara lebih operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara itulah yang menjadi landasan dan tujuan dari setiap usaha pembaharuan hukum, termasuk pembaharuan hukum pidana dan kebijaksanaan penanggulangan kejahatan di Indonesia.
Perlu disadari bahwa pembangunan hukum pidana, pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pembangunan yang bersifat struktural yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak di dalam suatu mekanisme, akan tetapi mencakup pula pembangunan substansial yang berupa produk-produk hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum pidana dan keputusan-keputusan pengadilan, dan yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai baik di kalangan aparat penegak hukum maupun di masyarakat yang dikehendaki oleh suatu sistem hukum pidana. 1)
Mengingat judul yang penulis ungkapkan dalam tesis ini adalah "Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak di Masa Datang? maka yang menjadi permasalahan di sini yakni bagaimana?"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>