Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 206892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Aulia Hamdani
"Kepuasan hidup merupakan hal penting dalam kehidupan yang mencakup banyak aspek antara kualitas hidup individu secara keseluruhan, kebahagiaan, kesejahteraan dan berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan, dan kesehatan. Penelitian ini membahas tentang analisis faktor-faktor yang menjelaskan kepuasan hidup pada mahasiswa di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dua pulau dengan pesebaran mahasiswa Indonesia terbanyak, yakni Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan total mahasiswa sebanyak 5.951.663 mahasiswa. Penelitiian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor yang signifkan menjelaskan kepuasan hidup mahasiswa di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Adapun faktor yang diduga menjelaskan kepuasan hidup mahasiswa di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah dukungna sosial, harga diri, rasa syukur, kecanduan ponsel pintar, IPK, pendapatan, jenis kelamin, usia, domisili, dan rumpun studi. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Partial Least Square (PLS) untuk meneliti faktor-faktor yang signifikan menjelaskan kepuasan hidup mahasiswa di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, serta metode Analisis Korespondensi berganda untuk meneliti karakteristik mahasiswa berdasarkan tingkat kepuasan hidupnya. Hasil akhir dari penelitian ini diperoleh bahwa faktor-faktor yang menjelaskan kepuasan hidup mahasiswa di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, yakni dukungan sosial, harga diri, IPK, kecanduan ponsel pintar, dan pendapatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk diimplentasikan guna meningkatkan kepuasan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, ataupun mahasiswa didik.

Life satisfaction is an important thing in life that includes many aspects between an individual's overall quality of life, happiness, well-being and is related to various aspects of life such as work, relationships, and health. This study discusses the analysis of factors that explain life satisfaction in college students on Java Island and Sumatra Island. Two islands with the largest distribution of Indonesian students, namely Java Island and Sumatra Island with a total of 5,951,663 students. This research aims to examine the factors that significantly explain the life satisfaction of college students on Java Island and Sumatra Island. The factors that are thought to explain college student life satisfaction on Java Island and Sumatra Island are social support, self-esteem, gratitude, smartphone addiction, GPA, income, gender, age, domicile, and study group. The statistical method used in this study is the Partial Least Square (PLS) method which is used to examine the factors that significantly explain the life satisfaction of college students on Java Island and Sumatra Island combined with Multiple Correspondence Analysis method will be used to examine the characteristics of students based on their level of life satisfaction. The result of this study shows that social support, self-esteem, GPA, smartphone addiction, and income explain the life satisfaction of students in Java and Sumatera Islands.The result of this study is expected to be used to be implemented to increase life satisfaction, both for oneself, family, or students."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiera Delliana Wuri
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara job insecurity, role ambiguity, dan role overload terhadap kepuasan hidup. Partisipan penelitian berjumlah 116 pekerja outsourcing yang bekerja di salah satu perusahaan transportasi di Jakarta dengan usia minimal 18 tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa job insecurity dan role ambiguity memiliki hubungan negatif yang signifikan terhadap kepuasan hidup. Sementara, role overload tidak memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kepuasan hidup. Hasil dari penelitian ini memiliki arti bahwa pekerja outsourcing yang memiliki tingkatan job insecurity dan role ambiguity yang rendah maka akan memiliki kepuasan hidup yang semakin tinggi. Sementara itu, pekerja yang merasakan role overload belum tentu berdampak akan kepuasan hidupnya.

ABSTRACT
This study aims to see the relationship between job insecurity, role ambiguity, and role overload to life satisfaction. This research participants were 116 outsourcing workers who worked in one of the transportation companies in Jakarta with a minimum age of 18 years. The results of this study indicate that job insecurity and role ambiguity have a negative and significant relationship to life satisfaction. Meanwhile, role overload did not have a negative and significant relationship with life satisfaction. The results of this study indicate that outsourcing workers who have a low level of job insecurity and role ambiguity will have higher life satisfaction. Meanwhile, workers who feel role overload do not necessarily have an impact on their life satisfaction."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Agatha Nerisa
"Mahasiswa tahun pertama berada pada tahapan perkembangan emerging adulthood. Terdapat penelitian yang mengemukakan bahwa mereka memiliki kecenderungan distres psikologis yang lebih besar. Apabila tingkat distres psikologis seseorang tinggi maka kepuasan hidup rendah dan begitu pula sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat hubungan antara distres psikologis dan kepuasan hidup pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Partisipan penelitian ini terdiri dari 401 mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia.
Variabel distres psikologis diukur dengan menggunakan Self-Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20), sedangkan variabel kepuasan hidup diukur menggunakan Satisfaction with Life Scale (SWLS). Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan (r = -0,286 dan p = <,0001, one-tailed) antara distres psikologis dan kepuasan hidup.

First-year students are in the emerging development stage of adulthood. Studies showed that college students are vulnerable to psychological distress. If the level of a persons psychological distress is high then life satisfaction is low and vice versa. This study aims to investigate the relationship between psychological distress and life satisfaction in University of Indonesia first-year students. The participants of this study consisted of 401 first-year students at the University of Indonesia.
Psychological distress variables were measured using Self-Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20), while life satisfaction variables were measured using Satisfaction with Life Scale (SWLS). The results show that there is a significant negative relationship (r = -0.286 and p = <,0001, one-tailed) between psychological distress and life satisfaction.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delfitria
"Kualitas Hidup senantiasa diteliti untuk mengetahui kepuasan individu terhadap kehidupannya. Individu senantiasa menghadapi kondisi stres yang disebabkan oleh stressor setiap harinya dapat memberikan dampak terhadap distres psikologis. Distres psikologis merupakan masalah kesehatan mental yang sedang banyak dialami oleh individu. Kondisi distres membuat seseorang rentan terhadap ketidakpuasan dalam hidupnya sehingga menurunkan tingkat kualitas hidup. Meskipun demikian, dukungan sosial yang dirasakan oleh anggota kelompok dukungan hadir untuk mengatasi kondisi tersebut sebagai bentuk peer support group. Peran distres psikologis dan perceived social support diuji secara bersamaan terhadap tingkat kualitas hidup anggota kelompok dukungan. Kuesioner penelitian kuantitatif disebarkan secara daring kepada 114 Partisipan anggota kelompok dukungan mental yang berdomisili di Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah WHO Quality Of Life (WHOQOL-BREF) oleh WHO (1998), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) yang diadaptasi dari Turnip dan Hauff (2007) dan Multidimensional Scale of Social Support (MSPSS) oleh Zimet et al. (1988). Hasil penelitian menunjukkan terdapat peran distres psikologis dan perceived social support pada tingkat quality of life anggota kelompok dukungan (F(2, 94)= 67.24, p<.000, R2 = .589). Peningkatan distres psikologis dan perceived social support menentukan tingkat quality of life.

Quality of Life is always researched to determine individual satisfaction with his life. Individuals always face stress conditions caused by stressors every day that can have an impact on psychological distress. Psychological distress is a mental health problem that is being experienced by many individuals. Distress conditions make a person vulnerable to dissatisfaction in his life thereby reducing the level of quality of life. Nevertheless, the social support felt by members of the mental health community is there to overcome this condition as a form of peer support group. The role of psychological distress and perceived social support are tested simultaneously on the level of quality of life of members of the support group. The quantitative research questionnaire was distributed online to 114 support group member who is domiciled in Jabodetabek. Measuring instruments used in this study are WHO Quality Of Life (WHOQOL-BREF) by WHO (1998), Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) adapted from Turnip and Hauff (2007) and Multidimensional Scale of Social Support (MSPSS) ) by Zimet et al. (1988). The results showed that there was a role for psychological distress and perceived social support in the level of quality of life of members of the support group (F (2, 94) = 67.24, p <.000, R2 = .589). Increased psychological distress and perceived social support determine the level of quality of life."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartika Djamaluddin
"Studi ini bertujuan untuk mengukur nilai kualitas hidup kota berdasarkan besarnya kompensasi yang bersedia dibayarkan rumah tangga terhadap kenyamanan fasilitas publik kota. Pengukuran kenyamanan dilakukan dengan menggunakan model Hedonik Berger-Blomquist-Hoehn yang dikembangkan. Hasil pengukuran tersebut digunakan untuk Menganalisis perkembangan nilai kualitas hidup kota, mengidentifikasi sektor-sektor publik yang menjadi sumber perubahan kenyamanan kota serta menganalisis variasi kenyamanan antar kota. Pengukuran dilakukan terhadap 28 kota di Pulau Jawa tahun 2002 dan 2005. Pengukuran indeks kualitas hidup menggunakan basis data Survei Ekonomi Nasional (susenas) core dan Potensi Desa (podes). Jumlah total individu yang libatkan pada estimasi model hedonik upah adalaha sebesar 30.007 individu tahun 2002 dan 34.760 individu tahun 2005. Adapun otal rumah tangga ang dilibatkan adalah sebesar 21.439 rumah tangga pada tahun 2002 da 24.530 rumah tangga pada tahun 2005. Hasil pengukuran IKH menunjukkan bahwa kualitas hidup kota di Pulau Jawa pada tahun 2002 dan tahun 2005 sangat bervariasi. Beberapa kota mengalami peningkatan kualitas hidup seperti Kota Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga dan Semarang. Penurunan kualitas hidup hampir terjadi di semua kota besar diantaranya kota-kota di DKI Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dan Malang mengalami penurunan kualitas hidup. Perbedaan kualitas hidup antar kota berpotensi mendorong terjadinya migrasi. Rumah tangga cenderung pindah menuju kota yang kualitas hidupnya tinggi. Guna membatasi masuknya migran, pemerintah kota dapat mengenakan kebijakan (sejenis pajak) kepada migran maksimum senilai perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Sebaliknya jika beniat mendorong masuknya migran, pemerintah dapat mengenakan kebijakan (sejenis subsidi), minimun sebesar perbedaan kualitas hidup antar kota tujuan dan asal migrasi. Selain mengetahui nilai kenyamanan kota secara total, analisis dekomposisi memungkinkan pemerintah mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan kualitas hidup suatu kota, baik secara menyeluruh maupun parsial. Analisis tersebut juga mampu menunjukkan pergeseran peranan masing-masing sektor publik antara waktu. Sebagai studi aplikasi pertama yang mengukur nilai kualitas hidup atau kenyamana kota di Indonesia, penulis berharap studi-studi lanjutan dapat dikembangkan di masa akan datang guna menganalisis hubungan antara kualitas hidup dengan variabel-variabel ekonomi lainnya, seperti migrasi, investasi daerah, pertumbuhan kota.

The objective of the study is to measure the quality of life according to the amount a household is willing to pay as a compensation for the public facilities in their cities. The level of amenities is measured by using Hedonic Model developed by Berger-Blomquist-Hoehn. The result will be used in analyzing the progress of the quality of life in each town, identifying certain public sectors which drive changes in amenities level as well as analyzing the amenities variation among the cities. The study, which measures the quality of life of 28 cities in Java during 2002 and 2005, is making use of data from National Social Economic Survey (susenas) and Village Potential Statistics (podes). In total, thc number of individual observation involved in hedonic wage model estimation was 30,007 in 2002 and 34,760 in 2005. ln addition, the number of households being involved in 2002 and 2005 amounted to 21,439 and 24,530 households respectively. The result of the quality of life index measurement shows that quality of life in cities in Java both in 2002 and 2005 quite vary. Among the cities which experienced an improved quality of life including Tangerang, Magelang, Surakarta, Salatiga and Semarang. In the contrary, a decrease in quality of life almost took place in all other big cities such as Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Malang and all cities in Jakarta Provinces. In fact, the difference level of quality of life among the cities may potentially drive migration in which people tend to move to other city with higher quality of life. ln order to restrict migration to their town, the local government CBI) apply certain policy (such as tax) to the migrants as much as maximum the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. However if local government wants to attract migrants coming to their towns, they can apply a favorable policy such as certain subsidy to the migrants at least as much as the quality of life?s difference between the migrants? city and the destination city. Through decomposition analysis, the government may not only able to know the city?s quality of life in total but also able to identify each sector?s contribution to the quality of life?s changes within the city. The analysis can show any changes in each public sector's role every year. As the first study which measures quality of life index in Indonesia, the author is expecting some relevant studies which take in to account other variables such as migration, regional investment and city?s growth to be done in the near fiiture."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
D969
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rowan, Sophie
Harlow: Pearson, 2008
650.1 ROW h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayunda Dewi Triana
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara self-monitoring dan kepuasan hidup pada remaja. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Self-monitoring diukur menggunakan alat ukur Revised Self-Monitoring Scale berdasarkan translansi dari penelitian sebelumnya oleh Dita Yusitisia tahun 2012, sedangkan kepuasan hidup diukur menggunakan alat ukur Kepuasan Hidup pada Remaja yang dibuat oleh Ilmi Amalia tahun 2007. Responden dalam penelitian ini berjumlah 113 orang remaja yang berada di daerah Jakarta dan Depok. Hasil penelitian ini menunjukkan self-monitoring berkorelasi signifikan dan positif dengan kepuasan hidup (r = 0,353; p < 0,01). Ini berarti semakin tinggi tingkat self-monitoring remaja maka menunjukkan semakin tinggi pula kepuasan hidup mereka.

This research was conducted to find the correlation between self-monitoring and life satisfaction among adolescents. This research used the quantitative approach. Self-monitoring was measured using a Revised Self-Monitoring Scale that was based on translation from previous research by Dita Yustisia (2012) and life satisfaction was measured using a Kepuasan Hidup pada Remaja that was made by Ilmi Amalia (2007). The responden of this research are 113 adolescents that from Jakarta and Depok. The results of this research showed that self-monitoring correlated significantly and positively with life satisfaction (r = 0,353, p < 0,01). That is, the higher self-monitoring of one’s own, the higher his/her life satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrayani
"Peningkatan populasi lansia berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Pada masa lansia terjadi berbagai perubahan fisik, kognitif maupun psikologis. Harapan hidup dan kualitas hidup merupakan hal yang sangat penting bagi lansia. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup lansia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Subjek penelitian berjumlah 242 orang lansia yang diperoleh dengan cara random dari populasi yang berjumlah 349 lansia di Desa Cipasung Kabupaten Kuningan. Dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF, kuesioner dukungan keluarga dan fungsi keluarga.
Penelitian ini dianalisis dengan uji Chy Square dan uji Regresi Logistik. Variabel yang memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup lansia adalah pendidikan (OR=4,9, p value=0,022), pekerjaan (OR=3,5, p value=0,000) dan dukungan keluarga (OR=5,7, p value=0,000). Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kualitas hidup lansia adalah dukungan keluarga dengan nilai OR 5,7 yang berarti bahwa lansia dengan dukungan keluarga kurang berpeluang 5,7 kali lebih besar memiliki kualitas hidup buruk dibandingkan dengan lansia yang mendapat dukungan keluarga baik. Berdasarkan penelitian ini, faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup lansia adalah dukungan keluarga, pendidikan dan pekerjaan.

Increase of elderly population will have an impact on various aspects of life. In the elderly occurs a physical changes, cognitive and pshycological. Life expectancy and quality of life is very important for elderly. There are many factors affect the quality of life of elderly. The purpose of this research to know factors that relating with the quality of life of elderly. The subject of study were 242 the elderly obtained by means of random of the population which consisted of 349 elderly in Cipasung Village Kuningan. The interviewers were conducted using WHOQOL-Bref questionnaire, family support and family function questionnaire.
The study analyzed by Chy Square test and Logistic Regresion test. A variable that has a significant relation exists with the quality of life for the elderly is education (OR=4,9, p value=0,022), work (OR=3,5, p value=0,000) and the family support (OR=5,7, p value=0,000). Factors the most dominant relating to the quality of life of elderly is family support with the OR=5,7 which means that for the elderly with poor family support had a chance 5,7 times as great as having the quality of life poorly compared to good family support. Based on this research, factors that relating with quality of life of elderly is family support, education and work.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Menurut penulis artikel ini, salah satu aspek dari pembangunan kota adalah masalah kualitas hidup dari masyarakatnya. Sehingga untuk melihat seberapa jauh kebrhasilan pembangunan suatu kota harus dilihat melalui kualitas hidup masyarakat kota tersebut dalam kurun waktu tertentu. Dalam membahas artikel ini, Edie Toet Hendrato mengambil masalah kualitas hidup masyarakat Kotamadya Padang, Sumatera Barat, antara rentang waktu tahun 1990 sampai tahun 1994. Kajian masalah ini merupakan hasil dari studi literatur yang telah dilakukan."
Hukum dan Pembangunan Vol. 26 No. 3 Juni 1996 : 191-201, 1996
HUPE-26-3-Jun1996-191
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Salsabila
"Kebahagiaan atau subjective well-being (SWB) umumnya menjadi tujuan utama setelah individu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Berdasarkan penelitian terdahulu, kemampuan automatic inhibitory control, yaitu kemampuan individu untuk menghambat informasi emosional yang tidak relevan di level atensi berperan penting dalam mencapai kepuasan hidup yang merupakan komponen kognitif dari kebahagiaan. Namun, masih sulit ditemukan penelitian yang menguji sejauh mana kemampuan automatic inhibitory control memang berbeda di antara orang yang puas dengan hidupnya dan yang kurang puas dengan hidupnya. Oleh karena itu, penelitian ini menguji perbedaan kemampuan automatic inhibitory control berdasarkan tingkat kepuasan hidup. Studi quasi eksperimental yang menggunakan tugas negative affective priming (NAP) dilakukan untuk mengukur waktu reaksi ketika partisipan (N = 62, usia 18 - 23 tahun) menilai kondisi diri mereka selama 2 tahun terakhir, berdasarkan kata- kata sifat bervalensi positif atau negatif. Kemampuan automatic inhibitory control diukur dengan menghitung Efek NAP, yaitu selisih antara waktu reaksi di kondisi NAP dan kondisi Kontrol. Tingkat kepuasan hidup diukur menggunakan Satisfaction With Life Scale (SWLS) (Diener, et al., 1985; Akhtar, 2019). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa orang dengan skor SWLS tinggi menunjukkan Efek NAP yang jauh lebih besar dibandingkan orang dengan skor SWLS rendah. Temuan dari studi ini menunjukkan bahwa orang yang puas dengan hidupnya memiliki kemampuan automatic inhibitory control yang lebih baik daripada orang yang kurang puas dengan hidupnya.

Happiness or subjective well-being (SWB) generally becomes the main goal after individuals fulfill their basic life needs. Based on previous research, the ability of automatic inhibitory control, namely the individual's ability to inhibit irrelevant emotional information at the attention level, plays an important role in achieving life satisfaction which is a cognitive component of happiness. However, it is still difficult to find studies that test the extent to which automatic inhibitory control abilities are different between people who are satisfied with their lives and those who are not satisfied with their lives. Therefore, this study examines differences in the ability of automatic inhibitory control based on the level of life satisfaction. A quasi-experimental study using a negative affective priming (NAP) task was conducted to measure the reaction time when participants (N = 62, ages 18 - 23 years) rated their self condition based on positive or negative valence adjectives. The ability of automatic inhibitory control is measured by calculating the NAP effect, which is the difference between the reaction time in the NAP condition and the Control condition. The level of life satisfaction was measured using the Satisfaction With Life Scale (SWLS) (Diener, et al., 1985; Akhtar, 2019). The results show that people with high SWLS scores show a much greater NAP effect than people with low SWLS scores. The findings of this study show that people who are satisfied with their lives have better automatic inhibitory control abilities than people who are less satisfied with their lives."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>