Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173209 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Irfan Ilmi
"Penelitian dengan desain potong lintang ini membahas cakupan pengguna kacamata (CPK) pasca operasi katarak terkait status sosioekonomi. Hasil penelitian menunjukkan usia, informasi dokter dan tingkat ekonomi rumah tangga (ruta) berhubungan kuat terhadap proporsi pengguna kacamata (p<0,05). Kelompok usia produktif memiliki CPK lebih rendah namun penelitian ini hanya melibatkan usia 50 tahun keatas sehingga tidak mempresentasikan usia produktif seluruhnya. Kelompok yang menerima informasi dokter memiliki CPK lebih tinggi dari yang tidak menerima informasi dan CPK pada kelompok tingkat ekonomi ruta kaya lebih tinggi dibanding ruta lainnya. Kesimpulannya adalah semakin tinggi informasi dokter dan tingkat ekonomi ruta maka semakin tinggi nilai CPK.

This study discussed the correlation between socioeconomy and spectacle coverage rate (SCR) after cataract sugery. The multivariate analysis showed that physician information, age and the economic level of household had a strong relation with SCR (p<0.05). Productive age had a lower SCR. This study included age of 50 and above, therefore it did not represent the real proportion of productive age. Participants who received physician information to use spectacle after cataract surgery had a higher SCR. Physician information is important in influencing SCR. The richest household had the highest SCR. The richest the household was, the highest value of SCR."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Herman
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aleida Nugraha
"Latar Belakang: Walaupun pesawat terbang telah dilengkapi dengan perangkat oksigen dan kabin bertekanan, kemungkinan hipoksia masih ada apabila terjadi kegagalan dari kedua sistem tersebut. Pengetahuan mengenai rentang waktu terjadinya hipoksia awal dan faktor-faktor kardiorespirasi yang berkorelasi dengan rentang waktu hipoksia awal perlu diketahui dan diteliti.
Metodologi: Studi eksperimental dilakukan pada 130 calon siswa Sekolah Penerbang TNI AU berusia 21-26 tahun; pada keadaan permukaan bumi diukur kadar hemoglobin, saturasi oksigen, fungsi faali kardiorespirasi dan kadar gula darah. Dalam ruang udara bertekanan rendah subyek dipajankan pada kondisi hipobarik dengan ketinggian setara 18.000 kaki. Diukur rentang waktu mulai saat pemajanan sampai terjadi saturasi oksigen 85 % dengan alat pulse oksimeter.
Hasil: Pada penelitian ini ditemukan rerata waktu terjadinya hipoksia awal 199,65 detik ; (95 % CI:192,64 - 206,66 detik). Faktor-faktor yang berkorelasi positif secara bermakna adalah kadar hemoglobin (r = 0,3396 ; p = 0,000) dan kadar gula darah (r = 0,4108 p = 0,000). Sedangkan frekuensi denyut nadi mempunyai korelasi negatif kuat (r = -0,4324 ; p=0,000). Model regresi yang sesuai untuk prediksi rentang waktu hipoksia awal terdiri dari faktor-faktor kadar hemoglobin frekuensi denyut nadi dan kadar gula darah.
Kesimpulan: Dengan mengetahui kadar hemoglobin, frekuensi denyut nadi dan kadar gula darah dapat diprediksi rentang waktu terjadinya hipoksia awal.

Elapsed Time To Early Hypoxia At Simulated Altitude 18.000 Feet In Hypobaric Chamber Indicated By 85% Oxyhaemoglobin Saturation And Its Influencing Factors Among Indonesian Air Force Flight Cadets.Background. Although aeroplanes are equipped with oxygen equipment and cabin pressurization, possibilities of hypoxia incidence still exists if there are system's failure. Information on elapsed time to early hypoxia should be available, and its correlation with cardiorespiratory factors should be investigated.
Methods. An experimental study on 130 Indonesian Air Force Flight Cadets age 21-26 years was conducted. Haemoglobin, oxyhaemoglobin saturation, cardiorespiratory function and blood sugar at ground level was measured In hypobaric chamber subjects were exposed to simulated altitude 18.000 feet environment. Elapsed time between the beginning of hypobaric exposure to early sign of hypoxia indicated by 85% oxyhaemoglobin satin-lion was measured.
Result. Average elapsed time to early hypoxia was 199, 65 seconds; (95 % CI:192,64 - 206,66 seconds). Significant positive correlation was found to haemoglobin (r = 0,3396 ; p = 0,000) and blood sugar levels (r = 0,4108 ; p = 0,000). Pulse rate showed negative correlation with elapsed time to early hypoxia (r = -0,4324 ; p = 0,000). The suitable regression model for estimating elapsed time to early hypoxia include haemoglobin,pulse rate, and blood sugar levels.
Conclusion. Predicted elapsed time to early hypoxia could be estimated by using haemoglobin, pulse rate, and blood sugar levels.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junicko Sacrifian Anoraga
"ABSTRAK
Latar Belakang: Audiometri impedans belum digunakan secara rutin dalam uji tekanan khususnya di Indonesia. Calon penyelam sering langsung menerima pajanan tekanan dalam Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) tanpa diketahui keadaan telinga tengah dan fungsi tuba Eustachius. Pemeriksaan audiometri impedans sangat penting untuk mengetahui fungsi ventilasi tuba Eustachius (TE). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan nilai tekanan telinga tengah yang berhubungan dengan fungsi ventilasi TE pada calon panyelam. Metode: Penelitian ini melibatkan 29 subjek calon penyelam berusia 20-40 tahun tanpa gangguan pendengaran konduktif. Semua subjek menjalani pemeriksaan audiometri impedans yang dimodifikasi untuk kepentingan penyelaman baik sebelum maupun sesudah uji tekanan dalam RUBT beruang ganda. Hasil: Didapatkan perubahan nilai tekanan di telinga tengah yang bermakna sebelum dan sesudah uji tekanan dengan perasat Toynbee pada telinga kanan dan kiri, masing-masing p < 0,001 dan p = 0,018. Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri impedans sangat diperlukan dalam seleksi calon penyelam khususnya dalam uji tekanan dalam RUBT.

ABSTRACT
Background: Impedance audiometry is not yet used in the pressure test routinely, especially in Indonesia. Prospective divers often receive exposure of pressure in hyperbaric chamber directly without assesment of the middle ear and Eustachian tube (ET) ventilation function. Impedance audiometry examination is very important to asses the ET ventilation function. Objective: This study determined the middle ear pressure value changes associated with ET ventilation function of prospective divers. Method: This study involved 29 prospective diver subjects aged 20-40 years without a conductive hearing loss. All subjects underwent a modified diving impedance audiometry examination both before and after the pressure test in hyperbaric double lok chamber. Result: Obtained value changes of pressure in the middle ear meaningful before and after the pressure test with Toynbee maneuver on the right and left ear, respectively p <0.001 and p = 0.018 Conclution: Impedance audiometry examination is needed in the selection of candidates divers who underwent pressure test within hyperbaric chamber."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananto Prasetya Hadi
"ABSTRAK
Nama : Ananto Prasetya HadiProgram Studi : Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaJudul : Efek Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Penurunan KadarHbCO pada Penyelam Tradisional Dengan Teknik Penyelaman Kompresor Konvensional Di Pesisir Utara Lombok.Latar belakangMelihat masih banyaknya penyelam tradisional yang masih menggunakan kompresor konvensional sebagai media utama dalam penyelaman dan minimnya informasi dan data kasus-kasus keracunan CO akibat penggunaan kompresor konvensional, maka diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi kondisi tersebut, terutama keracunan CO kronik yang terjadi pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional di sepanjang pesisir utara Pulau Lombok. MetodePenelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre dan post design dengan membandingkan hasil terapi berupa rerata penurunan kadar HbCO pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional, sebelum dan sesudah dilakukan terapi oksigen hiperbarik, dengan tekanan 2,4 ATA selama 3x30 menit. HasilDidapatkan nilai median kadar HbCO sebelum dilakukan intervensi adalah 19,45 ; min 16,02 ; maks 30,20 ; sementara nilai median HbCO setelah dilakukan intervensi adalah 6,63 ; min 4,90 ; maks 11,39 . Ada hubungan positif yang kuat antara keduanya dengan nilai koefisien Spearman rsquo;s rho rs = 0,666 dan hubungan tersebut signifikan secara statistik p = 0,001 .Penurunan HbCO dapat dipengaruhi oleh kadar Hb dalam darah ? = -0,473 dan kadar hematokrit ? = -0,587 . Korelasi risiko pajanan kumulatif CO selama menjadi nelayan dengan DCS digambarkan dengan nilai koefisien Spearman rsquo;s ? = 0,029 untuk nyeri sendi dan ? = 0,085 untuk sering kram. Kesimpulan dan saranTerapi OHB dapat menurunkan kadar HbCO pada penyelam tradisional dengan teknik kompresor konvensional. Perlu penelitian lanjutan tentang risiko DCS pada penyelam tradisional dengan teknik penyelaman kompresor konvensional. Kata kunci: penyelam tradisional, kompresor konvensional, HbCO, Terapi OHB

ABSTRACT
Name Ananto Prasetya HadiStudy Program Occupational Health Magister, Faculty of Medicine, Universitas IndonesiaTitle Effect of Hyperbaric Oxygen Therapy against HbCO Level Decrease on Traditional Diver with Conventional Compressor Technique On North Coast of Lombok. BackgroundThere are many traditional divers with conventional compressor as the main gear for diving and the lack of information and case reports on CO poisoning, urgent measures are needed to address the situation, especially on chronic CO poisoning among traditional divers with conventional compressor in northern coast of Lombok Island. MethodsThe study design is experimental pre and post design by comparing the results of therapy in the form of a mean decrease of HbCO levels on traditional divers with conventional compressor technique, before and after hyperbaric oxygen therapy at 2.4 ATA pressure for 3x30 minutes. ResultsHbCO levels median value before intervention is 19,45 minimum value 16,02 maximum value 30,2 and after Hyperbaric Oxygen intervention the median value is 6,63 minimum value 4,9 maximum value 11,39 . There is strong positive correlation between them with Spearman rsquo s correlation coeficient rho rs 0,666 and statistically significant p 0,001 .Decrease in HbCO levels is influenced by Hb level 0,473 and hematocrit level 0,587 . Correlation between cummulative CO exposure risk during the time working as divers and DCS is shown by Spearman 39 s coefficient 0,029 for joint pain and 0,085 for cramps. ConclusionsHyperbaric Oxygen therapy can reduce HbCO levels in traditional divers with conventional compressors. Further study is needed to address the problem between DCS risk and traditional divers with conventional compressors technique. Keyword traditional divers, conventional compressor, HbCO, Hyperbaric Oxygen therapy "
2017
T55724
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Hendro S.
"Manusia sangat peka terhadap kekurangan oksigen, terutama pada susunan syaraf pusat, maka penerbang yang melakukan terbang pada ketinggian 18.000 kaki tanpa menggunakan oksigen tambahan akan mengalami hipoksia, dan penurunan daya ingat jangka pendek ( DIJP ). Untuk meningkatkan keamanan terbang, maka dilakukan penelitian terhadap 134 penerbang TNI AU yang sedang melaksanakan Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi di Lakespra Saryanto. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen laboratorium tanpa kontrol, yaitu dengan memajankan subyek di dalam simulator ruang udara bertekanan rendah ( RUBR ) yang setara dengan 18.000 kaki selama 20 menit. Sebelum dilakukan pengambilan data DIJP di dalam RUBR, semua subyek diperiksa dan diseleksi untuk persyaratan penelitian dan terbang dengan RUBR. Di dalam RUBR subyek diminta untuk mengerjakan soal-soal tes psikologi digit simbol sebanyak 20 lembar, dengan waktu satu menit setiap lembar, kemudian di lanjutkan ke lembar berikutnya, sehingga di dapatkan nilai kasar, yang kemudian di standarisasi dengan z score pada setiap lembarnya, hasilnya dianalisis dengan variabel umur, tekanan darah, Indeks masa tubuh (IMT), kadar hemoglobin, kadar gula darah, denyut jantung dan faal paru (FVC dan FEV1).
Hasil dan Kesimpulan : Setelah dilakukan standarisasi, didapatkan nilai rata-rata DIJP 51,91 %, simpang baku 20 %, koefisien variasi 38,53 % ( dengan uji K-S for normality, program SPSS versi 4 didapatkan 2-tailed p = 0,573 jadi sebaran nifai DIJP masih sesuai dengan kurve Gause). Antara DIJP dengan umur mempunyai korelasi negatip, bermakna ( r = - 0,221; p = 0,005 ), berarti makin tua umur, maka DIJP semakin menurun. Antara DIJP dengan IMT mempunyai korelasi negatip, bermakna ( r = - 0,1799 ; p = 0,019 ), makin tinggi IMT semakin menurun kemampuan DIJP. Antara DIJP dengan Hb mempunyai korelasi positip, bermakna ( r = 0,165 ; p = 0,028 ), berarti semakin tinggi kadar Hemoglobin semakin baik DIJP. Sedangkan antara DIJP dengan variabel lainnya tidak bermakna, tetapi meskipun demikian sesuai dengan teori disebutkan bahwa meskipun tidak bermakna belum tentu tidak ada buhungan antara variabel tersebut dengan DIJP, mungkin mempunyai hubungan ( korelasi) yang sangat lemah.

Human being is very sensitive to oxygen leak condition, especially on central nerves system. Hypoxia and decreasing of short term memory (STM) will affect the pilot who flight at the height of 18.000 feet without extra oxygen. The study was done to 134 Indonesian Air Force pilot to increase the flight safety. The study design is a laboratory experiment without control. Subjects were exposed for 20 minutes inside the chamber at simulated altitude of 18.000 feet height, after they passed physical examination and selection for " chamber flight " requirement. In the chamber subjects were requested to fill twenty sheets digit symbol physiological test for one minute per sheet. The result were standardized into z score for each sheet. The results were analyzed with age variable, blood pressure, Body mass index (BMI), Hemoglobin (Hb), blood sugar concentration, hart rate and respiratory systems (FVC and FEV1), to see whether the association exist.
Result and conclusion : The average of STM is 51,91 %, with 20 % of standard deviation, with K -S for normality test using SPSS program version 4 the STM distribution followed the Gauze curve. A negative correlation was found significant between STM with age, that more older the subject, STM will decrease ( r = - 0,221 ; p = 0,005 ). There is also a negative correlation and significant result between STM with BMI, means more higher BMI will decrease the STM ( r = - 0,1799 ; p = 0,019) Between S T M and Hb have significant and positive correlation, means more higher Hb the better the STM (r= 0,165 ; p = 0,028 ), and there is no correlation between STM and the other variables, but as theoretical said, even though there is no correlation with STM, it does not mean that there is no association between these variables with STM, but it is too weak to notice.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeke Mahyastuti
"Pada penerjunan High Altitude Low Opening, pasukan dipaparkan pada ketinggian 20.000 kaki. Pada ketinggian tersebut, manusia tanpa tambahan O atau alat pelindung masih dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif (WSE: Waktu Sadar Efektif) selama 10-20 menit. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi WSE adalah kadar Hb. Penelitian ini memilih disain studi korelasi dengan jenis eksperimen laboratorium tanpa kontrol, yaitu dengan memaparkan sejumlah 100 anggota PASKHAS TN1-AU sebagai subyek dalam simulator ruang udara bertekanan rendah (RUBR) setara 20.000 kaki selama 26 menit, guna meneliti tentang hubungan antara kadar Hb dan WSE, serta melihat beberapa faktor faali terhadap WSE. Subyek diminta mengerjakan soal-soal tes penjumlahan secara vertikal sepasang angka random dua digit. Apabila subyek salah menjawab dua nomor berturut-turut, atau diam tidak mengerjakan soal selama 15 detik, atau tidak melaksanakan perintah pengawas berarti titik akhir WSE tercapai. Selanjutnya dibuat analisa hubungan antara kadar Hb dan WSE, serta dilihat pengaruh beberapa faktor faali terhadap WSE.
Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata WSE 15,46 menit, rata-rata Hb 15.08 g% (Hb 12.2 - 17.8 g%). Secara statistik univariat Hb mempunyai regresi positif sedang ( B = 0,55, p = 0,08). Pada model multivariat, Hb tidak dipengaruhi oleh variabel umur, sistolik, diastolik, denyut jantung, FVC). Denyut jantung mempunyai garis regresi negatif sedang (B =- 0,07, p = 0,05), FVC mempunyai regresi positif lemah (B= 0,55 , p = 0,56), Sistolik (B = - 0,05, p = 0,30) dan diastolik (B = -0,08, p = 0,28) kedua-duanya mempunyai regresi negatif lemah.

During HALO dropping, the troops were deployed at the height of 20,000 feet. It was discovered that in this altitude without extra oxygen or any other protective equipment, human being can still survive and do their task effectively for and around 10 - 20 minutes. Hb content was concluded to be one of the factors that can influence the TUC. Correlative study design with laboratory experiment without control was chosen for this research. One hundred subjects (IAF - HALO - Paratroops Candidates) were deployed for 26 minutes into altitude chamber at simulated 20,000 feet high, to investigate the correlation between Hemoglobin and TUC. Other physiological factors, which might influence the TUC, were also investigated. The subjects were requested to do kind of additive test two digits paired random numbers, vertically arranged. The end points for determination of the TUC were either (1) two consecutive mistakes in the addition test, or (2) subject stop writing for more than 15 seconds or (3) subject did not respond to the observer's instructions. The result was analyzed to evaluate the correlation between Hemoglobin and TUC, and other physiology factors, which might influence the TUC.
Result and conclusion: The mean value of TUC was 15,46 minutes, the mean value of the Hemoglobin was 15.08 g . Statistically Hemoglobin has moderate positive regression (B = 0,55, p = 0.08). The result of multivariate and univariate model analysis towards correlation between Hb and TUC were almost similar. This mean, Hb is not influence by other variables (age, systolic, diastolic, heart rate, FVC). It was concluded that Hemoglobin has moderate correlation with TUC, and heart rate has moderate negative regression (B = - 0.07, p = 0.05). FVC has weak positive regression (B = 0,55, p = 0,56), systolic (B = - 0,05, p = 0,30) and dyastolic ( B = - 0,08, p = 0,28) has weak negative regression.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T4428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddy Alatas
"Telah di desain pesawat bertekanan dengan perangkat oksigen yang baik. Pesawat terbang militer mempunyai wilayah terbang ketinggian 18.000-30.000 kaki bahkan lebih. Bila peralatan tersebut mengalami kegagalan atau gangguan dalam kabin, akan mengalami hipoksia. Kemampuan penglihatan binokular tunggal salah satunya adalah kemampuan fusi yang sangat ditentukan oleh keseimbangan otot-otot ekstrinsik mata, yang dipengaruhi oleh kondisi hipoksia, sebab kemampuan fusi sangat dibutuhkan selama fase pendaratan pesawat dan terbang formasi. Mengingat pentingnya hal ini, maka perlu diketahui dan diteliti.
Metodologi : Desain pada penelitian ini adalah studi eksperimental "pre dan post test desain" yaitu dengan memajankan sebanyak 94 calon siswa penerbang PSDP TNI AU sebagai subyek dalam ruang udara bertekanan rendah (RUBR) setara ketinggian 18.000 kaki. Untuk analisis data digunakan uji T berpasangan, analisis korelasi dan regresi linear multivariate.
Hasil : Hasil uji T berpasangan dari saturasi oksigen, nadi, heteroforia jenis eksoforia di "ground level" dan di ketinggian 18.000 kaki terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05). Hubungan heteroforia jenis eksoforia di "ground level" dan variabel-variabel, didapatkan faktor yang berkorelasi positif dan bermakna adalah gula darah (r = 0,21 p = 0,03). Faktor yang berkorelasi positif bermakna dengan heteroforia jenis eksoforia setara ketinggian 18.000 kaki adalah gula darah (r = 0,21 p = 0,04), Variabel sistolik berkorelasi positif dan bermakna (r = 0,17 SigT = 0,04) terhadap heteroforia jenis eksoforia di "ground level". Faktor-faktor yang mempengaruhi heteroforia jenis eksoforia di "ground level" dan ketinggian 18.000 kaki terdiri dari tekanan sistolik dan kadar gula darah.
Kesimpulan : Sebagai kesimpulan dengan mengetahui tekanan sistolik dan kadar gula darah dapat diprediksi kemungkinan terjadinya heteroforia jenis eksoforia pada ketinggian 18.000 kaki."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal
"Faktor resiko bahaya (hazard) lingkungan kerja di gedung perkantoran umumnya lebih kecil jika dibandingkan dengan lingkungan kerja di pabrik/ industri atau pertambangan. Lain halnya dengan lingkungan kerja di gedung Kantor Bank Indonesia (KBI) yang oleh karena kegiatan khusus yaitu memusnahkan uang yang tidak layak edar (uang lusuh) dan pekerjaan ini hanya dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Uang yang diterima oleh Bank Indonesia dari Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta terlebih dahulu disortir dengan cara manual atau dengan Mesin Sortir Uang Kertas (MSUK) dan apabila uang tersebut tidak layak edar selanjutnya akan dimusnahkan dengan Mesin Racik Uang Kertas (MRUK).
Pekerjaan menyortir dan meracik uang kertas yang menghasilkan debu uang diduga dapat menimbulkan gangguan pernafasan, terutama system ventilasi kurang baik sehingga konsentrasi debu melebihi Nilai Ambang Batas.
Untuk menilai gangguan faal paru terhadap pegawai kasir yang bekerja di delapan KBI (Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) yang berjumlah 182 orang maka dilakukan penelitian dengan metode cross sectional pada tahun 2001 dengan mengambil variable independent "pemajanan debu, kebiasaan merokok dan kebiasaan penggunan APD masker". Pengukuran faal paru dengan melakukan pemeriksaan spirometri.
Dari hasil uji parameter model dinyatakan pemajanan debu tidak berhubungan pada gangguan faal paru, sedangkan penggunaan APD dan kebiasaan merokok berhubungan dengan terjadinya gangguan faal paru.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk masing-masing variable terhadap resiko untuk terkena gangguan faal paru obstruktif adalah sebagai berikut:
1. Odds rasio lama pemajanan lama kerja lebih dari 8 tahun adalah 1.09 kali dibandingkan pegawai yang telah bekerja kurang atau sama dengan 8 tahun.
2. Odds rasio kebiasaan tidak menggunakan APD pada saat bekerja adalah 1.81 kali dibandingkan pegawai yang menggunakan APD.
3. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori sedang adalah 2.50 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
4. Odds rasio kebiasan merokok dengan kategori ringan adalah 0.44 kali dibandingkan pegawai yang tidak merokok.
Penelitian ini sebaiknya ditindaklanjuti dengan meneliti lebih baik lagi pengukuran debu di lingkungan kas untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh debu di lingkungan kas terhadap faal paru karyawan kasir.
Dan untuk menanggulangi pencegahan gangguan faal paru terhadap karyawan kasir dianjurkan pendekatan personal dan keteladanan memakai masker sewaktu bekerja dan dilakukan program berhenti merokok kepada semua pegawai tidak terbatas pada karyawan kasir saja dengan program awal menyediakan ruangan tempat merokok.

The Risk Factors related to Lungs Function Teller's Bank of Indonesia 2001 The Risk factor or hazard in the office less than in the factory or work place in the mining. The special job in Bank of Indonesia is to destroy the bill that no good to distribution for public market. To destroy the bill its need the machine named "Mesin Racik Uang Kertas" (MRUK). Before destroying the bill by that machine the bill must be assorted by the machine tah named "Mesin Sortir Uang Kertas"(MSUK).
The output assorting and destroying the bill is dust and the smaller part of the bill. The smallest dust is related to lung function, especially if there is not a good ventilation or dust concentration up the threshold limit values (TLV's).
How to know the lung function of the Teller's worker in the eight Bank of Indonesia (Kantor Bank Indonesia / KBI, Padang, Bandar Lampung, Solo, Malang, Palembang, Mataram, Banjarmasin, Kendari) which amount 182 persons, to do research by cross sectional in 2001.
The variable independents are dust exposure, smoking habit and Personal Protection Equipment (PPE). The lung function was measured by spirometri. The result of model parameter test is there is not related by dust exposure, while smoking habits and not to use PPE is correlations by abnormal lung function (Restrictive or obstructive or mixed).
The conclusion of this research that each variable to get the risk to the obstructive lung. E.q. Odds ratio for the eight years dust exposure was one time for employee who works up eight years and not to use the PPE at work was 1.81 times by using PPE.
Odds Ratio of smoking habit was 2. 5 times by the employee not to smoking habits. We offer that this research will be continued to detail, how to know the effect of the dust in cashier environment. The recommendation of prevention of abnormal lung function to the Teller's workers is personal approach and a good identification personal to use mask during the activity and the planning smoking cessation program to all workers that the first step is make the smoking area or room for smoking.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 10701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Sangkalia
"ABSTRAK
Latar belakang:
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh hipoksia terhadap penglihatan warna masih kontroversial. Penglihatan warna penting dalam penerbangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh hipoksia setara 18.000 kaki melalui ruang udara bertekanan rendah terhadap penglihatan warna. Studi dilakukan di Lakespra Saryanto Jakarta pada bulan Desember 1996. Sampel terdiri dari 101 orang laki-laki, calon penerbang sipil PLP Curug, berusia 17-23 tahun dan tamat SLTA. Disain penelitian kuasi eksperimen pre dan post test. Diperiksa faktor-faktor faali seperti: nadi, tekanan darah sistolik dan diastolik, rib dan kadar saturasi oksigen darah. Digunakan buku Ishihara 38 lembar untuk pemeriksaan penglihatan warna dengan cara menilai waktu baca lembar 1-38 (detik) dan kebenaran baca lembar 1-21 (9i).
Hasil penelitian :
Melalui uji t berpasangan, ditemukan perbedaan bermakna (p<0,05) antara: saturasi 02 darah, nadi, waktu baca dan kebenaran baca pada permukaan tanah dibanding pada 18.000 kaki. Pada 18.000 kaki: kadar saturasi 02 darah 68,17 % ±2,92 lebih rendah dibanding pada permukaan tanah; nadi 116,32 ±12,21 permenit lebih tinggi dibanding pada permukaan tanah; waktu baca 72,18 ± 15,05 detik rata-rata lebih lama 15,52 detik dibanding pada permukaan tanah; kebenaran baca 97,43 ± 3,36% lebih rendah dibanding pada permukaan tanah. Studi ini menunjukkan bahwa waktu baca dan kebenaran baca buku Ishihara pada permukaan tanah maupun pada 18.000 kaki masih dalam batas normal. Analisa multiple regression dan simple regression menunjukkan bahwa diramalkan waktu baca lebih singkat apabila tekanan diastolik lebih besar pada permukaan tanah diramalkan waktu baca lebih singkat apabila denyut nadi meningkat.
Kesimpulan
Studi penjajagan ini menunjukkan bahwa hipoksia setara 18.000 kaki meningkatkan waktu baca dan meningkatkan skor kesalahan baca tetapi tidak menyebabkan defisiensi penglihatan warna. Dibutuhkan penelitian lanjut dengan alat pemeriksaan warna yang lain untuk membandingkan studi ini.

ABSTRACT
Back ground :
Related previous studies indicated the controversial result on the relationship between hypoxia and color vision. Color vision is one of the major individual factors for pilots which relates to many aircraft accidents especially in hypoxia condition. This study aimed to identify the relationship between color vision and the hypoxic hypoxia among pilot candidates in a hypobaric chamber at the cruising altitude of 18.000 ft (FL 180). The number of samples collection are 101 pilot candidates from PLP Curug, ages 17-23 yr. The design of study was a pre and post test and Ishihara plates were used to measure color vision.
Results .
A t-paired test analysis showed the significant differences (p< 0,05) among variables : pulse, oxygen saturation levels, reading time and error scores at ground level (GL) and at flight level of 18.000 ft (FL180). At 18.000 ft, study results reported : increased of pulse rate (mean 116 ± 12,21 per minutes), increased of SaO2 (mean 68,17% ± 2,92%), increased of reading time (72,18 } 15.05 seconds) and increased of error scores {41,58%). Multiple regression and simple regression analysis showed that increasing of diastolic at GL would decrease reading time and increases of pulse rate. At FL 180 would decrease reading time.
Conclusions:
This preliminary study indicated, that there was an increase of reading time and increase of error scores by using Ishihara plates at FL 180 but these results had not made a deficiency of color vision. Advanced study with any other device to examine color vision are needed to compare the result of preliminary study.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>