Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154989 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunita Fristiyanwati
"Latar Belakang Perilaku duduk menetap telah menjadi suatu rutinitas yang berkontribusi sebagai penyebab gangguan kesehatan seperti keropos tulang. Namun, untuk beberapa orang seperti pekerja kantoran, hal ini sulit dihindari. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor risiko individu dan pekerjaan terhadap kepadatan mineral tulang (Bone Mineral Density/BMD) pada pekerja kantoran dengan pola kerja sedenter. Metode Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada populasi pekerja administratif di RS Olahraga Nasional dan Kemenpora RI pada bulan Januari-Maret 2023. Variabel terikat adalah kepadatan mineral tulang berupa skor T yang diukur menggunakan alat DEXA. Variabel bebas mencakup faktor individu seperti usia, jenis kelamin, riwayat osteoporosis pada keluarga, indeks massa tubuh (IMT), merokok, minum alkohol, asupan kalsium, asupan vitamin D, penyakit DM, aktivitas fisik di luar tempat kerja dan faktor pekerjaan yaitu lama duduk harian di tempat kerja. Hasil Subjek penelitian berjumlah 110 orang pekerja kantoran, 70,9% perempuan, median usia 37 tahun. Skor BMD rendah terdapat pada 29 subjek (26,4%) terdiri dari 3 subjek dengan osteoporosis dan 26 subjek dengan osteopenia. Analisis multivariat dengan regresi logistik mendapatkan faktor yang berhubungan secara independen dengan skor BMD rendah adalah penyakit DM (OR 10,7 dengan IK 95% 1,3-85,2), lama duduk di tempat kerja >6 jam/hari (OR 8,5 dengan IK 95% 2,8-25,5), IMT kurus (OR 7,5 dengan IK 95% 1,2-46,6), dan usia>50 tahun (OR 5,1 dengan IK 95% 1,6-15,9). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, asupan vitamin D, aktivitas fisik, dan merokok terhadap skor BMD yang rendah. Kesimpulan. Satu dari empat pekerja kantoran mengalami skor kepadatan mineral tulang yang rendah yang berhubungan dengan penyakit DM, lama duduk di tempat kerja, status gizi, dan usia. Diperlukan tata laksana okupasi berupa modifikasi posisi bekerja untuk mengurangi waktu duduk harian demi mencegah terjadinya gangguan kesehatan tulang di kemudian hari.

Background Prolonged sitting has become a routine that contributes to causing health problems, one of which is bone loss. However, for some people, such as office workers, this is difficult to avoid. The aim of this study was to determine the relationship between individual and occupational risk factors on bone mineral density (BMD) in sedentary office workers. Methods This research is a cross-sectional study conducted on a population of office workers at the National Sports Hospital and the Indonesian Ministry of Youth and Sport in January-March 2023. The dependent variable is bone mineral density in the form of a T-score as measured using Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA). Independent variables include individual factors such as age, gender, family history of osteoporosis, body mass index (BMI), smoking, alcohol consumption, calcium intake, vitamin D intake, history of DM, physical activity, and occupational factors, namely daily sitting time at work. Results The subjects totaled 110 office workers, 70.9% were female, the median age was 37 years old. Low BMD were found in 29 subjects (26.4%) consisting of 3 subjects with osteoporosis and 26 subjects with osteopenia. Multivariate analysis using logistic regresion found factors that were independently associated with a low BMD were history of diabetes mellitus (OR 10.7, 95% CI 1.3-85.2), duration of daily sitting at work > 6 hours (OR 8.5, 95% CI 2.8-25.5), underweight (OR 7.5, 95% CI 1.2-46.6), and age> 50 years old (OR 5.1, 95% CI 1,6-15,9). No significant relationship was found between gender, vitamin D intake, physical activity, and smoking on low BMD. Conclusions One in four office workers experience a low bone mineral density related to DM, prolonged sitting at work, nutritional status, and age. Occupational management is needed in the form of modifying work positions to reduce daily sitting time and to prevent bone loss in the future."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanie Goenawan
"Pendahuluan Gangguan kepadatan tulang saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Banyak faktor yang berdampak pada kepadatan tulang. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor risiko individu seperti gender, usia, indeks massa tubuh (IMT), merokok, kualitas tidur, diabetes, aktivitas fisik, gangguan mental emosional (stress), dan lama shift malam dengan kepadatan massa tulang yang tidak normal pada pekerja shift malam dan untuk mengetahui interaksi antar variabel mana yang paling bertanggung jawab pada pekerja dengan kejadian kepadatan tulang yang tidak normal.
Metode Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional secara analitik pada 80 orang pekerja RSON untuk melihat kepadatan tulang dengan bone mineral density pada pekerja shift malam dengan faktor-faktor yang berhubungan yaitu gender, usia, indeks massa tubuh, merokok, kualitas tidur, diabetes, aktivitas fisik, gangguan mental emosional (stress), dan lama shift malam. Penelitian ini dilakukan dari November 2022-April 2023. Variabel bebas yakni pekerja shift malam, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, merokok, gangguan mental emosional (stress), kualitas tidur, diabetes, dan aktivitas fisik. Skor Bone Mass Density (BMD) sebagai variable terikat. Dan keluaran yang dihasilkan adalah terdapat hubungan antara kepadatan tulang tidak normal dengan gender, usia, indeks massa tubuh, merokok, kualitas tidur, diabetes, aktivitas fisik, gangguan mental emosional (stress), dan lama shift malam.
Hasil Subjek penelitian didominasi oleh perempuan sebanyak 53 peserta (66,3%). Usia dibagi menjadi 2 dikarenakan median dari usia adalah 38 tahun. Didapatkan hasil pada usia pekerja,  pekerja sebagian besar berusia kurang dari 38 tahun sebanyak 42 pekerja (52,5%). Pada indeks massa tubuh didominasi dengan indeks massa tubuh gemuk sebanyak 52 pekerja (65%). Pekerja yang memiliki kebiasaan tidak merokok yakni 60 pekerja (75%). Diabetes pada pekerja didominasi oleh tidak memiliki diabetes sebanyak 70 pekerja (86,3%). Pada hasil pengisian dari kualitas tidur didapatkan hasil terbanyak pada kualitas tidur yang buruk sebanyak 47 pekerja (58,75%) dan gangguan mental emosional (stress) pada pekerja yang berasal dari pengisian kuesioner Self Reporting Questionnaire -20 (SRQ-20) didapatkan hasil yang tinggi pada tidak terdapat stress pada pekerja sebanyak 69 pekerja (86,25%). Pada hasil pengisian kuesioner International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk penilaian aktivitas fisik pada pekerja didapatkan hasil  dominan aktivitas fisik sedang 49 pekerja (61,3%). Lama kerja Shift malam yang dilakukan oleh seluruh pekerja yang mengikuti penelitian ini didapatkan didominasi oleh pekerja yang bekerja kurang dari 10 tahun sebanyak 43 pekerja (53,75%). Perihal kepadatan tulang pada pekerja didapatkan hasil pekerja yang memiliki kepadatan tulang yang normal sebanyak 60 pekerja (75%). Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui interaksi antar variabel dan untuk mengetahui variabel mana yang paling bertanggung jawab sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap  kepadatan tulang. Dari analisis multivairat menggunakan Metode Backwards Conditional didapatkan variable yang paling dominan terhadap terjadinya BMD tidak normal adalah IMT normal-kurus, usia >38 tahun, aktivitas fisik sedang, aktivitas fisik ringan, merokok, dan diabetes mellitus. Dengan nilai R square sebesar 0.367. Dilakukan kembali analisis multivariat metode enter dengan memasukkan variabel di atas dan ditambahkan dengan variabel shift malam, dan didapatkan hasil dengan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0.378. Kemungkinan Odds Ratio(OR) pekerja dari lama shift malam >20 tahun untuk BMD tidak normal sebesar 1.454x lipat lebih besar dibandingkan lama shift < 20 tahun, namun tidak bermakna. Variabel yang paling dominan berisiko terjadinya BMD tidak normal adalah diabetes dan merokok. Dimana risiko terjadinya BMD tidak normal pada pekerja shift malam dengan diabetes sebesar 8.624x lebih tinggi dibandingkan pada pekerja shift malam dengan tanpa diabetes. Pada pekerja shift malam yang merokok didapatkan risiko terjadinya BMD tidak normal sebesar 4.963x lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja shift malam yang tidak merokok. Risiko terjadinya BMD tidak normal pada pekerja shift malam dengan aktifitas fisik sedang turun 80% mengalami penurunan dibandingan dengan pekerja shift malam yang pekerja shift malam yang tidak beraktifitas fisik sedang.
Kesimpulan Pada Prevalensi kepadatan tulang di pada pekerja shift malam di tempat kerja dengan pembagian 60 pekerja normal (Normal ≥ -1 SD) (75%) dan 20 pekerja (25%) terdapat kepadatan tulang tidak normal (Osteopenia -1 SD s/d -2,5 SD, Osteoporosis ≤ -2,5 SD). Didapatkan hubungan antara usia >38 tahun, diabetes, dan aktivitas sedang-tinggi dengan kepadatan tulang tidak normal pada pekerja shift malam. Pada analisis multivariat, seluruh variabel bisa menjelaskan penurunan skor kepadatan tulang (BMD) sebesar 36.7%. Terdapat variabel bermakna antara aktivitas sedang, diabetes, dan  merokok.


Introduction Bone density disorders are currently a public health problem that is currently a public health problem. Many factors have an impact on bone density. The purpose of the study was to determine the relationship of individual risk factors such as gender, age, body mass index, smoking, sleep quality, diabetes, physical activity, mental emotional disorders (stress), and night shift length with abnormal bone mass density in night shift workers and to determine which interactions between variables are most responsible for workers with abnormal bone density. 
Methods This study was an analytic cross-sectional study in 80 RSON workers to see bone density with bone mineral density in night shift workers with associated factors namely gender, age, body mass index, smoking, sleep quality, diabetes, physical activity, mental emotional disorders (stress), and length of night shift. This study was conducted from November 2022-April 2023. The independent variables were night shift workers, age, gender, body mass index, smoking, mental emotional disorders (stress), sleep quality, diabetes, and physical activity. Bone Mass Density (BMD) score as the dependent variable. And the resulting outcome is that there is an association between abnormal bone density with gender, age, body mass index, smoking, sleep quality, diabetes, physical activity, mental emotional disorders (stress), and length of night shift.
Results The study subjects were dominated by women as many as 53 participants (66.3%). Age was divided into 2 because the median age was 38 years. The results obtained in the age of workers, most workers are less than 38 years old as many as 42 workers (52.5%). Body mass index is dominated by obese body mass index as many as 52 workers (65%). Workers who have a non-smoking habit are 60 workers (75%). Diabetes in workers is dominated by not having diabetes as many as 70 workers (86.3%). The results of the filling of the sleep quality obtained the most results in poor sleep quality as many as 47 workers (58.75%) and mental emotional disorders (stress) in workers derived from filling out the Self Reporting Questionnaire -20 (SRQ-20) questionnaire obtained high results in the absence of stress in workers as many as 69 workers (86.25%). In the results of filling out the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) questionnaire for assessing physical activity in workers, the dominant result of moderate physical activity was 49 workers (61.3%). The length of night shift work carried out by all workers who participated in this study was found to be dominated by workers who worked for less than 10 years as many as 43 workers (53.75%). Regarding bone density in workers, it was found that 60 workers (75%) had normal bone density. In multivariate analysis, all variables can explain the decrease in bone density by 36.7%. Multivariate analysis was conducted to determine the interaction between variables and to determine which variables are most responsible as risk factors that affect bone density. From the multivariate analysis using the Backwards Conditional Method, it was found that the most dominant variables for the occurrence of abnormal BMD were normal-thin BMI, age> 38 years, moderate physical activity, light physical activity, smoking, and diabetes mellitus. With an R square value of 0.367. Multivariate analysis of the enter method was re-conducted by entering the above variables and adding the night shift variable, and the results were obtained in table 7 with a Nagelkerke R Square value of 0.378. The Odds Ratio(OR) probability of workers from night shift duration >20 years for abnormal BMD is 1.454x greater than shift duration <20 years, but not significant. The most dominant variables at risk of abnormal BMD are diabetes and smoking. Where the risk of abnormal BMD in night shift workers with diabetes is 8.624x higher than in night shift workers with no diabetes. In night shift workers who smoke, the risk of abnormal BMD is 4.963x higher than that of night shift workers who do not smoke. The risk of abnormal BMD in night shift workers with moderate physical activity decreased by 80% compared to night shift workers who did not have moderate physical activity. Conclusion In the prevalence of bone density in night shift workers in the workplace with a division of 60 normal workers (Normal ≥ -1 SD) (75%) and 20 workers (25%) there is abnormal bone density (Osteopenia -1 SD to -2.5 SD, Osteoporosis ≤ -2.5 SD). There was an association between age >38 years, diabetes, and moderate - high activity with abnormal bone density in night shift workers. In multivariate analysis, all variables could explain the decrease in bone density (BMD) score by 36.7%. There were significant variables between moderate activity, diabetes, and smoking.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhany Nugraha Ramdhany
"Sistem urinari hewan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu sistem urinari bagian atas dan sistem urinari bagian bawah. Ginjal yang merupakan bagian dari sistem urinari memiliki 2 fungsi penting, yaitu filtrasi dan reabsorpsi. Dalam mendiagnosis penyakit yang diderita hewan pada sistem urinarinya terdapat beberapa kendala. Pada penelitian ini, dikembangkan model untuk mendiagnosis gangguan sistem urinari pada anjing dan kucing dengan menggunakan algoritma VFI 5 berdasarkan gejala klinis (terdapat 37 feature) dan pemeriksaan laboratorium (39 feature). Percobaan dilakukan baik pada feature gejala klinis dan juga pada feature pemeriksaan laboratorium. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa akurasi rata-rata sebesar 77,38% untuk percobaan dengan feature gejala klinis, dan 86,31% untuk percobaan dengan feature pemeriksaan laboratorium. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa dalam mendiagnosis penyakit dalam sistem urinari, pemeriksaan laboratorium masih sangat dibutuhkan dalam menentukan hasil diagnosis suatu penyakit."
[Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, IPB. Departemen Ilmu Komputer], 2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Sri Wiryaningsih
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Pada tahun 2004 telah dilakukan penelitian oleh peneliti terdahulu tentang dampak buruk dari debu kayu terhadap kesehatan dan telah dilakukan intervensi terhadap dampak tersebut. Dalarn penelitian ini dilakukan penelitian kros-seksional dengan anaiisis perbedaan proporsi serta populasi yang sama yang pen-nah dilakukan Lahun 2004 yaitu sebanyak 135 orang pekelja dengan rentang usia 18-60 ormg.
Data didapatkan dari wawancara, pemeriksaan fisik serta pengukuran fungsi paru pada Januari 2008, juga dilakukan pemeriksaan debu lingkzmgan kemja baik total rnaupun respirabel. Analisa bivaxiat digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan timbulnya asma kerja.
Hasil dan Kesimpulan: Dari Populasi penelitian, prcvalensi asma 21 orang (15.5%) yang terdiri dari asma kerja I3 orang (9.6%) dan 8 orang (5.9%) asma memburuk akibat kcrja. Setelah dilakukan analisa multivaxiat, dikctahui faktor risiko maupun yang berpenganih terhadap terjadinya asma kezja yaitu riwayat atopi (P = 0.170, OR suaian 3.044 dan CI 95% 0.622-14.91 I), riwayat asma (P = 0188, OR suaian 2.570 dan CI 95% 0.631-10.469), bila dibandingkan dengan hasil penelitian tahun 2004, terlihat adanya pcnurunan prevalensi asma. Dengan dcmikian dapat disimpulkan bahwa intervensi yang dianjurkan oleh peneliti terdahulu telah dilaksanakan dengan baik.

Scope and methodology: At 2004 had done the Activation by the formelybacurate, about bad effect of the Wood dust to healthy and had done intervention for that effect in this acuration done the cross sectional with proportionally acuration with the same population which done at 2004 namely as much as 135 person workers between I8 up to 60 years old.
The data gets from interview, Physical examinations, and lung function test during at January 2008,the circumference work had done checked too,measuring if dust at working environment had been conducted, either against total dust or respirable. Bivariate analysis was used to examine the association among all risk factors and work-related asthma.
Result and conclusion: From the actuation of population, prevalensi asthma 21 person(l5.5%). Were divided into occupational asthma 13 person (9.6%), and work aggravated asthma 8 person (5.9%).After conducting multivariate analyses- logistic regression,1isk factors which related to work-related asthma, were atopic historical (P = 0.i70, OR 3.044 and CI 95% 0.622-14.91 I), and asthma historical (P = 0.I88, OR 2.570 and CI 95% 0.631-l0.469). If compared with the acuration result at 2004, was view the asthma prevalence subtractions. Therefore, be concluding that intervention as formerly acuter protrude had done well.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29204
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dogma Handal
"Pendahuluan. Esofagektomi merupakan tata laksana pembedahan standar bagi pasien kanker esofagus resektabel. Namun, angka kesembuhan tindakan ini hanya berkisar antara 25 - 35% dan dihubungkan dengan seriusnya risiko komplikasi pascabedah. Pasien pascaesofagektomi diketahui mengalami penurunan kualitas hidup, tetapi belum ada penelitiannya di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas hidup pasien pascaesofagektomi pada populasi pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode. Penelitian ini merupakan kohort retrospektif dengan menggunakan instrumen yang dikeluarkan oleh European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC), yaitu modul khusus kanker esofagus EORTC-QLQ-OES18 dan core questionnaire C30. Populasinya adalah pasien pascaesofagektomi periode 2015—2021 di RSCM.
Hasil. Sebanyak 35 subjek dilakukan esofagektomi dan rekonstruksi pascaesofagektomi. Terdiri dari laki-laki 62,9% dan perempuan 37,1%. Rerata usia adalah 43,8 tahun (SB: 13,1). Median kualitas hidup (global health) dari semua subjek adalah 83,3 (IQR: 25,0). Item pertanyaan skala fungsional terhadap keseluruhan subjek yang memiliki skor paling rendah adalah cognitive functioning (CF). Sedangkan berdasarkan item pertanyaan skala gejala terhadap keseluruhan subjek yang memiliki skor paling tinggi, yaitu nausea and vomiting (NV), pain (PA), dysphagia (OESDYS), eating (OESEAT), choking (OESCH), dan coughing (OESCO).
Kesimpulan. Kualitas hidup pasien pascaesofagektomi di RSCM berdasarkan kuesioner EORTC-QLQ-C30 dan OES18 secara keseluruhan tergolong baik. Faktor prognostik yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup sebaiknya lebih diedukasi ke pasien dan dilakukan upaya persiapan sejak sebelum tindakan esofagektomi dikerjakan sehingga dapat memaksimalkan kualitas hidup pascaoperasi.

Introduction. Esophagectomy is the standard surgical treatment for resectable esophageal cancer patients. However, the success rate for this procedure was about 25—35% and was associated with a severe risk of postoperative complications. Patients after esophagectomy have decreased their quality of life (QOL), but no research has been done in Indonesia. This study was conducted to determine the quality of life after esophagectomy in Indonesia based on the patient population at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital (CMGH).
Method. A retrospective study was conducted using quality of life instruments issued by the European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC). It consists of the module for esophageal cancer EORTC-QLQ-OES18 and the core questionnaire C30. Subjects were patients after esophagectomy in 2015—2021 at CMGH.
Results. About 35 subjects underwent esophagectomy and followed by reconstruction, which comprised 62.9% male and 37.1% female. The mean age was 43.8 years (SD: 13.1 years). All subjects' median global health was 83.3 (IQR: 25.0). The overall functional scale question item with the lowest score was cognitive functioning (CF) 66.7 (IQR: 50.0). Meanwhile, based on the question items on the overall symptom scale, the worst scores were nausea and vomiting (NV) 16.7 (IQR: 50.0), pain (PA) 16.7 (IQR: 33.3), dysphagia (OESDYS) 33.3 (IQR: 33.3), eating (OESEAT) 34.5 (IQR: 23.9), choking (OESCH) 33.3 (IQR: 33.3), and coughing (OESCO) 33.3 (IQR: 33.3).
Conclusion. The overall QOL after esophagectomy at CMGH based on the EORTC-QLQ-C30 and OES18 questionnaires was good. Prognostic factors associated with decreased quality of life should be better educated to patients and prepared well before the esophagectomy procedure, thus maximizing quality of life after esophagectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzura Intan Wahyudi
"COVID-19 merupakan salah satu penyakit pernapasan yang ditularkan melalui udara dengan media droplet. WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi yang melanda seluruh dunia. Seluruh sektor kehidupan masyarakat mengalami perubahan akibat COVID-19 seperti sektor pendidikan, perekonomian, perkantoran dan sektor lainnya. Hingga saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan COVID-19, namun WHO dan pemerintah Indonesia sudah membuat pedoman perilaku yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan COVID-19 yaitu melalui 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Perilaku pencegahan diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat salah satunya sektor perkantoran. Sektor perkantoran merupakan salah satu salah satu klaster penularan COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan COVID-19 karyawan PT XYZ (Head Office) di Jakarta tahun 2021. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dan dilakukan analisis univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Data yang digunakan adalah data primer yang diisi oleh 221 responden dengan metode pengisian kuesioner secara luring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku pencegahan COVID-19 yang baik. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan COVID-19 pada karyawan PT XYZ antara lain pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, self-efficacy, dan isyarat untuk bertindak. Perilaku pencegahan COVID-19 harus terus ditingkatkan khususnya bagi karyawan PT XYZ untuk menghindari penularan dan terbentuknya klaster penularan COVID-19. Edukasi baik secara langsung maupun tidak langsung sangat penting untuk dilakukan di lingkungan kerja. Memaksimalkan fasilitas penunjang seperti penambahan tempat cuci tangan, penyediaan hand sanitizer, penyediaan masker, dan kegiatan sterilisasi ruang kerja juga dapat dilakukan untuk menurunkan risiko penularan COVID-19.

COVID-19 is one of the respiratory diseases transmitted by air with droplets. WHO has designated COVID-19 as a worldwide pandemic. All sectors of people's lives are experiencing changes due to COVID-19, such as the education sector, economy, offices, and other sectors. Until now, there is no cure for COVID-19, but WHO and the Indonesian government have made guidelines to prevent the transmission of COVID-19 through 3M (using masks, washing hands, and social distancing). Preventive behavior is applied by all levels of society, one of which is the office sector. The office sector is one of the clusters of COVID-19 transmission. This research aims to determine the factors related to the preventive behavior of COVID-19 employees of PT XYZ (Head Office)in Jakarta in 2021. This research used the quantitative method with cross-sectional study design, and univariate and bivariate analysis uses the chi-square test. The data used was primary data filled out by 221 respondents to fill out questionnaires offline. The results showed that most of the respondents had good COVID-19 prevention behavior. Factors related to COVID-19 preventive behavior in PT XYZemployees include knowledge, perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefit, self-efficacy, and cues to action. COVID-19 prevention behavior must continue to be improved, especially for PT XYZ employees, to avoid transmission and the formation of COVID-19 transmission clusters. Education, either directly or indirectly, is essential to do in the work environment. Maximizing supporting facilities such as the addition of handwashing facilities, the provision of hand sanitizer and masks, and sterilization activities of the workspace can also be conducted to reduce the risk of COVID-19 transmission."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
McRae, Ronald
""Clinical Orthopaedic Examination is firmly established as a standard guide to the subject. Although the basic techniques of a good clinical examination are best learned by performance under supervision, the lack of opportunities to experience an adequate range of suitable clinical cases makes this difficult to achieve in practice. As a result many students and trainees have only a sketchy knowledge of the techniques of examination which are fundamental to diagnosis and treatment. This book will be invaluable in helping fill some of these inevitable gaps until sound practice based on experience is achieved. The author's illustrations, arranged in a linear sequence, follow the traditional lines of inspection, palpation and the examination of movements and pertinent anatomical structures. The essential role of radiographic examination in the investigation of most orthopaedic cases is fully illutrated and integrated with the unique line drawings. For this Sixth Edition the text has been updated to include a number of new tests and methods of assessing overall limb function."--Publisher's description."
Edinburgh: Churchill Livingstone/​Elsevier, 2015
616.7 MCR c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Alleluia Victoria Aljonak
"Komputer merupakan alat kerja yang sudah tidak asing lagi bagi pekerja kantor. Aktivitas ini dapat meningkatkan risiko terjadinya ketidaknyamanan pada tubuh, hingga dapat menyebabkan keluhan nyeri muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu (postur, usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh) dan lingkungan kerja (suhu, pencahayaan, dan stasiun kerja) terhadap keluhan gangguan otot rangka akibat kerja (GOTRAK) di PT. X. Penelitian ini juga menilai ergonomi stasiun kerja pada PT. X berdasarkan PERMENKES no. 48 tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran. Desain penelitian ini adalah potong lintang kepada 42 pekerja dan observasi langsung. Hasil yang didapatkan adalah 61,9% pekerja mengalami nyeri pada tubuh selama 1 bulan terakhir. Berdasarkan pengisian Nordic Body Map, keluhan terbanyak berada pada titik 5 (punggung) sebanyak 57,7%, titik 7 (pinggang) sebanyak 53,8%, dan titik 0 (leher atas) sebanyak 46,2%. Pada hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwa pada faktor individu, hanya faktor indeks massa tubuh yang memiliki korelasi (rho = 0,330 = berpengaruh positif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,033) terhadap keluhan nyeri. Sedangkan pada faktor lingkungan kerja, hanya faktor pencahayaan yang memiliki korelasi (rho = -0,323 = berpengaruh negatif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,037) terhadap keluhan nyeri. Stasiun kerja pada PT. X membutuhkan beberapa perbaikan karena dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya keluhan GOTRAK pada pekerja.

Computers are work tools that are familiar to office workers. This activity can increase the risk of discomfort to body and become musculoskeletal pain. This study aims to analyse the relationship of individual factors (posture, age, sex, and body mass index) and work environment (temperature and lighting) on occurrence of work-related musculoskeletal disorders at PT. X. This paper is also assessing the ergonomics of work station at PT. X based on PERMENKES no. 48 of 2016 concerning Office K3 Standards. The design of this study was cross-sectional with 42 workers and direct observation. 61.9% of workers experienced pain in the body during the last 1 month. The results of Nordic Body Map questionnaire show the most pain occurrence are at point 5 (back) as much as 57,7%, point 7 (waist) as much as 53,8%, and point 0 (upper neck) as much as 46,2%. Through quantitative analysis, it is known that on the individual factors, only the body mass index factor has a correlation (rho = 0,330 = moderate positive correlation) and significant (p-value = 0,033) on pain occurrence. Meanwhile, on the work environment factor, only the lighting factor has correlation (rho = -0.323 = moderate negative correlation) and significant (p-value = 0.037) on pain occurrence. Work station at PT. X needs some improvements because an unergonomic work station can be one of the contributors of work-related musculoskeletal disorders occurrence complaints among workers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakrul Ardiansyah
"ABSTRAK
Henti jantung sering terjadi di instalasi gawat darurat dan Return of spontaneus circulation ROSC masih rendah. ROSC dipengaruhi oleh kualitas kompresi RJP yang dilakukan perawat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kualitas kompresi RJP. Penelitian ini menggunakan metode Crossectional yang melibatkan 72 responden dengan teknik Stratified Sampling di ruang IGD, Kamar Bedah, ICU, HCU, HCU paru, dan CVCU. Variabel independen usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kelelahan, frekuensi pelatihan, pengetahuan, dan kesadaran diri dianalisis hubungannya variabel dependent variabel dependent kualitas kompresi pada RJP. Hasil analisis uji chi-square dan uji regresi logistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kelelahan, frekuensi pelatihan, pengetahuan, kesadaran diri dengan kualitas kompresi pada resusitasi jantung paru p

ABSTRACT
Cardiac arrest often occurs in emergency unit and Return of spontaneus circulation ROSC is still low. ROSC is influenced by the quality of CPR compression performed by nurses. This study aimed to identify factors related to CPR compression quality. This research used crossectional method involving 72 respondents with Stratified Sampling technique in Emergency Unit, Surgical Unit, Intensive Care Unit, High Care Unit, and Cardio Vasculare Care Unit. Independent variables including age, sex, body mass index, fatigue, training frequencies, knowledge, and self awareness are analyzed the dependent variable of CPR compression quality. The result of chi square test and logistic regression test show the significant correlation between age, sex, body mass index BMI , fatigue, training frequencies, knowledge, self awareness with CPR compression quality p "
2018
T50244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliezer Sutopo
"Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sindrom Metabolik pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Cimanuk dan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten Tahun 2017 Analisis Lanjut Deteksi Dini Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2017 rdquo; Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga, Perilaku merokok, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, stress, dan Indeks Massa Tubuh dengan sindrom metabolik pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cimanuk dan Saketi, Kabupaten pandeglang, Banten tahun 2017. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan desain Cross sectional. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret-Juni 2017 dengan menggunakan data dari deteksi dini Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kementerian Kesehatan RI tahun 2017 dengan sampel sebanyak 359 sampel. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 38,2 masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cimanuk dan Saketi, Kabupaten Pandenglang, Banten mengalami sindrom metabolik. Uji chi-square menunjukkan adanya hubungan signifikan secara statistik antara umur p value=0,001 , pendidikan p value=0,023 , pekerjaan p value=0,041 , dan Indeks Massa Tubuh p value=0,001 terhadap sindrom metabolik. Sedangkan melalui uji multivariat didapatkan variabel yang paling berpengaruh adalah indeks massa tubuh POR=0,334 . Melalui penelitian ini dapat memberikan informasi terutama masyarakat di Kecamatan Cimanuk dan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten agar dapat menjaga kesehatan melalui pola hidup sehat, serta ikut serta dalam kegiatan Posbindu maupun Penyuluhan yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan terkait.

Factors Associated with Metabolic Syndrome in Communities of Cimanuk and Saketi Health Center Working Area, Pandeglang Regency, Banten 2017 Advanced Analysis of Early Detection of Heart Disease and Blood Vessels Ministry of Health of the Republic of Indonesia 2017 This thesis aims to know the related factors age, sex, education, occupation, history of non communicable diseases in the family, smoking behavior, consumption of fruits and vegetables, physical activity, stress, and body mass index with metabolic syndrome in the community in the working area of puskesmas cimanuk and saketi, pandeglang district, banten in 2017. This study is analytical descriptive using cross sectional design. The study was conducted from March to June 2017 using data from the early detection of the program of prevention and control of heart and vein disease the Ministry of Health Republic of Indonesia in 2017 with a sample of 359 samples. The results showed that 38.2 of people in the working area of cimanuk and saketi health center, pandenglang district, banten had metabolic syndrome. Chi square test showed a statistically significant correlation between age p value 0.001 , education p value 0.023 , occupation p value 0.041 , and body mass index p value 0.001 against metabolic syndrome. While through multivariate test, the most influential variable is body mass index POR 0,334 . Through this research can provide information, especially the community in district cimanuk and saketi, pandeglang regency, banten in order to maintain health through healthy lifestyles, and participate in activities Posbindu and counseling conducted by health related providers. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S68644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>