Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bellina Trita Anjani
"Seiring dengan perkembangan teknologi di era digital, kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual juga semakin beragam jenisnya. Saat ini, tindakan lembaga penyiaran yang mengunggah karya siarannya pada media sosial sedang marak terjadi. Hal tersebut rawan menimbulkan sengketa hak cipta. Salah satu sengketa hak cipta mengenai karya siaran yang diunggah di media sosial adalah perkara antara pencipta lagu melawan lembaga penyiaran dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Putusan Mahkamah Agung No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 yang akan dibahas dalam skripsi ini. Skripsi ini pada pokoknya membahas 3 (tiga) permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta atas lagu di Indonesia, bagaimana ruang lingkup distribusi royalti atas penggunaan lagu untuk kepentingan lembaga penyiaran melalui LMKN, dan bagaimana kesesuaian penerapan peraturan perundang-undangan dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menganalisis bahan pustaka dan sumber hukum tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 adalah putusan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Tergugat telah melakukan pelanggaran hak moral Penggugat berupa right of paternity yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) angka 1 UU Hak Cipta 2014 dan melakukan pelanggaran hak ekonomi Penggugat yang diatur pada Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta 2014 karena melakukan komunikasi karya siaran yang bermaterikan lagu ciptaan Penggugat tanpa seizin Penggugat. Pengunggahan karya siaran yang mengandung lagu di YouTube memerlukan izin pencipta lagu karena objek yang diunggah pada akun YouTube Tergugat bukan karya siaran yang murni merupakan hasil dari kreativitas Tergugat, melainkan juga mengandung hasil kreativitas Penggugat sebagai pencipta lagu. Sementara dalam kasus ini, Tergugat hanya pernah menandatangani perjanjian lisensi untuk kepentingan lembaga penyiaran. Dalam hal ini, pengunggahan karya siaran di YouTube telah keluar dari objek perjanjian lisensi.

Along with the development of technology in the digital era, cases of intellectual property infringement are also becoming more diverse. Currently, the actions of broadcasting organizations that upload their broadcast works on social media are rife. This is prone to cause copyright disputes. One of the copyright disputes regarding broadcast works uploaded on social media is a case between songwriters and broadcasters in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Supreme Court Decision No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/ 2022 which will be discussed in this thesis. This thesis discusses 3 (three) issues, namely how is the regulation of copyright protection for songs in Indonesia, the scope of royalty distribution for the use of songs for the benefit of broadcasters through LMKN, and the application of laws and regulations in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst and Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. The research method used in this thesis is juridical normative, by analyzing literature and written laws. The results of the study show that the Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 is a decision that is in accordance with applicable laws and regulations because the Defendant violated the Plaintiff's moral rights in the form of the right of paternity, which is regulated in Article 5 paragraph (1) number 1 of the Copyright Law 2014 and violated the Plaintiff's economic rights as stipulated in Article 9 paragraph (1) of the Copyright Law 2014 by communicating broadcast works that contain songs created by the Plaintiff without the Plaintiff's permission. Uploading broadcast works containing songs to YouTube required the songwriter's permission because the object uploaded on the Defendant's YouTube account was not a broadcast work that was purely the result of the Defendant's creativity but also contained the result of the Plaintiff's creativity as a songwriter. In this case, the Defendant had only ever signed a license agreement for the benefit of a broadcasting institution. However, uploading broadcast works on YouTube is not an object of the license agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitohang, Indra C.
"Tesis ini membahas mengenai legalitas atas hak cipta lagu parodi yang diunggah di dalam layanan berbagi video YouTube dengan mengkaji sejauhmana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur hal tersebut termasuk perlindungan terhadap hak moral dan hak ekonomi pencipta dan pelaku pertunjukan lagu asli. Dengan kemajuan teknologi, kepastian hukum atas suatu ciptaan lagu yang ditransformasikan menjadi parodi dan kemudian diunggah di internet sangatlah penting untuk dikertahui oleh pencipta dan pelaku pertunjukan lagu asli. Terdapat dua cara untuk mengetahui sejauhmana suatu lagu parodi yang diunggah melalui YouTube adalah sah ataukah bertentangan dengan UUHC. Jika terjadi pelanggaran hak cipta, maka pencipta dan pelaku pertunjukan lagu asli berhak atas perlindungan hukum dengan cara mengajukan penghentian, gugatan perdata, maupun tuntuan pidana yang diatur di dalam UUHC, UU ITE dan Copyrigts on YouTube.

This thesis discusses the legality to Copyright of Parody Song which being uploaded in video-sharing website, YouTube by analyzing at how far The Law of Republic of Indonesia Number 28 Year 2014 Regarding Copyright regulates this matter including the protection of moral right and economic right of the original songwriter and performer. With the progress of technology, legal certainty of the song which being transformed to parody and also uploaded to internet is very important for original songwriter and performer to know. There are two ways to find out about a parody song which were uploaded through YouTube be valid or contrary to UUHC. When there is a violation of copyright, the original songwriter and performer have a rights to access legal protection by reporting the termination, filing a lawsuit for compensation, and criminal charges as governed in UUHC, UU ITE, and Copyrights on YouTube."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Kadek Andini Swari
"Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur tentang definisi dari hak cipta yang diperoleh berdasarkan prinsip deklaratif. Akan tetapi, dalam Undang-Undang ini tidak tercantum definisi yang pasti tentang prinsip deklaratif tersebut yang membuat tidak adanya kepastian hukum karena akan sulit untuk menentukan siapa yang berhak memperoleh hak cipta. Tidak adanya penjelasan mengenai prinsip deklaratif secara pasti menimbulkan miskonsepsi terhadap seorang pencipta memerlukan suatu tindakan terntentu untuk melindungi ciptaannya yaitu pencatatan ciptaan. Sehingga, tidak terjamin kepastian hukum antara prinsip deklaratif dengan pencatatan ciptaan. Pesatnya perkembangan industri musik saat ini juga akan berdampak pada kegusaran pencipta suatu karya dalam hal ini pencipta musik dan/atau lagu. Dengan menggunakan metodologi hukum normatif, maka akan dijabarkan mengenai makna deklaratif dalam undang-undang hak cipta pada karya musik dan/atau lagu serta menganalisis kepastian hukum antara prinsip deklaratif dan pencatatan. Hasil dari penelitian ini yakni makna prinsip deklaratif dalam undang-undang hak cipta adalah pernah dinyatakannya suatu ciptaan ke hadapan publik. Jaminan kepastian hukum terhadap prinsip deklaratif yakni dengan adanya sanksi pidana dan perdata terhadap pelanggar hak cipta. Sebaiknya, untuk membuat prinsip deklaratif berjalan dengan efektif maka diperlukan kesadaran bagi pencipta untuk melakukan dokumentasi atau semacamnya dalam jumlah yang banyak pada saat menyatakan suatu ciptaan pertama kali sebagai bukti yang kuat jika terjadi sengketa di kemudian hari.

Article 1 of Law Number 28 of 2014 concerning Copyright regulates the definition of copyright obtained based on declarative principles. However, this Law does not include a definite definition of the declarative principle which results in a lack of legal certainty because it will be difficult to determine who has the right to obtain copyright. The absence of an explanation regarding declarative principles definitely creates a misconception that an creator requires certain actions to protect his creation, namely the registration of the creation. Thus, legal certainty is not guaranteed between declarative principles and the recording of works. The current rapid development of the music industry will also have an impact on the anger of the creators of a work, in this case the creators of music and/or songs. By using the normative law methodology, it will be explained regarding the declarative meaning in copyright laws on musical works and/or songs and will analyze legal certainty between declarative principles and recording. The result of this research is that the meaning of the declarative principle in copyright law is that a work has been declared before the public. Guarantee of legal certainty against the declarative principle, namely by the existence of criminal and civil sanctions against copyright violators. Preferably, to make the declarative principle work effectively, awareness is needed for creators to carry out documentation or the like in large quantities when declaring a creation for the first time as strong evidence in the event of a dispute at a later date."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathrine Audrey Delila Quinones
"Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan. Perlindungan Hak Cipta di Indonesia telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 yang merupakan wujud dari ikut sertanya Indonesia sebagai anggota World Trade Organization yang mencakup tunduknya pada Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights. Melalui adanya perkembangan digital yang sangat pesat telah membuat adanya pelanggaran hak cipta yaitu adanya penggunaan hak cipta tanpa adanya perizinan. Pelanggaran tersebut terutama pada objek hak cipta lagu dan juga fonogram lagu yang digunakan pada platform YouTube di mana lagu tersebut dijadikan sebagai backsound iklan. Oleh karena itu, penggunaan fonogram lagu yang digunakan tanpa perizinan menjadi latar belakang skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yang menggunakan pendekatan norma hukum secara tertulis dan hasil penelitian mengenai perlindungan Hak Cipta. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu meskipun Undang-Undang Hak Cipta kurang memadai, akan tetapi diperlukan pengaturan yang lebih lengkap dan rinci mengenai perizinan terhadap penggunaan lagu yang digunakan untuk iklan, terutama dalam hal penggunaannya yang diunggah pada platform YouTube, hal ini agar dapat terhindar dari kerugian materiil dan immateriil dari seorang Pencipta, dikarenakan suatu karya cipta di dalamnya terdapat suatu nilai komersial.

When a creative is produced in a concrete form without lowering constraints and in compliance with regulatory requirements, copyright, the creator's exclusive right, automatically arises. Law No. 28 of 2014, which is an indication of Indonesia's involvement as a member of the World Trade Organization includes its compliance with the Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, that regulates copyright protection in Indonesia. However, the rapid digital technology increase has led to copyright infringement—the unauthorized use of intellectual property. These infractions primarily relate to song phonograms on YouTube, where it is utilized as background music for advertisements, as well as the song's subject of copyright. Consequently, the unauthorized use of a song phonograph is the background of this thesis. As a result, the thesis's context is the unauthorized use of a song phonograph. The normative-juridical research methodology employed in this paper makes use of both the findings of copyright research and a written legal norm approach. The implication is that, notwithstanding the copyright law's sufficiency, more thorough and specific licensing agreements are required for songs used in advertising, particularly when those advertisements are posted to the YouTube site. Since copyrighted works have commercial value, doing so will prevent an author from suffering physical and intangible losses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Renaldi
"Di masa sekarang ini, penggunaan internet semakin meluas dan pesat. Penggunaan internet yang semakin meluas ini tidak dapat dihindarkan dengan permasalahan perlindungan hak cipta. Maka itu, diperlukannya perlindungan hak cipta di ranah sosial media seperti YouTube yang merupakan platform sosial media untuk berbagi video. Platform YouTube telah memberikan system perlindungan hak cipta yang dinamakan copyright strike. Namun dalam penggunaan dan pengimplementasikannya, ditemukan berbagai permasalahan. Dengan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai cara kerja peraturan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online. Kedua, mengenai perbandingan pengaturan mengenai teguran hak cipta di Amerika Serikat (common law) dan di Indonesia (civil law). Ketiga, menentukan cara menghentikan penyalahgunaan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online.

Currently, the use of the internet keeps ongoing widespread and rapid. The increasingly widespread use of the internet is unavoidable with the issue of copyright protection. Therefore, copyright protection is needed in social media such as YouTube, a social media platform for sharing videos. The YouTube platform has provided a copyright protection system called copyright strike. However, in its usage and implementation, various problems were found. Using a normative research method, this research will discuss 3 (three) research questions: First, regarding how the copyright strike regulations on YouTube as an online video sharing medium. Second, the rules regarding copyright strike in the United States (common law) and in Indonesia (civil law). Third, determine how to stop the abuse of copyright strikes on YouTube as an online video-sharing medium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Ayu Amira
"Dalam perkembangan web, monetisasi adalah kemampuan untuk mendapatkan keuntungan dari website. Perkembangan teknologi yang pesat telah menghasilkan beragam cara untuk memonetisasi Hak Cipta. Salah satu aspek terpenting Hak Cipta adalah Hak Ekonomi, yang mana adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk menerima keuntungan ekonomi dari Ciptaan mereka. Jikalau ada pihak yang ingin menggunakan Hak Ekonomi tersebut, maka mereka haruslah membayarkan royalti terhadap Pencipta atau Pemilik Hak yang bersangkutan. Karena Internet telah memberikan metode distribusi Ciptaan yang mudah dan murah, peran perantara Internet menjadi sangat signifikan. Salah satu perantara internet yang paling populer adalah Youtube. Youtube memungkinkan penggunanya untuk memperoleh uang melalui iklan online via Google Adsense. Seperti karya audiovisual lainnya, video yang diupload ke Youtube dilindungi Hak Cipta. Sebagai perantara Internet, Youtube tidak bebas dari masalah Hak Cipta di Internet. Sifat Internet membuat sulit untuk pemilik Hak Cipta untuk mengetahui secara pasti saat Ciptaan mereka dimonetisasi oleh orang lain tanpa izin atau imbalan yang layak. Tanpa teknologi yang memadai yang akan memungkinkan Pemegang Hak untuk mengidentifikasi secara akurat, penggunaan Ciptaan mereka, Internet akan selalu rentan terhadap pelanggaran Hak Cipta. Karena itu, untuk memastikan Hak Ekonomi Pencipta dan Pemegang Hak terlindungi, Pemerintah harus melaksanakan pengawasan terhadap perantara internet.

In web development, monetization refers to the ability to generate revenue from a website. Rapid technological advancements have resulted in multiple ways in which Copyright can be monetized. One of the most important aspect of Copyright is Economic Rights, which is the exclusive right of the Creator or Copyright holder to obtain economic benefit of their works. Should anyone wish to utilize said Economic Rights, they must pay royalty to the respective Creator or Rightsholder. As the Internet have enabled easy and low cost distribution of works, the role of internet intermediaries becomes very significant. One of the most popular internet intermediary is Youtube. Youtube allows its users to make money from their videos through advertising revenue via Google AdSense. Just like other audiovisual works, videos uploaded to Youtube is subject to Copyright. By virtue of being an internet intermediary, Youtube is not free from the issues of Copyright on the Internet. The nature of the Internet makes it difficult for Copyright owners to know precisely when their works are being monetized by other people without proper authorisation and remuneration. Without the adequate technology that would enable rightsholder to accurately identify the use of their works, the Internet will always be a place that is susceptible to Copyright infringement. Therefore, to make sure that the Economic rights of Creators or rightsholders are protected, the government must conduct oversight towards internet intermediaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Kusumasari
"Tesis ini memfokuskan pada perlindungan hak cipta atas karya lagu yang digunakan sebagai Nada Sambung Pribadi atau Ring Back Tone (RBT). Nyatanya, banyak pencipta lagu yang karya lagunya meledak di pasaran tapi malah hidup berkekurangan. Saat ini perkembangan dunia musik dan dunia teknologi berjalan seiring. Namun, perkembangan ini tidak diikuti adanya perlindungan dan penegakan hukum yang memadai bagi hak pencipta atau pemegang hak cipta. Dari penelitian ini, pencipta lagu dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat diambil ketika haknya dilanggar. Adanya lembaga manajemen pemungut royalti saat ini belum maksimal membantu perlindungan hak pencipta karena belum adanya dasar hukum yang tegas mengaturnya.

This research focuses on the protection of copyright of the songs used as Ring Back Tone (RBT). In fact, many song authors whose songs are exploded in the market are still living in need. Nowadays, the development of music and technology grow together. However, this development is not followed by adequate protection and enforcement of copyright laws for the author or copyright holder. From this research, song author might know any efforts can be taken when their rights are violated. The existence of Collecting Management Society is not optimally protecting author rights yet because there is no clear legal basis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30964
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nia
"Makalah non-seminar yang bertajuk “Analisis Komunikasi Politik (Studi Kasus pada Video Rapat Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama / Ahok dengan Jajaran Dinas DKI yang Diunggah di Youtube Melalui Akun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta)” mengambil teori lima unsur komunikasi politik yang terdiri atas komunikator politik, pesan, media, komunikan, dan efek.
Makalah ini digali melalui berbagai studi literatur dan studi kasus mengenai cara kepemimpinan yang diterapkan para pemimpin Indonesia. Pada 2012 pasangan Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok pun mulai mendongkrak kinerja pemerintahan melalui cara memimpinnya yang terstruktur dan terkoneksi oleh media sosial. Setiap rapat birokrasi yang dilakukan Ahok bersama jajaran dinas, disebarluaskan melalui Youtube (media global tanpa batas) agar bisa dilihat oleh tak hanya warga Jakarta dan Indonesia, tetapi juga masyaakat dunia.
Kesimpulan dari makalah ini, budaya tranparansi yang diterapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) telah membangun berbagai opini publik dari berbagai kalangan, baik yang mendukung maupun tidak mendukung, baik yang menyukai maupun yang tidak menyukai. Memanfaatkan media baru seperti Youtube, merupakan hal mutakhir yang baru diterapkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia. Dalam hal ini Youtube menjadi salah satu media kampanye dapat mendongkrak sosok Ahok dalam meraih dukungan atau simpati massa dari berbagai kalangan, usia, kelas sosial, dan lintas batas.

This paper that entitled “Political Communication Analysis (case study on the Video meeting of the Vice Governor of DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama/Ahok lined with Department of DKI Services which uploaded on Youtube Through Government Accounts DKI Jakarta)” takes the five elements theory political communications unsure consisting of political communicators, message, media, receiver, and effects.
This paper was dug through the various studies of the literature and case studies on how the leadership of Indonesia previously had occurred in Indonesia's leadership crisis. In 2012 the Governor's spouse Joko Widodo and Ahok began to boost the performance of the Government through a structured and directed it connected by social media. Each meeting bureaucracies that led by Ahok, disseminated via Youtube (global media without boundaries) to be seen by not only the citizens of Jakarta and Indonesia, but also the world.
The conclusion of this paper is transparent culture applied to Vice Governor of DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama(Ahok) is builds a wide range of public opinion from many quarters, both in favor of and does not endorse, either liked or disliked. By utilizing new media like Youtube, the new cutting-edge applied a system of Government in Indonesia. In this case Youtube became one of the media campaign could boost the figure within the mass Ahok grabbed from various backgrounds, ages, social classes, and cross-border.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Immanuel Parulian Setiadi
"Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan mengenai aspek hak cipta terkait Undang-Undang Hak Cipta yang terdapat dalam karya lagu yang diciptakan dengan menggunakan metode digital song sampling. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif normatif. Aspek hak cipta yang diteliti adalah mengenai bentuk ciptaan, orisinalitas serta kepemilikan dari hak cipta itu sendiri. Metode digital song sampling merupakan sebuah metode yang beberapa waktu kebelakang umum digunakan para produser lagu dalam menciptakan lagu, pada dasarnya dalam metode ini diambil sebagian hal dari lagu yang sudah ada dan terhadap bagian tersebut dilakukan pengolahan untuk kemudian diletakan ke dalam lagu yang baru. Dalam hal karya lagu yang diciptakan melalui metode digital song sampling diketahui bahwa bentuk yang dimiliki merupakan bentuk ciptaan turunan atau karya derivatif, hal ini dikarenakan lagu tersebut memenuhi unsur dari bentuk karya derivatif yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Karya ini bersifat orisinal namun hal orisinalitas tersebut terbatas pada elemen baru yang ditambahkan dalam karya tersebut sehingga tidak meliputi elemen lagu lain yang digunakan dalam karya tersebut meskipun terhadap elemen tersebut telah dilakukan modifikasi sedemikian rupa terhadapnya. Sementara itu mengenai kepemilikan hak cipta karya ini khususnya pada hak ekonomi dimiliki Pencipta sesuai dengan kesepakatan dari pemilik hak ekonomi dari lagu yang dilakukan sampling.

This writing is the result of research on the aspects of copyright related to the Copyright Law found in a song created using the digital song sampling method. The study employs a descriptive normative method, focusing on the form of creation, originality, and ownership of the copyright itself. Digital song sampling is a method commonly used by music producers to create songs by taking portions from existing songs and processing them into a new composition. In the case of songs created through digital song sampling, it is known that the form it takes is a derivative creation, meeting the criteria outlined in the Copyright Law for derivative works. While the work is original, this originality is limited to the new elements added, excluding elements from other songs used in the work, even though modifications have been made to those elements. Regarding copyright ownership, particularly economic rights, the Creator holds them according to the agreement with the owner of the economic rights of the sampled song."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabian Raffa Reyhan
"Recaps film adalah salah satu jenis konten yang dapat dibuat oleh para creator YouTube untuk mendapatkan uang atau keuntungan dari sistem monetisasi yang disediakan oleh YouTube. Saqahayang adalah salah satu creator yang membuat jenis konten ini pada kanal YouTube-nya. Recaps film sendiri dapat di definisikan sebagai suatu konten penceritaan kembali suatu film/serial yang sedang atau sudah tayang di publik, dengan menggunakan narasi pembuat konten sendiri serta menggunakan unsur audio dan visual dari film atau serial yang dijadikan subjek yang memiliki sifat ‘pengganti’, dimana penonton atau calon penonton suatu film dapat menonton dan mengerti isi dari suatu film dalam waktu 15 sampai 30 menit tanpa harus menonton film yang dijadikan subjek secara keseluruhan di bioskop atau layanan streaming. Walaupun YouTube sebagai penyedia platform sudah memiliki aturan tentang larangan penggunaan karya orang lain tanpa ijin pengguna, pelanggaran mengenai hal tersebut masih kerap terjadi. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pembuatan konten berjenis recaps film yang dibuat oleh Saqahayang memiliki potensi pelanggaran Hak Cipta. Tindakan yang dilakukan Saqahayang juga tidak dapat dikategorikan sebagai ‘penggunaan yang wajar’ karena terdapat kepentingan ekonomi pencipta cuplikan film atau serial yang dirugikan. Sebagai bentuk tanggung jawab dan cara untuk menanggulangi permasalahan tersebut, YouTube memiliki Formulir Web DMCA Publik, Copyright Match Tool, dan Content ID yang dapat membantu dan melindungi pencipta dan para pemilik hak cipta. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, tulisan ini akan menganalisis mengenai bentuk pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh Saqahayang dan bagaimana bentuk tanggung jawab hukum YouTube sebagai penyedia platform.

Film recaps are one type of content that can be created by YouTube creators to earn money or profit from the monetization system provided by YouTube. Saqahayang is one of the creators who produces this type of content on their YouTube channel. Film recaps can be defined as a retelling of a movie/TV series that is currently airing or has already been released to the public, using the creator's own narration and incorporating audio and visual elements from the film or series being discussed. It serves as a 'substitute' that allows viewers or potential viewers to understand the content of a film within 15 to 30 minutes, without having to watch the entire film in theaters or on streaming services. Although YouTube, as a platform provider, has rules against the unauthorized use of others' work, violations still occur frequently. Referring to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright, the production of film recap content by Saqahayang has the potential to infringe on Copyright. Saqahayang's actions cannot be categorized as 'fair use' because they economically affect the creators of the film or series excerpts. As a form of responsibility and a way to address this issue, YouTube provides the Public DMCA Web Form, Copyright Match Tool, and Content ID to assist and protect creators and copyright owners. Using a normative juridical research method, this paper will analyze the forms of copyright infringement committed by Saqahayang and the legal responsibilities of YouTube as a platform provider."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>