Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59640 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Edwina Warman Putri
"Tesis ini membahas persetujuan yang diberikan Majelis Kehormatan Notaris atas permohonan penyidik terhadap pemeriksaan fotokopi minuta akta, surat-surat yang dilekatkan pada akta, dan protokol Notaris serta pemeriksaan Notaris. Hal mana didasari atas risiko jabatan Notaris terhadap persetujuan tersebut. Permasalahan dalam tesis ini meliputi bentuk perlindungan hukum yang dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Notaris dan implikasi hukum yang timbul ketika Majelis Kehormatan Notaris menyetujui permohonan penyidik yang sebenarnya pernah diajukan. Bentuk penelitian yang digunakan berupa yuridis normatif dengan tipe deskriptif-analitis, yang menggambarkan peristiwa hukum berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Tanjung Pinang Nomor 13/G/2018/PTUN-TPI, bahwa kasus tersebut kemudian di analisa melalui studi dokumen bersumberkan data sekunder dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyatakan perlindungan hukum oleh Majelis Kehormatan Notaris meliputi pemeriksaan serta pendampingan Notaris untuk kepentingan proses peradilan. Ketika Majelis Kehormatan Notaris menyetujui permohonan penyidik maka harus didasarkan atas pelaksanaan tugas jabatan Notaris, telah dilaksanakan dengan baik. Selain itu juga harus merujuk pada ketentuan Pasal 26 dan Pasal 27 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016. Apabila Majelis Kehormatan Notaris menyetujui tanpa berpijak pada 2 (dua) hal di atas maka permohonan seharusnya ditolak karena bukan lagi menjadi kewenangan Majelis Kehormatan Notaris. Jika tetap disetujui maka akan timbul akibat hukum bagi Notaris seperti pelanggaran kewajiban ingkar, serta keharusan bagi Notaris untuk membuka rahasia jabatan, isi akta serta keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta. Dalam memeriksa permohonan selain memperhatikan hal-hal di atas, juga perlu melihat riwayat permohonan tersebut untuk menghindari pengulangan pemeriksaan yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Notaris. Walaupun hal ini belum diatur secara tegas dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan pelaksananya, namun dinilai penting agar perlindungan hukum bagi Notaris terlaksana dengan maksimal

This thesis discuss about the approval given by the Honorary Board of Notary upon investigator request to examine a copy of Notary deed, letters attached to Notary deed, Notary protocol and to investigate the Notary position as well. It is also consider the Notary’s risk according to the approval circumstances. The legal questions here are what kind of legal protection conducted by the Honorary Board of Notary and the legal implications emerged when the Honorary Board of Notary approve investigator request which apparantely has been filed before. The research format used is normative juridical with type of descriptive-analytic, which describe a legal event supported by Administrative Court Ruling in Tanjung Pinang Number 13/G/2018/PTUN-TPI, as the case will be analyze through document study according secondary data with qualitative approach. The research outcome has stated that legal protection conduct by the Honorary Board of Notary covers Notary examination and to provide legal companion when Notary get to be a subject of examination by investigator, public prosecutor and judges for the judicial process. The approval given by the Honorary Board of Notary shall be determine by Notary competence and accountability in doing their duty. Moreover, it should also refer to Article 26 dan Article 27 as stipulated in Law and Human Right Ministerial Decree Number 7 of 2016, as provisions in which regulate reasons and considerations for the Honorary Board of Notary in giving approval upon the investigator request. If the Honorary Board of Notary gave approval without both considerations mentioned, then they should have rejected as it will no longer within the scope of their authority. If they still approve the request, there will be legal consequences such as the breach of right of refusal and Notary is required to disclose their profession secrecy, the deeds contents and statements obtained from the deed making process. The Honorary Board of Notary in examining the investigator request shall also observe the application history to prevent repetition as it will cause legal uncertainty for the Notary. Although this has not been strictly arranged in Position of Notary Act and its implementing regulations, it is considerably important for the practical execution of legal protection for Notary position."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaky Agusthomi
"Profesi notaris memerlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial untuk tunduk pada Kode Etik Profesi Notaris maupun Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris wajib menjunjung tinggi martabat dalam menjalankan jabatannya maupun diluar menjalankan jabatannya. Namun, sebagai pejabat umum yang bertugas melayani kepentingan umum, dapat saja terjadi notaris melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Salah satu contoh, notaris tersebut tidak memberikan berupa grosse, salinan, dan kutipan. Permasalahan dalam tesis ini adalah tanggung jawab notaris yang tidak memberikan salinan akta perjanjian kredit, dan perlindungan hukum terhadap notaris yang melakukan pelanggaran karena tidak memberikan salinan akta perjanjian kredit. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian yuridis normatif. Pengaturan tentang tanggung jawab notaris berdasar pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan Kode Etik Notaris, Salinan akta merupakan kewenangan, kewajiban serta tanggung jawab yang harus dilakukan oleh notaris berdasar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris memiliki kewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab moral, profesi dan hukumnya dengan memberikan salinan akta perjanjian kredit. Bentuk perlindungan hukum diberikankepada notaris yang telah bertindak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris, maka notaris tersebut tidak diizinkan untuk menghadiri maupun diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tergugat dan turut tergugat. Bagi notaris, dalam memberikan pelayanan menerapkan prinsip kehati-hatian supaya tidak terjadi kesalahan. Bagi majelis hakim, agar dapat teliti dalam mempertimbangkan setiap penjatuhan putusan dan memperhatikan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi sebelum menjatuhkan putusan.

The notary profession requires individual and social responsibility to comply with the Notary Professional Code of Ethics and the Law on Notary Positions. Notaries are obliged to uphold dignity in carrying out their positions and outside of carrying out their positions. However, as a public official in charge of serving the public interest, a notary can make a mistake in carrying out his duties. One example, the notary does not provide in the form of Grosse, copies, and quotations. The problem in this thesis is the responsibilities of a notary who does not provide a copy of the credit agreement deed, and the legal protection for a notary who commits a violation because he does not provide a copy of the credit agreement deed. The form of research used in this research is normative juridical research. The regulation on the responsibilities of a notary is based on Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of a Notary, and the Notary Code of Ethics. Act Notary Position. Notaries must carry out their moral, professional, and legal responsibilities by providing a copy of the credit agreement deed. This form of legal protection is given to a notary who has acted following the Notary Position Act and the Notary Professional Code of Ethics, so the notary is not allowed to attend or be examined either as a witness or as a defendant and co-defendant. For notaries, in providing services apply the precautionary principle so that mistakes do not occur. For the panel of judges, to be careful in considering each decision and pay attention to the facts that happened before deciding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cenggana, Evan Dewangga
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Sudah sepatutnya negara memberikan perlindungan kepada Notaris yang telah menjalankan jabatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu perlindungan yang dimaksud yaitu mengenai pembinaan Notaris yang dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Adapun yang menjadi permasalahan dari penulisan ini adalah mengenai kedudukan hukum Majelis Kehormatan Notaris terkait dengan kewenangan mengadili dari Pengadilan Tata Usaha Negara dalam peraturan perundang-undangan di Indonoesia; serta penerapan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) dalam persetujuan pemeriksaan Notaris oleh Majelis Kehormatan Notaris berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor 119/B/2019/PT.TUN-MDN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan metode pengolahan data kualitatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa MKN termasuk Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang apabila surat keputusannya digugat menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. MKN dituntut untuk mematuhi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam menjalankan tugasnya terutama dalam memberikan persetujuan atas permohonan pemeriksaan Notaris. Saran dari penelitian ini yaitu MKN Pusat seharusnya merangkum asas-asas yang termasuk dalam AUPB dan memberi pelatihan secara berkala kepada setiap anggota MKN Wilayah mengenai pentingnya AUPB dalam pemberian jawaban.

Notary is a public official who has the authority to make authentic deeds and other powers as referred to in the Law of Notary (UUJN). It is appropriate for the state to provide protection to Notary who has carried out their positions in accordance with the laws and regulations. One of the protections referred to is the development of Notary which in Article 66 paragraph (1) UUJN is implemented by the Notary Honour Assembly (MKN). As for the problem of this writing are concerning the legal standing of the Notary Honour Assembly related to the judicial authority of the State Administrative Court in the laws and regulations in Indonesia and the implementation of General Principles of Good Governance in the approval of the Notary's examination by the Notary Honour Assembly based on the Decision of the Medan Administrative High Court Number 119/B/2019/PT.TUN-MDN. The research method used is normative juridical. Collecting data using literature study with qualitative data processing methods. Thus, it can be concluded that MKN is a State Administration Agency / Officer whose decision if being sued will be the authority of State Administrative Court. MKN is required to comply with the General Principles of Good Governance in carrying out its duties, especially in providing an answer to the request for examination of a Notary. The suggestion from this research is that the Central MKN should summarize the principles included in the AUPB and provide regular training to every member of the Disctrict MKN regarding the importance of AUPB in providing answers."
2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lokapita Gusthia
"Tesis ini membahas mengenai Peran Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Dalam Pelaksanaan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pasal 66 Undang-Undang jabatan Notaris. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.Tesis ini membahas lingkup kewenangan dan tata kerja Majelis Pengawas Daerah Notaris yang di maksud dalam Pasal 66 UUJN, Kedudukan MPDN dalam Pasal 66 UUJN dengan Kekuasaan Kehakiman serta Pelaksanaan Pasal 66 UUJN sebelum dan setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 49/PUU-X/2012. Selain itu juga tesis ini menganalisa Putusan MPDN Kota Bogor Nomor: 04/MPDN/Kota Bogor/III/2013. Kewenangan MPDN dalam pasal 66 UUJN adalah kewenangan khusus yang tidak dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat. MPDN berwenang memberikan keputusan apakah notaris yang bersangkutan berhak hadir atau tidak. Kewenangan tersebut membuat MPDN sebagai Badan Peradilan non formal, dimana MPDN sebagai panjang tangan dari Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) yang memberikan delegasi fungsi pengawasan nya kepada MPDN. Kemenkumham RI merupakan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga hal ini membuat MPDN juga sebagai Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mana Keputusan MPDN dapat dijadikan objek Keputusan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara berada dibawah lingkup kekuasaan kehakiman berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga MPDN disini juga berada dibawah kekuasaan kehakiman namun karena kedudukannya tidak disebutkan atau dijelaskan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, maka hal tersebut menempatkan MPDN sebagai Peradilan non formal. Keberadaan MPDN sebagai peradilan non formal dihapuskan oleh Keputusan MK Nomor 049/PUU-X/2012 yang mengabulkan uji materil pasal 66 UUJN, yang menyatakan keputusan MPDN tidak berkekuatan hukum tetap dengan mengapus frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”. Oleh karena itu semenjak dikeluarkannya Putusan MK tersebut penyidik atau penuntut umum dalam hal pemanggilan notaris tidak memerlukan ijin MPDN.

This thesis discusses the role of Notary Local Supervisor Council in the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position. As a part of normative law research with emphasizes on descriptive analysis, this project aims to provide an overview of the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position. Prescriptive method is used by obtaining secondary data source consisting of primary, secondary, and tertiary law materials. This thesis discusses the scope of authority and governance of Notary Local Supervisor Council as stated in Article 66 of Law on Notarial Position, the Council‟s position within the judiciary power according to the Article 66 of Law on Notarial Position, and the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position following the issuance of Constitutional Court‟s Decision No. 49/PUU-X/2012. Furthermore, this thesis also analyses the City of Bogor‟s Notary Local Supervisor Council‟s Decision No. 04/MPDN/Kota Bogor/III/2013. Notary Local Supervisor Council‟s authority, as stated in the Article 66 of Law on Notarial Position, possesses a special authority not shared by Regional Supervisor Council or Central Supervisor Council. Notary Local Supervisor Council reserves the right to decide the eligibility of a notary to attend the Council, which practically makes the Council a non-formal judiciary institution and therefore a representative of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. The Ministry reserves the right to delegate its supervisory function to Notary Local Supervisor Council. The Indonesian Ministry of Law and Human Rights is a State Administration Institution/Office, so the Notary Local Supervisor Council is also considered as a State Administration Institution/Office. This position implies that the Council‟s decisions might also be considered objects of State Administration Decision. The State Administrative Court is under the auspices of national judiciary power according to Law No. 48 of 2009 on Judiciary Power. This Law thus places Notary Local Supervisor Council under the auspices of national judiciary power. However, because its position is not specifically stated or elaborated in the Law, the Notary Local Supervisor Council falls under the category of non-formal judiciary institution. Notary Local Supervisor Council‟s role as a non-formal judiciary institution was ended by Constitutional Court‟s Decision No. 049/PUU-X/2012. The Court passed the judicial review of the Article 66 of Law on Notarial Position, which rules that the Council‟s decisions are not legally binding, by omitting the phrase “subject to the approval of Local Supervisor Council”. Following the issuance of the Constitutional Court‟s Decision, public prosecutors and investigators thus no longer need the Council‟s approval to summon notaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Chyntia Djabu
"Penelitian ini membahas tentang kelalaian yang dilakukan oleh Notaris dalam hal pembacaan akta yang tidak dilakukan oleh Notaris melainkan oleh pegawai kantornya kepada para penghadap dan ketidakhadiran saksi pada saat penandatanganan akta. Sehingga perbuatan notaris tersebut mengakibatkan ketidaktahuan akan isi akta yang ditandatanganinya dan berujung pada perkara perdata. Permasalahan yang diangkat adalah mengenai dampak hukum terhadap Notaris yang membuat akta tidak sesuai dengan tata cara dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan perubahannya serta keabsahan Akta Pengakuan Hutang yang proses pembuatannya pembuatannya tidak sesuai dengan Akta Jabatan Notaris. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan studi kasus dengan tipologi penelitian eksplanatori, metode analisis data kualitatif dengan membandingkan kasus-kasus yang memiliki unsur masalah yang sama mengenai akta yang belum dibaca dan hasil penelitian analisis deskriptif. Hasil penelitian ini adalah Notaris yang tidak membacakan akta yang dibuatnya kepada para penghadap telah melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf (m) Undang-Undang Jabatan Notaris dan tidak diberikan penyuluhan hukum dalam proses pembuatannya. akta tersebut telah melanggar Pasal 15 ayat 2 huruf (e) UUJN dan karena perbuatannya Notaris dapat dijerat sebagai turut tergugat dan dapat dipidana pemberhentian sementara dan atas pelanggaran yang dilakukannya, kekuatan pembuktian akta pengakuan utang yang dibuat Notaris tidak sempurna dan terdegradasi menjadi akta di bawah tangan dan hilangnya kekuasaan pelaksana atas akta tersebut karena tidak dipenuhinya persyaratan mengenai pembacaan akta dan kehadiran saksi. Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, agar tidak terjadi perkara perdata atas produk hukum yang dihasilkannya.

This study discusses the violations committed by the Notary in terms of reading the deed which was carried out not by the Notary but by his office employees to the appearers and the absence of witnesses at the time of signing the deed. So that the notary's actions lead to ignorance of the face of the contents of the deed he signed and lead to civil cases. The problem that is taken is regarding the legal impact on the Notary which makes the deed not in accordance with the procedures in the Law on Notary Positions and the validity of the Deed of Recognition of Debt which the process of making is not in accordance with the Notary Position Act. To answer these two problems, a normative juridical research method with an explanatory research typology was used, and a qualitative data analysis method with descriptive analysis research results. The result of this research is that the Notary who does not read the deed he made to the appearers has violated the provisions of Article 16 paragraph 1 letter (m) of the Notary Position Act and because of his actions the Notary can be sanctioned and for the violation he has committed, the power of proof of the deed Authentic that he made was not perfect and was degraded into a deed under the hand. Notary in carrying out his position must apply the precautionary principle, so that there are no civil cases for the legal products they produces."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Olivia Natasya
"Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat Akta autentik tidak terlepas dari kesalahan dan kelalaian. Kesalahan dan kelalaian yang terjadi pada saat pelaksanaan kewenangan Notaris mengakibatkan Notaris bersangkutan dapat digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Untuk memenuhi gugatan yang diajukan terhadap Notaris, penyidik, penuntut umum atau hakim harus memanggil Notaris bersangkutan untuk dimintakan keterangan. Penyidik, penuntut umum atau hakim dalam memanggil Notaris untuk dimintakan keterangan, harus mengirimkan surat permintaan persetujuan pemanggilan Notaris kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah di wilayah Notaris bersangkutan menjabat. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki kewenangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan Notaris yang disampaikan oleh pihak penyidik, penuntut umum atau hakim. Berdasarkan kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/TUN/2020, Notaris KN menggugat Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Riau kepada Peradilan Tata Usaha Negara karena mengeluarkan surat keputusan yang berisi persetujuan pemanggilan atas dirinya yang disampaikan oleh Direktorat Reskrimum Kepolisian Daerah Riau. Dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut, Notaris KN merasa dirugikan dan merasa tidak pernah membuat Akta yang dilaporkan pada Kepolisian Daerah Riau. Dalam Akta tersebut terdapat dugaan tindak pidana “membuat dan menggunakan surat palsu”. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu diperlukannya kesadaran bagi Notaris, bahwa dalam menjalankan wewenangnya ia memberikan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menjadi keharusan juga untuk memberikan keterangan atas akta yang dibuatnya, dan tidak memperhitungkan materi diatas kebenaran dan kepastian hukum yang seharusnya dimiliki oleh para penghadap maupun masyarakat luas.

Notary as a public official who fully makes an authentic deed cannot be separated from errors and mistakes. Mistakes and errors that occur during the exercise of a Notary's authority result in the Notary concerned being sued by a person or civil legal entity. In order to comply with a claim filed against a Notary, investigators, public prosecutors or judges must summon the Notary concerned for information. Investigators, public prosecutors or judges when summoning a Notary to request information, must send a letter requesting approval for the summons of a Notary to the Regional Notary Honorary Council in the area where the Notary concerned holds office. The Regional Notary Honorary Council has the authority to approve or reject requests for approval to summon a Notary submitted by investigators, public prosecutors or judges. Based on the case in Supreme Court Decision Number 36 PK/TUN/2020, Notary KN sued the Head of the Riau Province Notary Honorary Council to the State Administrative Court for issuing a decision letter containing approval for summons submitted by the Riau Regional Police Criminal Investigation Directorate. With the issuance of the decree, Notary KN felt aggrieved and felt he had never made a deed which was reported to the Riau Regional Police. In the deed there is an alleged criminal act of "making and using fake letters". As for the advice that can be given, namely the need for awareness for Notaries, that in exercising their authority they provide certainty, order and legal protection for interested parties as well as for society as a whole. So that it is also mandatory to provide information on the deed he made, and not to take into account the material above the truth and legal certainty that should have been owned by the appearers and the wider community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Yuana Rachmadhani
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Dalam menjalankan kewajibannya, Notaris harus bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak memihak, dan menjaga kepentingan pihak dalam perbuatan hukum sesuai Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) no. 30 tahun 2004. Dari pernyataan di dalam pasal tersebut mengharuskan Notaris untuk bertindak dalam jabatannya untuk membuat akta autentik dengan jujur dan tidak memihak. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat notaris yang tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam UUJN. Salah satu contoh tersebut terdapat dalam Putusan Nomor UM.MKNW.DKI.JKT.11.21.-323 yang menyatakan bahwa terdapat seorang notaris dalam melakukan tindakan diluar kewenangannya dikarenakan menjadi pihak dalam perjanjian dan menerima uang untuk pelunasan pembongkaran gedung yang menyebabkan kerugian tehadap pihak lain. Metode Penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa tanggung jawab notaris sebagai pihak dalam perjanjian dan menerima uang dari pelunasan pembongkaran gedung adalah Notaris L bertanggungjawab secara perdata karena telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian atas dasar perbuatan yang menerima uang tersebut, secara pidana dapat bertanggungjawab dengan dasar pelanggaran atas Pasal 372 ayat KUHP, dan secara administrasi adalah dapat bertanggungjawab karena Notaris L tidak menjaga harkat dan martabat sebagai Notaris dengan bertindak tidak jujur dan amanah terkait wanprestasi dan tidak mengembalikan uang dari pihak yang dirugikan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN. Adapun terkait persetujuan permohonan penyidikan kepada Majelis Kehormatan Notaris dapat di setujui karena ada indikasi terpenuhi unsur tindak pidana, meskipun dalam hal ini notaris L tidak membuat akta. Selanjutnya terhadap akibat hukum persetujuan Majelis Kehormatan Notaris terhadap akta perjanjian yang di Waarmerking dapat dibatalkan karena melanggar syarat subjektif dari perjanjian dan terhadap pihak yang dirugikan dapat melaporkan perbuatan Notaris L kepada Majelis Pengawas Daerah.

Notary is a public official authorized to make an authentic deed. In carrying out its obligations, a Notary must act in a trustworthy, honest, thorough, independent, impartial, and protect the interests of the parties in legal actions in accordance with Article 16 paragraph (1) letter a UUJN. From the statement in the article requires a notary to act in his position to make an authentic deed honestly and impartially. However, in reality there are still notaries who do not carry out their obligations as stipulated in the UUJN. One such example is found in Decision Number UM.MKNW.DKI.JKT.11.21.-323 which states that there is a notary in taking actions outside his authority due to being a party to the agreement and receiving money to pay off the demolition of a building that causes losses to other parties. The research method used is normative juridical by using a statutory approach and a case approach. The results of the analysis obtained in this study are that the responsibility of the notary as a party to the agreement and receiving money from the settlement of the demolition of the building is that Notary L is civilly responsible for committing an unlawful act that causes losses on the basis of the act of receiving the money, criminally can be responsible on the basis of a violation of Article 372 paragraph of the Criminal Code, and administratively cannot be held responsible because the deed is not a deed made by Notary L. As for the approval of the application for investigation to the Notary Honorary Council, it can be approved because Notary L is a party to the agreement. Furthermore, the legal consequences of the agreement deed at Waarmerking can be canceled for violating the subjective terms of the agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Dwitya Pradita
"Tesis ini membahas mengenai Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 08/B/MPPN/XI/2018 dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 120/Pdt.G/2018/PN.Tng, dimana terdapat perbuatan Notaris mengalihakan hak atas tanah milik penjual menggunakan Akta Kuasa Jual yang didasarkan pada Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang belum lunas. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai keabsahan peralihan hak atas tanah menggunakan Akta Kuasa Jual, akibat hukum terhadap akta-akta yang dibuat oleh Notaris dan tanggung jawab Notaris terhadap perbuatannya. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Hasil penelitian diperoleh bahwa peralihan hak atas tanah menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah tidak sah dan akta-akta tersebut hanya berkekuatan akta di bawah tangan sehingga dapat dimintakan pembatalan. Berdasarkan Putusan Majelis Pemeriksa Pusat Notaris Nomor 08/B/MPPN/XI/2018, Notaris Muhammad Irsan, SH dijatuhkan sanksi administratif yang telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan Putusan Pengadilan Negeri Nomor 120/Pdt.G/2018/PN.Tng seharusnya dapat diperiksa menggunakan Perbuatan Melawan Hukum sebagai dasar hukum gugatannya.

This thesis analyze about National Supervisory Board of Notary's Ruling No. 08/B/MPPN/XI/2018 and District Court of Tangerang's Ruling No. 120/Pdt.g/2018/PN.Tng, where there is an act of a Notary conducting transfer of land rights using an unpaid Conditional Sale and Purchase Agreement. The problems discussed are about the validity of transfer of land rights using the Deed of Authorization to Sell, legal consequences of deeds made by the Notary and the Notary`s responsibility for his actions. This research used juridical normative. Type of this research is qualitative.
The result of the research obtained that the transfer of land rights under Conditional Sale and Purchase Agreement is invalid and the deeds are unauthentic so that cancellation can be requested. Based on National Supervisory Board of Notary's Ruling No. 08/B/MPPN/XI/2018, Muhammad Irsan, SH sentenced with administrative sanction, and is in accordance with the laws and regulations and District Court of Tangerang`s Ruling No. 120/Pdt.g/2018/PN.Tng supposedly can be examined using unlawful act as its legal basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asyura Triana Arimurti
"Majelis Pengawas Notaris merupakan badan yang berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Hal ini bertujuan agar notaris menjalankan jabatannya sesuai peraturan jabatan dan kode etik yang berlaku. Dalam praktiknya, ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris dalam memeriksa notaris. Berkaitan dengan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 10/PTS/Mj.Pwn.Prov.DKIJakarta/IX/2021, adapun pokok permasalahan yang diteliti adalah kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris dalam memeriksa notaris serta pelaksanaan prosedur pemeriksaan dan penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris terhadap notaris dalam putusan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan metode analisis data berupa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Pengawas Wilayah Notaris berwenang untuk memeriksa notaris karena telah sesuai dengan subjek dan objek pembinaan dan pengawasan Majelis Pengawas Notaris. Dalam kasus ini, notaris juga telah membuat akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berdasarkan akta notaris yang dibuat bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga Majelis Pembina dan Pengawas PPAT serta Majelis Kehormatan Ikatan PPAT juga berwenang untuk memeriksa notaris tersebut. Pelaksanaan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris telah melanggar jangka waktu dalam Permenkumham No. 15 Tahun 2020 sehingga putusan tersebut mengandung cacat prosedur. Dalam hal ini, diperlukan adanya peraturan yang mengakomodir hal yang dapat dilakukan apabila pengganti antarwaktu belum efektif menggantikan anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris yang diberhentikan. Dengan demikian, pemeriksaan terhadap kasus yang sedang dalam proses tidak terhambat dan dapat dilaksanakan. Upaya hukum yang dapat diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas putusan tersebut adalah mengajukan gugatan melalui pengadilan tata usaha negara.

Notary Supervisory Board is agency authorized to provide notary’s guidance and supervision. It is intended that notary does job in accordance with position regulations and code of ethics. In practice, there were violations committed by Notary Regional Supervisory Board in examining notary. In connection with Notary Regional Supervisory Board DKI Jakarta Decision Number: 10/PTS/Mj.Pwn.Prov.DKIJakarta/IX/2021, the issues studied are authority of Notary Regional Supervisory Board in examining notary as well as implementation of examination procedures and imposition of sanctions by Notary Regional Supervisory Board in the decision. The research method used is juridical-normative with qualitative data analysis methods. Results showed that Notary Supervisory Board has authority to examine notary because it is in accordance with subject and object of guidance and supervision of the Notary Supervisory Board. Notary has also made a deed of Land Deed Official (PPAT) based on notarial deed that made contrary to legal provisions so PPAT Guidance and Supervisory Board and PPAT Association Honorary Board are authorized to examine. Examination and imposition of sanctions by Notary Regional Supervisory Board has violated timeframe in Minister of Law and Human Rights’ Regulation No. 15 of 2020 so the decision contains procedural defects. In this case, it is necessary to have regulation that accommodates what can be done if interim replacement has not been effective in replacing Notary Regional Supervisory Board’s member. Thus, examination that are in process are not hampered and can be implemented. Legal remedies for parties who are dissatisfied are to file lawsuit through state administrative court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Tiyasih
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang selanjutnya disingkat dengan UUJN. Kewenangan atributif tersebut antara lain adalah memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat dibidang keperdataan terkait hukum kewarisan yaitu pembuatan sebuah akta wasiat. Tesis ini menganalisis mengenai bagaimana peranan dan tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Akta Wasiat dan akibat hukum dari akta wasiat yang dibuat tidak sesuai dengan undang-undang berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 84/Pdt.G/2019/PTA JKT. Peran notaris dalam pembuatan akta wasiat, sebagai seorang pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik dan kewenang lainnya dalam pasal 15 ayat 1 (a) yaitu surat wasiat. Dalam proses pembuatan akta wasiat ini Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib melakukan kewajibannya sesuai pasal 16 ayat (1) huruf a untuk bertindak dengan amanah, jujur dan saksama, mandiri dan tidak berpihak dalam menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, terkait pembuatan akta wasiat. Pembatalan suatu akta wasiat melalui putusan hakim dalam kasus ini mengakibatkan dicabutnya Akta wasiat No.2 tanggal 3 Februari 2015. sehingga tidak dapat dilaksanakannya wasiat dan keinginan terakhir dari seorang pewaris menjadi tidak terlaksana.

A notary is a public official authorized to make an authentic deed and have the authority as referred to in Law Number 2 of 2014 on the amendment of Law Number 30 Of 2004 concerning Notary Position, which is abbreviated with the UUJN. The authority of the attributive, among others, is to provide legal services to the community in the field of civil related to the law of inheritance, namely the making of a deed of probate. This thesis analyze about how the role and responsibilities of a Notary in the making of the Deed of Probate and legal effect of the deed of bequest which was made not in accordance with the legislation based on the Decision of the High Court Religious No. 84/Pdt.G/2019/PTA JKT. The role of the notary in the making of the deed of will, as of a public official who has the authority to make authentic deed and authority as mentioned in article 15, paragraph 1 (a), namely wills. In the process of making the deed the will was Notarized in the running of the term of office shall perform its obligations in accordance with article 16 paragraph (1) letter a to act in a trustworthy, honest and careful, independent and impartial in keeping the interests of the parties involved in the legal acts, related to the manufacture of the deed of probate. Cancellation of a deed of probate, through the decision of the judge in this case resulted in the revocation of the Deed of probate No.2 February 3, 2015. so it can't be the implementation of a will and last wishes of a testator unable to be implemented."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>