Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surya Ulhaq
"Latar belakang: Pemanfaatan modalitas diagnostik terbaru dalam diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan kolangitis akut telah berkontribusi pada penurunan mortalitas yang signifikan. Salah satu modalitas diagnosis kolangitis akut yang dewasa ini banyak digunakan secara luas adalah menggunakan kriteria diagnosis Tokyo. Walaupun demikian, kriteria TG18 masih memiliki spesifisitas yang relatif kurang, sehingga menyebabkan masih cukup tingginya temuan diagnosis positif palsu. Oleh karena itu, diperlukan penanda inflamasi yang lebih spesifik terhadap infeksi, misalnya procalcitonin (PCT), yang diharapkan dapat meningkatkan spesifisitas diagnosis kriteria TG18. Tujuan penelitian ini adalah menentukan akurasi diagnostik dan nilai tambah pemeriksaan kadar prokalsitonin dalam diagnosis kolangitis akut. Metode: Penelitian observasional prospektif dengan desain potong lintang ini dilakukan di Unit Gawat Darurat, rawat jalan, dan Pusat Endoskopi Saluran Cerna (PESC) RSUPN Cipto Mangunkusumo pada bulan April sampai Desember 2022. Penelitian ini melibatkan 84 pasien ikterus obstruktif yang direncanakan untuk tindakan drainase bilier di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kriteria yang digunakan adalah kriteria TG18. Pemeriksaan baku emas dikatakan positif apabila ditemukan salah satu bukti dari pemeriksaan baku emas, yaitu drainase bilier purulen secara makroskopik pada drainase yang pertama dan kultur bilier positif. Hasil: Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan rasio kemungkinan positif dari kriteria diagnostik Tokyo 2018 dalam diagnosis kolangitis akut berturut-turut sebesar 97,10%; 0,0%; 81,71%; 0,0%; dan 0,97.Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif dari kriteria diagnostik prokalsitonin dalam diagnosis kolangitis akut berturut-turut sebesar 69,6%; 80,0%; 94,12%; 36,36%; 3,48; dan 0,38. Sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif dan rasio kemungkinan positif, dan rasio kemungkinan negatif dari kombinasi prokalsitonin dan kriteria TG18 dalam diagnosis kolangitis akut berturut-turut sebesar 69,6%; 80,0%; 94,12%; 36,36%; 3,48; dan 0,38 Kesimpulan: Kriteria TG18 dengan parameter prokalsitonin tidak terbukti dapat meningkatkan nilai diagnostik dari parameter prokalsitonin secara tunggal dalam mendeteksi kolangitis akut.

Background: Utilization of the latest diagnostic modalities in the diagnosis and management of patients with acute cholangitis has contributed to a significant reduction in mortality. One of the modalities for the diagnosis of acute cholangitis which is widely used today is the Tokyo diagnostic criteria. Even so, the TG18 criteria still have relatively low specificity, resulting in a relatively high number of false positive diagnosis findings. Therefore, a marker of inflammation that is more specific to infection is needed, for example procalcitonin (PCT), which is expected to increase the specificity of the diagnosis of the TG18 criteria. The purpose of this study was to determine the diagnostic accuracy and added value of testing procalcitonin levels in the diagnosis of acute cholangitis. Methods: This prospective observational study with a cross-sectional design was conducted at the Emergency Unit, outpatient care, and PESC of Cipto Mangunkusumo General Hospital from April to December 2022. This study involved 84 patients with obstructive jaundice who were planned for biliary drainage at Cipto Mangunkusumo General Hospital. The criteria used are the TG18 criteria. The gold standard examination is proven positive if one of the following criteria was noted: namely macroscopic purulent biliary drainage in the first drainage and positive biliary culture.
Results: Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, and positive likelihood ratio of TG18 criteria in detecting acute cholangitis were 97,10%; 0,0%; 81,71%; 0,0%; and 0,97, respectively. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, and negative likelihood ratio of procalcitonin in detecting acute cholangitis were 69,6%; 80,0%; 94,12%; 36,36%; 3,48; and 0,38, respectively. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, and negative likelihood ratio of combined procalcitonin and TG18 criteria in the diagnosis of acute cholangitis were 69,6%; 80,0%; 94,12%; 36,36%; 3,48; and 0,38, respectively. Conclusion: TG18 criteria combined with procalcitonin was not found to be superior to procalcitonin only in the diagnosis of acute cholangitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vesri Yoga
"Latar Belakang: Kolangitis akut merupakan penyakit dengan tingkat mortalitas tinggi sehingga diperlukan diagnosis dan tatalaksana segera. Tokyo Guidelines 2018 (TG18) sebagai modalitas diagnostik perlu dinilai sensitivitasnya. Serta prediktor mortalitas kolangitis akut di Indonesia masih belum pernah diteliti. 
Tujuan: Menilai performa diagnostik TG18 dan prediktor mortalitas pasien kolangitis akut dewasa di Indonesia.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan rekam medis pasien kolangitis RSCM dari tahun 2019-2022. Perbandingan dengan baku emas ERCP dilakukan untuk TG18. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk menilai prediktor mortalitas. 
Hasil: Subjek penelitian 163 orang dengan 51,5% laki-laki dengan rerata usia 51,0 ±12,81 tahun. Tingkat mortalitas selama di rumah sakit mencapai 11,6%. Sensitivitas TG18 dengan ERCP adalah 84,05% (95%CI 77,51-89,31%). Prediktor mortalitas yang bermakna pada analisis univariat adalah TG18 derajat III (RR 13,846 (3,311-57,897), p<0,001), riwayat keganasan (RR 4,400 (1,525-12,687), p=0,006), pemilihan antibiotik tidak sesuai pedoman (RR 3,275 (1,366-7,851), p=0,008) dan kadar prokalsitonin ≥ 2.0 ng/mL (RR 2,440 (1,056-5,638), p=0,037). Pada analisis multivariat prediktor yang bermakna adalah TG18 derajat III (RR 10,670 (2,502-45,565), p=0,001), penggunaan antibiotik tidak sesuai pedoman (RR 2,923 (1,342-6,367), p=0,007), dan kadar prokalsitonin ≥2.0 ng/mL (RR 2,371 (1,183-4,753), p=0,015). 
Simpulan: Sensitivitas TG18 cukup tinggi sehingga bisa digunakan untuk membantu diagnosis kolangitis akut. Prediktor mortalitas kolangitis akut mencakup derajat III berdasarkan TG18, pengguaan antibiotik tidak sesuai pedoman, dan kadar prokalstionin ≥2.0 ng/mL.

Background: Acute cholangitis is a disease with a high mortality rate that requires prompt diagnosis and treatment. Tokyo Guidelines 2018 (TG18) as a diagnostic modality need to be assessed for sensitivity. Predictors of acute cholangitis mortality in Indonesia are still unknown. Objective Assessing the diagnostic performance of TG18 and predictors of mortality in adult acute cholangitis patients in Indonesia.
Methods A retrospective cohort study was conducted using the medical records of RSCM cholangitis patients from 2019-2022. Comparisons with the ERCP gold standard were made for TG18. Bivariate and multivariate analyzes were performed to assess predictors of mortality.
Results The research subjects were 163 people with 51.5% male with a mean age of 51.0 ± 12.81 years. The mortality rate during hospitalization reached 11.6%. The sensitivity of TG18 with ERCP as the gold standard were 84.05% (95%CI 77.51-89.31%). Significant predictors of mortality in Univariate analysis was TG18 grade III (RR 13,846 (3,311-57,897), p<0,001), history of malignancy (RR 4,400 (1,525-12,687), p=0,006), the use of antibiotics did not comply with the guidelines (RR 3,275 (1,366-7,851), p=0,008) and procalcitonin level ≥ 2.0 ng/mL (RR 2,440 (1,056-5,638), p=0,037) In multivariate analysis the significant predictors were TG18 degree III (RR 10,670 (2,502-45,565), p=0,001), the use of antibiotics did not comply with the guidelines (RR 2,923 (1,342-6,367), p=0,007) and procalcitonin level ≥ 2.0 ng/mL (RR 2,371 (1,183-4,753), p=0,015).
Conclusions: The sensitivity of TG18 is high enough that it can be used to help diagnose acute cholangitis. Predictors of acute cholangitis mortality included grade III based on TG18, inappropriate use of antibiotics and procalcionine level  ≥ 2.0 ng/mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Sinto
"Latar Belakang: Hingga saat ini masih terjadi kerancuan penegakkan diagnosis sepsis pada praktik klinik sehari-hari. Belum diketahui performa seluruh kriteria diagnosis sepsis yang telah ada dan performa modifikasi kriteria diagnosis sepsis berdasarkan kenaikan sistem skor modified Sequential Organ Failure Assessment (MSOFA) sebagai pengganti sistem skor SOFA yang membutuhkan pemeriksaan laboratorium lengkap dalam memprediksi luaran pasien infeksi khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Belum diketahui pula peran penambahan laktat vena pada performa kriteria diagnosis sepsis. Penelitian ini bertujuan menilai performa dan mengembangkan kriteria diagnosis sepsis dalam memprediksi luaran pasien infeksi dewasa di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data rekam medik dan registri pasien infeksi Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM pasien berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun yang mendapat perawatan di Unit Gawat Darurat (UGD) RSCM selama tahun 2017. Data yang dikumpulkan meliputi catatan karakteristik sampel, data pemeriksaan klinis dan laboratorium variabel bebas, luaran yang terjadi berupa mortalitas dalam perawatan rumah sakit selama 28 hari pengamatan.
Hasil Subyek penelitian terdiri atas 1213 pasien. Sebagian besar (52,5%) merupakan pasien laki-laki, dengan median (rentang interkuartil) usia 51 tahun (38;60). Mortalitas terjadi pada 421 (34,7%) pasien. Performa kriteria diagnosis sepsis terbaik untuk memprediksi mortalitas dalam perawatan ditunjukkan oleh sepsis-3 (area under receiver operating characteristic curve [AUROC] 0,75; interval kepercayaan [IK]95% 0,72-0,78), sementara performa terburuk ditunjukkan oleh kriteria systemic inflammatory response syndrome (SIRS) (AUROC 0,56; IK95% 0,52-0,60). Performa kriteria kadar laktat vena baik (AUROC 0,76; IK95% 0,73-0,79) dalam memprediksi mortalitas dalam perawatan pasien infeksi dewasa di RSCM. Penambahan kriteria kadar laktat vena dapat meningkatkan performa kriteria diagnosis sepsis-3 (AUROC 0,80; IK95% 0,77-0,82) secara bermakna dalam memprediksi mortalitas dalam perawatan pasien infeksi dewasa di RSCM (p <0,0001).
Simpulan: Performa kriteria diagnosis sepsis terbaik dalam memprediksi mortalitas dalam perawatan pasien infeksi dewasa di RSCM ditunjukkan oleh kriteria sepsis-3. Performa kriteria kadar laktat vena baik dalam memprediksi mortalitas dalam perawatan pasien infeksi dewasa di RSCM. Penambahan kriteria kadar laktat vena dapat meningkatkan performa kriteria diagnosis sepsis-3 dalam memprediksi mortalitas dalam perawatan pasien infeksi dewasa di RSCM.

Introduction: There is uncertainty on the use of sepsis diagnostic criteria in daily clinical practice. The performance of all established sepsis diagnosis criteria and modified criteria using increase modified Sequential Organ Failure Assessment (MSOFA) score as a substitute for SOFA score system which need a complete laboratory test in prediciting in-hospital mortality in developing country, including Indonesia, is unknown. The added value of venous lactate concentration on sepsis diagnostic criteria is unknown as well. This study aim to assess the performance and improve sepsis diagnostic criteria in predicting infected adult patients mortality in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: The retrospective cohort using medical record and infected adult patients (aged 18 years and older) registry of Division of Tropical and Infectious Diseases Internal Medicine Departement Cipto Mangunkusumo Hospital who were hospitalized in Emergency Room on 2017 was done. Sample's characteristics, clinical and laboratory data of independent variables, outcome i.e. 28 days in-hospital mortality were collected.
Results: Subjects consist of 1213 patients, predominantly male (52.5%), with median (interquartile range) age of 51 (38;60) years old. Mortality developed in 421 (34.7%) patients. The best performance of sepsis diagnostic criteria in predicting mortality was shown by sepsis-3 criteria (area under receiver operating characteristic curve [AUROC] 0.75; 95% confidence interval [CI] 0.72-0.78). The worst performance of sepsis diagnostic criteria in predicting mortality was shown by systemic inflammatory response syndrome (SIRS) criteria (AUROC 0.56; 95CI% 0.52-0.60). Performance of lactate in predicting mortality was good (AUROC 0.76; 95CI% 0,73-0,79). The addition of lactate criteria significantly improved sepsis-3 criteria performance (AUROC 0.80; 95CI% 0.77-0.82, p <0,0001).
Conclusions: The best performance of sepsis diagnostic criteria in predicting infected adult patients mortality in Cipto Mangunkusumo Hospital is shown by sepsis-3 criteria. Performance of lactate in predicting mortality is good. The addition of lactate criteria significantly improved sepsis-3 criteria performance."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Kadek Puspitasari Ayu
"Kolangitis akut merupakan suatu penyakit pada hepatobilier yang serius dan kompleks akibat adanya obstruksi bilier dan pertumbuhan bakteri dalam empedu. Nyeri sebagai salah satu klinis pada pasien kolangitis akut menjadi fokus utama dalam asuhan keperawatan. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan dan rekomendasi intervensi pada pasien kolangitis akut. Desain penelitian menggunakan analisis literatur. Hasil analisis rekomendasi intervensi menunjukkan manajemen nyeri dengan teknik non farmakologi menggunakan terapi meditasi mindfulness efektif dilakukan pada pasien nyeri dengan skala 3 hingga skala 6 dan dapat dilakukan selama 20 menit. Kesimpulan bahwa terapi meditasi mindfulness dapat mengurangi tingkat nyeri pasien. Karya ilmiah ini merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk menganalisis penerapan terapi meditasi mindfulness pada pasien dengan masalah nyeri akut.

Acute cholangitis is a serious and complex hepatobiliary disease due to biliary obstruction and bacterial growth in the bile. Pain as a clinical one in acute cholangitis patients is the main focus in nursing care. This scientific paper aims to analyze nursing care and recommendations for interventions in patients with acute cholangitis. The research design used literature analysis. The results of the analysis of intervention recommendations show that pain management with non-pharmacological techniques using mindfulness meditation therapy is effective in pain patients on a scale of 3 to 6 and can be performed for 20 minutes. The conclusion is that mindfulness meditation therapy can reduce the patients pain level. This scientific paper recommends further research to analyze the application of mindfulness meditation therapy in patients with acute pain problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zarnuzi
"Keterlambatan diagnosis dapat memperparah penyakit, meningkatkan risiko kematian dan kemungkinan penularan tuberkulosis di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah proporsi dan lama waktu keterlambatan diagnosis dan faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis TB paru di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang berobat di rumah sakit dan puskesmas dalam Kabupaten Tebo tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 366 responden. Anaisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil penelitian proporsi keterlambatan diagnosis (>28 hari) sebesar 63,93%. Faktor predisposisi (umur ≥ 45 tahun), faktor pendukung (jenis UPK Non-DOTS dikunjungi pertama kali, stigma tinggi dan jarak tempuh ke UPK ≥ 30 menit) dan faktor kebutuhan (persepsi penyakit tidak serius) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis. Perlu dilakukan peningkatan kualitas program pengendalian tuberkulosis, penyuluhan tuberkulosis agar masyarakat mempunyai persepsi yang benar terhadap tuberkulosis dan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis, meningkatkan akses ke unit pelayanan kesehatan DOTS serta penemuan secara aktif untuk mengurangi keterlambtan diagnosis.

Delay in diagnosis can lead to increased severity of the disease, increased the risk of death and the possibility of transmission of tuberculosis in the community. The objective of this study was to determine proportion and the length of delay in diagnosis and factors associated with the delay in diagnosis among pulmonary tuberculosis patient in Tebo Distric. This study design using cross sectional conducted in patients with tuberculosis who was treated at hospitals and health centers at Tebo District in 2018. The sample in this study amounted to 366 respondents. Multivariat analysis using a multivariate cox regression. The results showed that the proportion of diagnosis delay (> 28 days) was 63.93 %. Predisposing factors (age ≥ 45 years), enabling factors (first consulting Non-DOTS health care unit, high stigma and distance to the health care unit DOTS ≥ 30 minutes) and need factors (perception of the disease is not serious) are risk factors associated with the diagnostic delay. Necessary improving the quality of tuberculosis control programs, counseling tuberculosis so that people have the correct perception against tuberculosis and to reduce the negative stigma against tuberculosis, improving access to health care units DOTS and active case finding are vital to reduce diagnostic delay."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahreza Aditya Neldy
"Nilai titik potong lingkar lengan atas (LiLA) untuk diagnosis gizi buruk berdasarkan WHO adalah 11,5 cm. Nilai titik potong ini dinilai kurang sensitif dalam menjaring kasus gizi buruk pada balita. Berbagai nilai titik potong LiLA baru diusulkan dengan nilai diagnostik yang lebih baik namun memiliki interval yang lebar, 12 cm-14,1 cm. Saat penelitian ini dilakukan belum ada data mengenai evaluasi nilai titik potong LiLA 11,5 cm dalam diagnosis gizi buruk pada balita di Indonesia. Diperlukan penelitian untuk mengevaluasi nilai diagnostik LiLA dalam diagnosis gizi buruk dan mencari titik potong yang paling optimal pada balita Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik LiLA dibandingkan dengan indeks BB/TB dalam diagnosis gizi buruk pada balita, mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif nilai titik potong LiLA < 11,5 cm dalam diagnosis gizi buruk dan mencari rekomendasi nilai titik potong LiLA yang memiliki nilai diagnostik yang lebih baik untuk skrining balita dengan gizi buruk. Pengambilan subyek penelitian pada studi diagnostik ini dilakukan secara konsekutif pada bulan Januari-Februari 2020 di RSCM dan Puskesmas Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian ini melibatkan 421 subyek. Data dasar, jenis kelamin, usia didapatkan melalui wawancara singkat. Pengukuran antropometri berupa berat badan, tinggi badan/panjang badan dan lingkar lengan atas dilakukan oleh peneliti/asisten peneliti yang memiliki realibilitas pengukuran yang baik. LiLA memiliki nilai diagnostik yang tinggi ditandai dengan AUC 0,939 (CI95% 0,903-0,974). Nilai diagnostik LiLA dengan titik potong 11,5 cm memiliki sensitivitas yang rendah. Nilai diagnostik LiLA dengan nilai titik potong 11,5 cm: Se 21% Sp 99,7% NDP 80%, NDN 96%, IY 0,2. Nilai titik potong LiLA 13,3 cm memberikan hasil terbaik dalam identifikasi gizi buruk dengan Se 89%, Sp 87%, NDP 25%, NDN 99% dan IY 0,76. Nilai titik potong LiLA 11,5 cm untuk kasus gizi buruk memiliki sensitivitas yang rendah dan sebaiknya tidak digunakan dalam upaya skrining kasus gizi buruk di masyarakat. Nilai titik potong LiLA 13,3 cm memberikan nilai diagnostik yang lebih baik dalam upaya skrining gizi buruk pada balita usia 6-59 bulan.

World Health Organization recommends 11,5 cm as cut off value of mid-upper arm circumference (MUAC) to diagnose severe acute malnutrition (SAM) in under-five. Many studies indicate that the recommended cut off value is not sensitive to screen severe acute malnutrition cases. Various new cut off values have been proposed with very wide interval, 12-14.1 cm. When this study started there was no available data regarding diagnostic value of MUAC in diagnosing severe acute malnutrition in under-five in Indonesia. Aims of this study are to evaluate diagnostic value of MUAC in diagnosing SAM compare to WHZ index, to evaluate sensitivity, specificity, positive prediction value, negative prediction value of MUAC with 11,5 cm as standard cut off in diagnosing SAM and to find alternative cut off value that may offer better diagnostic performance. This diagnostic study recruits subjects consecutively in January-February 2020 in Cipto Mangunkusumo hospital and Puskesmas Cengkareng. We collected 421 subjects. Demographic data was obtained by using brief conversation. Physical examination and anthropometric measurement were performed by researcher and research assistant that had been trained, evaluated and proven to have excellence reliability. In general, MUAC has excellent diagnostic value to assess SAM in under-five with AUC 0,939 (CI95% 0,903-0,974). The recommended cut off value has low sensitivity. Proportion SAM using WHZ index and MUAC < 11,5 cm are 4,5% and 1,2%. Diagnostic values MUAC using cut off 11,5 cm are Se 21%, Sp 99,7%, PPV 80%, NPV 96% and YI 0,2. By using 13.3 cm as new cut off value, MUAC will have Se 89%, Sp 87%, PPV 25%, NPV 99% and YI 0,76. We conclude that MUAC using 11,5 cm has low sensitivity to detect SAM cases in population, therefore should not be implemented in the community for screening SAM cases. The new cut of value 13,3 cm has better diagnostic value to screen SAM cases in under-fives."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Vonky Rebecca
"Identifikasi IL-6, PCT, dan CRP dalam mendiagnosis awal bakteremia pada pasien leukemia akut dengan demam neutropenia banyak dilakukan. Tujuan studi ini mengetahui performa diagnostik delta IL-6, delta PCT, dan delta CRP sebagai penanda awal kejadian bakteremia pada pasien leukemia akut dewasa dengan neutropenia berat selama menjalani kemoterapi standar (agresif). Desain studi ini potong lintang dengan mengambil semua pasien leukemia akut dewasa yang mengalami neutropenia berat selama menjalani kemoterapi agresif di RS Cipto Mangunkusumo dan RS Kanker Dharmais sejak 9 Agt – 9 Nov 2023. Sampel darah IL-6, PCT dan CRP diambil sebelum mulai kemoterapi dan dalam 24 jam saat mulai mengalami neutropenia berat serta kultur darah aerob volume 40cc dalam 24 jam sejak neutropenia berat. Performa diagnostik delta IL-6, delta PCT, dan delta CRP lemah dan tidak berbeda bermakna sebagai penanda bakteremia dengan AUC 0,6703 (IK95% 0,507-0,833); 0,6821 (IK 95% 0,521-0,844); dan 0,694 (IK 95% 0,532-0,856) serta nilai p=0,9681. Prevalensi bakteremia pada studi ini 64,44% (29/45) dengan bakteri gram positif 77,42% (24/31) dan yang terbanyak ialah Staphylococcus Epidermidis 41,67% (10/24). Walaupun performa diagnostik ketiganya lemah, delta CRP dapat dipertimbangkan digunakan dengan mempertimbangkan biaya dan ketersediaan reagen.

IL-6, PCT, and CRP test were often performed in acute leukemia patients with febrile neutropenia as early markers of bacteremia. Our objective was to determine the diagnostic performance of delta IL-6, delta PCT, and delta CRP as early markers of bacteremia in adult acute leukemia patients with severe neutropenia during standard/aggressive chemotherapy. This research was conducted using cross-sectional design by taking all of adult acute leukemia patients with severe neutropenia during aggressive chemotherapy at Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Hospital from 9 Aug – 9 Nov 2023. IL-6, PCT and CRP blood samples were taken before starting chemotherapy and within 24 hours of starting to experience severe neutropenia as well as blood cultures aerobic volume 40cc. The diagnostic performance of delta IL-6, delta PCT, and delta CRP were weak and didn’t differ significantly as early markers of bacteremia (p = 0.968) with an AUC of 0.6703 (95% CI 0.507-0.833); 0.6821 (95% CI 0.521-0.844); and 0.694 (95% CI 0.532-0.856). Bacteremia was found in 64.44% (29/45), mostly gram-positive bacteria (77.42%) and Staphylococcus epidermidis 41.67%. Although the diagnostic performance of all three markers were weak, delta CRP can be considered as an early marker regarding the cost and availability of reagents."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tan, Ilana
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2022
823.912 TAN w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Nugraha Yulisar
"Latar Belakang: Diagnosis sepsis pada pasien tumor padat metastasis sulit karena adanya gejala, seperti demam dan leukositosis, dapat timbul tanpa adanya infeksi. Procalcitonin (PCT) merupakan salah satu parameter untuk mendiagnosis sepsis. Titik potong PCT untuk diagnosis sepsis pada pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis masih belum diketahui. Studi sebelumnya belum ada yang menilai titik potong PCT pada pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis.
Tujuan: Mengetahui titik potong PCT dalam diagnosis sepsis pada pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis.
Metode: Studi potong lintang terhadap pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis yang berobat di RSCM Juni 2016 - April 2018. Pada pasien ditentukan ada tidaknya sepsis menggunakan kriteria sepsis sesuai The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3), yaitu menggunakan mSOFA. Dilakukan pemeriksaan darah perifer dan PCT. Dilakukan pencarian nilai titik potong PCT untuk diagnosis sepsis pada pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosios menggunakan ROC.
Hasil: Didapatkan 86 pasien tumor padat metastasis dengan demam dan lekositosis, dengan wanita sebanyak 61,6%, rerata usia 49,48 ±11,44 tahun. Sebanyak  43 pasien (50%) mengalami sepsis. Dari kurva ROC kadar PCT pada tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis yang mengalami sepsis, didapatkan AUC [0,873 ,IK 0,799 - 0,946, p <0,001]. Nilai titik potong PCT untuk diagnosis sepsis pada pasien tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis adalah 1,755 ng/mL dengan sensitivitas 76,7% dan spesifisitas 81,4%, NDP 80,5%, NDN 77,8%.
Kesimpulan: Nilai titik potong PCT untuk diagnosis sepsis pada tumor padat metastasis dengan demam dan leukositosis adalah 1,755 ng/mL.

Background: Diagnosis of infection in advanced solid tumor patients can be difficult since fever and leucocytosis is a non-specific clinical marker and can occur without infections. Untreated infections can lead to sepsis, increasing mortality in those patients. Procalcitonin has been used to support the diagnosis of sepsis. Procalcitonin cut off in advanced stage solid tumor patients with fever as a sepsis biomarker is still unclear. No study has seen procalcitonin cut-off in advanced solid tumor patients with fever.
Objective: To discover the cut-off point for sepsis in advanced solid tumor patients with fever.
Method: A cross-sectional study was conducted in the advanced solid tumor patients with fever patients who were admitted to Cipto Mangunkusumo Hospitals, Indonesia during June 2016 to April 2018. Demographic characteristics, physical examinations, laboratory examinations were recorded. Sepsis was defined using 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference criteria.
Results: A total of 86 subjects were enrolled in this study, 61,6% were female with mean age 49,5 years old. Among them, 43 patients (50%) were diagnosed with sepsis. The ROC curve showed that the levels of procalcitonin for sepsis in advanced solid tumor patients with fever was in the area under curve (AUC) 0,891 (CI 826 - 956). Cut-off procalcitonin for diagnosing sepsis in advanced solid tumor patients with fever was 1,755 ng/mL, sensitivity 76,7%, specificity 81,4%, PPV 80,5%, NPV 77,8%.
Conclusions: The cut-off point of procalcitonin level to support sepsis diagnosis in advanced solid tumor patients with fever was higher than normal populations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andra Aswar
"ABSTRAK
Pendahuluan:
Modifikasi dari kriteria klinis infeksi menurut International Disease Society of America dan International Working Group on Diabetic Foot (IDSA-IWGDF) diperlukan untuk mengevaluasi infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan. Prokalsitonin (PCT), penanda infeksi yang spesifik untuk infeksi bakteri diketahui bermanfaat dalam menegakkan diagnosis infeksi pada ulkus kaki diabetik. Namun, peranannya dalam menentukan ada tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan belum diketahui, begitu juga nilai tambahnya terhadap penanda klinis infeksi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan penanda klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi dan PCT dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan.
Metode:
Dilakukan studi potong lintang berbasis riset diagnostik pada penyandang diabetes dengan ulkus kaki terinfeksi yang sedang mendapatkan pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada kurun waktu Oktober 2011-April 2012. Pasien yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian dilakukan penilaian infeksi pada ulkus menggunakan kriteria klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi (eritema, edema, nyeri, dan panas) dan pemeriksaan PCT. Kemudian dinilai kemampuannya dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan dengan membuat kurva ROC dan menghitung AUC. Lalu ditentukan titik potong dengan sensitivitas dan spesifisitas terbaik pada penelitian ini yang dibandingkan dengan baku emas berupa pemeriksaan bakteri secara kuantitatif dari kultur jaringan ulkus.
Hasil:
Dari 47 subjek yang diteliti, terdapat 41 subjek dengan ulkus kaki diabetik yang masih terinfeksi berdasarkan pemeriksaan bakteri secara kuantitatif dari kultur jaringan ulkus. Penanda klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi memilki kemampuan prediksi yang baik dalam menentukan masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan dengan AUC: 0,744 (IK 95% 0,576-0,912) dengan titik potong bila ditemukan ≥2 tanda klinis infeksi (Sn: 41,46%; Sp: 100%; NPP: 100%, NPN: 20%). Sedangkan, untuk prokalsitonin didapatkan AUC: 0,642 (IK 95% 0,404-0,880).
Simpulan:
Kriteria klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi memiliki kemampuan yang baik untuk menentukan masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan. Belum didapatkan manfaat prokalsitonin dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>