Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42951 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Auzan Qasthary
"Langkah Kepala badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mengeluarkan keputusannya nomor: 66/I/IUP/PMA/2017 menerangkan perihal menerbitkan izin usaha kepada PT. Mineral Emas Murni (EMM) akan melakukan penambangan emas di daerah Beutong, daerah Nagan Raya, daerah Pegasing, dan daerah Aceh Tengah dimana Perusahaan tersebut berada, yang mana areanya terkena dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), yaitu lokasi warisan dunia yang ditetapkan pada di tahun 2004 oleh UNESCO. Melalui Mahkmah Agung putusan Nomor: 91K/TUN/LH/2020, menerima gugatan dari penghuni Beutong Ateuh Banggalang dengan Walhi sehubungan dengan izin pertambangan PT. EMM serta mencabut izin yang dikeluarkan BKPM. Tujuan Penelitian ini adalah membahas mengenai analisis pembatalan izin usaha pertambangan PT. Emas Mineral Murni (EMM) yang diputuskan oleh Mahkamah Agung. Hasil pembahasannya adalah Pertimbangan hakim dalam keterkaitan pengeluaran izin usaha pertambangan PT. EMM yaitu hal ini tidak hanya menyangkut apakah izin usahanya yang tidak dilengkapi atau tidak lengkapinya izin lingkungan selanjutnya mengenai hutan leuser sebagai rain forest heritage yang artinya sebagai hutan lindung yang diakui secara internasional, yang terakhir Lokasi tambang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Aceh, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tengah. magnitudo VII Region-XII MMI (Modified Mercalli Intensity) dengan kata lain hal ini sangant berisiko bagi penduduk sekitarnya apabila dilakukan kegiatan tambang. Diharapkan Kegiatan pertambangan yang diselenggarakan tidak seharusnya muncul kerusakan fungsi lingkungan, selain mesti mematuhi norma hukum, juga mesti adanya cara memahami orientasi dari desentralilasi dan otonomi daerah dalam melihat potensi sumber daya alam baik itu mineral ataupun batubara.

The steps of the Head of the Investment Coordinating Board (BKPM) which issued its decision number: 66/I/IUP/PMA/2017 explained about issuing a business license to PT. Pure Gold Minerals (EMM) will carry out gold mining in the Beutong area, Nagan Raya area, Pegasing area, and Central Aceh area where the Company is located, where the area is affected by the Leuser Ecosystem Area (KEL), which is a world heritage site designated in 2004 by UNESCO. Through the Supreme Court decision Number: 91K/TUN/LH/2020, received a lawsuit from the residents of Beutong Ateuh Banggalang with Walhi in connection with the mining permit of PT. EMM and revoked the permit issued by BKPM. The purpose of this study is to discuss the analysis of the cancellation of the mining business license of PT. Pure Mineral Gold (EMM) decided by the Supreme Court. The result of the discussion is the judge's consideration in the issue of the mining business permit of PT. EMM, namely this does not only concern whether the business license is not equipped or not complete, the environmental permit is further regarding Leuser forest as a rain forest heritage which means as an internationally recognized protected forest, the last one is the location of the mine based on the Regional Spatial Plan (RTRW) of Aceh Province. , Nagan Raya District and Central Aceh District. Magnitude VII Region-XII MMI (Modified Mercalli Intensity) in other words, this is very risky for the surrounding population if mining activities are carried out. It is hoped that mining activities carried out should not cause damage to environmental functions, in addition to complying with legal norms, there must also be a way to understand the orientation of decentralization and regional autonomy in seeing the potential of natural resources, be it mineral or coal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Askin Harta Mulya
"Tesis ini membahas tentang penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan (IUP) oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dengan melakukan analisa dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009) dan peraturan lainnya yang terkait dengan analisa tersebut. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Hasil penulisan ini memberikan kesimpulan bahwa penetapan status clear and clean pada IUP telah sesuai dengan UU 4/2009 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam ketentuan tersebut, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara selaku wakil Pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada Pemerintah Daerah yang dijalankan melalui penetapan status clear and clean tersebut. Berbeda halnya dengan penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan sertifikat clear and clean menjadi salah satu persyaratan tambahan dalam melaksanakan kegiatan pertambangan. Hal ini telah menciptakan akibat hukum baru yang mana tidak tercantum dalam UU 4/2009 dan bertentangan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan sebagai akibat daripada itu persyaratan sertifikat clear and clean dalam kegiatan pertambangan menjadi batal demi hukum. Kedua penetapan status clear and clean oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara c.q. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memperhatikan pada asas penyelenggaraan kepentingan umum, namun dalam penerbitan sertifikat clear and clean dan menjadikan persyaratan tambahan dalam kegiatan pertambangan, hal ini telah bertentangan dengan asas kepastian hukum dan asas kewenangan. Tesis ini menyarankan agar pembuat undang-undang menerbitkan peraturan yang memberikan payung hukum kepada penerbitan sertifikat clear and clean yang merupakan bagian dari penetapan status clear and clean pada izin usaha pertambangan dan selanjutnya Penulis menyarankan agar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pemeriksaan administratif, teknis pertambangan di lapangan, faktor lingkungan dan finansial, yang mana kegiatan ini merupakan yang dipersyaratkan dalam undang-undang.

This thesis elucidates the stipulation of the clear and clean status of the mining business license (IUP) by the Directorate General of Mineral and Coal with the consideration to the provisions of the Law No. 4 Year 2009 (Law 4/2009) concerning Mineral and Coal Mining and other regulations that are related to such law. This thesis employs normative legal as its research method, using bylaw as the approach of the analysis. This thesis concluded that the clear and clean status on the IUP has a line with the Law 4/2009 jo. Government Regulation No. 55 Year 2010 concerning the Control and Supervision of the Mineral and Coal Mining Management. In such regulation, the Directorate General of Mineral and Coal as the government representative has been granted an authorization to conduct supervision toward the Local Governement that is conducted in the way of stipulation of the clear and clean status. In contrast with the issuance of the clear and clean certificate which effecting the clear and clean certificate as one of the additional requirement to perform the mining activities. This has created new norm that is not stipulated in the Law 4/2009 and violated Article 8 paragraph 2 of the Law No. 12 concerning the Establishment of Regulations and as the concequense of the regulation, the requirement of the clear and clean certificate in the mining activities turn out to be annulled. Secondly the stipulation of the clear and clean status by the Directorate General of Mineral and Coal has included the principle of governance to the public interest, however the issuance of the clear and clean certificate and causing such certificate to be the additional requirement in the mining activities had violated the principle of legal certainty and authorization. This thesis advises that the lawmaker to issue regulations that regulate the issuance of the clear and clean certificate as part of the clear and clean process on the mining business license and moreover the Author recommends to the Directorate General Mineral and Coal as the authorized authority by the law to conduct fully examination that comprise of administrative assessment, mining technical in the field, environmental elements and financial, whereby this assessments were required by the law."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Foni Vebrilioni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penerbitan izin usaha pertambangan batubara
melalui lelang berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 yang bertujuan
untuk menekan jual beli izin usaha pertambangan yang sering dilakukan oleh
pemilik IUP Batubara. Penelitian ini adalah metode kepustakaan yang bersifat
penelitian yuridis normatif yang juga didukung dengan pendekatan kasus. Hasil
penelitian ini adalah untuk mengetahui penerbitan izin usaha pertambangan
batubara melalui lelang yang diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009
dan juga melihat sejauh mana hukum dapat dipatuhi oleh pemegang izin usaha
pertambangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No.11
Tahun 1967, maka Undang-Undang No.4 tahun 2009 lebih baik dalam menekan
adanya jual beli IUP. Namun dalam penelitian ini ditemukan juga adanya
kelemahan dari sistem lelang yang menyebabkan pelaku usaha masih melakukan
jual beli izin usaha pertambangan.

Abstract
This thesis discusses the issuance of coal mining license by auction under The Act
No. 4 of 2009 which aims to suppress the sale of the mining license which is often
done by the owner of the coal mining business license (IUP). This study is a
method of research literature that is normative juridical approach and also
supported by the case. The results of this study was to determine the issuance
of coal mining business licenses through the auction as regulated in The Act No. 4
of 2009 and also to see how far the law can be obeyed by the holder
of the mining license. Based on the result of the study found, compared with the
previous legislation the Act No. 11 of 1967, the Act No. 4 of 2009 is better in
suppressing the sale of IUP. But in this study also found a weakness of the
auction system that caused trading of mining business license still exist."
2012
T31870
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Witsqa Silmi Rachmani
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta jual beli tanah karena tidak dipenuhinya janji pihak ketiga untuk membayar kompensasi atas jual beli hak atas tanah. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan hukum akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka mencapai kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum bagi para pihak; keterlibatan pihak ketiga dapat membatalkan akta jual beli tanah; dan implikasi hukum pembatalan Akta PPAT berkaitan dengan Putusan Nomor 14/PDT.G/2017/PN.CMS. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum normatif, bersifat deskriptif analitis, berdasarkan data sekunder, melalui penelusuran studi dokumen, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian bahwa Akta PPAT sebagai akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap karena berlaku sebagai alat bukti yang sah, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah harus dapat memberikan kepastian hukum
memberikan perlindungan hukum kepada para pihak yang menjadi dasar pendaftaran perubahan hak atas tanah dengan tujuan menciptakan ketertiban administrasi pertanahan. Keterlibatan pihak ketiga pada jual beli tanah dapat menjadi penyebab batalnya akta PPAT,
karena menimbulkan kesepakatan atas kesadaran yang tidak mutlak. Implikasi hukum dari pembatalan akta jual beli yang dibatalkan oleh putusan hakim menyebakan hilangnya kekuatan mengikat akta terhadap para pihak, hak atas tanah dipulihkan sebagaimana perjanjian itu tidak pernah terjadi. Kantor Pertanahan sebaiknya memberikan penyuluhan sebagai sarana edukasi masyarakat serta diharapkan Peran PPAT untuk melakukan upaya pencegahan sengketa dengan memberi penjelasan mengenai hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan para pihak.

ABSTRACT
This study discusses the cancellation of Land sale and purchase Agreement made by PPAT because the third party has not fulfilled promises to pay compensation for the sale and purchase of land rights. The issues raised in this study are concerning the legal strength of the PPAT Deed in order to achieve certainty, order and legal protection for the parties; third party involvement may cancel the land sale and purchase deed; and the legal implications of canceling the PPAT deed relating to Decision Number 14/PDT.G/2017/PN.CMS. The research method used is normative law, analytical descriptive, based on secondary data, through document study tracing, with a qualitative
approach. The result of the analysis is that the Deed prepared by the PPAT is an authentic deed and has a complete evidentiary power because it acts as a valid proof, through the deed made by the PPAT that can provide legal certainty so that it can provide legal protection to the parties that are the basis registration of changes in land rights with the aim of creating land administration order. The involvement of third parties in the sale and purchase of land can be lead to the cancellation of the PPAT deed, because the agreement was made based on non-absolute awareness. The legal implications of canceling the sale and purchase deed canceled by the judge's decision caused the loss of binding power of the deed against the parties, the right to land was restored as the agreement had never taken place. The Land Office (Kantor Pertanahan) should provide counseling as a public education and it is hoped the role of PPAT to prevent disputes by explaining the rights and obligations arising from legal actions committed by the parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Sekarsari Anindyati
"Pemberian kuasa adalah persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Saat ini terdapat surat kuasa yang banyak digunakan dalam praktik bisnis, yaitu “surat kuasa mutlak.” Surat kuasa ini mencantumkan klausul “tidak dapat dicabut kembali dan para pihak mengenyampingkan Pasal 1813 dan 1814 KUHPerdata.” Pada kasus, pemberi kuasa adalah SHR dan penerima adalah PT BKB. Kuasa tersebut dibuat berdasarkan suatu perjanjian investasi di antara SHR dan PT BKB. Permasalahan kemudian timbul ketika tiba-tiba SHR sebagai pemberi kuasa mencabut kuasanya pada PT BKB, padahal SHR telah mendapatkan manfaat dari penerima kuasa.
Power of attorney (POA) is an agreement by which gives power to an attorney, who accepted it, and on the principal’s behalf, to hold an affair. There is one type of POA agreement called “irrevocable power of attorney” which has “shall not be terminated for any reasons, waive Article 1813, 1814 and 1816 of the Civil Code” clause in it. In this case, the principal is SHR and the attorney is PT BKB. The POA was made based on an investment agreement. The problem happened when suddenly SHR revoke the POA after PT BKB gave their performance to SHR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Alfansyah
"Gas merupakan salah satu cabang produksi yang penting bagi negara dan oleh karena itu pengelolaannya tunduk ke dalam pengaturan Pasal 33 UUD 1945. Pengertian 'penguasaan oleh negara', yaitu mengatur (regelen), mengurus (bestuuren), mengelola (beheeren), dan mengawasi (toezichthouden) di tangan Pemerintah, sebagai penyelenggara 'penguasaan oleh negara' dimaksud, atau badan-badan yang dibentuk untuk tujuan itu. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor Nomor 22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya, maka kegiatan usaha gas bumi melalui pipa dilaksanakan dengan mekanisme unbundling, dimana pengusahaannya dibagi menjadi: (i) usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa, dan (ii) usaha niaga gas bumi melalui pipa. Dari sisi regulator Kementerian ESDM cq. Ditjen Migas untuk pengaturan (regulasi, kebijakan) dalam bentuk Izin Usaha, dan BPH Migas untuk mengurus, mengelola dan mengawasi dalam bentuk Hak Khusus serta SKK Migas dalam pemberian alokasi pasokan gas.
Permasalahan yang terjadi adalah adanya tumpang tindih pengurusan antara Ditjen Migas yang menerbitkan Izin Usaha dan BPH Migas yang menetapkan Hak Khusus, serta SKK Migas yang memberikan alokasi pasokan gas, sehingga terkesan ada jenjang perijinan yang menyebabkan kurang efisien dan menimbulkan usaha dan biaya yang tidak perlu, timbul banyak trader sebagai implikasi pemberian izin usaha dan liberalisasi infrastruktur jaringan pipa menimbulkan ketidakefisienan yang disebabkan kurangnya penegakkan hukum/aturan (kurang diurus, dikelola dan diawasi), peraturan yang kurang sesuai, ada kesenjangan, tidak jelas, atau menimbulkan grey area atau multi tafsir (kurang diatur), dan kombinasi keduanya.
Regulasi gas bumi di Indonesia lebih liberal dari negara-negara liberal seperti di AS dan Eropa sehingga perlu di tata ulang regulasi gas bumi Indonesia yang sesuai dengan amanat konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 45 dengan konsep Agregator (Wholesale) Gas Bumi, dan menata ulang regulasi dengan fokus pada aspirasi nasional, Pengembangan Infrastruktur, Hak Khusus Keselarasan di sepanjang rantai nilai gas, Penentuan Tarif, PSO + Customer Protection, VIC - TSO/DSO + Shipper, Penggunaan Gas sebagai Bahan Bakar Transportasi, Penegakkan Regulasi oleh Pemerintah.

Natural Gas is one of the branches of production that are important to the state and therefore its management is subject to the provisions of Article 33 of the 1945 Constitution. "control by the state" defines as to regulate (regelen), administer (bestuuren), manage (beheeren), and supervise (toezichthouden) in the hands of the Government, as the organizers, or institution established for that purpose. With the enactment of Law No. No. 22 of 2001 and its implementing regulations, the business activities of natural gas through the pipeline should be a unbundling mechanism, where exertion is divided into: (i) transportation of natural gas through pipeline, and (ii) trading of natural gas through pipeline. From the side of the regulator which the Ministry of Energy and Mineral Resources cq. Directorate General of Oil and Gas for the regulation (regulatory, policy) in the form of the "Business License", and BPH Migas to administer, manage and supervise in the form of "Privilege" and SKK Migas for assignment gas supply allocation.
The problem that occurs is the existence of overlapping arrangement between the Directorate General of Oil and Gas which publishes Business License and BPH Migas which establishes Privilege, and SKK Migas for assignment gas supply allocation, so it seems there are levels of licensing that lead to less efficient and generate more efforts and unnecessary costs, many traders arise as implication to business licensing and pipelines infrastructure liberalization creating inefficiency due to lack of enforcement of laws and or rules (less administer, less managed and supervised), lack of appropriate regulations, there is a gap of regulations, the regulations not clear, or cause gray area or multiple interpretations (less regulated), and a combination of all.
Natural gas regulation in Indonesia is more liberal than liberal countries such as the US and Europe so the need to reset the Indonesian natural gas regulations as mandated by the Constitution, namely Article 33 of the 1945 Constitution with the concept of Natural Gas Aggregators (Wholesale) and rearranging regulation with a focus on National Aspirations, Infrastructure Development, Special rights Alignment along the gas value chain, Determination of Rates, PSO + Customer Protection, VIC - TSO / DSO + Shipper, Use of Natural Gas as Transportation Fuel, Enforcement Regulation by the Government.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Firmansyah
Jakarta: Visimedia, 2009
615.4 MUH t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Tioma Nurshinta Margareth
"ABSTRAK
Waralaba di Indonesia berawal dari upaya pemerintah yang melihat waralaba sebagai suatu cara untuk menggiatkan perekonomian dan menciptakan lapangan pekerjaan. Perkembangan waralaba tentunya harus didukung dengan kepastian hukum yang mengikat bagi para pihak, baik pihak pemberi waralaba (franchisor) maupun penerima waralaba (franchisee). Kerjasama antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba harus didasari oleh sebuah perjanjian, dimana dalam hal ini dibutuhkan jasa seorang notaris dalam pembuatannya. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah mengenai peran dan tanggung jawab notaris terhadap akta perjanjian waralaba yang dibuatnya serta implikasi hukum atas pembatalan akta tersebut oleh pengadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder, alat pengumpulan data yaitu melalui studi literatur dan metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapatlah diketahui bahwa peran notaris dalam hal ini adalah membuat akta autentik dengan tidak memihak kepada pihak manapun, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan akta yang dibuatnya, serta bertindak secara saksama atau teliti. Sehingga notaris memiliki tanggung jawab secara keperdataan dengan didasari Pasal 1366 KUHPerdata dan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUJN dan Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Notaris. Kelalaian notaris yang menyebabkan akta menjadi batal demi hukum menimbulkan kerugian bagi para pihak dalam akta tersebut, yaitu kerugian secara materil dan immateril. Notaris yang telah lalai sebaiknya mendapatkan pembinaan atau penyuluhan, serta harus bekerjasama dalam sidang-sidang atau penyelidikan. Selain itu notaris seharusnya menunjukkan itikad baik dengan mencoba bermusyawarah bersama para pihak untuk mengambil jalan keluar atas batalnya akta tersebut.

ABSTRACT
Franchising in Indonesia stems from the government's efforts to see franchising as a way to stimulate the economy and create jobs. Franchise development must be supported by legal certainty that is binding on the parties, both the franchisor and the franchisee. Cooperation between the franchisor and the franchisee should be based on an agreement, which in this case requires the services of a notary in the making. In this research, the issue raised is about the role and responsibility of the notary to the deed of the franchise agreement and the legal implications of the deed that was canceled by the court. The research method used is juridical-normative by using secondary data, data collection tool is through literature studies and data analysis used is a qualitative method. Based on the results of this research, it can be seen that that the role of the notary in this case are to make an authentic deed is not partial to any party, provide legal counseling in connection with the deed made, and act carefully or thoroughly. So that the notary has civil responsibility based on Article 1366 of the Civil Code and can be subject to sanctions under Article 16 paragraph (1) UUJN and Article 6 paragraph (1) Notary Code of Ethics. Notary negligence that causes the deed to become null and void causes harm to the parties in the deed, the material and immaterial losses. Notaries who have been negligent should get coaching or counseling, as well as the need to cooperate in hearings or investigations. In addition, the notary should show good faith by trying to consult with the parties to take a solution to the revovation of the deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Halim
"Salah satu pilar pembangunan nasional yang mendapat prioritas utama adalah pembangunan bidang hukum; satu diantara sub bidang yang perlu mendapat prioritas utama adalah bidang pertanahan. Pembatalan akta pelepasan hak atas tanah, merupakan satu di antara permasalahan hukum di bidang pertanahan. Dikatakan demikian, karena dampak hukum atas pembatalan akta pelepasan hak dapat menimbulkan kompleksitas permasalahan hukum yang baru. Dibatalkannya Akta Pelepasan Hak berarti membawa konsekuensi bahwa kepemilikan bidang tanah tersebut secara hukum kembali menjadi milik yang melepaskan hak; dengan demikian secara hukum, segala hal yang berhubungan dengan dibatalkannya akta pelepasan hak atas tanah tersebut, seperti penerbitan sertipikat hak atas tanah tersebut dan hak-hak yang membebaninya, seperti Hak Tanggungan juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam rangka perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang baru, dapat diterapkan doktrin promissory estopel untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan karena telah percaya dan menaruh pengharapan (reasonably relied) terhadap janji-janji yang diberikan pihak lawannya dalam tahap pra kontrak (preliminiary negotiation); Terkait dengan pembatalan Akta Pelepasan Hak, Penerima hak dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dan akan lebih bijaksana apabila hakim dalam memutuskan pembatalan Akta Pelepasan Hak dapat menerapkan doktrin promissory estopel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif; sumber data kepustakaan; tipe penelitian evaluatif karena merupakan suatu kajian studi analisis; dan alat pengumpul data yang dipakai adalah studi dokumenter (data sekunder). Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dibatalkannya Akta Pelepasan Hak membawa konsekuensi semua kembali seperti keadaan semula dan hal-hal yang berhubungan dengan atau terlahir dari akta tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhirah Saskia
"Majelis Hakim Mahkamah Agung RI mengeluarkan putusan Nomor 2 PK/PDT.SUS/2013 yang menyatakan menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh PT. MNC Sky Vision (Indovision). Kasus ini diawali oleh Indovision yang melaporkan dugaan persaingan usaha tidak sehat mengenai perjanjian lisensi hak siar liga inggris musim 2007-2010 kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU mengeluarkan putusan yang dirasa pihak Indovision tidak adil, maka atas putusan tersebut Indovision mengajukan upaya hukum keberatan terhadap putusan KPPU ke Pengadilan Negeri, Kasasi dan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang ditolak dengan alasan Indovision sebagai pelaku usaha Pelapor tidak memiliki kapasitas untuk mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU. Selain itu, perolehan perjanjian lisensi yang dimaksud tidak dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang seharusnya dan dianggap memiliki sifat antipersaingan usaha yang dilarang oleh Undang-undang Persaingan Usaha.
Indonesian Supreme Court release a decision No. 2 PK/PDT.SUS/2013 which declined the judicial review submitted by PT. MNC Sky Vision (Indovision). This case was initiated by Indovision who report allegations of unfair competition regarding license agreement in English league season 2007-2010 broadcasting right to the Commission for the supervision of Business Competition (KPPU). KPPU issued a decision that seemed unfair, Indovision filed an objection against the decision to the District Court, Appeal and Review to the Supreme Court that rejects with the same ground which Indovison don’t have the capacity to raise objection against the Commission’s decision. In addition, the license agreement acquisition is not executed in a proper procedure and considered to have anti-competitive nature that is prohibited by the Competition Act."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S57333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>