Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161693 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farah Shabihah
"Pigmentasi merupakan proses fisiologis yang ditandai dengan perubahan warna kulit yang terjadi secara kompleks dan dapat dipengaruhi oleh profil genetik. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian serta publikasi yang membahas bagaimana profil genetik dapat mempengaruhi karakteristik pigmentasi di Indonesia. Analisis Genome-Wide Association Study (GWAS) pada penelitian ini dilakukan terhadap 94 subjek wanita pada populasi di Jakarta. Penelitian meliputi pengambilan dan pengolahan data, uji asosiasi, dan analisis pengayaan menggunakan berbagai basis data. Uji asosiasi menunjukkan terdapat dua SNP yang memiliki asosiasi terhadap indeks melanin dengan nilai P <1x10-5 yaitu rs10031234 (nilai P: 3,229x10-6) dan rs11548325 (nilai P: 7,808x10-6). Analisis pengayaan menunjukkan SNP rs10031234 terletak pada region gen SORCS2, sementara SNP rs11548325 terletak pada region gen PSAPL1. Gen SORCS2 terekspresi pada jaringan kulit khususnya pada sel yang berkaitan dengan akar rambut dan fibroblast. Variasi rs11548325 terjadi pada domain SapA diketahui berkaitan dengan metabolisme sphingolipid. Analisis pengayaan fungsi menunjukkan kaitan gen-gen yang terasosiasi dengan proses keratinisasi. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan sampel yang lebih besar agar dapat diperoleh nilai signifikansi yang lebih bermakna serta analisis korelasi antar kedua SNP rs10031234 dan rs11548325 dengan fungsi molekuler.

Skin pigmentation is a physiological process characterized by changes in the color of the skin and can be influenced by genetic profiles. To date, there have been no studies and publications that discuss how genetic profiles can affect skin pigmentation in Indonesia. Genome-Wide Association Study (GWAS) was conducted on 94 female subjects who live in Jakarta. The research procedure includes data collection and processing, association testing, and enrichment analysis using various databases. The association test showed that there were two SNPs associated with the melanin index with a P value <1x10-5, which are rs10031234 (P value: 3.229x10-6) and rs11548325 (P value: 7.808x10-6). Enrichment analysis showed that SNP rs10031234 was located in the SORCS2 gene region, while SNP rs11548325 was located in the PSAPL1 and SORCS2 gene regions. SORCS2 gene is expressed in skin tissue, especially in cells associated with hair roots and fibroblasts. The rs11548325 variation located in the SapA domain which is known to be related to glycosphingolipid metabolism. Functional enrichment analysis showed the association of genes associated with the keratinization process. However, it is necessary to carry out further research using a larger sample to obtain a higher significance value, and also conducting correlation analysis between SNP rs10031234 and rs11548325 with molecular."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusma Yulita
"Penuaan kulit dapat terjadi pada setiap individu dan menjadi suatu proses fisiologis yang tidak bisa dihindari seiring bertambahnya usia. Efek yang paling tampak sebagai penanda penuaan kulit wajah adalah kerutan yang ditandai dengan munculnya garis halus atau lekukan lebih dalam pada permukaan kulit wajah. Polimorfisme genetik dapat dijadikan sebagai penanda daerah genomik yang menjadi pembawa sifat penting pada individu. Adapun informasi mengenai hubungan antara varian gen dan fenotipe kulit terutama kerutan wajah masih sangat terbatas. Genome-wide association study (GWAS) digunakan pada penelitian ini untuk mengidentifikasi marka genetik pembentukan kerutan wajah pada populasi perempuan dewasa yang tinggal di Jakarta. Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik. Hasil GWAS menunjukkan terdapat lima SNPs yang memiliki suggestive association level, dengan dua SNP hits teratas berada pada daerah gen ALCAM yaitu rs1044240 (P=9,461x10-7) berlokasi pada daerah pengkode (varian missense) dan rs2049217 (P=4,047x10-7) pada daerah intron. Berdasarkan analisis pengayaan fungsi gen diketahui bahwa ekspresi gen ALCAM pada jaringan kulit berkorelasi dengan fibroblas. Fibroblast senescence itu sendiri diketahui bermanifestasi pada penuaan kulit sebagai kerutan. Perlu dilakukan replikasi dan sampel yang lebih besar untuk memvalidasi hasil asosiasi genotipe-fenotipe kerutan serta pengayaan SNP dan gen.

Skin aging can occur in every individual and becomes a physiological process that cannot be avoided as people get older. The most visible effect as a marker of facial skin aging is wrinkles which are characterized by the appearance of fine lines or deeper indentations on the surface of the facial skin. Genetic polymorphisms can be used as markers of genomic regions that carry important traits in individuals. Information regarding the relationship between gene variants and skin phenotypes, especially facial wrinkles, is still very limited. Genome-wide association study (GWAS) was used in this research to identify genetic markers with the formation of facial wrinkles in adult female population living in Jakarta. This research was conducted in an analytical observational. The GWAS results showed that five SNPs had a suggestive association level, with the top two hits SNPs in the region of ALCAM gene, namely rs1044240 (P=9.461x10-7) located in the coding region (missense variant) and rs2049217 (P=4.047x10-7) in the intron region. Based on gene functional enrichment analysis, it is known that ALCAM gene expression in skin tissue is correlated with fibroblasts. Fibroblast senescence itself is known to manifest in skin aging as wrinkles. Replication and larger samples are needed to validate the results of the genotype-wrinkle phenotype association and also SNPs and gene enrichment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inadia Putri Chairista
"Latar Belakang: Skrining kanker kulit dilakukan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan akibat kanker kulit. Karsinoma sel basal (KSB) merupakan salah satu kanker kulit yang paling sering ditemukan. KSB berpigmen seringkali menunjukkan fitur klinis yang menyerupai melanoma, sehingga kriteria klinis ABCDE diduga dapat menjadi salah satu pilihan dalam membantu penegakan diagnosis.
Tujuan: Mengevaluasi kriteria klinis ABCDE sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen dibandingkan dengan baku emas histopatologik.
Metode: Penelitian potong lintang analitik ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2023 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM). Pasien dengan lesi tumor kulit berpigmen dari tahun 2017 sampai dengan 2022 yang mempunyai data klinis, histopatologis, dan foto dokumentasi yang lengkap direkrut ke dalam penelitian secara konsekutif. Kriteria eksklusi mencakup lesi berukuran lebih dari 2 cm, ras kulit putih (tipe kulit Fitzpatrick 1-3), serta hasil pembacaan histopatologis lesi tumor sesuai dengan penyakit prakanker dan kanker kulit lainnya. Data diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak Stata versi 16 (StataCorpTM) dan Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Hasil: Sebanyak 84 pasien direkrut ke dalam penelitian dengan total 95 lesi yang mencakup 61 lesi KSB dan 34 lesi non-KSB. Median usia subjek KSB lebih tua dibandingkan dengan usia subjek non-KSB (p<0,001). Median ukuran lesi KSB lebih besar dibandingkan dengan ukuran lesi non-KSB (p<0,001). Lesi pada subjek KSB lebih banyak di wajah dibandingkan dengan subjek non-KSB (p=0,005). Proporsi kepositivan KSB berdasarkan kriteria klinis ABCDE adalah 87,5%. Kriteria klinis ABCDE menunjukkan sensitivitas 57,4% (interval kepercayaan [IK] 95% 44,0%–70,0%); spesifisitas 85,3% (IK 95% 68,9%–95,0%); nilai duga positif 87,5% (IK 95% 75,2%–94,2%); nilai duga negatif 52,7% (IK 95% 44,7%–60,6%); dan akurasi 67,4% (IK 95% 57,0%–76,6%) dalam mendiagnosis KSB berpigmen.
Kesimpulan: Kriteria klinis ABCDE secara lengkap mempunyai nilai diagnostik yang kurang baik sebagai alat bantu skrining KSB berpigmen.

Background: Skin cancer screening is performed as an effort to reduce the morbidity and mortality caused by skin cancer. Basal cell carcinoma (BCC) is one of the most common skin cancers. Pigmented BCC often shows clinical features resembling melanoma, so that ABCDE clinical criteria are thought to be a potential modality to help establishing the diagnosis of pigmented BCC.
Objective: To evaluate the ABCDE clinical criteria for the screening of pigmented BCC compared to histopathological examination as the gold standard examination.
Method: This analytical cross-sectional study was performed from January to June 2023 in dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (RSUPNCM). Subjects with pigmented skin lesions visiting RSUPNCM from 2017 to 2022 whose clinical data, histopathological data, and photographs were documented completely were recruited to the study consecutively. Exclusion criteria included lesion’s size more than 2 cm, light skin (Fitzpatrick skin type 1-3), and histopathological diagnosis in line with precancerous lesion or other skin cancer. Data were analyzed with Stata software version 16 (StataCorpTM) and Medcalc diagnostic evaluation test calculator.
Results: A total of 84 subjects were recruited to the study with a total of 95 lesions consisting of 61 BCC lesions and 35 non-BCC lesions. Median age of the BCC subjects was older than that of non-BCC subjects (p<0.001). Median lesion’s size of the BCC lesions was larger than that of non-BCC lesions (p<0.001). The lesion location in BCC subjects was significantly prevalent on the face (p=0.005). The proportion of BCC positivity based on ABCDE clinical criteria was 87.5%. ABCDE criteria had sensitivity of 57.4% (95% Confidence Interval [CI] 44.0%–70.0%); specificity of 85.3% (95% CI 68.9%–95.0%); PPV of 87.5% (95% CI 75.2%–94.2%); NPV of 52.7% (95% CI 44.7%–60.6%); and accuracy of 67.4% (95% CI 57.0%–76.6%) in diagnosing pigmented BCC.
Conclusion: Fulfilling all ABCDE clinical criteria had poor diagnostic value for the screening of pigmented BCC.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sawqi Saad El Hasan
"Penelitian ini dilakukan untuk menguji relevansi teori bauran pemasaran 4P (harga, promosi, produk, dan lokasi) terhadap pembelian konsumen terhadap produk perawatan kulit bersertifikasi halal. Penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang responden sebagai sampel penelitian yang berada di wilayah DKI Jakarta, kemudian usia yang dikehendaki antara 18 ? 60 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai analisis bauran pemasaran yang mempengaruhi pembelian produk perawatan kulit bersertifikasi halal. Produk perawatan kulit yang bersertifikasi halal dalam penelitian ini dibatasi menjadi produk perawatan kulit wajah dan tubuh, seperti pembersih dan penyegar wajah, krim wajah, masker, pelembab, body lotion, lulur/scrub, hingga lipcare. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap produk perawatan kulit bersertifikasi halal adalah faktor Produk. Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa produk perawatan kulit bersertifikasi halal memiliki kualitas yang baik terhadap konsumen yang merupakan indikator yang paling dominan pada variabel Produk. Hal ini menunjukkan bahwa produk yang baik dan berkualitas mampu meningkatkan pembelian. Produk yang berkualitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen dalam membeli produk perawatan kulit bersertifikasi halal. Faktor dominan yang kedua adalah faktor lokasi penjualan produk. Dimana faktor lokasi juga mempengaruhi konsumen dalam pembelian produk perawatan kulit bersertifikasi halal. Lokasi yang nyaman dan tidak jauh dari pusat kegiatan konsumen akan menjadi pilihan konsumen secara tidak langsung dalam membeli produk perawatan kulit bersertifikasi halal. Dengan demikian hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa sikap konsumen yang dibangun berbasis kualitas produk mampu membentuk pembelian.

This study was conducted to test the relevance of the theory of 4P marketing mix (price, promotion, product, and location) to the consumer to purchase halal certified skin care products. This study was conducted on 100 respondents as samples that are in the area of Jakarta, then the desired age between 18-60 years. This study was conducted to obtain information on the analysis of the marketing mix that influence purchasing halal certified skin care products. Halal certified skin care products in this study was limited to facial skin care products and body, such as facial cleansers and toners, facial creams, masks, moisturizer, body lotion, body scrub / scrub, until lip care. The method of analysis in this study using multiple regression. The results showed that the dominant factor affecting consumer purchase of the halal certified skin care products. From the test results can be seen that halal certified skin care products have a good quality to consumers that an indicator variable that is most dominant in products. This indicates that the products are good and can improve the quality of purchase. This may imply that a quality product is indirectly influence the purchase decisions of consumers to purchase halal certified skin care products. The second dominant factor is the location factor product sales. Where location factors also affect consumers in the purchase halal certified skin care products. The convenient location and not far from the center of consumer activity will be the choice of consumers indirectly in buying halal certified skin care products. Thus the results of this study proves that consumer attitudes are built based on the quality of products capable of forming purchase.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Vania
"Kulit sebagai organ terbesar dan terluar dari tubuh manusia yang langsung berhadapan dengan lingkungan luar menjadi pertahanan fisik lini pertama sekaligus tempat kolonisasi mikrobiota komensal dalam mencegah invasi patogen. Identifikasi komposisi mikrobiota kulit menarik dilakukan untuk mengetahui interaksi antar mikrobiota sehingga mikrobiota kulit komensal yang bersifat probiotik dapat dikembangkan menjadi bahan aktif terapeutik mikrobioma kulit untuk menjaga kesehatan kulit. Keberagaman mikrobiota kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor etnis. Penelitian ini mempelajari pengaruh faktor etnis pada dewasa muda pria dan wanita yang mewakili etnis Papua, Jawa, dan keturunan Tionghoa terhadap profil mikrobioma kulit. DNA genomik mikrobiota dari sampel kulit wajah diekstraksi dan disekuens dengan metode Next Generation Sequencing lalu dilakukan analisis diversitas alfa dan beta. Berdasarkan analisis alfa dengan indeks OTU yang dterobservasi, Shannon, dan Faiths PD, diversitas dalam grup tertinggi terdapat pada grup etnis Papua dan terendah pada grup etnis keturunan Tionghoa, namun diversitas alfa ketiga grup tidak berbeda signifikan secara statistik. Analisis beta dilakukan berdasarkan kualitatif dan kuantitatif menunjukkan pengaruh faktor etnis pada profil mikrobioma kulit antar etnis yang signifikan secara statistik serta pengelompokkan yang baik berdasarkan hasil PCoA pada indeks Jaccard, disimilaritas Bray Curtis, Unweighted, dan Weighted. Bakteri yang bersifat komensal dan dominan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi bacterial cocktail maupun formula postbiotik untuk terapi mikrobiota kulit dengan pertimbangan interaksi komposisi mikrobiota kulit pada etnis terkait.

Skin as the largest and the outermost part of human body that directly exposed to the outer environment serves as the first physical barrier and colonised by commensal bacteria to prevent pathogen invasion. Identifying composition of commensal skin microbiota is interesting to know the interaction between the microbiota so the commensal skin microbiota who has probiotic effect can be developed as active substance of skin microbiome therapeutic to maintain skin health. The skin microbiome diversity is influenced by several factors, one of them is ethnicity. This study shows the influence of ethnicity factor in Papuans, Javanese, and Chinese descent young adults on skin microbiome profiles. The microbiota genomic DNA are extracted from the face skin samples and sequenced with Next Generation Sequencing method to be further analysed on its alpha and beta diversity. According to alpha diversity analysis with observed OTU, Shannon, and Faiths PD indices, the greatest alpha diversity shown in Papuans, while the smallest is shown in the Chinese descent group, but alpha diversity differences between three groups are not statistically significant. Beta diversity was assessed by the use of Jaccard index, Bray Curtis dissimilarity, Unweighted and Weighted Unifrac with PCoA shows the difference skin microbiome profiles according to ethnicity and is statistically significant between ethnic group. The characterised commensal and dominant bacteria can be further developed as bacterial cocktail and postbiotic formula as skin microbiome therapeutic with interaction between skin microbiota composition within each ethnicity taking into account."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indria Anggraini
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan: Prevalensi xerosis pada lanjut usia (lansia) berkisar antara
30-85%. Tatalaksana xerosis yang tidak adekuat dapat menimbulkan komplikasi. Urea
sebagai humektan dan lanolin 10% dalam petrolatum yang bersifat oklusif dan emolien
mampu memperbaiki hidrasi kulit. Penelitian ini bertujuan membandingkan efektivitas
dan efek samping krim yang mengandung urea 10% dengan lanolin 10%/petrolatum
pada pengobatan xerosis lansia.
Metode: Penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 35 orang penghuni
suatu panti lansia di Jakarta. Evaluasi skin capacitance (SC), specified symptoms sum
score (SSRC), dan derajat gatal dilakukan pada awal terapi, minggu kedua dan keempat.
Setelah prakondisi selama dua minggu, setiap subjek penelitian mendapatkan pelembap
yang berbeda secara acak pada kedua tungkai bawah.
Hasil: Persentase peningkatan nilai SC setelah empat minggu lebih besar pada tungkai
yang mendapat krim urea 10% dibandingkan lanolin 10%/petrolatum (64,54% vs.
58,98%; p=0,036). Persentase penurunan SSRC setelah empat minggu tidak berbeda
antara kedua kelompok perlakuan (100%; p=0,089). Derajat gatal pada minggu kedua
menurun pada kedua kelompok, hingga menjadi tidak gatal pada seluruh SP (100%)
setelah minggu keempat. Efek samping rasa lengket lebih banyak ditemukan pada
kelompok krim urea 10% daripada lanolin10%/petrolatum, tetapi tidak bermakna secara
statistik.
Kesimpulan: Pelembap yang mengandung urea 10% meningkatkan SC lebih besar
secara bermakna daripada lanolin 10%/petrolatum setelah empat minggu pengolesan
pada tungkai lansia yang xerotik. Efek samping tersering adalah rasa lengket yang lebih
sering ditemukan pada lanolin 10%/petrolatum, tetapi tidak berbeda antar kelompok perlakuan.ABSTRACT Background and objectives: The prevalence of xerosis among elderly is 30-85%.
Inadequate treatment may result in complications. Urea as a humectant and 10% lanolin
in petrolatum as an occlusive agent and emollient can restore skin hydration. This study
aimed at comparing the efficacy and side effects of cream containing 10% urea and 10%
lanolin/petrolatum in the treatment of xerosis in elderly
Methods: A randomized, double blind clinical trial was conducted in 35 elderly from a
nursing home in Jakarta. Evaluation of skin capacitance (SC), specified symptoms sum
score (SSRC), and pruritic degree were measured at baseline, week-2 and -4 after the
start of therapy. Following a 2-week precondition period, each subject received a
random moisturizer for each limb, to be applied twice daily.
Results: The percentage of SC increase at week-4 was significantly higher in limb
receiving cream containing 10% urea than 10% lanolin/petrolatum (64.54% vs. 58.98%;
p=0.036). The percentage of SSRC decrease at week-4 did not differ between groups
(100%; p=0.089). Pruritus was equally improved in both groups at week-2, and
completely diminished at week-4. Sticky feel was more frequent in
lanolin10%/petrolatum than 10% urea cream, although not statistically significant.
Conclusion: After four-week application, moisturizer containing 10% urea gave higher
percentage of SC increase than 10% lanolin/petrolatum in the xerotic limbs of the
elderly. Sticky feeling was more frequently found in 10% lanolin/petrolatum group, but statistically not significant."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Almer Sahala
"ABSTRAK
Penyakit kulit sering terjadi pada masyarakat yang hidup dalam lingkungan padat
misalnya di asrama. Pesantren adalah asrama sekolah Islam yang biasanya padat
penghuni sehingga mudah terjadi penularan, terutama penyakit kulit. Tujuan riset
ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit dan hubungannya dengan
perilaku dan tingkat pendidikan santri. Desain riset adalah cross-sectional dengan
subyek seluruh santri di sebuah pesantren di Jakarta Selatan. Pengambilan data
menggunakan kuesioner berisi 10 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan dan
pemeriksaan dermatologi pada bulan Juli sampai September 2013. Pengolahan
data menggunakan SPSS 20 dan uji Fischer untuk menguji statistik. Hasil
penelitian dari 98 santri, 88 orang mempunyai penyakit kulit (prevalensi 89,7%).
Penyakit kulit menular yang paling banyak terjadi adalah scabies dengan
prevalensi 49,3% (67 kasus). Sebanyak 78 santri (88,6%) dari total santri yang
mengidap penyakit kulit mempunyai perilaku kebersihan yang buruk. Hanya 10
santri yang tidak mempunyai penyakit kulit. Tidak terdapat perbedaan bermakna
antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku kebersihan (p=0,350). Tingkat
pendidikan ibtidaiyah mempunyai santri paling banyak yang berpenyakit kulit
(51,2%). Terdapat perbedaan bermakna antara prevalansi penyakit kulit dengan
tingkat pendidikan (p<0,001). Disimpulkan prevalensi penyakit kulit tidak
berhubungan dengan perilaku kebersihan namun berhubungan dengan tingkat
pendidikan.

ABSTRACT
Skin diseases are very common in places where the society lives closely together.
Pesantren is an example of a place where people live in a crowded situation and
have high frequency of direct and indirect contact from one people to another. The
objective of this research is to identify the association between the prevalence of
skin diseases with the hygiene behavior and level of education of santris (students
of pesantren). A cross-sectional study design was used for this study that was
conducted from July to September 2013, in a pesantren in South Jakarta. The
collection of data was carried out through questionnaire that consist of ten
questions, which concerns hygienic behaviors and dermatological examinations.
SPSS 20 was used to analyze the data and Fischer?s exact test was the chosen
statistical test. Results showed that out of 98 santris, 88 of them have skin
diseases (89.7% prevalence). The most frequent infectious skin disease is scabies
with 49.3% prevalence (67 cases). Furthermore 78 (88.6%) out of those santris
who got skin diseases, were categorized to have poor hygienic behaviors. There
were only 10 santris that did not have any skin disease, three of them have good
hygienic behaviors. There is no significant difference between hygienic behaviors
of santris with the presence of skin disease (p=0.350). Regarding level of
education, ibtidaiyah has the highest number of santris affected by skin disease
with 51.2%. Fisher?s exact test shows that there is significant difference between
level of education and the prevalence of skin disease (p<0.001). In summary there
is no association between skin disease and hygienic behaviors however, there is an
association with level of education."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Sakura Rini
"PENDAHLUAN : Terapi tekanan negatif pada luka adalah suatu metode memanfaatkan tekanan subatmosferik untuk menangani luka sulit sembuh. Berdasakan sistem yang ditemukan oleh pasangan Argenta dan Morykwas, kami mencoba membuat modifilcasi sederhana Sistem Vacuum-Assisted Closure (sistem VAC). Alat ini tidak menggunakan tenaga listrik untuk membentuk tekanan negatif sebagaimana pada VAC ash, tetapi spuit 50 cc yang dipasangi katup secara terbalik. Penelitian ini terdiri dari studi pendahuluan untuk memastikan alat modifikasi ini aman, dan penelitian experimental utnuk membandingkan efektifitas penggunaan alat ini dengan pemasangan balutan konvensional (tie-over) untuk mengamankan split- thickness skin graft (STSG) pada Iuka sulit sembuh.
METODE : 18 luka esudatif yang terkontaminasi staphylococcus aureus pada 3 babi yorkshire dilakukan penutupan luka dengan STSG. Setiap luka pada kelompok acak diberi perlakuan berupa pemasangan alat modifikasi VAC dan balutan konvensional (tie-over), pada hari kedua, kelima dan ketujuh pasca skingraft dihitung juga yang takedengna Auto CAD Map.
HASIL : Terdapat pengaruh yang sangat bermakna (p 0.000) antara perlakuan pemakaian alat modifilcasi sederhana sistem VAC dan pemasangan tie-over terhadap pengamanan STSG pada luka sulit sembuh. Berarti bahwa antara luka yang menggunakan that dengan yang tidak menggunakan alat terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p =0.000).
DISKUSI : Luas graft yang take serta kualitas graft pada pemakaian alat cukup signifikan. Setiap bagian dad alai ini dapat diperoleh dalam kehidupan sehari-hari disekitar kita Semua komponen disusun secara konsisten sesuai standar mekanis dan memperoleh manfaat yang sama dengan prinsip pada sistem VAC berlisensi.
KESIMPULAN : Modifikasi sederhana sistem VAC dapat meningkatkan keberhasilan skin graft pada luka yang eksudatif. Aplikasi sederhana, pemakaian lebih mudah, biaya murah dan dapat dibawa kemana-mana. Masih membutuhkan penelitian lebih lanjut ditingkat klinis.

INTRODUCTION : A Negative Pressure Wound Therapy (NPWT) is well known method for using subatmospheric pressure to promote difficult wound healing. On the basis of the system by Argenta and Morykwas, we try to create a simple modified Vacuum Assisted Closure (VAC) system. The major difference between the original closure device is no power supply. A controlled reverse valve over a 50 cc disposable syringe, instead of the vacuum suction pump was used to apply negative pressure. This study consist of a preliminary study to elaborate whether this modified system is a safe device, and an experimental study to compare the effectiveness of a simple modified VAC system to conventional tie-over dressing for securing split- thickness skin graft (STSG)I difficult wound.
METIIODE : 18 exudative burn wound contaminated of staphylococcus aureus in 3 yorkshire pig underwent STSG placement. Each wound randomized in group to receive either a conventional dressing or negative pressure dressing, then graft outcome assessed at second, fifth and seventh day postgrafting using AutoCAD Version Software.
RESULT : There was significant differences in split-thickness skin graft (STSG) survival between a simple modified VAC system to convensional tie-over dressing method (p),0000).
DISCUSSION :. The quantitative graft take in wound using negative pressure was significant and quality was subjectively determined to be better in all sample. Each part of device using readily available materials as easy to find in our daily live. All part of this device is consistent to standard mechanical action property with respect to encouraging result obtained with original device.
CONCLUSION : This animal study have shown a good result in using negative pressure to improving skin graft survival. However a simple modified VAC system gives a promising result The application is simple, low cost, no technical difficulties, less skill needed. The device is small in size so that suitable for ambulatory candidate. Further research using randomized clinical trials is needed prospectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Lucky Indah Baskara Putri
"Penyakit kulit sering kali muncul pada komunitas padat penghuni dan prevalensi penyakit kulit masih tergolong tinggi di negara berkembang terutama di Indonesia. Di sebuah Pesantren yang terletak di Jakarta Timur, prevalensi penyakit kulit dilaporkan tinggi. Perilaku higienis diduga menjadi salah satu faktor tingginya prevalensi penyakit kulit di Pesantren tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit di Pesantren yang terletak di Jakarta Timur serta hubungannya dengan perilaku higienis murid Pesantren atau Santri. Studi cross sectional ini dilakukan terhadap 184 santri sebagai subjek dari penelitian. Kuesioner yang berkaitan dengan perilaku higienis diisi oleh Santri, selanjutnya Santri akan diperiksa status kesehatan kulitnya oleh dokter spesialis kulit.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter spesialis kulit menunjukkan, 144 Santri 78,3 memiliki berbagai jenis penyakit kulit dengan 69 Santri di antaranya 37,5 memiliki penyakit kulit infeksius sementara 75 Santri lainnya 40,8 memiliki penyakit kulit non-infeksius. Jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong baik adalah 107 Santri 81,7 , sementara jumlah Santri yang memiliki penyakit kulit dengan perilaku higienis yang tergolong kurang baik adalah 37 Santri 69,8 . Tes Chi-Square menunjukkan perbedaan yang signifikan antara prevalensi penyakit kulit infeksius dengan perilaku higienis p = 0.008 . Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku higienis Santri.

Skin diseases often arise among crowded community and the prevalence of skin diseases is still high in developing country particularly in Indonesia. In a Pesantren that is situated in East Jakarta, a high prevalence of skin diseases is reported. Hygienic behavior of the individuals evidently plays a role in the prevalence of skin diseases. The objective of this research is to know the prevalence of skin diseases in a Pesantren in East Jakarta and its relation with hygienic behavior of the Pesantren students or called Santris. This cross sectional study was conducted among 184 Santris as the subjects of this research. The questionnaires regarding hygienic behavior are completed by the Santris and thereafter the Santris are examined by dermatologists.
The examination result by dermatologists reveals approximately 144 Santris 78.3 experience various kinds of skin disease 69 Santris 37.5 with infectious skin disease while the other 75 Santris 40.8 experience non infectious skin disease. The number of Santris with infectious skin disease in poor hygiene is 107 Santris 81.7 and the number of Santris with skin disease in good hygieneis 37 Santris 69.8 . Chi Square test indicates significant difference between the prevalence of skin diseases and hygienic behavior p 0.008 . Therefore, there is a relation between the prevalence of skin diseases and the Santris rsquo hygienic behavior."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wimala Puspa Enggaringtyas
"[Urbanisasi yang semakin marak terjadi menimbulkan peningkatan penduduk kelas konsumen di Indonesia. Didukung dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk kesehatan membuat angka pertumbuhan yang mencapai angka 173,2% dari tahun 2008 sampai 2013 untuk penjualan produk perawatan kulit. Potensi yang besar pada industri ini tentu mengundang semakin banyak pemain-pemain bisnis untuk ikut bersaing. Oleh karena itu dibutuhkan strategistrategi pemasaran baru yang dapat memperkuat loyalitas konsumen akan merek pada pasar yang kompetitif ini. Sayangnya, merek merupakan hal yang tidak dapat terukur sehingga dibutuhkan model yang dapat mensimulasikan sistem yang kompleks untuk mengukurnya. Melihat fenomena revolusi digital yang mengembangkan penjualan secara online, pada penelitian ini penulis menganalisis efek dari pengadaan saluran online sebagai alternatif saluran distribusi berdasarkan pembentukan loyalitas merek menggunakan simulasi dinamis. Hasil dari penelitian ini adalah besaran loyalitas merek, keinginan untuk membeli produk, dan persepsi kualitas akan produk sebagai pertimbangan pengambil keputusan pada perusahaan untuk menentukan strategi saluran distribusi.

High urbanization phenomenon gives rise to the number of consuming class citizens in Indonesia. Supported by the escalation of needs for healthcare products, sales of skincare products increased significantly from the year of 2008 to 2013 with 173.2% growth. As the opportunity is now widely open with such potentials, competitive environment in skincare industry gets tougher especially with many new comers in the business. Therefore, current players need to have new marketing strategies in order to strengthen their brand loyalty in this highly competitive market. However, brand is an intangible variable which requires a model that can simulate a complex system for its measurement. Take a look at digital revolution that creates online platform as new distribution channel, the aim of this study is to analyze the effect of adding online channel as alternative distribution channel based on the formation of brand loyalty using systems dynamics. The result of this research is the number of brand loyalty, desire to buy brand and perceived quality of the product for decision maker in company to consider the best marketing strategy in choosing distribution channel., High urbanization phenomenon gives rise to the number of consuming class
citizens in Indonesia. Supported by the escalation of needs for healthcare
products, sales of skincare products increased significantly from the year of 2008
to 2013 with 173.2% growth. As the opportunity is now widely open with such
potentials, competitive environment in skincare industry gets tougher especially
with many new comers in the business. Therefore, current players need to have
new marketing strategies in order to strengthen their brand loyalty in this highly
competitive market. However, brand is an intangible variable which requires a
model that can simulate a complex system for its measurement. Take a look at
digital revolution that creates online platform as new distribution channel, the aim
of this study is to analyze the effect of adding online channel as alternative
distribution channel based on the formation of brand loyalty using systems
dynamics. The result of this research is the number of brand loyalty, desire to buy
brand and perceived quality of the product for decision maker in company to
consider the best marketing strategy in choosing distribution channel.]"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S62562
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>