Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rakhma Putri Sholihah
"Peraturan Menteri Keuangan No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman (PMK) pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 100 (seratus dolar Amerika Serikat). Kemudian PMK tersebut diubah dengan PMK No. 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan PMK No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 75 (tujuh puluh lima dolar Amerika Serikat), dan pada tahun 2020, PMK tersebut diubah lagi dengan PMK No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 3 (tiga dolar Amerika Serikat). Adanya perubahan-perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman sebagai akibat perubahan PMK tentang Impor Barang Kiriman tersebut, memberikan dampak terhadap kegiatan importasi barang di Indonesia. Namun demikian, perubahan tersebut memiliki tujuan yang baik untuk perdagangan dalam negeri di Indonesia. Penelitian ini memberikan analisis dampak-dampak apakah yang dapat terjadi akibat perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut, apa saja tujuan-tujuan dari diubahnya ambang batas tersebut dan apakah perubahan-perubahan PMK serta ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut benar menurut kaidah dan peraturan yang berlaku di dalam Hukum Perdagangan Internasional.

Minister of Finance Regulation No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment (PMK) in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty on Imports of Shipments of USD 100 (one hundred United States dollars). Then the PMK was amended by PMK No. 112/PMK.04/2018 concerning Amendment to PMK No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty for Imported Goods of USD 75 (seventy five United States dollars), and in 2020, the PMK is amended again by PMK No. 199/PMK.010/2019 concerning Provisions for Customs, Excise, and Taxes on the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold of USD 3 (three United States dollars) of Import Duty for Shipment of Shipment. There are changes in the threshold of Import Duty for Shipment of Goods as a result of amands in PMK concerning the Import of Shipment of Goods, have an impact on the importation of goods in Indonesia. However, the changes serve a good purpose for domestic trade in Indonesia. This research provides an analysis of what impacts can occur due to changes in the threshold of the Import Duty for Shipment, what are the purposes of the change in the threshold and whether the PMK changes and the threshold of Import Duty for Imported Goods on Shipment are correct according to the rules. and regulations that apply in International Trade Law.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhma Putri Sholihah
"Peraturan Menteri Keuangan No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman (PMK) pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 100 (seratus dolar Amerika Serikat). Kemudian PMK tersebut diubah dengan PMK No. 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan PMK No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 75 (tujuh puluh lima dolar Amerika Serikat), dan pada tahun 2020, PMK tersebut diubah lagi dengan PMK No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 3 (tiga dolar Amerika Serikat). Adanya perubahan-perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman sebagai akibat perubahan PMK tentang Impor Barang Kiriman tersebut, memberikan dampak terhadap kegiatan importasi barang di Indonesia. Namun demikian, perubahan tersebut memiliki tujuan yang baik untuk perdagangan dalam negeri di Indonesia. Penelitian ini memberikan analisis dampak-dampak apakah yang dapat terjadi akibat perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut, apa saja tujuan-tujuan dari diubahnya ambang batas tersebut dan apakah perubahan-perubahan PMK serta ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut benar menurut kaidah dan peraturan yang berlaku di dalam Hukum Perdagangan Internasional.

Minister of Finance Regulation No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment (PMK) in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty on Imports of Shipments of USD 100 (one hundred United States dollars). Then the PMK was amended by PMK No. 112/PMK.04/2018 concerning Amendment to PMK No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty for Imported Goods of USD 75 (seventy five United States dollars), and in 2020, the PMK is amended again by PMK No. 199/PMK.010/2019 concerning Provisions for Customs, Excise, and Taxes on the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold of USD 3 (three United States dollars) of Import Duty for Shipment of Shipment. There are changes in the threshold of Import Duty for Shipment of Goods as a result of amands in PMK concerning the Import of Shipment of Goods, have an impact on the importation of goods in Indonesia. However, the changes serve a good purpose for domestic trade in Indonesia. This research provides an analysis of what impacts can occur due to changes in the threshold of the Import Duty for Shipment, what are the purposes of the change in the threshold and whether the PMK changes and the threshold of Import Duty for Imported Goods on Shipment are correct according to the rules. and regulations that apply in International Trade Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahnidar Lukman
" BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya manusia selalu saling membutuhkan satu sama 1ainnya, karena manusia adalah merupakan mahluk sosial. Demikian pula dalam memenuhi kepentingan-kepentingan, baik untuk mempertahankan hidup dan mencukupi kesejahteraan mereka. Sudah merupakan kenyataan, bahwa dunia ini telah dikaruniai oleh yang Maha kuasa dengan berbagai-bagai macam kekayaan alam. Namun kekayaan alam itu tersebar diberbagai tempat. Di satu tempat dihasilkan beberapa jenis keperluan manusia, sedangkan di tempat lain diciptakan pula benda lain yang juga dibutuhkan oleh manusia tersebut.
Oleh karena itu untuk memenuhi keperluan mereka diperlukan pengangkutan untuk saling mengirimkan hasil-hasil produksi mereka. Pengangkutan tersebut berguna untuk membawa hasil-hasil dari suatu negara ke negara lain ataupun dari suatu daerah ke daerah lain. Begitu pula dalam rangka memenuhi keperluannya dan mencapai maksudnya, manusia perlu berkunjung ke suatu negara lain ataupun ke daerah lain, dan untuk hal ini pun diperlukan pengangkutan. Salah satu jenis pengangkutan yang cukup penting ialah pengangkutan melalui laut dengan mempergunakan kapal laut. Sebagaimana diketahui negara Indonesia adalah merupakan negara kepulauan meliputi daratan laut. Darat meliputi ±1,9 juta Km persegi dan laut ± 3 juta Km persegi dan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam ketatapan MPR tahun 1973, TAP MPR No. 1V/ MPR/1978 jo TAP MPR No. II/MPR/1983, ditegaskan bahwa Wawasan Nusantara meliputi :
a. adanya satu kesatuan Politik.
b. adanya satu kesatuan dalam bidang Sosial Budaya.
c. adanya satu kesatuan Ekonomi.
d. adanya satu kesatuan Pertahanan dan Keamanan 1) .
Untuk mancapai prinsip Wawasan Nusantara tersebut harus dapat diciptakan suatu perhubungan yang aman dan tertib. Pengangkutan taerupakan sarana yang utama. Hubungan dari kota ke kota atau dari pulau ke pulau maupun hubungan dengan negara lain, tergantung dari kelancaran pengangkutan.
Pada saat ini, sudah tidak mungkin lagi untuk membatasi diri, berbicara hanya dalam ruang lingkup satu negara. Begitupun Indonesia yang telah ikut dalam pergaulan dunia umumnya dan perdagangan internasional khususnya, harus berperan secara aktif agar jangan sampai ketinggalan dalam mewujudkan komunikasi yang lancar, tertib, dari aman. Disamping pengangkutan melalui udara dan darat, pengangkutan di laut merupakan alat yang penting. Oleh karena itulah perlu diberikan perhatian yang besar terhadap pengaturan dan pembinaan di bidang pangangkutan laut.
Tentang hukum pengangkutan laut di Indonesia saat ini berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (UU-Per) dan sebagian besar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (UU D).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Indonesia pada tahun 1947 berdasarkan asas konkordansi. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku karena menyangkut hal persetujuan pengangkutan, juga karena ada lax generalis antara lain mengenai hipotek yang terkait dengan hipotek kapal laut. Buku ke III dari Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang berjudul Tentang Perikatan mengatur persetujuan pada umumnya dari persetujuan-persetujuan tertentu, Sedangkan mengenai segala hal yang berhubung?.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Novia Anggita
"Permendag RI No. 7 Tahun 2013 pada dasarnya mengatur mengenai pembatasan jumlah gerai waralaba untuk jenis usaha jasa makanan dan minuman. Tujuannya adalah untuk pemerataan ekonomi dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah melalui pengembangan kemitraan dalam waralaba dengan pola penyertaan modal. Pada prakteknya, mayoritas pemberi waralaba merek asing terkenal hanya akan mempercayakan pemasaran merek dagangnya kepada satu penerima waralaba di Indonesia. Hal ini dinilai oleh pemerintah sebagai pemicu terjadinya kesenjangan sosial, ditakutkan pemilik waralaba ini akan semakin merajai dan menjajah perekonomian negara dengan memonopoli sistem perdagangan dalam negeri. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, dikeluarkanlah Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah implementasi dari regulasi ini dalam kegiatan bisnis waralaba secara nyata? Dapatkah regulasi ini menjadi suatu solusi yang komperhensif untuk mengembangkan usaha kecil dan mengengah sehingga terwujud pemerataan ekonomi? Bagaimana mengenai perlindungan hukum terhadap pemilik waralaba? Mengingat kegiatan perkembangan waralaba di Indonesia yang semakin pesat, dan semakin banyaknya waralaba merek asing yang masuk ke Indonesia, maka Pemerintah Indonesia selaku regulator perlu memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum yang mengatur waralaba di Indonesia. Penelitian ini akan memberikan tinjauan hukum atas usaha waralaba merek asing terkenal di Indonesia, terkait dengan keberlakuan Permendag RI No. 7 Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif.

This regulation, basically set on limiting the number of franchise outlets in foods and beverages franchise. The purpose is for economic equality by developing small and medium enterprises through the development of partnerships in franchise with the pattern of equity participation. In practice, most of famous foreign trademark franchisor will only entrust the marketing of its trademark to one franchisee in Indonesia. This is seen by the government as a trigger of social inequality, franchisor will increasingly dominate and colonize the country's economy to monopolize trade in the domestic system. In order to anticipate this situation, the government issued the Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/MDAG/ PER/2/2013. However, the problem is about the implementation of these regulation in the franchising activities in real. Can this regulation be a comperhensive solution to develop small and medium enterprisess in order to realizing economic equality? How about the legal protection of the franchisor? Since franchises in Indonesia are growing rapidly, and the increasing number of foreign trademark franchises in Indonesia, the Indonesian government as regulator needs to give special attention, especially in terms of the law governing franchise in Indonesia. This study will provide an overview of business law for famous foreign trademark franchise in Indonesia, associated with Indonesian Trade Minister Regulation Number : 07/M-DAG/PER/2/2013. This type of research is normative juridical literature. Data analysis methods used in this research is descriptive qualitative analysis. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47115
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florianus S.
"Tesis ini membahas pengaruh pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan RI (?Permen?) No. 53/2012 dan Permen 07/2013 terhadap formil dan materil Perjanjian Waralaba antara Pemberi dan penerima waralaba. Bagaimana Indonesia mengatur penyelenggaraan waralabanya dan perhatian utama pengaturan waralaba di Indonesia serta perbandingan dengan beberapa negara ASEAN. Indonesia merupakan negara yang mengatur waralaba dan penggunaan bahan baku, peralatan usaha serta menjual barang dagangan paling sedikit 80% barang dan/atau jasa produksi dalam negeri serta kewajiban bagi Pemberi Waralaba untuk bekerjasama dengan usaha kecil dan menengah sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa. Khusus untuk perjanjian waralaba jenis usaha makanan dan minuman Perjanjian waralaba telah diatur pembatasan pada jumlah tertentu outlet/gerai yang dimiliki dan dikelola sendiri (company owned outlet) dengan kewajiban Diwaralabakan; dan/atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan apabila outlet/gerai melebihi jumlah pembatasan; Dalam penyelenggaraan waralaba terlihat Pemerintah berperan dan turun mengatur kebijakan dalam penyelenggaraan waralaba di Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Filipina pengaturannya pada asosiasi yaitu Franchising And Licensing Authority Singapore (FLA) dan Philippine Franchise Assocition (PFA).Negara-negara anggota ASEAN cenderung menerbitkan aturan khusus yang mengatur bisnis franchisenya. Kedepan, Indonesia perlu memberikan bantuan dan kebijakan yang berkaitan dengan memperkuat peran asosiasi franchise dalam penyelenggaraan waralaba untuk menggantikan peran negara agar negara tidak terlalu mengintervensi kegiatan ekonomi.

This thesis discusses the impact of the enforcement of Regulation of the Minister of Trade of Republic of Indonesia ("Minister Regulation") No. 53/2012 and Minister Regulation No 07/2013 to the formal and materil of Franchise Agreement between the franchisor and the franchisee of a franchise. How Indonesia arrange the maintenance of its franchise and the main concern of the franchise regulation in Indonesia, and the comparison with some ASEAN countries. Indonesia is a country that regulates franchises and the use of raw materials, business equipment as well as sells merchandise order at least 80% of goods and / or services of domestic production and the obligations of the Franchisor to work with small and medium enterprises as the franchisees or suppliers of goods and / or services. Especially for the franchise agreement on the food and beverage business type, the franchise agreement has been arranged its certain limitations of the number of outlets / stalls owned and managed their own (company owned outlets) with the obligations that it must be franchised; and / or cooperated with the participation patterns if the outlets / stalls exceeds the limitation; In the maintenance of franchise, it looks that the government has a role and regulate the policy in the maintenance of franchises in Indonesia, Malaysia and Vietnam. While in Singapore and Philippines, its organization is in the association namely Franchising And Licensing Authority Singapore (FLA) and Philippine Franchise Assocition (PFA). The ASEAN members tend to issue specific rules that govern its franchise bussiness. Franchisor and franchisee should improve the role of associations in the franchising activities.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Mador M. O. S.
"UU No.13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah memberikan kewenangan untuk melakukan monopoli di sektor angkutan kereta api kepada suatu badan penyelenggara. PT KA dalam hal ini merupakan satu-satunya badan penyelenggara yang didirikan untuk dapat menjalankan kewenangan badan penyelenggara tersebut. Sebagai satu-satunya operator kereta api di Indonesia, PT KA memiliki keunggulan ekonomis, yaitu posisi monopoli terhadap penyediaan jasa angkutan kereta api tersebut, dibandingkan dengan badan usaha lain yang mempergunakan jasa angkutan kereta api tersebut. Dengan kondisi yang tidak seimbang tersebut, badan usaha lainnya yang memilih kereta api sebagai satu-satunya altematif yang paling tepat untuk tujuan pengangkutan, tetap mengadakan hubungan perjanjian dengan PT KA tersebut. Kondisi yang tidak seimbang dalam penutupan perjanjian tersebut melahirkan klausula-klausula yang memberatkan bagi pengguna jasa angkutan dan tidak sesuai dengan kepatutan. Suatu kondisi tidak adanya keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, adalah tidak sesuai dengan falsafah Pancasila. KUHPER, yang menganut asas kebebasan berkontrak, dengan ketiadaan keseimbangan kondisi ekonomis pada waktu penutupan perjanjian tidaldah rnembuat perjanjian tersebut menjadi langsung tidak sah dan tidak mengikat, akan tetapi dengan adanya akibat pelaksanaan prestasi yang berat sebelah dan tidak sesuai kepatutan oleh pengguna jasa angkutan kereta api tersebut, membuat perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Berdasarkan praktek yurisprudensi di Indonesia, hakim dapat saja mencari perjanjian yang dimintakan pembatalannya tersebut, dengan membatalkan klausula yang tidak sesuai dengan kepatutan tersebut dan mengubahnya sesuai rasa keadilan hakim yang paling baik (ex aqua et bona) ataupun membatalkan perjanjian tersebut secara keseluruhan.

Law number 13 year of 1992 concerning on Railway provides monopoly authority to a certain coordinator institution in the rail transportation sector. In this case, Railway State-Owned Company (PT KA) is the only institution established in order to maintain the authority. As the only railway operator in Indonesia, PT KA has economical benefit, the monopoly position in providing the railway transportation service, compared to other business entities which also use the railway transportation service. Due to the imbalance position, those business entities, which choose the railway as the only perfect alternative for their transportations, still maintain/is still entitled to maintain their contract with PTKA. The imbalance position in closing the contract has raised severe clauses for the user of the railway transportation, and these are unfair. A condition in which imbalance implementation of the contract's right and obligation exists does not meet the Philosophy of Pancasila. According to the Codification of Civil Law (KUHPER), which consists of the Principle of the Freedom of Contract, the imbalance of economic condition in closing the contract does not make the contract become illegal and invalid, but as the result of the existence of the imbalance in obligation implementation as well as the unfairness raised by the railway transportation user has caused the contract to be terminated by the Judges as long as there is a request to do so. In accordance with the Indonesia Jurisprudence, a Judge could interfere the agreement which has been made by the parties by terminating the unfair clauses and amending them based on the Judge's fairest value (ex aquo et bono), or even completely terminating the contract."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirinnisa
"Tugas Karya Akhir ini membahas tentang proses terbentuknya suatu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pekerja Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan proses terbentuknya Permenaker No.2 Tahun 2015. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penelitian ini antara lain kebijakan publik, sektor informal dan perlindungan tenaga kerja. Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur/dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah formulasi Permenaker ini memiliki 3 tahapan, yakni pertama masukan-masukan dari masyarakat, kedua pembuatan draft Permenaker No.2 Tahun 2015 dan ketiga disahkannya Permenaker No.2 Tahun 2015 memfokuskan kepada lembaga penyalur. Hal ini disebabkan terdapat beberapa hal yang akan sulit diterapkan jika memfokuskan kepada PRT seperti jam kerja dan upah. Upaya pemerintah dalam melindungi pekerja rumah tangga anak telah terlihat dengan adanya pelarangan dalam permenaker ini. Namun permenaker ini masih belum cukup kuat untuk melindungi PRT dan kurang partisipatif dalam pembuatannya.
This minor thesis discusses about the process of formation of Regulation No.2/2015 about Domestic Workers, from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia. This research aims to explain or describe the formation process of Permenaker 2 2015. The theories used to explain this research include public policy, the informal sector, and labor protection. The methods of this thesis using qualitative approach of data collection, using the study of literature or documents and in-depth interviews. The results of this study is the formulation of Ministry of Employmemt Regulation has three steps, the first is input from the public, the second is the drafting of Permenaker No.2/2015, and the third is legalization of Permenaker No.2/2015 that focused on the distributor of domestic workers. This is due to there are some things that would be difficult to implement if the focus to domestic workers such as working hours and wages. Government efforts to protect child domestic workers have been seen by the prohibition in this Ministrial Regulation. However this regulation from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia is still not strong enough to protect domestic workers and less participative in the making."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2016
S63393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Leonardo
"Tesis ini membahas mengenai sifat norma hukum dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 42/PMK.010/2006 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping Terhadap Impor Tepung Gandum (HS.1101.00.10.00) Dari Uni Emirat Arab sehingga dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh badan hukum perdata asing yang merasa kepentingannya terhadap ekspor tepung terigu gandum ke Indonesia terganggu akibat adanya peraturan tersebut dengan alasan peraturan tersebut merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang berupa Penetapan (beschikking) dan bukan Peraturan (regeling). Untuk mencapai tujuan tersebut, Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Tesis ini akhirnya menyimpulkan bahwa Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan hendaknya harus terlebih dahulu diuji apakah Penetapan Bea Masuk Anti-Dumping tersebut sudah sesuai dengan sifat norma hukumnya atau tidak.

This thesis is discussing about the nature of legal norms from Finance Minister Regulation No.42/PMK.010/2006 About Imposition of Anti-Dumping Duty On Imports of Wheat Flours (HS.1101.00.10.00) From United Arab Emirates until it could be sued in Jakarta Administrative Court by foreign private legal entities who felt their interest on exports of wheat flours into Indonesia were disrupted caused by this regulation with reason this regulation was Administrative Decree in the form of Determination (beschikking) and not was Regulation (regeling). In achieving these objectives, descriptive analysis methods are used. Finally, this thesis has conclusion that the Determination of Anti-Dumping Duty by Finance Minister should be tested first whether this Determination of Anti-Dumping Duty is completely accordance with it legal norms or not."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Ghafur
"ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari distorsi yang terjadi pada defenisi dan ruang lingkup keuangan negara yang luas yang mereduksi konsistensi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai badan hukum privat. Secara konseptual, pengelolaan keuangan negara berbeda dengan pengelolaan keuangan BUMN. Kedudukan BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang seharusnya dalam pengelolaannya sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan mengkaji kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap pembentukan holding melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentangPenambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT. Indonesia Asahan Aluminium. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan dalam pendirian BUMN perseroan negara sebagai pemilik modal baik sebagian maupun seluruhnya juga tidak dapat menggunakan kewenangan publiknya untuk mengelola dan mengatur perseroan. Hal ini disebabkan recht positie pemerintah dalam perseroan adalah badan hukum perdata dan sama dengan pemilik modal lainnya.. konsekuensi terhadap anak perusahaan holding atas kebijakan yang dilakukan pemerintah berimplikasi pada anak perusahaan yang sebelumnya berstatus sebagai BUMN beralih menjadi perseroan terbatas biasa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BPK) tidak berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sebab keuangan negara yang menjadi saham baik 51 % atau seluruhnya dalam Persero tidak lagi berstatus sebagai keuangan negara, dan berubah menjadi keuangan Persero, karena telah bertransformasi yang awalnya keuangan publik beralih menjadi keuangan perdata. Dengan demikian, negara atau lembaga negara yang berperan sebagai subyek hukum privat tidak mempunyai kewenangan apapun dalam wilayah hukum perdata yang menyebabkan intervensi oleh penguasa terhadap BUMN.

ABSTRACT
This research departs from the distortion that occurs in the definition and scope of broad state finances so as to reduce the consistency of State-Owned Enterprises (BUMN) as private legal entities. conceptually, management of state finances is different from the management of state-owned finance. The position of BUMN as one of the economic actors in the national economy based on economic democracy which should be in its management is in line with the principles of Good Corporate Governance (GCG).This research aims to explore and review the policies which carried out by the government towards the establishment of holding through Government Regulation Number 47 of 2017 concerning the Addition of State Capital Participation of the Republic of Indonesia into the Share Capital of PT. Indonesia Asahan Aluminum. This research uses normative legal research. The results of the study show that in the establishment of state-owned enterprises the owners of capital both partially or completely also cannot use their public authority to manage and regulate the company. This is because government positive recommendations in the company are civil legal entities and the same as other capital owners. So that the management burden and responsibility of the company cannot be delegated to the government as a public legal entity. The consequence of the holding company policy-making subsidiary has implications for subsidiaries which previously had the status of BUMN turned into ordinary limited liability companies. This study concludes that the Supreme Audit Agency (BPK) is not authorized to carry out inspections of state-owned enterprises because the state finances that are either 51% or thoroughly in the Persero are no longer state finances, and transformed into Persero finances, because they have initially switched public finances. become civil finance. Thus, the state or state institution that acts as the subject of private law does not have any authority in the area of civil law which causes intervention by the authorities against."
2019
T55133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiona Yoanita
"Skripsi ini membahas tentang implementasi registrasi obat Impor yang diatur dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1120 Tahun 2008 juncto Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010 Tahun 2008 dimana terdapat regulasi baru mengenai subjek pemohon dan ketentuan mengenai pengalihan teknologi Subjek pemohon hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi dan harus memuat ketentuan mengenai alih teknologi dalam waktu lima tahun Penelitian ini menjelaskan secara deskriptif mengenai implementasi yang dilakukan oleh PT. XYZ dalam melakukan penyesuaian dengan peraturan ini Hasil penelitian menyarankan bahwa pengaturan mengenai alih teknologi harus dijelaskan lebih lanjut melalui peraturan pelaksana yang memuat tentang prosedur dan ketentuan mengenai alih teknologi.

This thesis discusses about the implementation of Imported Drug Registration Based on Article 10 Regulation of The Minister of Health Number 1120 Year 2008 juncto Article 10 Regulation of The Minister of Health Number 1010 Year 2008 Regarding Drug Registration that there are new regulation about subject of the applicant and regulation about transfer technology Subject of the applicant must from pharmaceutical industry and must contain provisions on transfer technology within five years This research describe with description method about adjustment of this regulation by PT XYZ This research result suggested that the regulation about transfer technology needs to be clarified through the implementation regulation that contains provisions regarding procedures and technology transfer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44986
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>