Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 74430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taufan Madiasworo
"Tiap kota memiliki keunikan karakter, sejarah dan nilai budaya yang tercermin pada hadirnya kawasan yang memiliki kekentalan nilai sosial dan budaya yang dapat disebut sebagai kawasan pusaka. Masalah yang diteliti bertitik tolak dari kondisi kawasan pusaka kita yang semakin menurun kualitasnya baik secara lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Namun demikian, tidak semua kawasan pusaka kita berada dalam kondisi buruk, kawasan Taman Ayun yang berlokasi di kabupaten Badung, Provinsi Bali adalah sebuah contoh kawasan pusaka dengan kondisi baik. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan Taman Ayun, pengelolaan kawasan pusaka yang dilakukan dengan pendekatan nilai kearifan lingkungan yang dilandaskan konsep Tri Hita Karana dengan awig-awig (hukum adat tertulis) sebagai instrumen pengelolaan kawasan pusaka, lebih efektif menjaga kelestarian kawasan pusaka dibandingkan dengan pengelolaan kawasan pusaka yang menggunakan instrumen kebijakan penataan ruang. Berdasar hasil penelitian, saya menyusun model pengelolaan kawasan pusaka berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan kebijakan penataan ruang dan kearifan lingkungan. Muatan model ini sebagai berikut: pada kawasan pusaka dengan karakteristik: 1) kawasan memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; 2) memiliki masyarakat adat yang masih memegang teguh adat istiadat, dan norma yang berlaku pada masyarakatnya; 3) memiliki aturan/hukum adat, maka pengelolaan kawasan pusaka dilakukan dengan: 1) berbasis pada kearifan lingkungan dengan instrumen aturan adat tertulis yang telah dilengkapi dengan muatan tata ruang; 2) dalam perspektif kebijakan penataan ruang, pengaturan kawasan pusaka dilakukan melalui penetapan kawasan pusaka dalam rencana tata ruang sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan strategis sosial budaya, sedangkan penyusunan Rencana Tata Ruang dilakukan pada tingkat rencana umum, pengaturan pada skala lingkungan tidak dilakukan. Pengaturan ruang kawasan pusaka melalui pembagian zonasi, yaitu: zona inti, zona penyangga dan zona pengembangan; 3) pendekatan pengelolaan kawasan pusaka menggunakan konservasi dinamis; 4) melibatkan peran segenap pemangku dalam pengelolaan kawasan pusaka ini dengan pendekatan berbasis pada kesetaraan, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat.

Every city has its own unique character, historical and cultural value which is reflected by the existence of several areas within the city that has strong historic and social footprints. Those areas are known well as heritage areas. The main issue that will be focus of the study is the deterioration of heritage area from the aspect of economy, social, and environment. In long term, the degradation of this situation could lead heritage area into its destruction. In facts, not all heritage area is in poor condition. Taman Ayun area, which is located in Badung Regency-Bali, has succesfully maintained its physics and social cultural value as a well manage of built environment. This study is using qualitative approach with descriptive analysis. The result of this research shown that environmental wisdom that is affected by Hindu beliefs with its Tri Hita Karana concept, awig-awig from their traditional village more effectively rather than spatial planning policy as a management instrumen for heritage area in Taman Ayun. Based on the result of this research, I arrange a model of sustainable heritage area with spatial planning policy and environmental wisdom approach.The substance of this model consist of: Heritage area with a spesific character as follows: 1) heritage area has significant value such as: history, science, religion, and cultural; 2) a community with a strong environmental wisdom has a powerfull capacity to manage their living space well; 3) written customary law is used as instrument for management of heritage area. Heritage area management conduct with: 1) based on environmental wisdom which written customary law that equipped with spatial planning substance is used as instrument for management of heritage area; 2) in perspective of spatial planning policy, arragement of heritage area through determine heritage area in spatial plan document as a heritage area or socio cultural strategic area, spatial planning policy arrangement for general/macro spatial plan, and for spesific heritage area, who has a spesific character does not need a legal spatial plan. The arrangement of spatial planning for heritage area divided into three zone: main zone, buffer zone and supporting zone and also characteristic area accommodate in spatial plan document; 3) Heritage area management used dynamic conservation approach: 4) the role of all stakeholders is needed to support and develop the heritage area with equity, inclusive and bottom up approach to ensure the sustainability of the heritage area."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etti Diana
"Penelitian ini bertujuan menguraikan aspek struktural, kultural dan prosesual dalam implementasi kebijakan Kawasan Perkotaan Baru dengan skema Kota Terpadu Mandiri. Mengambil lokasi penelitian di wilayah transmigrasi di Kecamatan Silaut, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini mengkesplanasi hubungan aspek struktural dalam pembangunan fisik dan pembangunan sosial. Penelitian ini kualitatif, dengan hasilnya agen dan struktur pemerintahan formal pusat dan Kabupaten lebih mendominasi tanpa melibatkan agen pada lembaga adat yang diakui dan dihormati oleh anggota masyarakat, sebagai kewenangan lokal dan hak asal usul. Perkembangan terbaru studi ini adanya pembangunan sosial hubungan struktur yang lebih mendominasi dari kekuatan kultural. Akibatnya pembangunan kawasan perkotaan baru terhambat.

This study describes structural, cultural, and processual aspects of policy implementation on New City in Rural Area using Economically Integrated, Selfreliant City scheme, located at transmigration area in Silaut District, West Sumatera Province. The study explains relations between structural aspects in physical and social development. This qualitative study shows that agent and Central and Regency formal government structures are more dominant, no involvement of recognized, respected cultural institution agent as local authority and rights origin. The study depicts the latest situation of social development, i.e. structural relation is more dominant than cultural power, impeding development of the new city in rural area."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hadianto
"Kawasan Kota Lama di Indonesia saat ini masih sangat rentan terdampak perkembangan dan pengembangan wilayah disekitarnya seperti perluasan industri. Ia masih belum sepenuhnya dilihat sebagai aset warisan budaya dan pengembangan ilmu pengetahuan, identitas, dan potensi pariwisata. Kawasan Pelabuhan Gresik sebagai Pelabuhan dagang mulai mengalami perubahan menjadi pelabuhan industri modern akibat menjadi wilayah Proyek Strategis Nasional dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang berdampak pada kehidupan masyarakat Gresik dan sekitarnya. Permasalahan penurunan kualitas lingkungan seperti banjir ketika hujan deras, munculnya perumahan dan permukiman kumuh, lunturnya cagar budaya dan bertambahnya pedagang kaki lima (PKL) yang tidak terkendali menjadi pemicu adaptasi utama di Kota Lama Gresik. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk adaptasi yang berlangsung akibat perubahan-perubahan yang ada di di Kota Lama Gresik dan disekitarnya. Celah penelitian yang dapat dikembangkan lebih lanjut yaitu terkait menelaah adaptasi kota berdasarkan penelusuran adaptasi artefak utama kota dan Kawasan Kota Lama melalui perubahan keruangan dalam RDTR dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Temuan penelitian perubahan fungsi pusat kota pelabuhan, pemerintahan, perdagangan dan industri rumahan menjadi kawasan industri modern, perdagangan dan jasa, dan pariwisata religi dan heritage mengakibatkan Kawasan Kota Lama harus beradaptasi agar tetap dapat tetap tumbuh.

Urban Heritage  areas in Indonesia are currently still very vulnerable to the development and expansion of surrounding areas such as industrial expansion. It is still not fully seen as a cultural heritage asset and the development of science, identity, and tourism potential. The Gresik Port area as a trading port has begun to change into a modern industrial port as a result of becoming a National Strategic Project area and Special Economic Zone (SEZ) which has an impact on the lives of the people of Gresik and its surroundings. Problems of environmental degradation such as flooding during heavy rains, the emergence of housing and slums, the fading of cultural heritage and the uncontrolled increase in street vendors (PKL) are the main adaptation triggers in Gresik Heritage Area. This research aims to find the form of adaptation that takes place due to changes in the Heritage Area of Gresik and its surroundings. The research gap that can be further developed is related to examining urban adaptation based on tracing the adaptation of the city's main artefacts and the Heritage area through spatial changes in the RDTR with a descriptive qualitative approach. The research findings of the changes in the function of the port city centre, government, trade and home industries into modern industrial areas, trade and services, and religious and heritage tourism resulted in the Heritage area having to adapt in order to continue to grow."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Aisa Dokmauly
"Beberapa hasil penelitian memprediksi pada tahun 2030 hampir 80% emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia berasal dari kota-kota besar. Mitigasi perubahan iklim adalah pendekatan menuju kota rendah karbon dan berkelanjutan yang mencakup pengurangan produksi CO2 khususnya dari sektor transportasi yang memproduksi emisi terbesar di Jakarta, sekitar 45% atau 2,33 tCO2/kapita dari total 5,10 tCO2/kapita; Disisi lain penataan ruang dan desain kota dapat memainkan peran penting (key factor) dalam pengurangan dan penyerapan CO2. Model penataan ruang dan desain kota yang efektif dan inovatif adalah penataan ruang dan desain kota yang mempertimbangkan prinsip mitigasi yaitu bagaimana penataan ruang dan desain kota yang memproduksi CO2 serendah mungkin dan menyerap CO2 sebanyak mungkin. Hasil analisis mengindikasikan bahwa penataan ruang dan desain kawasan TOD secara substantif dapat mengurangi CO2 dengan berkurangnya pengguna angkutan pribadi dan bertambahnya akses penduduk terhadap sistem transit yang nyaman dan akses ke elemen kota lainnya. Upaya pengurangan emisi CO2 dan penambahan akses ini terkait dengan pengembangan model penataan ruang dan desain kawasan TOD yang memperhatikan prinsip-prinsip dasar Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift menghasilkan target pengurangan emisi menjadi 65% dari 30% Bussiness As Usual. Kondisi pengurangan emisi CO2 mengakibatkan menurunnya tingkat gradasi lingkungan dari 5,18 tCO2/kapita menjadi 4,47 tCO2/kapita, sedikit dibawah kondisi Kotra Metropolitan Tokyo (4,86 tCO2/kapita) yang telah mempunyai sistem TOD terstruktur dengan baik. Model ini dapat direplikasikan ke kawasan TOD lainnya yang mempunyai tipologi yang sama, dan membuktikan semakin banyak jumlah TOD yang tertata dan terstruktur di suatu kota metropolitan akan semakin tinggi tingkat keberlanjutannya.

Some studies envisage that 80% of global emissions GHG emanate from the big cities. The mitigation approach is aimed towards Low-Carbon and Sustainable Cities, especially in big cities. The approach encompasses a reduction in carbon dioxide (CO2) production and an increase in the absorption of CO2, especially from transportasion sector that produces the biggest emission in Jakarta as much of 45% or 2.33 tCO2/capita from 5.10 tCO2/capita in total emission. Spatial planning can play an important role or be the key factor towards the sustainability of the city. Innovative spatial planning and urban design model should take into account the principles of spatial planning and mitigation, how is producing carbon as low as possible and absorbing as much carbon as possible. The analysis indicate that the substantive TOD spatial planning can reduce CO2 emissions by reducing the private car, increasing the people's access to transit, adequate housing, pleasant facilities, pedestrians and cyclists, as well as large green open spaces. The research shows that the TOD spatial planning and urban design have resulted in greater achievement of emission mitigation target which do regard to the basic principles of Walk, Cycle, Connect, Transit, Mix use, Densify, Compact, dan Shift. The reducing is 65%, as compared to 30% of the target in bussiness as usual. These are demonstrated by the decreased level of enviromental degredation from 5.18 tCO2/capita to 4.47 tCO2/capita which is lower then Tokyo (4.89 tCO2/capita) that has been have a good TOD system. The contribution of emission reductions is significant and therefore it can be replicated to seven TOD which have similar typology. This study proves that the more TOD areas in a city, the higher the level of sustainability of the city."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
"RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:
Kecamatan Ciawi
Kecamatan Cibinong
Kecamatan Cimanggis
Kecamatan Cisarua
Kecamatan Citeureup
Kecamatan Gunung Putri
Kecamatan Gunung Sindur
Kecamatan Sawangan
Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja)
Kecamatan Parung
Kecamatan Semplak (Kemang)
Kecamatan Megamendung
Kecamatan Limo
Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :
Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane.
Konservasi Flora dan Fauna.
Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.
Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.
Tujuan Penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.
Hipotesis Penelitian ini adalah :
Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.
Kesimpulan hasil analisis adalah
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.
Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.
2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.
3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut
mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985.
mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988.
mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian.
Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.
4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.
5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.
6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.
7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.
ABSTRACT
The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..
Ciawi Subdistrict
Cibinong Subdistrict
Cimanggis Subdistrict
Cisarua Subdistrict
Citereup Subdistrict
Gunung Putri Subdistrict
Gunung Sindur Subdictrict
Sawangan Subdistrict
Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict
Parung Subdistrict
Semplak (Kemang) Subdistrict
Megamendung Subdistrict
Limo Subdistrict
Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:
Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds.
Flora and Fauna conservation.
Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.
Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.
The objective of the Study is:
To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency.
Methods of Study is :
The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.
The hypothesis of the Study are:
There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.
Conclusion of the analysis are:
According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.
Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.
There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.
According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:
to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985.
to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.
rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.
a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.
The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.
The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.
Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.
Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nur Bening
"Perencanaan tata ruang wilayah sudah seharusnya memperhatikan peruntukan fungsi kawasan cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Sejalan dengan hal tersebut penggusuran Kampung Akuarium didasari dengan adanya rencana untuk mengintegrasikan lokasi Kampung Akuarium sebagai bagian dari Kawasan Cagar Budaya Kota Tua. Selain itu berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta lokasi Kampung Akuarium merupakan peruntukan ruang pada sub-zona pemerintahan daerah yang diatur melalui Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi wilayah DKI Jakarta. Pada tahun 2020 Kampung Akuarium dibangun kembali melalui metode partisipasi masyarakat bernama Community Action Plan (CAP) dan direncanakan dengan pendirian rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan kegiatan yang diizinkan bersyarat pada sub zona pemerintahan daerah. Pembangunan kembali Kampung Akuarium juga telah didahuli dengan adanya sidang Tim Ahli Cagar Budaya dan ekskavasi arkeologi. Kebijakan pembangunan kembali Kampung Akuarium merupakan bentuk dari regenerasi kampung di perkotaan seperti pada pembangunan Kampung Budaya Gamcheon di Busan, Korea Selatan. Kampung Akuarium dan Kampung Budaya Gamcheon memiliki persamaan karakteristik, yaitu memiliki nilai sejarah bagi negara masing-masing, dikelilingi oleh situs cagar budaya dan menggunakan metode partisipasi masyarakat dalam pembangunannya.

Regional spatial planning should pay attention to the designation of the function of the cultural heritage area because it has important values ​​for history, science, education, religion and culture. In line with this, the eviction of Kampung Akuarium was based on a plan to integrate the location of Kampung Akuarium as part of the Kota Tua Cultural Heritage Area. In addition, based on the DKI Jakarta Spatial Plan, the location of the Kampung Akuarium is a spatial designation in the regional government sub-zone which is regulated through the Detailed Spatial Planning and Zoning Regulations for the DKI Jakarta area. In 2020 the Aquarium Village was rebuilt through a community participation method called the Community Action Plan (CAP) and is planned for the construction of flats. The construction of flats is an activity that is conditionally permitted in the sub-zone of local government. The redevelopment of the Aquarium Village has also been preceded by a meeting of the Cultural Conservation Expert Team and archaeological excavations.The policy of rebuilding the Aquarium Village is a form of urban village regeneration, such as the construction of the Gamcheon Cultural Village in Busan, South Korea. The Aquarium Village and Gamcheon Cultural Village have similar characteristics, namely having historical value for their respective countries, being surrounded by cultural heritage sites and using community participation methods in their development."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
Malang: Inteligensia Media, 2020
338.927 ZUL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mesadara Swati
"Karawang merupakan sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang terkenal dengan produksi padi sawahnya yang besar. Oleh karena itu mayoritas masyarakat di Kabupaten Karawang sangat lekat hidupnya dengan pertanian hingga berpengaruh kepada kearifan lokal penduduk setempat. Seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa Kecamatan di Kabupaten Karawang yang mengalami Industrialisasi dan berdampak kepada tingginya laju urbanisasi. Akibatnya kualitas kehidupan masyarakat pada daerah Industri berbeda dengan sebelumnya serta terjadinya pergeseran sosial dan kultural masyarakat akibat tingginya laju urbanisasi.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk merancang Infrastruktur berupa Ruang Terbuka Publik (RTNH) berbasis kearifan lokal yang dapat meningkatkan Kualitas Hidup masyarakat serta menjaga nilai kearifan lokal di Kawasan Industri Karawang. Penelitian dilakukan melalui proses kajian literatur, observasi dan mini survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Klari, Telukjambe dan Cikampek, Karawang, Indonesia. Pengolahan data dilakukan melalui pencarian nilai Sentral Tendensi dan Korelasi Rank Spearman. Ditemukan korelasi antara meningkatnya kualitas hidup dengan tersedianya RTNH di Kawasan Industri Karawang.
Penelitian ini menghasilkan perancangan RTNH yang dimulai dari penentuan lokasi, desain, metode konstruksi, manajemen biaya dan manajemen waktu Proyek Pembangunan RTNH Karawang. RTNH Karawang akan dibangun seluas 10000 m2 yang terletak di Jl. Arteri Galuh MAS, Sukaharja, Kecamatan Telukjambe Timur dengan estimasi biaya proyek sejumlah Rp5.051.950.000,- dan total durasi pembangunan selama 81 hari.

Karawang is a Regency in West Java Province which is famous for its large production of lowland rice. Therefore, the majority of the people in Karawang Regency are very attached to agriculture till it influence the local wisdom of the local population. As the time goes by, there were several Subdistricts in Karawang Regency which experienced Industrialization and had an impact on the high rate of urbanization. As a result, the quality of life of the people in the Industrial area is different from before as well as the social and cultural shift in society due to the high rate of urbanization.
Therefore this study aims to design Infrastructure in the form of Public Open Space (POS) that can improve the Quality of Life of the community and maintain the value of local wisdom in the Karawang Industrial Estate. The research was conducted through a literature review, observation and mini survey process. The study was conducted in Klari, Telukjambe and Cikampek Subdistricts, Karawang, Indonesia. Data processing is done through searching the value of the Central Tendency and Spearman Rank Correlation. Correlation was found between increasing quality of life and the availability of POS in the Karawang Industrial Estate.
This research resulted in the POS design that began with location determination, design, construction methods, cost estimation and time estimation of the Karawang POS Development Project. Karawang POS will be built in an area of 1000 m2 located on Jl. Galuh MAS Arteri, Sukaharja, East Telukjambe Subdistrict with estimated project costs of Rp5,051,950,000, and a total duration of 81 days.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naflah Daffa Kirana
"Pengamatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi lebih dalam bagaimana event dapat berdampak terhadap pengaturan ruang di Land’s End, sebagai destinasi wisata waterfront yang berada di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 serta ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah. Metode pengamatan meliputi kajian teori, observasi langsung, wawancara, kuesioner pertanyaan terbuka dan dokumentasi. Hasil dari pengamatan ini menyebutkan bahwa sebagian besar pengunjung yang menikmati dan berkontribusi terhadap event yang diadakan adalah Generasi Z. Event yang diadakan di kawasan waterfront city membuat orientasi bangunan mengarah ke ruang publik yang digunakan sebagai tempat diadakannya event dan berlatarbelakang pantai. Selain itu, elemen pantai secara adaptif berperan untuk memberikan kenyamanan kepada pengunjung selama berjalannya event, seperti pasir yang dimanfaatkan sebagai tempat duduk dan vegetasi sebagai area berteduh.

This observation aims to explore more deeply how events can impact the spatial management of Land's End, as a waterfront tourist destination in the Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 area and designated as a National Strategic Project by the government. Observation methods include theoretical studies, direct observation, interviews, open-ended questionnaires, and documentation. The results of these observations indicate that the majority of visitors who enjoyed and contributed to the events held were Generation Z. Events held in the waterfront city area made the orientation of the building towards the public space used as a venue for the event and had a beach background. Apart from that, adaptive beach elements provide comfort to visitors during the event, such as sand used as seating and vegetation as a shelter area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiseno
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>