Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188202 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Muhammad Ikhsan
"Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur pada Pasal 22D UUDNRI 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 2009) menempatkan kedudukan DPD tidak setara dengan Presiden atau DPR dalam hal pembentukan undang-undang. Lahirnya, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 telah merubah kedudukan dan kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang-undang yaitu dengan merumuskan bahwa DPD ikut terlibat sejak tahap pengajuan undang-undang sampai dengan sebelum diambil persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3 2014) yang tidak didasarkan pada putusan Makamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Sehingga, diajukannya pengujian formil dan materiil atas UU MD3 2014 yang kemudian melahirkan putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014, membuktikan bahwa UU MD3 2014 tidak dibentuk berdasarkan arahan dari putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 karena mengatur kembali hal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Terlebih lagi, terdapat beberapa aturan lainnya pada UU MD3 2014 yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang seharusnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada Putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014.

 

Kata Kunci: Kewenangan DPD, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009, Putusan Mahkamah Konstitusi


DPD authority in the formation of legislation have been regulated in Article 22D UUDNRI 1945, Act No. 27 of 2009 and Act No. 17 of 2014. Act No. 27 of 2009 (Act MD3 2009) locates the position of DPD is not equivalent to the President or the DPR in the formation of legislation. The Constitutional Court decision No. 92 / PUU-X / 2012 has changed his position and authority of the DPD in the formation of the legislation is to formulate that DPD is involved since the submission stage of the legislation before it is taken up by mutual agreement by the Parliament and the President. Formation of Law No. 17 of 2014 (Act MD3 2014) that are not based on the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 resulted in obscurity authority of the DPD in the formation of legislation. Thus, the filing of formal review and substantive review of the Act MD3 2014 which gave birth to the decision of the Court number 79 / PUU-XII / 2014, proving that the Act MD3 2014 are not formed under the direction of the Constitutional Court decision number 92 / PUU-X / 2012 as set back the has been declared unconstitutional by the Constitutional Court in Constitutional Court Decision No. 92 / PUU-X / 2012. Moreover, there are several other rules on MD3 Act 2014 contrary to the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 that should have been declared unconstitutional by the Constitutional Court conditional on Court Decision number 79 / PUU-XII / 2014."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muhammad Ikhsan
"Kewenangan DPD dalam pembentukan undang-undang telah diatur pada Pasal 22D UUDNRI 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 serta Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 (UU MD3 2009) menempatkan kedudukan DPD tidak setara dengan Presiden atau DPR dalam hal pembentukan undang-undang. Lahirnya, putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 telah merubah kedudukan dan kewenangan DPD dalam hal pembentukan undang undang yaitu dengan merumuskan bahwa DPD ikut terlibat sejak tahap pengajuan undang-undang sampai dengan sebelum diambil persetujuan bersama oleh DPR dan Presiden. Pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 (UU MD3 2014) yang tidak didasarkan pada putusan Makamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan DPD dalam proses pembentukan undang-undang. Sehingga, diajukannya pengujian formil dan materiil atas UU MD3 2014 yang kemudian melahirkan putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014, membuktikan bahwa UU MD3 2014 tidak dibentuk berdasarkan arahan dari putusan MK nomor 92/PUU-X/2012 karena mengatur kembali hal yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK pada Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Terlebih lagi, terdapat beberapa aturan lainnya pada UU MD3 2014 yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang seharusnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK pada Putusan MK nomor 79/PUU-XII/2014.

DPD authority in the formation of legislation have been regulated in Article 22D UUDNRI 1945, Law No. 27 of 2009 and Act No. 17 of 2014. Act No. 27 of 2009 (Act MD3 2009) locates the position of DPD is not equivalent to the President or the House of Representatives in the formation of legislation. The Constitutional Court decision No. 92 / PUU-X / 2012 has changed his position and authority of the DPD in the formation of the legislation is to formulate that DPD is involved since the submission stage of the legislation before it is taken up by mutual agreement by the Parliament and the President. Formation of Law No. 17 of 2014 (Act MD3 2014) that are not based on the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 resulted in obscurity authority of the DPD in the formation of legislation. Thus, the filing of formal review and substantive review of the Act MD3 2014 which gave birth to the decision of the Court number 79 / PUU-XII / 2014, proving that the Act MD3 2014 are not formed under the direction of the Constitutional Court decision number 92 / PUU-X / 2012 as set back the has been declared unconstitutional by the Constitutional Court in Constitutional Court Decision No. 92 / PUU-X / 2012. Moreover, there are several other rules on MD3 Act 2014 contrary to the decision of the Constitutional Court Number 92 / PUU-X / 2012 that should have been declared unconstitutional by the Constitutional Court conditional on Court Decision number 79 / PUU-XII / 2014.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Putri Pratiwi Indra
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum pemalsuan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 oleh pegawai kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pembeli terkait Putusan Pengadilan Negeri Rangkasbitung Nomor 70/Pid.B/2018/PN.Rkb. PPAT dalam jabatannya berwenang membuat akta autentik, dengan harus membacakan akta jual beli yang dibuat tersebut kepada para pihak yang terkait/berkepentingan dan menjelaskan isi akta tersebut. Longgarnya pengawasan terhadap pembuatan akta jual beli dalam lingkup pekerjaan PPAT mengakibatkan kerugian oleh beberapa pihak. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah mengenai pembatalan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 yang diajukan oleh penjual di pengadilan negeri setempat terhadap pemalsuan yang dilakukan oleh pegawai PPAT dan pembeli kepada PPAT yang bersangkutan dan pengadilan negeri setempat karena tidak memenuhi syarat formil dan materil dalam pembuatan aktanya; dan pertanggungjawaban PPAT terhadap akibat yang ditimbulkan karena pemalsuan Akta Jual Beli Nomor 103/2013 karena tidak dibuat oleh dan di hadapannya sebagaimana diatur dalam peraturan jabatannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan deskriptif analitis. Hasil analisis adalah pembatalan akta jual beli yang dilakukan melalui pengadilan negeri karena pemalsuan akta jual beli yang dilakukan oleh pembeli dan pegawai kantor PPAT, tanggung jawab PPAT terhadap pemalsuan akta jual beli yang dilakukan adalah sepanjang melaksanakan jabatannya. PPAT sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan, sebaiknya berhati-hati dalam menjalankan jabatannya, memeriksa dokumen, akta yang dibuat dan terhadap karyawan.

ABSTRACT
This study discusses the legal consequences of forgery the Deed of Purchase Number 103/2013 by office employee of Land Deed Official and buyer related to Rangkasbitung District Court Decision Number 70/Pid.B/2018/PN.Rkb. Land Deed Official in his position is authorized to make authentic deeds, by having to read the deeds of sale and purchase made to the parties concerned / interested parties and explain the contents of the deeds. Loosening of supervision over the making of sale and purchase deeds within the scope of Land Deed Official's work resulted in losses by several parties. The problem raised in the research is the cancellation of the Purchase Deed Number 103/2013 submitted by the seller in the local district court for counterfeiting carried out by office employee of Land Deed Official and buyer to the relevant Land Deed Official and local district court because it did not meet the formal and material requirements in the making deed; and the accountability of Land Deed Official for the consequences caused by falsification of the Sale and Purchase Act Number 103/2013 because it was not made by and before him as stipulated in his position regulations. To answer the problem used normative juridical research methods with analytical descriptive. The result of the analysis is that the sale and purchase deed is not authentic because it does not fulfill the formal and material requirements for making the deed. Land Deed Officials as a public official who has the authority, should be careful in carrying out his position, checking documents, deeds made and against employees."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefani Christanti Hamdani
"Penelitian ini membahas mengenai kekuatan pembuktian Akta Jual Beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan PPAT dan Kode Etik PPAT. PPAT bertugas untuk membuat suatu akta autentik, salah satu contohnya adalah akta jual beli. Akta autentik merupakan akta yang memiliki kekuatan pembuktian paling sempurna. Apabila dalam pembuatan akta mengalami pelanggaran dalam pembuatan akta, hal tersebut dapat mengakibatkan tidak sahnya syarat suatu akta dan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna atau akta menjadi cacat. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan pembuktian akta jual beli yang berisikan pemalsuan data dan pemalsuan tanda tangan serta akibat hukum terhadap PPAT yang membuat akta jual beli tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku/Kode Etik PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan penelitian kepustakaan yang merupakan bahan data primer, bahan data sekunder dan data tersier berupa peraturan-peraturan, literatur dan buku kepustakaan. Hasil penelitian kekuatan pembuktian dari akta jual beli yang dibuat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah akta batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Akibat hukum dari PPAT yang melanggar seharusnya diberhentikan secara tidak terhormati karena telah beberapa kali membuat akta Autentik tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta terdapat pelanggaran terhadap kaedah moral dan etika dengan adanya pelanggaran kode etik.

This study discusses the strength of the proof of the Sale and Purchase Deed which contains falsification of data and forgery of signatures that are not in accordance with the provisions of the PPAT Legislation and the PPAT Code of Ethics. PPAT is tasked with making an authentic deed, one example of which is a deed of sale and purchase. An authentic deed is a deed that has the most perfect proof of power. If in the making of the deed there is a violation in the making of the deed, this can result in the invalidity of the terms of a deed and it does not have perfect proof power or the deed becomes defective. The problems raised in this study are regarding the strength of proof of the sale and purchase deed which contains falsification of data and forgery of signatures as well as the legal consequences of PPAT which make the deed of sale and purchase not based on applicable laws and regulations/PPAT Code of Ethics. To answer these problems, a juridical-normative research method is used with library research which is primary data material, secondary data material and tertiary data in the form of regulations, literature and library books. The results of the research on the strength of evidence from the deed of sale and purchase made that are not in accordance with applicable regulations are the deed null and void and are considered to have never existed. The legal consequences of violating PPATs should be dishonorably dismissed because they have several times made authentic deeds that are not in accordance with applicable regulations and there are violations of moral and ethical rules with violations of the code of ethics."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vira Dwi Prastika
"Suatu akta harus dibuat berdasarkan fakta yang sebenarnya. Namun, dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 782/Pdt.G/2020/PN Jkt.Sel ini akta dibuat dengan berdasarkan dokumen palsu dari para penghadap. Sehingga perlu dikaji mengenai permasalahan ini, dengan pembahasan yaitu akibat hukum terhadap akta, tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta akibat dokumen palsu yang diberikan oleh para penghadap, serta perlindungan hukum terhadap pembeli yang beritikad baik atas pembatalan akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan melakukan studi kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 782/Pdt.G/2020/PN Jkt.Sel. Untuk menjawab permasalahan tersebut, dilakukan dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, akibat hukum terhadap akta PPJB pada kasus ini menjadi batal demi hukum karena terdapat unsur penipuan pada dokumen yang dilakukan para penghadap untuk membuat akta PPJB, dan akta tersebut tidak memenuhi syarat sah perjanjian objektif maupun subjektif yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata. Notaris yang membuat akta PPJB tersebut tidak dapat dituntut tanggung jawab secara administratif, perdata, maupun pidana karena tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap suatu peraturan, serta dalam pembuatan akta PPJB telah sesuai dengan prosedur pembuatan akta dan memenuhi syarat verlidjen. Pembeli yang beritikad baik pada kasus ini harus mendapatkan perlindungan hukum secara represif, yang dapat dilakukan dengan cara diberikan ganti rugi oleh penjual palsu atas uang yang telah dibayarkan pada proses jual beli, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan secara perdata atas perbuatan melawan hukum, serta secara pidana atas tindakan penipuan dokumen yang dilakukan penjual palsu untuk mendapatkan ganti kerugian baik secara materiil maupun immateriil yang akan ditetapkan oleh hakim.

A deed must be made based on actual facts. However, in the case of the South Jakarta District Court Decision Number 782/Pdt.G/2020/PN Jkt.Sel, this deed was made based on flase documents from the petitioners. Therefore, it is necessary to examine this issue, with discussions on the legal consequences of the deed, the Notary’s responbility for the creation of the deed due to the false documents provided by the parties, and the legal protection for the good-faith buyer in the cancellation of the Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB) deed by conducting a case study on the South Jakarta District Court Decision Number 782/Pdt.G/2020/PN Jkt.Sel. To address the issue, a doctrinal research method with an explanatory research type was used. The research results show that the legal consequence of the PPJB deed in this case is null and void by law because there are elements of fraud in the documents made by the parties to create the PPJB deed, and the deed does not meet the objective or subjective valid contract requirements as regulated in Article 1320 of the Civil Code. The Notary who made the PPJB deed cannot be held administratively, civilly, or criminally liable because there is No. evidence of a violation of any regulation, and the creatin of the PPJB deed has followed the deed- making procedures, and meet the requirements for validation. A good-faith buyer in this case must receive legal protection in a repressive manner, which can be done by being compensated by the fake seller for the money paid during the transaction, being able to file a civil lawsuit agints the unlawful act in court, and a criminal lawsuit for the document fraud committde by the fake seller to obtain compensation for both material and immaterial damages as determined by the judge."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Fauzi
"Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menguraikan dan menganalisis permasalahan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cipta Kerja yang cacat formil dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat tetapi masih memiliki daya laku dan daya ikat sebagai undang-undang. Uji formil itu diputus oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 pada 21 November 2021. Pembentukan dan pengujian undang-undang merupakan proses yang saling berkesinambungan dalam prinsip checks and balances. Uji formil yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi merupakan kontrol terhadap proses pembentukan hukum yang menjadi kewenangan kekuasaan dibidang legislasi oleh lembaga yudisial, yaitu upaya kontrol terhadap pembentukan hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. UJi formil Undang-Undang merupakan proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap prosedur keabsahan pembentukan Undang-Undang. Proses itu dilakukan atas permohonan yang diajukan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi terhadap suatu Undang-Undang yang dianggap menyalahi peraturan pembentukannya. Terdapat tiga masalah yang akan diuraikan dan dianalisis yaitu terkait dengan putusan uji formil nomor 91/PUU-XVIII/2020, implikasi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi 91/PUU-XVIII/2020 terhadap pembentukan Undang-Undang, dan menguraikan terkait konsep ideal pembentukan undang-undang agar undang-undang tidak cacat formil. Hasil penelitian menunjukan cacat formil diputuskan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang 11 Tahun 2020 karena telah melanggar Peraturan Pembentukan Undang-Undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yaitu terkait penggunaan metode omnibus law, asas keterbukaan dengan tidak terpenuhinya partisipasi masyarakat, dan terdapat perubahan terhadap substansi rancangan undang-undang setelah disetujui. Dalam implementasinya putusan itu dapat ditafsirkan berbeda oleh pembentuk undang-undang dan pelaksana undang-undang sehingga mengakibatkan muncul permasalahan baru dalam bidang legislasi. Hal itu terjadi akibat tidak konkritnya norma hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi, yang memberi tafsiran baru terhadap inkonstitusional bersyarat dengan menyatakan undang-undang tetap berlaku sampai syarat dipenuhi.

The research was conducted with the aim of describing and analyzing the problems in the Process of law making of Law Number 11 Concerning Job Creation which was formally flawed and declared conditionally unconstitutional but still has enforceable and binding power as a law. This judicial review of legislative process or due process of law making was decided by the Constitutional Court through Decision Number 91/PUU-XVIII/2020 on November 21, 2021. The process of law making and the due process of law making are mutually continuous processes in the principle of checks and balances. The formal test conducted by the Constitutional Court is a control over the process of law making which is the authority of powers in the field of legislation by the judicial institution, namely an effort to control the law making of law in the Indonesian constitutional system. The formal examination of the law is a process of examining the legality of the formation of the law. The process was carried out based on an application submitted by the public to the Constitutional Court against a law deemed to have violated the regulations for its law making. There are three problems that will be described and analyzed, namely those related to the formal test decision number 91/PUU-XVIII/2020, the implications and implementation of the Constitutional Court Decision 91/PUU-XVIII/2020 on the process of law making, and elaborate on the ideal concept of forming a law. law so that the law is not formally flawed. The results of the research show that the Constitutional Court decided on a formal defect against Law 11 of 2020 because it had violated the Regulations for Forming a Law stipulated in Law Number 12 of 2011 in conjunction with Law Number 15 of 2019, namely related to the use of the omnibus law method, the principle of openness with the non-fulfillment of public participation, and there are changes to the substance of the draft law after it is approved. In its implementation, the decision can be interpreted differently by legislators and law enforcers, resulting in new problems in the field of legislation. This happened due to the lack of concrete legal norms in the decision of the Constitutional Court, which gave a new interpretation of conditional unconstitutionality by stating that the law remains in force until the conditions are met."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Raihan
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum pembeli beriktikad baik terhadap pemalsuan Akta Kuasa Menjual yang melibatkan notaris dalam transaksi jual beli tanah pada putusan MA No. 1209/K/Pid/2022. Transaksi jual beli tanah dalam kasus putusan ini didasari oleh kuasa menjual yang dipalsukan oleh notaris kemudian dijual oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya kepada pihak lain. Dalam Putusan ini menghukum Terdakwa I selaku Notaris/PPAT dengan pidana penjara, karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik sesuai dengan ketentuan Pasal 264 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akta kuasa menjual yang dipalsukan oleh Terdakwa I dijadikan dasar oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya untuk melakukan jual beli kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik tanah yang sebenarnya, transaksi jual beli ini mengakibatkan kerugian pada pemilik hak atas tanah dan pembeli beriktikad baik dalam proses jual beli tanah. Penelitian ini menganalisis mengenai akibat hukum objek tanah bagi pembeli beriktikad baik, dan upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pembeli beriktikad baik yang dirugikan dalam transaksi jual beli hak atas tanah dalam kasus ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dan menggunakan data sekunder dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dengan metode analisis data kualitatif. Adapun hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa Akta Kuasa Menjual dalam Putusan MA No. 1209/K/PID/2022 dapat bersifat batal demi hukum karena tidak terpenuhinya suatu syarat objektif dalam syarat sah perjanjian dan tidak adanya iktikad baik terhadap proses jual beli, sehingga dapat berakibat pada kembalinya hak milik atas tanah menjadi atas nama pemilik sebelumnya, dikarenakan objek tanah dijual oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya, dan fakta bahwa pembeli tidak mengetahui objek tanah tersebut masih dalam sengketa pada saat proses jual beli dilaksanakan, maka perlindungan hukum harus diberikan kepada pembeli beriktikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual merupakan orang yang tidak berhak atas objek tanah.

This thesis discusses the legal protection of good faith buyers against forgery of Power of Sale Deeds involving notaries in land sale and purchase transactions in Supreme Court Decision No. 1209/K/Pid/2022. The land sale and purchase transaction in this decision case was based on a power of sale that was forged by a notary and then sold by a party who was not the actual owner to another party. In this Decision, Defendant I as a Notary/PPAT was sentenced to imprisonment, because he was proven guilty of committing the crime of forgery of authentic deeds in accordance with the provisions of Article 264 paragraph (1) jo. Article 55 paragraph (1) to 1 of the Criminal Code. The power of sale deed forged by Defendant I was used as a basis by a party who was not the actual owner to sell to another party without the knowledge of the actual land owner, this sale and purchase transaction resulted in losses to the owner of land rights and good faith buyers in the land sale and purchase process. This research analyzes the legal consequences of land objects for good faith buyers, and legal protection efforts that can be provided for good faith buyers who are disadvantaged in the sale and purchase of land rights in this case. This research uses doctrinal legal research methods and uses secondary data with descriptive analytical research typology with qualitative data analysis methods. The results of this study explain that the Deed of Authorization to Sell in Supreme Court Decision No. 1209/K/PID/2022 can be explained. 1209/K/PID/2022 can be null and void due to the non-fulfillment of an objective condition in the legal requirements of the agreement and the absence of good faith in the sale and purchase process, so that it can result in the return of property rights to the land to the name of the previous owner, because the land object is sold by a party who is not the real owner, and the fact that the buyer does not know that the land object is still in dispute at the time the sale and purchase process is carried out, so legal protection must be given to good faith buyers even though it is later discovered that the seller is a person who is not entitled to the land object."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahliya Bahnan
"Tesis ini membahas tentang bagaimana peran pemerintah dalam usaha memajukan dunia pendidikan di Indonesia sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 31 UUD Tahun 1945 serta Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dan juga menganalisis bagaimana penafsiran Mahkamah Konstitusi dalam Uji Materil Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta pengaruh yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-X/2012 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, yang berkaitan dengan pembentukan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau Sekolah Bertaraf Internasional secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peran pemerintah terhadap kebijakan rencana dan strategi pendidikan nasional, hal ini tak lepas dari fungsinya dalam memberikan jaminan perlindungan pendidikan yang layak untuk warga negara, adanya putusan tersebut bukan berarti penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah dan/atau pemerintah daerah lepas tangan begitu saja untuk mengembangkan RSBI/SBI tetapi justru harus lebih berperan lagi, sepanjang dalam prakteknya tetap memperhatikan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi karena sejatinya tujuan awal dikembangkannya RSBI/SBI adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar internasional/dunia tetapi tetap menjaga nilai-nilai luhur bangsa dan negara serta budaya lokal.
Penulisan tesis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan pustaka dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach).

This thesis discusses how the role of government in an effort to advance education in Indonesia in accordance with the constitutional mandate of Article 31 of the 1945 Constitution and the Law on National Education System and also analyze how the interpretation of the Constitutional Court in the Judicial Article 50 Paragraph (3) of the Law Number 20 Year 2003 on National Education System, As well as the effects that arise as a result of the decision. With the decision of the Constitutional Court No. 5/PUU-X/2012 on National Education System, relating to the establishment of international school or international school directly and indirectly affect the role of government to plan policies and national education strategy. it is not separated from its function in providing protection guarantee a decent education for citizens, the ruling does not mean the state officials in this case the government and/or local governments just hand off to develop RSBI/SBI but it should be more involved again, all in practice taking into account the legal reasoning of the Constitutional Court because his initial goals developed RSBI/SBI is to produce graduates who have the competence to international standards/ world but still maintain high values ​​of the nation and the state as well as local culture.
The thesis using research methods of juridical normative research. The research is done by examining secondary data or library materials and analyzing in term of the legislative approach (statue approach).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwardo Warman Putra
"ABSTRACT
Ketentuan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengatur bagi badan hukum yang bidang usahanya perumahsakitan dilarang memiliki bidang usaha lain yang berada di bawah satu naungan badan hukum. Sedangkan PP Muhammadiyah merupakan badan hukum yang memiliki tiga bidang usaha, yaitu rumah sakit, pendidikan, dan keagamaan. Dengan ketentuan yang ada tersebut PP Muhammadiyah mengalami kerugian materiil maupun imateriil. Oleh karena itu PP Muhammadiyah mengajukan Pengujian Undang-Undang (judicial review). Permohonan tersebut kemudian diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Nomor 38/PUU-XI/2013, yang pada intinya menambahkan frasa Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Berdasarkan peninjauan hukum yang telah dilakukan terhadap peraturan perumahsakitan, putusan mahkamah konstitusi, serta melakukan wawancara dengan para pemohon pengujian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa benar dalam penerbitan ketentuan Pasal 7 ayat (4) tidak didasari dengan alasan yang jelas, selain itu juga mengakibatkan kerugian bagi para penyelenggara rumah sakit. Oleh karena itu pengaturan Pasal 7 ayat (4) diperjelas dengan adanya PERMENKES RI No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Walaupun sudah adanya peraturan pelaksana, lebih baik jika Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Rumah Sakit mengalami perubahan sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, agar terdapat keselarasan antara peraturan pelaksana dengan peraturan dasar.

ABSTRACT
Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital prohibits a legal entity in the hospital sector to engage in any other sectors. Muhammadiyah is a legal entity that engages in 3 different sectors, which are Hospital, Education, and Religious Activities. With the regulation in hand, it has brought both material and immaterial damages for Muhammadiyah. Muhammadiyah filed a Judicial Review. Based on the Constitutional Court Decision Number 38/PUU-XI/2013, to Article 7(4), there has been made an exception to the rule for hospitals that is run by legal entities for profit.  This study is a normative juridical research. Based on legal researches and interviews conducted, the findings of this analysis shows that the enactment of Article 7(4) was not based on clear underlying reasons, and has caused disadvantages to the legal entities engaged in the respective sector. Therefore, the rules of Article 7(4) has been clarified by the enactment of Regulation of the Minister of Health Number 56 Year 2014 on Classification and Hospital Licensing. Nevertheless, the revision of Article 7(4) of Law Number 44 Year 2009 on Hospital is necessary to conform with its implementing regulations."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pauline
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Salah satu kewenangan Notaris adalah pembuatan akta wasiat testament . Dalam proses pembuatan akta wasiat, peran Notaris tidak hanya selesai setelah akta tersebut dibuat, karena Notaris masih memiliki kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, salah satunya adalah kewajiban untuk membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat dan menyampaikan daftar tersebut ke Pusat Daftar Wasiat pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu paling lambat 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.
Tesis ini membahas akibat hukum terhadap akta wasiat dalam hal Notaris melalaikan kewajiban tersebut, dan juga menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 320 K/Pdt/2013 yang menyatakan akta tersebut menjadi batal demi hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Hasil yang didapat dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa akibat hukum terhadap akta wasiat apabila Notaris melalaikan kewajiban ini adalah akta wasiat tersebut kehilangan otentisitas dan hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan putusan Mahkamah Agung tersebut adalah kurang tepat.

Notary are public officers authorized to make authentic deeds and any other authorities referred to in Notary Acts. One of such authority of a Notary is to make a testament. In the process of making a testament, the role of the Notary is not limited to after the testament was made, because a Notary still has an obligation that must be met in accordance with the law, one of which is an obligation to make a register of the relevant documentation of the testament and to report the register to the Center of The Testament Register of the Ministry of Law and Human Rights no later than five 5 days on the first week of the following month.
This thesis discusses about the legal consequences of the testament in the case that the Notary neglects these obligations, and also analyze the ruling of the Indonesia Supreme Court Number 320 K Pdt 2013, which rules that the testament in that case is null and void. The method used in this thesis is a literature research with juridical normative approach.
The results of this research can be concluded that the legal consequences of the testament in which the Notary did not fulfil his obligations is that the testament will loses its authenticity and only has the strength of an evidence as an un notarized deed, and the Supreme Court Ruling was not appropriate in accordance to the law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>