Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162914 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Aini
"Remaja merupakan masa yang penting untuk mempersiapkan tahap perkembangan hidup selanjutnya. Berinteraksi dan mengembangkan psikososialnya menjadi salah satu cara dalam menemukan identitas dirinya. Kebutuhan untuk dapat mendongkrak penemuan identitas diri dipengaruhi oleh lingkungan sekitar termasuk orang tua. Orang tua bertanggung jawab dan berperan dalam perkembangan psikososial remaja. Pengasuhan yang diberikan orang tua dilatarbelakangi oleh kepercayaannya terhadap kemampuan orang tua menjalankan peran pengasuhan kepada anaknya yang disebut sebagai efikasi diri orang tua dalam pengasuhan (Parenting Self-Efficacy). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan efikasi diri orang tua dalam pengasuhan dengan perkembangan psikososial remaja.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel sebanyak 153 responden yang dipilih secara acak menggunakan simple random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner di kota Depok. Kuesioner yang digunakan adalah SEPTI (Self-Efficacy for Parenting Task Index) untuk mengukur efikasi diri orang tua dalam pengasuhan dan SDQ (Strength and Diffiulties Questionnare) untuk mengukur perkembangan psikososial remaja. Uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner SEPTI memenuhi nilai crohnbach alpha. Uji Chi-square dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua variabel. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri orang tua dalam pengasuhan dengan perkembangan psikososial remaja. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan meneliti efikasi diri orang tua dalam pengasuhan kepada pasangan suami istri sekaligus yaitu pada ayah dan ibu karena orang tua berasal dari latar belakang yang berbeda.

Adolescence is an important period to prepare for the next stage of life development. Interacting and developing his psychosocial is one way to find his identity. The need to be able to boost the discovery of self-identity is influenced by the surrounding environment, including parents. Parents are responsible for and play a role in the psychosocial development of adolescents. Parenting given by parents is motivated by their belief in the ability of parents to carry out the parenting role for their children which is referred to as parental self-efficacy in parenting (Parenting Self-Efficacy). Therefore, this study aims to determine the relationship between parents' self-efficacy in parenting and adolescent psychosocial development. The research method used in this study was cross-sectional with a sample of 153 respondents who were randomly selected using simple random sampling. Data collection was carried out by distributing questionnaires in the city of Depok. The questionnaire used was SEPTI (Self-Efficacy for Parenting Task Index) to measure parents' self-efficacy in parenting and SDQ (Strength and Difficulties Questionnare) to measure adolescent psychosocial development. The validity and reliability tests on the SEPTI questionnaire met the Crohnbach alpha value. Chi-square test was conducted to determine the relationship between the two variables. The results of the study showed that there was a significant relationship between parents' self-efficacy in parenting and adolescent psychosocial development. Further research can be carried out by examining the self-efficacy of parents in caring for married couples at the same time, namely fathers and mothers because parents come from different backgrounds."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintia Fajri Utami
"ABSTRAK
Tahapan usia remaja identik dengan pembentukan identitas diri pada tugas perkembangan sosial dimana keluarga sebagai lingkungan sosial utama bagi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja di SMP Taruna Bhakti Depok menggunakan desain deskriptif korelatif. Penelitian ini menggunakan 293 sampel yang terdiri dari kelas VII dan VIII SMP dengan teknik pemilihan sampel proportioned stratified random sampling. Instrumen pola asuh yang digunakan diadaptasi dari penelitian Mashoedi dan instrumen perkembangan sosial disusun oleh peneliti. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan sosial remaja p < 0,005 . Oleh karena itu, diharapkan agar mahasiswa, pelayanan dan profesi keperawatan dapat bekerja sama dengan instansi terkait dalam memberikan edukasi serta motivasi kepada orang tua dalam meningkatkan peran terhadap perkembangan sosial remaja.

ABSTRACT
The stage of adolescence is identical with the self identity building in the task of social development whereas family plays role as the main social community for them. This research aims to understand the relationship between parenting pattern and the social development of adolescents in SMP Taruna Bhakti Depok by using correlative descriptive design. This study uses 293 research samples consisting of class VII and VIII SMP with sample selection technique proportioned stratified random sampling. The parenting pattern instruments are adapted from Mahshodie rsquo s while the research and adolescent social development questionnaire compiled by researcher. The result of the analysis shows that there is a relationship between parenting pattern and adolescent social development p 0,005 . Therefore, it is expected that students, services and nursing professions can work together with school agencies to be able to provide education and advocacy to parents related to the role of parenting to the social development of adolescents. "
2017
S68745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktiara Giwizadany
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara coping stress dan parenting self-efficacy. Partisipan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autistik, sebanyak 66 orang. Pengukuran coping stress menggunakan alat ukur Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi oleh Amanda (2014). Parenting self-efficacy diukur menggunakan subskala efficacy pada PSOC Scale yang dikembangkan oleh Johnston dan Mash (1989) dan telah diadaptasi oleh Puspitarani (2010). Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Correlation diperoleh hasil koefisien korelasi antara coping stress dan parenting self-efficacy sebesar -0.054 dengan nilai signifikansi sebesar 0.668 (p>0.01). Hal ini berarti bahwa, tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara coping stress dan parenting self-efficacy. Penelitian ini menemukan terdapat perbedaan skor kemampuan coping stress antara ayah dan ibu.

The objective of this research was to find the correlation between coping stress and parenting self-efficacy. The participants of this research were 66 parents of children with autistic spectrum disorder. Coping stress was measured with Brief COPE, constructed by Carver (1997) and had been adapted by Amanda (2014). Parenting self-efficacy was measured by measurement tools efficacy subscale of PSOC Scale, constructed by Johnston and Mash (1989) and had been adapted by Puspitarani (2010). The coefficient of Pearson correlation between coping stress and parenting self-efficacy was -0.054 with significance value 0.668 (p>0.01). It indicated that there were negative and no significant correlation between coping stress and parenting self-efficacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ristiara Shafwah Khairunnisa
"Masa remaja merupakan transisi dari kanak-kanak menuju dewasa. Tugas perkembangan dan aspek perkembangan berkontribusi dalam keberhasilan pencapaian perkembangan psikososial remaja. Isu penting dalam mencapai identitas diri remaja salah satunya berkaitan dengan citra tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perkembangan psikososial dengan citra tubuh remaja. Peneliti menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan teknik purposive sampling didapatkan sampel penelitian sejumlah 283 remaja dari SMA Negeri 9 Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan tiga jenis kuesioner, yaitu Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS), Extended Objective Measure of Ego Identity Status II (EOM-EIS II), dan kuesioner kemampuan perkembangan remaja. Berdasarkan analisis Rank-Spearman didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tugas perkembangan p = 0,001 (p < 0,05) dan aspek perkembangan p = 0,003 (p < 0,05) dengan citra tubuh remaja. Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan peran institusi pendidikan dan lingkungan sosial dalam memahami pentingnya melakukan stimulasi perkembangan psikososial dan citra tubuh remaja menjadi lebih optimal.

Adolescence is the transition from childhood to adulthood. Developmental tasks and aspects of development contribute to the successful achievement of adolescent psychosocial development. One important issue in achieving adolescent self-identity is related to body image. This study aims to determine the relationship between psychosocial development and adolescent body image. Researchers used a cross-sectional research design with purposive sampling technique to obtain a research sample of 283 adolescents from SMA Negeri 9 Kota Bogor. This study used three types of questionnaires, namely Multidimensional Body-Self Relations Questionnaire-Appearance Scales (MBSRQ-AS), Extended Objective Measure of Ego Identity Status II (EOM-EIS II), and adolescent developmental ability questionnaire. Based on Rank-Spearman analysis, there was a significant relationship between developmental tasks p = 0.001 (p < 0.05) and developmental aspects p = 0.003 (p < 0.05) with adolescent body image. This study is expected to optimize the role of educational institutions and social environment in understanding the importance of stimulating psychosocial development and the body image of adolescents to be more optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahalessy, Yona Chamalia
"Remaja adalah usia untuk mencari dan menemukan identitas diri oleh karena itu remaja dituntut menguasai keterampilan sosial dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya. Pengaruh gaya hidup modern turut mempengaruhi interaksi remaja dengan kelompoknya termasuk perilaku sosial. Remaja yang memiliki keterampilan sosial yang kuat, terutama pada penanganan konflik, keintiman emosional, dan penggunaan perilaku pro-sosial, lebih mungkin untuk diterima oleh teman sebaya dan masyarakat. Namun jika remaja gagal dalam menguasai keterampilan sosial menyebabkan mereka sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga dapat menimbulkan perasaan rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku kurang normatif seperti perilaku asosial maupun antisosial.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan keterampilan sosial remaja di Kota Depok. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional yaitu jenis penelitian yang mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan melakukan pengukuran sesaat. Responden pada penelitian ini adalah 184 remaja. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Kriteria inklusi adalah remaja yang tinggal dengan orang tua kandung.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pla asuh orang tua dengan keterampilan sosial remaja di Kota Depok. Penelitian ini merekomendasikan untuk melihat faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi keterampilan remaja dan mengembangkan model layanan kesehatan remaja yang sesuai. Kata kunci: Keterampilan sosial remaja ; Pola asuh orang tua.

Adolescents are the age to seek and find identity themselves therefore adolescents are required to master social skills and have the ability to adjust to the environment around them. The influence of modern lifestyle also influences the interaction of adolescents with their groups including social behavior. Adolescents with strong social skills, especially in conflict management, emotional intimacy, and the use of pro social behavior, are more likely to be accepted by peers and the community. But if adolescents fail to master social skills they are difficult to adapt to the environment so as to cause feelings of inferiority, isolated from the association, tend to behave less normatively such as behavior asocial and antisocial.
This study aims to determine the relationship of parental parenting with adolescent social skills in Depok City. In this study the design used is a cross sectional design that is the type of research that searches the relationship between independent variables and dependent variable by doing the measurement moment. Respondents in this study were 184 adolescents. The sampling technique uses simple random sampling. Inclusion criteria are adolescents who live with biological parents.
The results of this study indicate there is no relationship between parental foster pla with adolescent social skills in Depok City. This study recommends to look at other factors that influence adolescent skills and develop appropriate youth health care models. Keywords Adolescent social skills parenting."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Hanggoro Putro
"Penelitian skripsi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara father involvement dengan parenting self-efficacy pada ibu yang memiliki anak usia kanak-kanak madya. Pada penelitian ini, pengukuran father involvement menggunakan alat ukur Inventory of Father Involvement (IFI) yang disusun oleh Hawkins dkk (2002), sedangkan pengukuran parenting self-efficacy menggunakan alat ukur Self-Efficacy for Parenting Task Index (SEPTI) yang disusun oleh Coleman & Karakker (2000). Partisipan dalam penelitian ini adalah 79 ibu yang memiliki anak usia 5 - 12 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara father involvement dengan parenting selfefficacy (r = + 0,431; n = 79; p < 0,01; one tail). Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa semakin tinggi keterlibatan suami dalam proses parenting, maka semakin tinggi pula parenting self-efficacy ibu. Berdasarkan hasil tersebut keterlibatan ayah dalam proses parenting perlu ditingkatkan karena dapat meningkatkan keyakinan ibu akan kemampuannya untuk menjalankan peran sebagai orangtua bagi anak-anaknya.

This research was conducted to determine the relationship between father involvement and parenting self-efficacy among mothers of middle childhood. Father involvement was measured by Inventory of Father Involvement (IFI) (Hawkins et.al, 2002), parenting self-efficacy was measured by Self -Efficacy for Parenting Task Index (SEPTI) (Coleman & Karakker, 2000). Participants in this study were 79 mothers of children aged 5 - 12 years.
The results of this study indicate that there is a significant positive relationship between father involvement and parenting self-efficacy (r = + 0,431; n = 79; p < 0,01; one tail). From these results it can be said that the higher the father’s involvement in the parenting process, the higher the mother's parenting self-efficacy. Based on these results the involvement of fathers in the parenting process needs to be improved because the mother will have increased confidence in their ability to perform the role of a parent for their children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mylynda Puteri
"Wilayah Jakarta Timur memiliki angka kekerasan anak tertinggi dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta lainnya. Kekerasan yang dialami anak akan mempengaruhi perkembangan psikososialnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan psikososial remaja yang pernah mengalami kekerasan di wilayah Jakarta Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian merupakan remaja berusia 11-20 tahun yang pernah mengalami kekerasan berjumlah 385 responden menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian menggunakan kuesioner ICAST versi Bahasa Indonesia dan Y-PSC 35 yang disebarkan secara daring. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja yang pernah mengalami kekerasan di wilayah Jakarta Timur mayoritas tidak mengalami gangguan perkembangan psikososial, tetapi angka remaja yang mengalami gangguan perkembangan psikososial cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat terutama orang tua perlu lebih peka terhadap paparan kekerasan pada anak yang akan berpengaruh pada perkembangan psikososialnya. Pelayanan isu kesehatan mental anak juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi risiko terganggunya perkembangan psikososial anak.

The East Jakarta region has the highest rate of child violence compared to other DKI Jakarta regions. Violence experienced by children will affect their psychosocial development. This research aims to determine the psychosocial development of adolescents who have experienced violence in the East Jakarta area. The research method used is descriptive quantitative with a cross sectional study design. The research sample was adolescents aged 11-20 years who had experienced violence totaling 385 respondents using purposive sampling techniques. The research used the Indonesian version of the ICAST questionnaire and Y-PSC 35 which were distributed online. The research results show that the majority of adolescentswho have experienced violence in the East Jakarta area do not experience psychosocial development disorders, but the number of adolescents who experience psychosocial development disorders is quite high. Based on research results, society, especially parents, need to be more sensitive to children's exposure to violence which will affect their psychosocial development. Services for children's mental health issues also need to be improved to reduce the risk of disrupting children's psychosocial development."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Hestini
"Pemerintah menetapkan adanya Pembatasan Sosial berskala Besar (PSBB) untuk memutus mata rantai penyebaran pandemic COVID 19 pada semua sector. Pada sektor pendidikan diberlakukan proses pembelajaran jarak jauh (PPJJ). Kegiatan PJJ ini menyebabkan anak tidak secara bebas berinteraksi dengan teman di sekolah yang dapat berdampak pada perkembangan psikososialnya Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran perkembangan psikososial pada anak usia sekolah selama PJJ dimasa pademi COVID 19. Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan 231 orang tua / wali yang memiliki anak dengan usia sekolah (usia 7 sampai 11 tahun) sebagai respondennya. Responden dipilih secara consecutive sampai kuota terpenuhi berdasarkan kehadiran orangtua ke sekolah (SDN 1 BabakanMadang, Kabupaten Bogor) saat pengumpulan tugas belajar anak. Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner Pediatric Symptom Checklist 17 (PSC 17) didapatkan hampir seluruh sampel penelitian (97%) memiliki perkembangan psikososial yang normal, hal tersebut mungkin terjadi karena pelaksanaan PJJ masih memungkinkan murid dapat berinteraksi dengan teman atau gurunya saat datang ke sekolah untuk mengumpulkan tugas. Kepada pihak sekolah, guru, orang tua dan masyarakat luas dapat berperan aktif dalam memantau tumbuh kembang anak dan mengembangkan kreativitas anak selama PJJ sesuai dengan sumber daya dan prasarana yang ada.

The government has established Large-scale Social Restrictions (PSBB) to break the chain of spreading the COVID-19 pandemic in all sectors. In the education sector, distance learning process (PPJJ) is applied. This PJJ activity causes children not to freely interact with friends at school which can have an impact on their psychosocial development. This study aims to look at the description of psychosocial development in school-age children during PJJ during the COVID- 19 pandemic. The research method uses a quantitative descriptive approach with 231 parents/guardians who have children of school age (ages 7 to 11 years) as respondents. Respondents were selected consecutively until the quota was met based on the attendance of parents to school (SDN 1 Babakan Madang, Bogor Regency) when collecting children's study assignments. The results of the study using the Pediatric Symptom Checklist 17 (PSC 17) questionnaire found that almost all of the study samples (97%) had normal psychosocial development, this may be because the implementation of PJJ still allows students to interact with their friends or teachers when they come to school to collect information. Duty. Schools, teachers, parents and the wider community can play an active role in monitoring children's growth and development and developing children's creativity during PJJ in accordance with existing resources and infrastructure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasywa Salwa Rosydiwo
"Skripsi ini membahas gambaran faktor psikososial pada pekerja di PT X tahun 2023 yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai faktor psikososial yang mencakup konten dan konteks pekerjaan, mengingat belum adanya upaya manajemen risiko psikososial di PT X sebagai perusahaan konsultan lingkungan. Penelitian ini dilakukan pada 39 pekerja di PT X selama bulan Juni 2023. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan metode campuran (mix method) yang mencakup pengisian kuesioner dan pelaksanaan wawancara mendalam yang selanjutnya dianalisis menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 10 variabel karakteristik yang diteliti, seluruhnya berada pada kateogori baik yang dibuktikan dengan nilai mean >3,50. Karakteristik yang dipersepsikan paling baik adalah hubungan interpersonal di tempat kerja (5,14), sedangkan karakteristik yang memerlukan perhatian khusus—meskipun masih ada pada kategori baik—yaitu pengembangan karir (3,62), beban dan kecepatan kerja (3,91), dan jadwal kerja (4,00). Selain itu, berbagai upaya pengendalian psikososial juga sudah terimplementasi di PT X, tetapi perlu dikembangkan lebih lanjut agar bisa lebih sistematis sesuai dengan model manajemen risiko psikososial di tempat kerja

This thesis discusses the description of psychosocial factors among workers at PT X in the year 2023, aiming to obtain understanding of the psychosocial factors encompassing content of work and context to work, given the absence of psychosocial risk management efforts at PT X as environmental consultant firm. The research was conducted among 39 workers at PT X during the month of June 2023. The study design employed was a descriptive study with a mixed-method approach, involving the administration of questionnaires and conducting in-depth interviews, which were subsequently analyzed using univariate analysis. The research findings indicate that out of the 10 characteristic variables studied, all of them fall within the good category, as evidenced by mean scores >3.50. The characteristic perceived most positively is interpersonal relationships in the workplace (5.14), while characteristics that require special attention—even though still in the good category—are career development (3.62), workload and work pace (3.91), as well as work schedule (4.00). Additionally, various psychosocial control measures have been implemented at PT X, but further development is needed to make them more systematic in accordance with the psychosocial risk management model in the workplace."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Risnawati
"Bahaya psikososial di tempat kerja adalah interaksi antara lingkungan kerja, job content, kondisi organisasi dengan kapasitas, kebutuhan, budaya, pertimbangan personal pekerja yang berpotensi mempengaruhi kesehatan, performa kerja dan kepuasan kerja. Risiko psikososial di tempat kerja berdampak pada kesehatan fisik, mental dan sosial para pekerja. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor psikososial yang berhubungan terhadap tingkat risiko psikososial. Penelitian ini dilakukan di Universitas X pada karyawan pada bulan Januari-Mei 2022. Penelitian ini bersifat kuantitatif menggunakan desain studi cross sectional dengan sampel 188 responden. Data risiko psikososial diambil menggunakan instrumen Pandemic-Related Perceived Stress Scale of COVID-19 (PSS-10-C), data factor psikososial diambil menggunakan kuesioner yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas menggunakan instrumen COPSOQ III dan NIOSH Generic Job Questionnaire. Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada arena rumah dan sosial tidak terdapat variabel yang signifikan dengan tingkat risiko psikososial. Pada arena individu terdapat usia yang berhubungan signifikan terhadap tingkat risiko psikososial. Pada arena kerja variabel yang berhubungan signifikan dengan tingkat risiko psikososial adalah masa kerja, pola WFH, beban kerja, konflik peran, ketidakjelasan peran, job insecurity, work life balance. Variabel yang paling berhubungan adalah pola WFH, konflik peran, dan work life balance.

Psychosocial hazards in the workplace are interactions between the work environment, job content, organizational conditions with capacities, needs, culture, and personal considerations of workers that have the potential to affect health, work performance and job satisfaction. Psychosocial risks in the workplace have an impact on the physical, mental and social health of workers. The purpose of this study is to analyze psychosocial factors related to the level of psychosocial risk. This research was conducted at University X on employees in January-May 2022. This research is quantitative using a cross sectional study design with a sample of 188 respondents. Psychosocial risk data was taken using the Pandemic-Related Perceived Stress Scale of COVID-19 (PSS-10-C) instrument, psychosocial factor data was taken using a questionnaire that had passed the validity and reliability test using the COPSOQ III instrument and the NIOSH Generic Job Questionnaire. The results of this study indicate that in the home and social arenas there are no significant variables with the level of psychosocial risk. In the individual arena, age is significantly associated with the level of psychosocial risk. In the work arena, the variables that are significantly related to the level of psychosocial risk are years of service, WFH pattern, workload, role conflict, role ambiguity, job insecurity, work life balance. The most related variables are WFH pattern, role conflict, and work life balance"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>