Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27361 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mehmet C.
Bandung: Qanita, 2009
613 MEH s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa yang hidup intraselular. Infeksi primer pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus, kematian intrauterin dan kelainan kongenital pada. bayi, sedangkan pada penderita imunokompromais infeksi dapat berakibat fatal. Diagnosis toksoplasmosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan serologi, namun pemeriksaan ini tidak memuaskan, sedangkan pengobatan dini perlu dilakukan. Reaksi rantai polimerase (PCR) dengan target gen B1 dan gen P30 dengan cara ekstraksi DNA yang sederhana merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan gen B1 dan gen P30. PCR dengan target gen B1 dilakukan pada berbagai konsentrasi DNA murni T.gondii yaitu : 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001; 0,0001 dan 0,00001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA darah manusia sehat adalah 25; 10; 5; 2,5; 1; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Berbagai jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20; 10; 5 dan 1 takizoit Untuk PCR dengan target gen P30 dipakai konsentrasi DNA murni T.gondii sebagai berikut : 1; 0,5; 0,25; 0,1; 0,01; 0,001 dan 0,0001 ng / 50 µl larutan PCR. Konsentrasi DNA murni T.gondii dalam DNA manusia sehat adalah : 10; 5; I; 0,25; 0,05; 0,01; 0,025 ng / 50 pl larutan PCR; serta jumlah takizoit dalam 100 µl darah manusia sehat adalah 1000; 100; 50; 40; 30; 20 dan 10.
Hasil dan kesimpulan : Dengan cara ekstraksi DNA sederhana konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan target gen B1 adalah 0,0001 ng , untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,001 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 1 takizoit dengan target gen P30 terdeteksi DNA murni 0,001 ng, untuk campuran DNA murni dengan DNA manusia sehat 0,025 ng dan untuk campuran darah manusia sehat dengan suspensi takizoit DNA dari 20 takizoit.
Kesimpulan :
1. Dengan cara ekstraksi sederhana uji dengan target gen B1 lebih sensitif dari gen P30.
2. Jumlah siklus yang diperlukan pada penelitian ini adalah 50 siklus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Anita Suryandari
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Ekspresi suatu gen di dalam bakteri dapat diubah melalui proses mutasi dengan cara menyisipkan gen lain ke dalam gen tersebut. Mutasi yang terjadi dapat diketahui dengan adanya gen penanda Salah satu diantaranya adalah gen pembentuk inti es yaitu gen iceC. Gen ini memiiiki sensitivitas yang cukup tinggi, mudah diamati pada lembaran aluminium, dapat diukur secara kuantitatif dengan uji tetes beku, tidak membutuhkan pemrosesan lain kecuali pengenceran dan hasilnya akan diperoleh hanya dalam beberapa menit. Sebagai bahan mutagen dan sekaligus sebagai pembawa gen iceC digunakan transposon 916 karena transposon ini menyisip secara tunggal, tidak membuat duplikasi, penyisipan terjadi secara acak, relatif stabil dan tidak mudah terjadi transposisi. Tujuan penelitian ini adalah merancang alat genetik yang dapat digunakan untuk menginduksi mutagenesis gen di dalam bakteri dengan melihat pembentukan inti es. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggabungkan gen iceC dengan (pAM120::Tn916)-.HindIII menggunakan enzim ligase kemudian ditransformasi ke dalam E coli S17-1. Selanjutnya dilakukan studi pendahuluan di dalam bakteri golongan mikoplasmayaitu Urealiasma urealytcum.
Hasil dan kesimpulan : Penggabungan gen iceC (9kb) dengan (pAM120::Tn916)-HindIII(23,3 kb) dengan menggunakan enzim ligase membentuk fragmen DNA berukuran 32,3 kb yang dinamakan pUL Hasil uji aktivitas pembentukan inti espada E coli DH5α(pJL1703::iceC), E. coli S17-1 (pUI::iceC) dsn Ureaplasma urealyticum relatif sama. Pembentukan inti es mulai aktif pada suhu -7°C. Terbentuknya inti es pada E. cali S17-1 dan Ureaplasma urealyticum karena adanya transformasi transposon916 yang membawa gen iceC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Prabowo Emanuel
"Latar Belakang : Sistem in vitro pendeteksi interaksi protein Vif HIV-1 dengan Apobec3G akan mempermudah identifikasi obat anti HIV-1 yang dapat meghambat replikasi HIV-1 melalui fungsi protein intrinsik Apobec3G. Protein Apobec3G rekombinan yang diperoleh melalui ekspresi pada sistem prokariota dapat digunakan bersama-sama dengan protein vif rekombinan untuk pengembangan sistem identifikasi substansi penghambat interaksi Apobec3G dan Vif HIV-1 dalam rangka eksplorasi protein bahan alam sebagai penghambat infeksi HIV.
Metode : Gen Apobec3G diklona ke dalam vektor plasmid pGEX6P-1 dalam E.coli TOP10, kemudian dilanjutkan dengan ekspresi pada sel E.coli BL21 untuk memperoleh protein rekombinan. Proses induksi dilakukan pada suhu 37°C dengan konsentrasi IPTG 0,5 mM, waktu induksi 2 dan 4 jam.
Hasil : Gen apobec3G telah berhasil diklona ke dalam vektor ekspresi prokariot, tetapi protein belum berhasil diekspresikan.

Background: A system for detection of in vitro interaction of HIV-1 Vif protein with apobec3G protein will facilitate the identification of novel anti HIV-1 drug that inhibit the virus replication through functional intrinsic Apobec3G protein. Recombinant Apobec3G protein that is obtained through expression in prokaryotic expression system can be utilized in combination with recombinant HIV-1 Vif protein for the development of a sistem for identification of an inhibitory substance for interaction of Apobec3G and HIV-1 Vif, in order to explore the potential of natural substances as inhibitors of HIV infection.
Methods: The gene encoding the Apobec3G protein was cloned into the plasmid vector pGEX6P-1 in Top10 E. coli, followed by expression in BL21 E. coli to obtain the recombinant protein. Induction of expression was performed at 37oC with IPTG concentration of 0.5 mM for 2 and 4 hours.
Results: The gene encoding the Apobec3G has been successfully cloned in the prokariotic expression vector, however the expression of the corresponding recombinant protein has not been successful.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neti Triwinanti
"Sebagian besar bakteri asam laktat (BAL) menghasilkan eksopolisakarida (biopolimer fruktan) yang mempunyai banyak manfaat dalam industri makanan, kosmetik, kesehatan dan farmasi. Sintesis biopolimer ini melibatkan peran enzim fruktansukrase atau fruktosiltransferase (ftf). Rekayasa genetika dapat dilakukan untuk mendapatkan biopolimer yang berkriteria unggul, yaitu biopolimer inulin yang mempunyai derajat polimerisasi tinggi. Weissella confusa galur MBFCNC-2(1) telah menjadi sumber gen fruktansukrase yang dikloning lengkap di inang E. coli BL21 StarTM.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan klon versi terpenggal dari gen fruktansukrase karena klon gen lengkap dilaporkan mempunyai masalah dalam ekspresinya. Sebagai template untuk kloning digunakan plasmid dari E. coli BL21 StarTM rekombinan, plasmid rekombinan pO_ftfNS pembawa gen lengkap, dan DNA genomik. PCR dilakukan menggunakan primer FTFdel_Fw dan FTFdel_Rv. Hasil PCR disekuensing dan dianalisis menggunakan BLAST. Sebagai hasil, gen fruktansukrase versi terpenggal didapatkan dari plasmid rekombinan pO_ftfNS pembawa gen ftf lengkap.

Most of Lactic Acid Bacteria (LAB) produce exopolysaccharide (fructan biopolymer) that has many advantages in food, cosmetic, health, and pharmacy industries. Synthesis of this biopolymer involves the role of fructansucrase enzyme of fructosyltransferase (ftf). Genetic engineering could be done to obtain biopolymer with excellence characteristcs, that is inulin with high degree of polymerization. Weisella confusa strain MBFCNC-2(1) has been used as a source of fructansucrase gene which is full-length clonned at E. coli BL21 StarTM.
The aim of this study was to obtain truncated gene of fructansucrase because fulllength clone has problem on its expression. The PCR template used in this study were plasmid of Recombinant E coli BL21 StarTM, recombinant plasmid pO_ftfNS carrying full-length gene, and genomic DNA. PCR was carried out by FTFdel_Fw and FTFdel_Rv primer. The PCR product was sequenced and analyzed by using BLAST. Result revealed that truncated fructansucrase gene was obtained from plasmid recombinant pO_ftfNS carrying full-length gene."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42986
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kharlina Syafitri
"Latar Belakang: Amelogenin merupakan gen yang umum digunakan dalam identifikasi dimorfisme seksual, namun riset dan laporan kasus melaporkan adanya kegagalan dalam amplifikasi dikarenakan delesi pada AMELY.
Tujuan: Menganalisis frekuensi delesi AMELY pada populasi pria di Indonesia.
Metode: Pemeriksaan DNA dengan amplifikasi multipleks PCR menggunakan gen AMXY 1F/2R dan SRY.
Hasil dan Kesimpulan: Satu dari 405 sampel penelitian mengalami delesi pada gen AMELY pada populasi di Indonesia.

Background: The Amelogenin gene represents the gender marker most widely used for human identification. However, some failures in sex-typing have been observed globally.
Aim: In this study, we could approximate the population frequency of AMELY negative among Indonesian population.
Methods: Multiplex PCR using primers AMXLY 1F/2R and SRY.
Results and Summary: One of 405 sample are indicated as AMELY negative in an Indonesian Population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muzdalifah
"Latar Belakang: Karies gigi adalah penyakit dan infeksi rongga mulut yang paling umum
terjadi di dunia. Karies merupakan penyakit yang multifaktorial yang dipengaruhi oleh faktor
host, agent, lingkungan dan waktu. Kondisi dari suatu host dipengaruhi oleh gen yang dimiliki
host, seperti gen TFRC rs3178762. Gen TFRC rs3178762 menginstruksikan pembentukan
kompleks protein yang akan berikatan dengan patogen dan bekerja sama dengan sistem imun
menghancurkan patogen pada lingkungan oral. Penelitian mengenai polimorfisme gen TFRC
rs3178762 pada penderita karies telah dilakukan di berbagai negara, akan tetapi penelitian
tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di Indonesia. Tujuan:
Mengetahui hubungan antara polimorfisme gen TFRC rs3178762 pada penderita karies di
Indonesia. Metode: Analisis polimorfisme gen TFRC rs3178762 dilakukan dengan metode
PCR-RFLP dengan enzim restriksi MspI. Hasil: Dalam penelitian ini, pada kelompok karies
ditemukan enam sampel dengan genotip GG, 29 sampel dengan genotip GA, dan 15 sampel
dengan genotip AA. Sedangkan pada kelompok kontrol, ditemukan 43 sampel dengan genotip
GG, tujuh sampel dengan genotip GA, dan tidak ditemukan genotip AA. Pada kelompok karies
ditemukan 42 alel G dan 59 alel A, dan pada kelompok kontrol ditemukan 93 alel G dan 7 alel
A. Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna pada distribusi polimorfisme gen TFRC
rs3178762 antara penderita karies dengan kelompok kontrol (p = 0.001).

Background: Dental caries is the most common disease and infection of the oral
cavity in the world. Caries is a multifactorial disease that is influenced by host,
agents, environment and time factors. The condition of a host is influenced by the
host's genes, such as the Gen TFRC rs3178762 gene. The Gen TFRC rs3178762 instructs
the formation of a protein complex that binds to pathogens and works together with
the immune system to destroy pathogens in the oral environment. Research on the
Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients has been carried out in
various countries, but such research has never been conducted in Indonesia.
Therefore, this study was conducted to determine the relationship of the Gen TFRC
rs3178762 gene in caries patients in Indonesia. Objective: To determine the
relationship between the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism in caries patients
in Indonesia. Methods: Analysis of the Gen TFRC rs3178762 gene polymorphism
was carried out by the PCR-RFLP method with the MspI restriction enzyme.
Results: In this study, in the caries group there were six samples with GG genotype,
29 samples with GA genotype, and 15 samples with AA genotype. Whereas in the
control group, there were 43 samples with GG genotype, seven samples with GA
genotype, and no AA genotype. In the caries group found 42 G alleles and 59 A
alleles, and in the control group 93 G alleles and 7 A alleles were found.
Conclusion: There were significant differences in the distribution of the Gen TFRC
rs3178762 gene polymorphism between caries and control groups (p = 0.001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Andriani Wisaksono
"Latar Belakang: Kanker kepala dan leher merupakan penyakit yang disebabkan oleh proliferasi sel tidak terkontrol yang terpicu oleh faktor genetik dan lingkungan. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) merupakan gen untuk menginstruksikan pembuatan telomerase yang mencegah terjadinya pemendekan telomer. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi polimorfisme gen TERT pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Metode: 50 sampel kanker kepala dan leher sebagai kelompok kasus dan 50 sampel non-kanker kepala dan leher sebagai kelompok kontrol. TERT VNTR MNS16A dicampur dengan ddH2O, enzim polimerase dan template DNA, lalu dianalisis menggunakan teknik PCR-VNTR dilanjutkan dengan elektroforesis untuk dianalisis. Dilanjutkan dengan analisis statistik menggunakan uji Continuity Correction. Hasil: Genotip LL ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher. Genotip dan alel polimorfik ditemukan lebih tinggi pada kanker kepala dan leher (100% dan 88%) daripada nonkanker kepala dan leher (82% dan 47%). Uji Continuity Correction antara kanker kepala dan leher dan non-kanker kepala dan leher menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna (p-value=0.242). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara polimorfisme TERT VNTR MNS16A dan kanker kepala dan leher.

Background: Head and neck cancer is a disease caused by uncontrolled cell proliferation triggered by genetic and environmental factors. Telomerase Reverse Transcriptase (TERT) is a gene to instruct the manufacture of telomerase which prevents telomere shortening. Objective: This study aimed to analyze the distribution of the TERT gene polymorphisms in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Methods: 50 samples of head and neck cancer as the case group and 50 samples of non-head and neck cancer as the control group. TERT VNTR MNS16A was mixed with ddH2O, polymerase enzyme and DNA template, then analyzed using PCR-VNTR technique followed by electrophoresis for analysis. Followed by statistical analysis using the Continuity Correction test. Results: The LL genotype was found to be higher in head and neck cancer and non-head and neck cancer. Polymorphic genotypes and alleles were found to be higher in head and neck cancers (100% and 88%) than in non-head and neck cancers (82% and 47%). Continuity Correction test between head and neck cancer and non-head and neck cancer showed no significant difference (p-value=0.242). Conclusion: There is a relationship between the TERT VNTR MNS16A polymorphism and head and neck cancer."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Purnamasari
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil polimorfisme I/D gen ACE, konsentrasi ACE serum, tebal KIM Arteri Karotis serta hubungan antara ketiganya pada populasi anak kandung DM tipe 2 di Jakarta.
Metode yang digunakan adalah potong lintang, melibatkan 96 anak kandung subjek DM tipe 2 berusia 20-40 tahun. Dilakukan pengumpulan data berupa karakteristik subjek, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah (polimorfisme I/D gen ACE, aktivitas ACE, TTGO) dan pemeriksaan tebal KIM Arteri Karotis menggunakan ultrasonografi (USG) B-mode.
Analisis polimorfisme I/D gen ACE dilakukan pada 73 sampel. Pemeriksaan tebal KIM Arteri Karotis dilakukan pada 62 sampel. Proporsi alel D dan alel I secara berturutan adalah 28,8 % dan 71,2 %. Proporsi genotip DD, ID dan II secara berturutan adalah 9,6 %; 38,4 % dan 52 %. Konsentrasi ACE serum pada genotip DD lebih tinggi daripada genotip II (2,66±0,38 IU/L v 2,10±0,33 IU/L, p<0,01).
Konsentrasi ACE serum pada genotip ID lebih tinggi daripada genotip II (2,76±0,43 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01). Tidak ada perbedaan konsentrasi ACE serum yang bermakna antara genotip DD dan ID (p=0,528). Tidak ada perbedaan tebal KIM arteri karotis yang bermakna antara ketiga genotip gen ACE (p=0,984).
Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah polimorfisme I/D gen ACE berhubungan dengan konsentrasi ACE serum, namun tidak dengan tebal KIM arteri karotis pada populasi anak kandung subjek DM tipe 2 di Jakarta.

The aims of this research are to determine the ACE gene I/D polymorphism profile, serum ACE level, the carotid intima media thickness and the association of them among offspring of type 2 DM in Jakarta.
Cross sectional study was conducted among 96 offspring of type 2 DM whose aged 20-40 years. Data collection consists of characteristics of subjects, physical examination, laboratory examination (ACE gene I/D polymorphism, serum ACE level and oral glucose tolerance test) and ultrasonography examination to evaluate the carotid intima media thickness.
Analysis of ACE gene I/D polymorphism was done among 73 subjects. The carotid intima media thickness examination was done among 62 subjects. Proportion of D alel and I alel were 28,8 % and 71,2 % respectively. Proportion of DD, ID and II genotypes were 9,6 %; 38,4 % and 52 % respectively. Serum ACE level among DD genotype was higher than that of II genotype (2,66±0,38 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01).
Serum ACE level among ID genotype was higher than that of II genotype (2,76±0,43 IU/L vs 2,10±0,33 IU/L, p<0,01). There was no significant difference of serum ACE level between DD genotype and ID genotype (p=0,528). There was no difference of the carotid intima media thickness among the ACE gene genotypes (p=0,984).
This research concluded that there is association between ACE gene I/D polymorphism and serum ACE level but not with the carotid intima media thickness among offspring of type 2 DM in Jakarta
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah
"Pendahuluan: Artesunat amodiakuin (AS-AQ) merupakan artemisinin-based combination therapy (ACT) yang digunakan sebagai lini pertama di berbagai daerah endemik di Indonesia. Studi sebelumnya pada pasien malaria falsiparum tanpa komplikasi di Sumba Indonesia menunjukkan gagal terapi sebesar 11,1%. Diduga salah satu penyebab kegagalan terapi adalah polimorfisme gen sitokrom P450 2C8 (CYP2C8), CYP1A1 dan CYP1B1. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran polimorfisme pada gen pemetabolisme artesunat amodiakuin terhadap kegagalan terapi amodiakuin.
Metodologi: Analisis polimorfisme CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 dilakukan pada pasien malaria falsiparum yang mendapatkan AS-AQ di Sumba Indonesia (N=110). Single nucleotide polymorphisms (SNPs) dianalisis menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dilanjutkan dengan retriction-fragment length polymorphism (RFLP) dan sekuensing.
Hasil: Tidak ditemukan alel CYP2C8*2 dan alel CYP2C8*3 pada sampel penelitian (N=110). Frekuensi alel CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 berturut-turut sebanyak 5%, 23,6% dan 4,1%. Tidak ditemukan kemaknaan pada analisis haplotipe CYP1B1*2 (p=0,13, 95% CI: 0,11 – 1,34) dan CYP1B1*3 (p=0,34, 95% CI: 0,44 – 11,34). Hanya ditemukan tipe heterozigot pada alel CYP1A1*2 dan CYP1B1*3.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan antara alel CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 dan CYP1B1*3 dengan kegagalan terapi amodiakuin di Sumba, Indonesia.

Introduction: Artesunate amodiaquine (AS-AQ) is one of the ACT used in many endemic areas in Indonesia. Previous study in Sumba showed that there were 11,1% treatment failure with AS-AQ in uncomplicated malaria falciparum patients. Polymorphisms in cytochrome P450 2C8 (CYP2C8), CYP1A1 and CYP1B1 genes are thought to be the major factors in the treatment failure of amodiaquine. The aim of this study was to analyze the role of polymorphisms in the genes encoding amodiaquine metabolizing enzymes (CYP2C8, CYP1A1, CYP1B1) in the treatment failure of amodiaquine.
Methodology: Polymorphisms of CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 were studied in patients with malaria falciparum treated with AS-AQ in Sumba Indonesia (N=110). Single nucleotide polymorphisms (SNPs) were analyzed using polymerase chain reaction (PCR) continued with restriction-fragment length polymorphism (RFLP) and sequencing.
Results: There were no CYP2C8*2 and CYP2C8*3 alleles found in the samples (N=110). The frequency of CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 alleles were 5%, 23,6% and 4,1%, respectively. There were no significant difference in haplotype analysis of CYP1B1*2 (p value=0,13, 95% confidence interval=0,11 – 1,34) and CYP1B1*3 (p value=0,34, 95% confidence interval=0,44 – 11,34). Heterozygote types were found in CYP1A1*2 and CYP1B1*3 alleles.
Conclusions: There were no associations between CYP2C8*2, CYP2C8*3, CYP1A1*2, CYP1B1*2 and CYP1B1*3 alleles with treatment failure of amodiaquine in Sumba, Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>