Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agustina Verawati
"Permasalahan gagal bayar sering dialami debitur, salah satunya menimpa perusahaan pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (“PT SNP”). Laporan keuangan yang menjadi acuan pemberian kredit serta penerbitan dan pemeringkatan Medium Term Notes (“MTN”) tidak menunjukkan kondisi keuangan sebenarnya, sehingga menjadi faktor utama terjadinya kasus gagal bayar PT SNP. Peran Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) sebagai pengawas sangat diperlukan untuk dapat memberikan perlindungan juga keterbukaan informasi kepada setiap konsumen lembaga pembiayaan. Permasalahan tersebut yaitu terkait tugas dan wewenang OJK dalam penerbitan dan pemeringkatan MTN, serta peran OJK dalam perlindungan konsumen terhadap pemegang MTN PT SNP yang telah dinyatakan pailit. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data tersebut disusun kualitatif, melalui uraian teks dan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif dan kritis. Kesimpulan pertama, tugas dan wewenang OJK dalam proses penerbitan dan pemeringkatan MTN dapat ditinjau dari sebelum dan sesudah diterbitkannya POJK No. 35 tahun 2018 dan POJK No. 30 Tahun 2019, OJK tidak memiliki wewenang secara langsung dalam setiap produk MTN yang diterbitkan PT SNP, namun OJK dapat mengungkapkan setiap informasi, kondisi ataupun sanksi yang sedang dijalankan oleh suatu lembaga pembiayaan. Namun hal inilah yang belum terlihat dalam pelaksanaannya. Sehingga, untuk mendorong peran aktif dari OJK dalam memberikan perlindungan kepada setiap konsumen jasa keuangan perlu adanya jaminan bahwa peraturan terkait penerbitan efek bersifat utang yang salah satu instrumennya adalah MTN terlaksanakan dengan baik agar dapat memberikan rasa aman dan perlindungan terhadap setiap investor/kreditur. Selanjutnya, pemegang MTN diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam melakukan pengawasan, pemeriksaan serta evaluasi melalui pelaporan keuangan berkala. Selain itu, terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan secara rutin tiap bulannya, perlu adanya parameter untuk penjatuhan sanksi kepada perusahaan jasa keuangan non bank yang terbukti melakukan tindakan curang, sehingga tidak hanya sebatas sanksi administratif.

Debtors often experience default problems, one of which is the financing company PT Sunprima Nusantara Pemfundan (“PT SNP”). The financial statements that serve as the reference for granting credit as well as the issuance and rating of Medium Term Notes (“MTN”) do not show the actual financial condition, thus becoming the main factor in the PT SNP default case. The role of the Financial Services Authority (“OJK”) as a supervisor is very necessary to be able to provide protection as well as information disclosure to every consumer of a financial institution. These problems are related to the duties and authorities of OJK in issuing and rating MTN, as well as the role of OJK in consumer protection for PT SNP MTN holders who have been declared bankrupt. The research was conducted using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The data was compiled qualitatively, through text descriptions and analyzed using descriptive and critical analysis techniques. The first conclusion is that the OJK's duties and authorities in the process of issuing and rating MTN can be reviewed before and after the issuance of OJK Regulations related to the Implementation of Financing Companies and POJK No. 30 of 2019, OJK does not have direct authority in every MTN product issued by PT SNP, but OJK can disclose any information, conditions or sanctions that are being carried out by a financing institution. However, this has not been seen in its implementation. Thus, to encourage the active role of the OJK in providing protection to every consumer of financial services, it is necessary to guarantee that regulations regarding the issuance of debt securities, one of which is MTN, are implemented properly in order to provide a sense of security and protection to every investor/creditor. Furthermore, MTN holders are expected to play a more active role in conducting supervision, inspection and evaluation through periodic financial reporting. In addition, for financial reporting that is carried out routinely every month, the parameters are needed for imposing sanctions on non-bank financial services companies that are proven to have committed fraudulent actions, so that they are not only limited to administrative sanction"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pitono
"Berlakunya Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UUOJK) telah mengubah kelembagaan pengawasan dan pengaturan sektor jasa keuangan dari Bank Indonesia dan Departemen Keuangan pada satu lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu UUOJK telah memberikan kewenangan kepada OJK untuk melakukan langkah dan upaya terkait dengan perlindungan konsumen jasa keuangan. Produk dan jasa keuangan dan kegiatan usaha jasa keuangan merupakan bidang/sektor yang sangat pesat mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemasaran produk dan jasa keuangan oleh lembaga jasa keuangan kepada masyarakat sangat beragam dan masif. Disisi lain, pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai sektor jasa keuangan sangat terbatas. Konsumen jasa keuangan terbagi dalam 2 segmentasi yaitu konsumen korporasi dan konsumen individual dengan perbedaan tingkat pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang rendah dan akses informasi yang benar dan transparan mengenai produk dan jasa serta lembaga jasa keuangan relatif terbatas.
Dengan demikian, adalah penting untuk mengkaji bagaimana peranan OJK dalam upaya meningkatkan pemahaman dan pengetahuan konsumen individual mengenai sektor jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada konsumen individual merupakan upaya yang sangat penting agar konsumen dapat memilah dan memilih serta menentukan produk dan jasa keuangan apa serta lembaga jasa keuangan mana yang akan digunakan. Segmen konsumen individual sangat rentan terhadap kegiatan usaha jasa keuangan yang menyimpang karena jumlah konsumen individual sangat banyak dan beragam. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan kepanikan pasar keuangan dalam hal terjadi praktek-praktek jasa keuangan yang merugikan konsumen. Potensi kerugian tidak hanya disebabkan karena yang rendah pendidikan dan akses informasi yang benar dan transparan tetapi juga kegagalan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan dan sengketa konsumen.
Dengan mendasarkan pada teori sistem hukum Lawrence M. Friedman, penelitian ini menggunakan metode pendekatan diskriptif kualitatif berupa penelitian kepustakaan dengan analisis yuridis normatif.
Hasil penelitian menunjukkan edukasi untuk mencapai literasi keuangan oleh OJK sangat diperlukan dan menjadi langkah terpenting untuk melindungi konsumen jasa keuangan. Edukasi keuangan kepada masyarakat dan konsumen akan meningkatkan keyakinan konsumen terhadap sistem keuangan yang akan berdampak pada meningkatnya peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan dan menjaga stabilitas keuangan. Selain itu juga penanganan pengaduan dan keluhan konsumen secara pasti melalui mekanisme internal dispute resolution (IDR) dan mediasi merupakan upaya yang sangat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan.

Applicability of Act No. 21 of 2011 on the Financial Services Authority (hereinafter referred to UUOJK) has changed the institutional supervision and regulation of the financial services sector from Bank Indonesia and the Ministry of Finance on a body called the Financial Services Authority (FSA). Additionally, UUOJK has given authority to the FSA to undertake measures and efforts related to the protection of consumers of financial services. Financial products and services and business activities of financial services is an area / sector has developed very rapidly in line with the development of science and technology. Marketing of financial products and services by financial services institutions to the community is very diverse and massive. On the other hand, knowledge and understanding of the financial services sector is very limited. Consumer financial services is divided into two segments are corporate customers and individual consumers with different levels of education. This is due to poor education and access to proper and transparent information regarding products and services as well as financial services institutions are relatively limited.
Thus, it is important to examine how the role of FSA in an effort to increase understanding and knowledge of the individual consumer financial services sector. Consumer financial education efforts of the individual is very important so that consumers can pick and choose and determine what financial products and services as well as financial services institution which will be used. Individual consumer segments are particularly vulnerable to the financial services business activities which deviate due to the number of individual consumers are many and varied. This is potentially causing panic in the event of financial market practices that harm consumers of financial services. Potential losses are not only due to low education and access to information that is correct and transparent but also the failure of financial institutions to resolve consumer complaints and disputes.
With a legal system based on the theory of Lawrence M. Friedman, this study used a qualitative descriptive approach library research with normative analysis.
The results showed education to achieve financial literacy by the FSA becomes very necessary and important step to protect consumers of financial services. Financial education to the public and consumers will increase consumer confidence in the financial system that will result in increased community participation in development finance and maintain financial stability. In addition, the handling of complaints and consumer complaints with certainty through the internal dispute resolution mechanisms (CAD) and mediation is an attempt which help increase public trust in financial services institutions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raras Ayundhani
"Dasar dari perjanjian asuransi yaitu kesepakatan antara pelaku usaha dengan konsumen yang menimbulkan konsekuensi hukum yaitu hak dan kewajiban-nya masing-masing. Hal yang dijaminkan pada perjanjian asuransi yaitu suatu objek yang diasuransikan. Ketika risiko tersebut terjadi, konsumen sebagai pemegang polis asuransi berhak untuk mengajukan klaim penggantian atas objek yang diasuransikan tkepada perusahaan asuransi. Dalam hal perusahaan asuransi tidak memberikan penggantian (klaim) atas objek sengketa tersebut, maka konsumen berhak untuk menempuh upaya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa berdasarkan studi kasus pada penelitian ini diselesaikan melalui jalur pengadilan, namun pada amar Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 663/Pdt.Sus-BPSK/2021/PN.Mdn jo. Putusan Mahkamah Agung No.761 K/Pdt.Sus-BPSK/2022 tidak memuat penghukuman kepada pelaku usaha. Disimpulkan bahwa pada kedua putusan tersebut tidak ada merupakan putusan non-executable serta tidak ada upaya eksekusi terhadap objek sengketa, maka Ibu Emeliana Sitepu sebagai konsumen pemegang polis asuransi tidak mendapatkan hak atas penggantian objek asuransi tersebut.

The basis of the insurance agreement is the agreement between the business actor and the consumer which creates legal consequences, namely the rights and obligations of each. The thing that is guaranteed in the insurance agreement is an insured object. When this risk occurs, the consumer as an insurance policy holder has the right to submit a claim for replacement of the insured object to the insurance company. In the event that the insurance company does not provide compensation (claims) for the object of the dispute, the consumer has the right to take efforts to resolve the dispute. Dispute resolution based on case studies in this research is resolved through the courts, but in the Medan District Court Decision No. 663/Pdt.Sus-BPSK/2021/PN.Mdn jo. Supreme Court Decision No.761 K/Pdt.Sus-BPSK/2022 does not contain punishment for business actors. It was concluded that in the two decisions there were no non-executable decisions and there was no attempt to execute the object of the dispute, so Ms. Emeliana Sitepu as a consumer insurance policy holder did not get the right to replace the object of insurance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revalni Syafirah Mukhtar
"Commercial dark patterns memanfaatkan design digital dalam user interface untuk menyesatkan konsumen agar mengambil keputusan yang mungkin tidak sejalan dengan kepentingan terbaik mereka, sering kali menyebabkan frustrasi dan hasil yang tidak diinginkan. Terlepas dari prevalensinya dan dampaknya, ada ketidakhadiran yang mencolok dalam diskusi legislatif dan penelitian hukum yang berfokus pada pola gelap dalam e-commerce, terutama dalam hal perlindungan konsumen, di Indonesia. Skripsi ini akan mengkaji bagaimana regulasi perlindungan konsumen saat ini di Indonesia mengatasi commercial dark patterns, mengidentifikasi kesenjangan regulasi, dan memberikan rekomendasi untuk memperkuat perlindungan hak konsumen terhadap commercial dark patterns. Saat ini, belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai commercial dark patterns. Namun, undang-undang yang ada menyediakan beberapa prinsip dasar yang dapat diterapkan untuk menelaah dan menjerat kasus-kasus commercial dark patterns. Commercial dark patterns merupakan tantangan hukum baru yang memerlukan pendekatan yang terarah. Rekomendasi meliputi perlunya langkah-langkah regulasi, edukasi, dan kajian yang proaktif oleh Kementerian Perdagangan, seperti contohnya pemantauan tahap awal menggunakan alat teknologi untuk mendeteksi dan mengurangi commercial dark patterns. Selain itu, ada urgensi untuk dibentuknya peraturan turunan baru yang disesuaikan dengan praktik promosi elektronik untuk secara efektif mengendalikan commercial dark pattern agar dapat melindungi otonomi konsumen dan menghindari praktik bisnis yang tidak sehat.

Commercial dark patterns exploit the design of user interfaces to deceive users into making decisions that may not align with their best interests, often leading to frustration and unintended outcomes. Despite their prevalence and impact, there's a notable absence of legislative discussions and legal research focusing on dark patterns in e-commerce, particularly in terms of consumer protection, in Indonesia. This thesis will examine how Indonesia's current consumer protection regulations address commercial dark patterns, identify regulatory gaps and give recommendations to strengthen the protection of consumer’s right against commercial dark patterns. Currently, there is no specific regulation addressing dark patterns. However, existing legislation provides several fundamental principles that can be applied to examine and infringe certain commercial dark pattern cases. Therefore, commercial dark patterns present a novel legal challenge that needs a targeted approach. Recommendations include the need for proactive regulatory, education, and research measures by the Ministry of Trade, such as early-stage monitoring using advanced technological tools to detect and mitigate dark patterns. Additionally, there is a call to enact a new regulation tailored to electronic marketing practices to effectively curb deceptive practices and protect consumer autonomy, where Indonesia could reflect on the current international guidelines and best practices in regulating commercial dark patterns."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagas Yurisditya Angie Prabatha
"Penjualan rumah susun baik dalam bentuk apartemen maupun kondominium hotel yang belum jadi dengan menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), sekarang ini marak dilakukan oleh Pelaku Usaha dan pada dasarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun memperbolehkan hal tersebut. PPJB merupakan upaya pengikatan para pihak, bahwa pada suatu waktu yang ditentukan akan diadakan jual beli sesungguhnya yang berdasarkan Akta Jual Beli (AJB). Masalah yang sering terjadi dari hal tersebut adalah konsumen selaku pembeli yang berdasarkan PPJB seringkali mengalami kerugian, dimana kewajiban pelunasan telah dilakukan oleh konsumen namun pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya seperti tidak mengalihkan status kepemilikan unit kondominium hotel dari PPJB menjadi AJB dan diperparah dengan status pelaku usaha yang dinyatakan pailit. Konsumen banyak yang tidak memahami bagaimana kedudukannya secara hukum dan upaya hukum apa yang harus ditempuh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yurisdis-normatif yaitu penelitian yang menekankan dalam penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Dengan menggunakan metode penelitian tersebut, diambil kesimpulan bahwa dalam situasi pailitnya pelaku usaha, para konsumen yang membeli unit kondominium hotel merupakan kreditor konkuren yang kemungkinan besar tidak mendapatkan ganti rugi yang cukup karena kurangnya harta debitor, oleh karena itu terdapat juga beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh para konsumen salah satunya meminta Kurator melanjutkan PPJB ke tahap AJB. Untuk kedepannya Penulis menyarankan, pemerintah maupun seluruh pemangku kepentingan dalam pengembangan suatu properti, perlu terlibat dan mencarikan solusi nyata terhadap permasalahan serupa. Harapannya, pengembangan dan pembangunan properti di Indonesia dapat terus berlanjut dengan hak-hak para konsumen selaku pembeli tetap terlindungi.

Sales of unfinished flats in the form of apartments or hotel condominiums using a Sale and Purchase Agreement recently is in large quantity done by developer and fundamentally based on Law Number 20 Year 2011 about Strata Title it is allowed to do. The problem in question now a days is the apartment buyers who carry their legitimational action only based on Sale and Purchase Binding Agreement experience disadvantages. In which in one side, the buyers have paid the buying price totally, but in other hand, the sellers do not switching the ownership status and exacerbated by the status of bankrupt business actors. Many consumers do not understand what their legal position is and what legal remedies must be taken. The research method used is the juridical-normative research, a research that emphasizes the use of legal norms in writing. By using this research method, it is concluded that in the bankruptcy situation of business actors, consumers who buy condominium hotel units are unsecured creditors who are most likely not to receive adequate compensation due to the debtor's lack of assets. Therefore, there are also several legal remedies that consumers can take, one of which is asking the Curator to continue Sale and Purchase Agreement to the Sale and Purchase Deed stage. The author suggests that the government and all stakeholders in the development of a property need to be involved and find real solutions to similar problems. Hopefully the property development and construction in Indonesia can continue with the rights of consumers as buyers being protected.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garry Goud Fillmorems
"Iklan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pelaku usaha untuk menawarkan produk kepada masyarakat. Namun demikian, di dalam mengiklankan sebuah produk, Pelaku usaha selalu di tuntut agar menyampaikan informasi yang jujur, benar, dan dapat dipertanggunjawabkan. Hal tersebut demi melindungi kepentingan konsumen yang akan membeli produk tersebut, dari informasi yang menyesatkan yang dapat merugikan kepentingan konsumen sendiri, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam tulisan ini Penulis memaparkan kajian terhadap iklan yang dibuat dan kemudian disebarluaskan oleh dua perusahaan penyedia layanan jasa internet yang digugat oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat karena diduga telah merugikan konsumen dengan iklannya yang menyesatkan.

Advertising is one way used by business actors to offer products to the public. However, in advertising a product, business actors are always in demand to convey information which is honest, true, and accountable. This is to protect the interests of consumers who will buy the product, from any misleading informations that could harm the interests of the consumers themselves, as stipulated in Law No. 18 of 1999 on Consumer Protection.
In this paper author describes a study of advertising that is created and then distributed by two internet service providers companies which were sued by a non-governmental organization for allegedly harming consumers' interests with misleading advertising.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43093
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luna Amirahdya
"ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Peer to Peer Lending dikenal dengan sebutan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang diatur dengan POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI. Sebagai suatu layanan jasa keuangan berbasis teknologi yang berbeda dari industri pembiayaan konvensional, LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan perlindungan konsumen bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, skripsi ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI dibandingkan dengan peraturan-peraturan perlindungan konsumen yang ada di Indonesia serta perlindungan penerima pinjaman atas penagihan utang pada PT Digital Synergy Technology (PT DST). Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan konsumen yang terdapat pada POJK LPMUBTI masih belum seluruhnya setara dengan peraturan perlindungan konsumen yang ada yaitu pada UU PK, UU ITE, dan POJK Perlindungan Konsumen beserta turunannya. Hasil analisis mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana pada PT DST menunjukkan bahwa terdapat penyalahgunaan Data Pribadi Pengguna yang menyebabkan kerugian konsumen dan terdapat pelanggaran pada peraturan internal PT DST serta Pedoman Perilaku Aftech terkait penagihan yang dilakukan menggunakan ancaman dan intimidasi. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan konsumen pada POJK LPMUBTI agar konsumen dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

ABSTRACT
Financial Technology (Fintech) has various forms, one of which is Peer to Peer Lending. Peer to Peer Lending is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. Peer to Peer Lending is known as the IT-Based Lending Services (LPMUBTI) which is regulated by POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI. As a technology-based financial service that is different from the conventional finance industry, LPMUBTI requires clarity on consumer protection regulations for LPMUBTI Users both in terms of debt collection and LPMUBTI`s User data management. Therefore, this thesis intends to analyze the regulation of consumer protection found in POJK LPMUBTI compared to consumer protection regulations in Indonesia and the protection of loan recipients for debt collection at PT Digital Synergy Technology (PT DST). This study shows that consumer protection in POJK LPMUBTI is still not entirely equivalent to existing consumer protection regulations, namely in the UU PK, UU ITE, and POJK Perlindungan Konsumen. The results of the analysis of data management and fund management at PT DST indicate that there is an abuse of User Personal Data that causes consumer losses and there is a breach on PT DST`s internal regulations and the Aftech Code of Conduct related to debt collection that used threats and intimidation on its User. Based on this, additional regulations are needed regarding consumer protection in POJK LPMUBTI so that consumers in the LPMBUTI sector are better protected."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni
"Tidak terima perlakuan diskriminatif tersebut, Ridwan layangkan gugatan perbuatan perdata kepada Lion Air. Selain itu, Ridwan juga mengugat PT Angkasa Pura II dan Kementerian Perhubungan di pengadilan. Bagaimana pengaturan terhadap pelayanan maskapai penerbangankepada konsumen yang memiliki keterbatasan fisik (cacat) di Indonesia, serta Apakah putusan No. 231/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. sudah sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada di Indonesia, untuk menjawab permasalahan tersebut dengan menggunakan metode penelitian normatif, yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Dengan menggunakan bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat pada masyarakat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah undang-undang serta peraturan dibawahnya serta bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer serta implementasinya, yaitu bulu, makalah, skripsi, laporan penelitian, dan artikel hukum, sehingga dapat diketahui Indonesia sudah memiliki beberapa instrumen peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat udara, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan, Keputusan Menteri No. KM 48 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

No thank those discriminated against, Ridwan layangkan civil action lawsuit to Lion Air. In addition, Ridwan also mengugat PT Angkasa Pura II and the Ministry of Transportation in court. How regulation of airline services penerbangankepada consumers who have physical limitations (disability) in Indonesia, and this decision No.. 231/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst. is in conformity with the provisions of the existing regulations in Indonesia, to address these problems by using normative research, which emphasizes the use of secondary data or the form of a written legal norms. By using primary legal materials are materials that have the force of law binding on society and the materials used in this study are the laws and regulations under it as well as secondary legal materials are materials that provide information or other matters relating to the content of the material primary law and its implementation, the feathers, papers, theses, research reports, and articles of law, so as to know Indonesia already has several instruments of legislation that gives legal protection to passenger aircraft, including law No. 1 Year 2009 on Flights, Government Regulation. 70 year 2001 about airport affairs, Ministerial Decree. KM 48 of 2002 on the Implementation of Public Airport and Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Koholifano Mukti
"ABSTRAK
Penggunaan layanan keuangan berbasis teknologi muncul atas dampak dari perkembangan teknologi. Layanan keuangan jenis baru ini bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Salah satu jenis layanan tersebut yang saat ini dikenal ialah aplikasi Go-Pay. Keberadaan Go-Pay sendiri bertujuan untuk memudahkan masyarakat menggunakan berbagai layanan jasa yang terdapat dalam aplikasi Go-Jek. Go-Pay memudahkan para konsumen melakukan transaksi karena menggunakan sistem digital. Karena itulah maka penulis hendak mengkaji bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah Go-Pay di Indonesia.

ABSTRACT
The use of technology based financial services arises from the impact of technological developments. This new type of financial service aims to improve the inclusion of public finances. One type of service that is currently known is the application Go Pay. The existence of Go Pay itself aims to facilitate the public using various services contained in the application of Go Jek. Go Pay makes it easy for consumers to make transactions because it uses a digital system. Therefore, the authors want to examine how the legal protection of Go Pay customers in Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifinno Akbari
"Internet saat ini tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Berkat kemajuan teknologi, akses internet pun menjadi semakin terjangkau. Akan tetapi di balik kemajuan tersebut, akses pornografi juga semakin meningkat. Sebagai konsumen, pelanggan dan/atau pemakai layanan internet merasa haknya kenyamanan dan keamanan dalam meggunakan layanan internet menjadi terganggu. Sebagai pelaku usaha, PJI bertanggung jawab menyediakan akses internet yang sehat dengan cara melakukan penyaringan pornografi. Tanggung jawab tersebut berasal dari peraturan perundang-undangan yang terkait pornografi. Penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang berbasis pada analisis norma hukum dan bersifat deskriptif dengan menggunakan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini berupa analisis dan saran mengenai proporsionalitas perlindungan pelanggan dan/atau pengguna jasa internet sebagai konsumen dan juga PJI sebagai pelaku usaha yang beritikad baik dikaitkan dengan tanggung jawab penyaringan pornografi yang dibebankan kepada PJI ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Nowadays internet is inseparable from people's daily life. Thank to the progress in technology, internet becomes more and more accessible. On the other hand, access to pornography is also getting easier and easier. As consumers, internet subscribers and/or users feel that their rights for comfort and security in accessing the internet have been violated. As an enterprise, internet provider has the responsibility to provide an ethical internet access that is by filtering pornography. The responsibility is originated from the regulations concerning pornography. This is a normative legal research based on legal norm analysis and is descriptive in nature based on reference study.
The result of this research is an analysis and suggestion on proportional protection for internet subscribers and/or users as consumers as well as for internet provider as an enterprise with goodwill related to its responsibility to filter pornography which is bound to it based on regulation no.8 year 1999 on consumer protection.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43446
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>