Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166848 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shella Dwiastu Hasnawati
"Bentuk pemanfaatan Cagar Budaya sangat beragam antara lain untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata. Pemanfaatan situs untuk kepentingan sosial yang melibatkan pembangunan seringkali menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya pemanfaatan situs untuk pembangunan rumah susun di Kawasan Kotatua Jakarta (Situs Pelabuhan Tua Jakarta, Tembok Kota Batavia dan Sisa Struktur Kastil Batavia). Penelitian ini membahas mengenai proses dan alur pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di dalam memanfaatkan situs untuk pembangunan rumah susun. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Pihak yang diwawancara adalah stakeholder yang terlibat di dalam pembangunan rusun, seperti pemerintah, akademisi/peneliti, swasta dan masyarakat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pemanfaatan situs di Kawasan Kotatua Jakarta untuk rumah susun merupakan suatu tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan khusus di dalam pengambilan keputusannya dengan mempertimbangkan banyak faktor dan melibatkan berbagai pihak. Pengambilan keputusan dengan membangun rumah susun di Kawasan Cagar Budaya memiliki dampak positif dan dampak negatif yang cukup berpengaruh. Keputusan memanfaatkan situs di Kawasan Kotatua Jakarta untuk pembangunan rumah susun dilihat sebagai pengambilan keputusan model political view melalui kontrak politik antara pejabat yang berwenang dengan masyarakat dan model garbage can.

The utilization of cultural heritage sites varies greatly, including for religious, social, educational, scientific, technological, cultural, and tourism purposes. Using cultural heritage sites for social purposes, including development, sometimes poses challenges. One such challenge stems from using site for constructing apartment buildings in the Kawasan Kotatua Jakarta (Situs Pelabuhan Tua Jakarta, Tembok Kota Batavia dan Sisa Struktur Kastil Batavia). This research discussed the process and decision-making flow carried out by Pemerintah Provinsi DKI Jakarta in utilizing the site for apartment building construction. This study applied a qualitative method. In-depth interviews were conducted with stakeholders involved in the apartment construction, including government officials, academics/researchers, private entities, and the community. This study revealed that utilizing the sites in Kawasan Kotatua Jakarta for apartments poses a complex challenge that requires a special approach in decision-making by considering multiple factors and involving various parties. The decision to building apartment in Kawasan Kotatua Jakarta has positive and negative impacts influentially. The decision to utilize the sites in the Kawasan Kota Tua Jakarta for the construction of apartments is deemed to be a decision-making process influenced by the political view through political contracts (between authorized official and the community) and the garbage can models."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Jasin
"Peningkatan pembangunan apartemen di Jakarta dengan lokasi tidak hanya terkonsentrasi di kawasan pusat kota, tetapi telah menyebar ke kawasan pinggiran kota dan di kota-kota pinggiran seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang merupakan suatu fenomena tersendiri. Bagi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas, pembangunan sistem transportasi yang dilaksanakan pemerintah berupa pembangunan jaringan jalan lingkar luar, jalan layang dan jalan tol, telah menjadikan kawasan pinggiran kota sebagai salah satu lokasi permukiman yang cukup menarik dan ideal.
Penelitian mengenai motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas ini, dilakukan dengan pendekatan metode penelitian kuantitatif dengan studi verifikasi untuk menjajaki dan memahami motivasi dan profil penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermukim di lokasi kawasan pinggiran kota Jakarta.
Untuk mengetahui karakteristik masalah penelitian ini, digunakan metode tabulasi silang yaitu suatu cara untuk mengetahui hubungan komparatif dari dua variabel yang diteliti, yaitu motivasi dan kawasan pinggiran kota Jakarta. Cara ini merupakan penelitian satu tahap yang datanya berupa beberapa subyek pada waktu tertentu, dengan menggunakan instrumen kuesioner. Penetapan subyek penelitian dilakukan secara acak. Uji Hipotesis dilakukan setelah tabulasi antar variabel dilakukan, sehingga akan tampak distribusi tabulasi silang sebagai cerminan diterima atau ditolaknya Hipotesis penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, diambil kesimpulan bahwa motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas yang bermakna adaiah kebutuhan akan hunian, dengan faktor aksesibilitas yang tinggi terhadap pusat kegiatan, lokasi bebas banjir dan bebas polusi dan kepastian hukum dalam pemilikan.
Komunitas penghuni apartemen adalah dari golongan swasta, dengan posisi jabatan setingkat manager ke atas, mayoritas tingkat pendidikan penghuni adalah sarjana (S1), berpenghasiian sekitar di atas 10 juta rupiah/bulan sampai di atas 30 juta rupiah/bulan. Faktor yang berperan penting dan secara statistik bermakna terhadap hubungan motivasi penghuni apartemen golongan menengah-atas di kawasan pinggiran kota adaiah status keluarga dan status pekerjaan.
Motivasi penghuni apartemen golongan ekonomi menengah-atas terhadap pemilikan lokasi permukiman di kawasan pinggiran kota lebih di dasarkan pada faktor kebutuhan akan kepraktisan dan keamanan dan bukan karena faktor pengakuan dan gaya hidup (Life style). Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber pengayaan bagi penelitian selanjutnya.

The phenomenal growth of apartment buildings in Jakarata is not only concentrated in the city center, but also scattered in the suburb and fringe region of Jakarta, such as Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi. The new system of transportation were built by government: outer ring road, fly over and by pass made the suburb and fringe region as a favorable place for living.
The accessibility and availability of good transportation system is the crucial factor in choosing the suburb and fringe region of Jakarta as location to live. The study on motivation of the middle-up income apartment's tenants is basically a normative research using the quantitative method.
To illustrate the characteristic of the problem, we apply the cross tabulation method, a technique for comparing two classification variables such as Motivation and Fringe region of Jakarta. The technique uses questionnaires and this is one shot research. Hypothesis test is a form of statistical inference in which a statement concerning a characteristic of a population. The Hypothesis test conducted after the tabulation of variables, therefore the distribution of the random sampling are reflected by the cross tabulation. Usually the value of its mean, is accepted or rejected based upon the value of the corresponding sample characteristic.
Based upon the research result, as a matter of fact, most of the tenants who live in the apartment comprise managers, directors of private sectors, with college graduate and monthly income between 10 millions rupiah/month until above 30 millions rupiahJ month.
Motivation of the middle-up income tenants to live in high rise apartements basically based on security, practical life rather than life style. Hopefully the result of this study can be used as a source for further study.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanani Kartika
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pelaksanaan pengawasan pembangunan apartemen di Jakarta Selatan oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta. Dengan memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan pengawasan pembangunan apartemen akan terlihat apa saja hambatan yang dihadapi oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta. Teori yang digunakan antara lain ialah teori pengawasan, perizinan dan pembangunan perkotaan. Pada penelitian ini dapat disimpulkan pengawasan pembangunan apartemen belum dilakukan secara optimal, hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan tersebut memiliki hambatan ndash; hambatan yang dihadapin oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan seperti keterbatasan sumber daya manusia, ketidaklengkapan standar operasional prosedur dan kurang koordinasi dengan badan lain. Pelaksanaan pengawasan yang kurang optimal ini juga memiliki dampak pada hasil laporan pengawasan.

ABSTRACT
This research is discussing about how the implementation of supervision in Apartment constructions in South Jakarta by Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Agency works. By describing the implementation of supervision in Apartment constructions, researcher can analyze the obstacles. Theory which uses are supervision theory, licensing theory and urban development theory. The result of this research shows if the implementation of supervision in Apartment constructions is not running optimally. It rsquo s because the obstacles that Cipta Karya agency have, such as in human resources, the uncomplete Standard Operational Procedure and coordination with others agency which is effected on the report of supervision. "
2017
S69991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahrika Kosasih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T40622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aida Maysriwigati Mustafa
"Tesis ini membahas tentang Implikasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap Pengelolaan Rumah Susun dalam Masa Transisi di Rumah Susun Kelapa Gading Square Jakarta Utara. Pertama, belum adanya peraturan pelaksanaan dari pengaturan mengenai masa transisi. Kedua, tidak adanya sanksi bagi pelaku pembangunan yang melewati jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun masa transisi sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Ketiga, belum adanya ketentuan yang mengatur kapan pelaku pembangunan berkedudukan sebagai pemilik sarusun yang belum terjual.

This thesis discuss about the implication of the implementation of Law Number 20 of 2011 regarding Apartment in relation to the management of the apartment in the transition period at the Kelapa Gading Square Apartment, located at North Jakarta which covers firstly the non existence of implementation devices regarding to the provision of transition period. Secondly, there is no sanction for the developer which has exceeded limit of the period of transition for one year as stipulated in article 59 para 2 of Law Number 20 of 2011 regarding Apartment. Thirdly, there is not any regulation which stipulates when does the developer become the owner of the apartment's unit which has not been sold."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31324
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Ratih Kusumaningrum
"Kawasan kumuh di Indonesia terjadi karena tingginya urbanisasi, namun tidak diimbangi oleh edukasi maupun skill para migran, disatu sisi, lapangan kerja yang terbatas, menyebabkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan begitu sulit, begitu pula dengan keuangan para migran dan akhirnya banyaknya migran yang datang, menyebabkan tingginya permintaan akan hunian, namun kemampuan keuangan migran tidak dapat menjangkaunya sehingga mereka menempati lokasi daerah marginal tanpa adanya pelayanan infrastruktur dasar yang memenuhi standart pelayanan minimum.
Pembangunan Rusunawa di Marunda, Jakarta Utara adalah salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi pekerja kawasan industri, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan korban gusur serta kebakaran. Rumah susun dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas lingkungan permukiman melalui upaya peremajaan, pemugaran dan relokasi. Kegiatan pembangunan rumah susun ini dinilai positif dalam mengurangi kekumuhan perkotaan karena sangat menghemat lahan.
Ketepatan penerima manfaat subsidi, dapat dilihat dari penerima subsidi sudah tepat sasaran atau belum dengan menggunakan metode Benefit Incidence Analysis yang menggunakan data SUSENAS dan data primer, kemudian diperkuat dengan menganalisis permasalahan pergeseran penerima subsidi tersebut dengan menggunakan metode depth interview dan sistem sewa menyewa yang ada di dalamnya, serta komparasi fakta lapangan dengan kebijakan yang berlaku, yaitu UU no 16 tahun 1985.
Dari hasil analisis BIA, secara umum ditemukan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi target sasaran program ini masih kesulitan masuk ke rumah susun karena tingginya harga hunian dan utilitas yang tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Untuk penghuni yang mendapatkan sistem subsidi, masyarakat miskin (Q1) belum mendapatkan manfaat dari program pemerintah ini, penerima manfaat terbanyak merupakan masyarakat yang memiliki penghasilan lebih tinggi (Q4). Pergeseran penerima manfaat ini disebabkan karena tingginya biaya hidup yang sulit dipenuhi oleh penghuni, sulitnya aksesibilitas transportasi, desain yang kurang sesuai dengan kegiatan penghuni. Sedangkan untuk penghuni dengan sistem non subsidi, penerima manfaat hampir merata dan hampir tepat sasaran karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara masyarakat miskin (Q1) dengan masyarakat terkaya (Q5).
Mengacu pada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan layanan dasar kesehatan tersebut, namun agar program tersebut berkelanjutan, harus ada peran serta dari masyarakat, yaitu ikut menanggung biaya penyediaan layanan dasar, terutama layanan dasar air bersih yang sekarang ini belum tahu berapa besaran biaya yang harus ditanggung masyarakat. Penentuan besaran biaya air bersih tersebut, menggunakan metode willingness to pay dan menggunakan data primer. Besaran biaya air bersih ini perlu dilakukan untuk menghitung biaya service hunian, yang menurut UN Habitat tidak boleh melebihi 30% dari total pengeluaran rumah tangga, dan ketika masyarakat mengeluarkan pendapatannya lebih dari 30% untuk sewa rumah dan utilitasnya, maka hunian tersebut sudah tidak dapat terjangkau lagi oleh masyarakat dan akhirnya mereka akan kembali ke daerah marginal yang minim akan pelayanan dasar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 51% sample penghuni, mengeluarkan pendapatannya melebihi batas yang dianjurkan oleh UN Habitat, yaitu >30% untuk hunian dan utilitasnya, sehingga rumah susun tersebut sudah tidak lagi terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah ini.

Slum areas in Indonesia occurred because of the high urbanization, but not matched by education and skills of migrants, on the one hand, employment is limited, causing the competition to get a job so difficult, so they accept law salary, high housing demand for working and less supply in housing, make they fit into the marginal areas without basic infrastructure services that meet minimum service standards.
Development for Flats in Marunda, North Jakarta is one of the solutions in the supply of habitable housing for industrial workers, low income people (MBR) and evicted the victims and fire. Development for flats with the aim of improving the quality of neighborhoods through the efforts of rejuvenation, restoration and relocation. Apartment construction activity was assessed positively in reducing urban squalor because it can conserve land, encourage green open space and efficiency for development basic infrastructure.
The accuracy of the beneficiaries of subsidies, subsidies can be seen from the receiver is on target or not by using a method that uses the Benefit Incidence Analysis. This analysis using data from SUSENAS and primary data, and then amplified by analyzing the problems of shifting the subsidy recipients by using the method of depth interviews and a lease system that is in therein, as well as comparative facts on the ground with the policies in force, UU Rumah Susun (UURS) No. 16 year 1985.
From the analysis of BIA, in general it was found that low-income people who become the target of this program is still difficult entry into the apartment because of the high price of housing and utilities that are not proportional to their income. For residents who get a subsidy system, the poor (Q1) has not benefited from this government program, most beneficiaries are the people who have higher incomes (Q4). Beneficiaries of this shift is caused due to the high cost of living is difficult to fulfill by the occupant, the difficulty of accessibility of transportation, lack of appropriate design with the activities. As for residents with non-subsidy system, beneficiaries almost evenly and almost right on target because there was no significant difference between the poor (Q1) with the richest (Q5). Referring to the Act No. 26 of 2007 on Spatial Planning, the government is obliged to provide basic services such health, but that the program is sustainable, there must be participation from the community, which helped underwrite the cost of providing basic services, especially basic services of clean water are not currently know how much amount of cost to be borne by society.
Determination of the amount of the cost of the clean water, using the method of willingness to pay and use the primary data. Cost of clean water is necessary to calculate the cost of residential service, which according to UN Habitat should not exceed 30% of total household expenditure, and when people spend more than 30% of their income for rent and utilities, then the occupancy is already out of reach again by the community and eventually they will return to marginal areas would be minimal basic services. From the result showed that as many as 51% sample of residents, to spend his income exceeds the limit recommended by the UN Habitat, which is> 30% for shelter and utilities, so the apartment is no longer affordable by low-income communities.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30283
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Benny Hasiholan
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1994
S36343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thasya Rachmawati
"ABSTRAK

Kenaikan harga properti menyebabkan milenial sulit memiliki tempat tinggal. Milenial yang saat ini mendominasi struktur demografi Indonesia, diprediksikan akan tidak sanggup membeli rumah. Dalam menanggulangi isu tersebut, pemerintah akan membangun 14,500 unit hunian susun sederhana sebagi bagian dari program rumah susun 1000 tower yang diperuntukan untuk Milenial. Disisi lain, semakin banyaknya hunian susun di perkotaan akan menyebabkan distribusi yang tidak merata antar kelompok masyarakat sehingga menciptakan segregasi urban dari gated community. Penulisan ini melihat kebutuhan dan keefektifan hunian susun terhadap Milenial, dan segregasi yang terlihat pada lingkungan hunian susun berdasarkan studi kasus pada Kalibata City dan Menteng Square di Jakarta. Terlihat bahwa segregasi sangat terlihat pada hunian susun sederhana terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar, namun bagi Milenial segregasi ditentukan oleh adanya visual separation yang menyebabkan terbentuknya personal space dan kurangnya interaksi pada ruang publik. Untuk mencapai dwelling yang tepat dan mengurangi segregasi spasial bagi Milenial, hunian susun sederhana perlu membentuk social space dengan memberikan ruang untuk berkolaborasi dan bersosialisasi


ABSTRACT
The increase in property prices has made it difficult for Millennials to have a place to live. Millenials which currently dominates Indonesias demographic structure, are predicted to be unable to afford a house. In tackling this issue, the government will build 14,500 low-cost apartment units which part of the 1,000 towers program intended for Millennial. On the other hand, the increasing number of low-cost apartments in urban areas will lead to uneven distribution among community groups, thus creating urban segregation by gated community. This thesis aims to describe the needs and effectiveness of low-cost apartment for Millennial, and the segregation seen in the low-cost apartment based on case studies at Kalibata City and Menteng Square in Jakarta. It is seen that segregation in low-cost apartment is visible on the environment and surrounding communities, but for Millennial segregation is determined by the presence of visual separation which causes the formation of personal space and lack of interaction in public space. To achieve proper dwelling and to reduce spatial segregation for Millennials, low-cost apartment must be able to form social space by providing more space to collab and socialize.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Apriyadi
"Sejak April tahun 2007, pemerintah telah mencanangkan Program 1.000 (Seribu) Menara Rumah Susun Sederhana Milik (Rusunami), dalam rangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan kebutuhan perumahan bagi Rakyat Indonesia.. Sebelum berlakunya UU Rusun No. 20 Tahun 2011, PPJB Sarusun banyak dilakukan secara dibawah tangan, tetapi sejak berlakunya UU Rusun, pembuatan dan penandatanganan PPJB Sarusun dapat dilakukan dihadapan Notaris sebagaimana telah diamanatkan dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman No. 1 Tahun 2011 pasal 42 ayat (1) dan UU Rumah Susun No. 20 Tahun 2011 pasal 43 ayat (1), yang mensyaratkan proses jual-beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui perjanjian pendahuluan atau perjanjian pengikatan Jual Beli, yang dapat dibuat di hadapan Notaris.
Dalam penulisan ini yang menjadi permasalahan adalah dapatkah asas kebebasan berkontrak diterapkan dalam perjanjian baku PPJB Sarusun, dan bagaimanakah eksistensi dari pasal 43 ayat (1) UU Rusun?. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normative, dengan tipologi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian pada penulisan ini dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak dalam PPJB Sarusun ini telah diterapkan dengan baik oleh pihak PT. BAP, dengan bukti dimana pihak pembeli telah menandatangani PPJB Sarusun ini. Sarannya agar PPJB Sarusun ini dapat dibuat secara otentik dihadapan Notaris.

Since April 2007, the government has launched "1000 Simple Owned Apartemen Tower Program," in the framework of policies to address issues of housing needs of the people of Indonesia. Before enactment of the laws apartemen number 20 Years 2011, a binding agreement of the sale and purchase (SPA) apartemen unit are mostly done in under hand, but since enactment of the laws apartemen, the manufacture and the signing of a binding of the SPA apartemen unit can be done is before the notary as mandated in the act of housing and settlement number 1 Year 2011 article 42 paragraph (1) and the act of apartemen number 20 Year 2011 article 43 paragraph (1), that required the process trade of the apartemen unit before the construction finished can be done by covenant prefatory or a binding of the SPA apartemen unit, that can be made up before the Notary.
In this study, that the problem is can the principle of freedom of contract applied in standard agreements of a binding of the SPA apartemen unit?, and how the existence of Article 43 paragraph (1) of the act of Apartemens ?. This research is a normative juridical, with the typology analytical descriptive study. Based on the research results in this paper can be concluded that the principle of freedom of contract under the binding of the SPA apartemen unit has been well implemented by the PT. BAP, with evidence of where the buyer has signed a binding of the SPA apartemen unit. His suggestion that the a binding of the SPA apartemen unit can be prepared in an authentic manner before the Notary.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>