Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 181604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Najma Fakhira Nuril Haq
"COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 dan ditetapkan sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020 oleh WHO. Pemerintah Republik Indonesia mulai melaksanakan program vaksinasi booster untuk meningkatkan durabilitas sistem imun, khususnya pada tenaga kesehatan untuk memicu reaksi imunogenitas pada tubuh melalui produksi antibodi netralisasi (NAb). Namun, NAb memiliki durabilitas tertentu dan mungkin akan mengalami penurunan yang turut dipengaruhi oleh adanya SARS-CoV-2 varian baru yang muncul seperti varian Delta dan Omicron. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi antibodi netralisasi yang dihasilkan oleh tenaga kesehatan di Jakarta sebelum dan setelah 12 bulan vaksinasi booster COVID-19, mengevaluasi antibodi netralisasi setelah 12 bulan vaksinasi booster COVID-19 terhadap 4 varian SARS-CoV-2 berupa varian wild type, Delta, Omicron (B.1.1.529), dan Omicron (BA.2), dan mengevaluasi antibodi netralisasi pada partisipan yang mengalami breakthrough infection dengan partisipan yang tidak mengalami breakthrough setelah 12 bulan vaksinasi booster COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) yang sesuai untuk digunakan dalam mendeteksi antibodi netralisasi karena memiliki hasil yang baik dengan waktu deteksi singkat. Hasil penelitian yang diperoleh adalah terdapat kenaikan antibodi netralisasi yang signifikan pada saat 12 bulan pascavaksinasi booster dibandingkan dengan saat pravaksinasi booster. Selain itu, terdapat perbedaan kadar antibodi netralisasi antara keempat varian dengan penurunan antibodi netralisasi yang cukup signifikan sekitar 10—20% pada varian Omicron (B.1.1.529 dan BA.2). Tidak terdapat perbedaan antibodi netralisasi yang signifikan pada partisipan yang mengalami breakthrough infection dengan partisipan yang tidak mengalami breakthrough infection, namun, seluruh partisipan breakthrough infection memiliki tingkat keparahan COVID-19 kategori ringan. Kesimpulan penelitian ini adalah vaksinasi booster pertama pada partisipan menunjukkan durabilitas imun pada bulan ke-12 pascavaksinasi booster pertama yang masih tergolong baik dan kemungkinan berpengaruh terhadap rendahnya tingkat keparahan gejala COVID-19 pada partisipan yang mengalami breakthrough infection. Varian baru SARS-CoV-2 seperti Omicron (B.1.1.529 dan BA.2) menyebabkan penurunan respons kekebalan tubuh sehingga perlu dilaksanakan vaksinasi booster lanjutan.

COVID-19 is an infectious disease caused by SARS-CoV-2 and was declared as global pandemic on 11 March 2020 by WHO. The Government of the Republic of Indonesia has started implementing a booster vaccination program to increase the durability of the immune system, especially for healthcare workers to trigger an immunogenic reaction in the body through the production of neutralizing antibodies (NAb). However, NAb has a certain durability and may experience a decrease which is also influenced by the emergence of new SARS-CoV-2 variants such as the Delta and Omicron variants. The purpose of this study was to evaluate the neutralization antibodies produced by healthcare workers in Jakarta before and after 12 months of the COVID-19 booster vaccination, to evaluate the neutralization antibodies after 12 months of the COVID-19 booster vaccination against 4 variants of SARS-CoV-2 in the form of wild type variants, Delta, Omicron (B.1.1.529), and Omicron (BA.2), and evaluated neutralizing antibodies in participants who experienced a breakthrough infection with participants who did not experience a breakthrough after 12 months of the COVID-19 booster vaccination. The method used in this study is the Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) which is suitable for detecting neutralizing antibodies because it has good results with a short detection time. The results of the study were that there was a significant increase in neutralizing antibodies 12 months after the booster vaccination compared to the prevaccination booster. In addition, there were differences in neutralizing antibody levels between the four variants with a significant decrease in neutralizing antibodies of around 10—20% in the Omicron variants (B.1.1.529 and BA.2). There was no significant difference in neutralizing antibodies in participants who experienced a breakthrough infection and participants who did not experience a breakthrough infection. However, all breakthrough infection participants had a mild level of COVID-19 severity. The conclusion of this study is that the first booster vaccination in participants shows immune durability at the 12th month after the first booster vaccination which is still relatively good and may have an effect on the lower severity of COVID-19 symptoms in participants who experience a breakthrough infection. New variants of SARS-CoV-2 such as Omicron (B.1.1.529 and BA.2) cause a decrease in the body's immune response so that further booster vaccinations are necessary."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronaa Fadhila Emelda
"COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang mengakibatkan pandemi global. Jakarta adalah salah satu kota di Indonesia dengan angka kasus dan kematian tertinggi akibat COVID-19. Salah satu cara paling efektif untuk mengurangi keparahan dan resiko penularan COVID-19 adalah dengan vaksinasi. Vaksin dapat merangsang respons imunitas humoral tubuh yang menghasilkan antibodi netralisasi. Selain vaksin, antibodi netralisasi dapat diinduksi secara natural oleh imunitas tubuh. Hybrid immunity merupakan gabungan antara antibodi netralisasi yang diinduksi secara natural dan yang diinduksi oleh vaksin. SARS-CoV-2 terus bermutasi memunculkan berbagai varian yang menyebabkan peningkatan jumlah kasus dan munculnya gelombang COVID-19 baru di Indonesia, yaitu gelombang Delta pada Juni 2021 dan gelombang Omicron pada Januari 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan antibodi netralisasi 3 bulan setelah vaksinasi dosis lengkap dari beberapa jenis vaksin, yaitu vaksin virus inaktivasi (CoronaVac), vaksin viral vektor (ChAdOx1 nCoV-19), dan vaksin mRNA (BNT162b2) serta pengaruh riwayat infeksi SARS-CoV-2 pada penerima vaksin terhadap berbagai varian SARS-CoV-2 (Wuhan, Delta, Omicron B.1.1.529 dan BA.2). Penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) yang memiliki prinsip kerja seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan meniru interaksi antara receptor binding domain (RBD) dan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) dalam pelat ELISA dengan RBD dan ACE2 yang telah mengalami pemurnian dengan sampel serum partisipan populasi umum (n = 76). Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara antibodi netralisasi sebelum dan 3 bulan setelah vaksinasi dosis lengkap, tetapi tidak terdapat perbedaan signifikan pada antibodi netralisasi yang dihasilkan dari masing-masing jenis vaksin. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh waktu pengambilan sampel setelah terjadi gelombang Omicron COVID-19 sehingga terjadi hybrid immunity yang menyebabkan tingginya kadar antibodi netralisasi yang merata pada setiap jenis vaksin. Partisipan dengan riwayat infeksi SARS-CoV-2 memiliki kadar antibodi netralisasi yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan antibodi netralisasi yang signifikan terhadap berbagai varian SARS-CoV-2 dengan penurunan kadar antibodi netralisasi yang signifikan terhadap varian Omicron B.1.1.529 dan BA.2. Kesimpulan dari penelitian ini adalah vaksinasi dosis lengkap berhasil meningkatkan kadar antibodi netralisasi hingga 3 bulan pascavaksinasi yang dipengaruhi oleh riwayat infeksi SARS-CoV-2.

COVID-19 is a disease caused by the SARS-CoV-2 virus which has resulted in a global pandemic. Jakarta is one of the cities in Indonesia with the highest number of COVID-19 cases and deaths. One of the most effective ways to reduce the severity and transmission risk of COVID-19 is by getting vaccinated. Vaccines can stimulate the body's humoral immune response to produce neutralizing antibodies. Apart from vaccines, neutralizing antibodies can be induced naturally by the body's immunity. Hybrid immunity is a combination of naturally induced neutralizing antibodies and those induced by vaccines. The continuously mutating SARS-CoV-2 has led to the emergence of various variants which have resulted in an increase in the number of cases and the emergence of new COVID-19 waves in Indonesia, namely the Delta variant which appeared in June 2021 and the Omicron variant in January 2022. This study aims to evaluate changes in neutralizing antibodies 3 months after complete doses of several types of vaccines, namely inactivated virus vaccine (CoronaVac), viral vector vaccine (ChAdOx1 nCoV-19), and mRNA vaccine (BNT162b2) and the effect of a history of SARS-CoV-2 infection in vaccine recipients against various variants SARS-CoV-2 (Wuhan, Delta, Omicron B.1.1.529 and BA.2). The study was conducted using the Surrogate Virus Neutralization Test (sVNT) test which has a working principle like the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) and mimics the interaction between the receptor binding domain (RBD) and angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) in ELISA plates using RBD and ACE2 that had undergone purification with sera samples of general population participants (n = 76). The results showed that there were significant differences between the neutralizing antibodies before and 3 months after the full dose of vaccination, but there were no significant differences in the neutralizing antibodies produced from each type of vaccine. This was probably caused by the sampling time after the Omicron COVID-19 wave occurred, resulting in hybrid immunity which resulted in high levels of neutralizing antibodies that were evenly distributed in each type of vaccine. Participants with a history of SARS-CoV-2 infection had higher levels of neutralizing antibodies. There were significant differences in neutralizing antibodies against various variants of SARS-CoV-2 with a significant decrease in levels of neutralizing antibodies against Omicron B.1.1.529 and BA.2 variants. The conclusion of this study is that full dose vaccination has succeeded in increasing neutralizing antibody levels for up to 3 months after vaccination which are affected by a history of SARS-CoV-2 infection."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaula Putri Rizkia
"Respons antibodi spesifik SARS-CoV-2 dapat diperoleh dari paparan virus ketika infeksi ataupun dari vaksinasi. Studi mengenai rasio CD4+/CD8+ sebagai penanda status imunitas masih belum banyak dilakukan pada dewasa sehat. Vitamin D yang memiliki efek imunomodulatori pada sistem imun adaptif dan alamiah, mampu memodulasi pembentukan antibodi dan regulasi dari sel T. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan kadar 25(OH)D serum terhadap titer antibodi SARS-CoV-2 dan rasio CD4+/CD8+ sebagai penanda status imunitas individu. Studi potong lintang ini dilakukan terhadap tenaga kesehatan di tiga rumah sakit rujukan COVID-19 di Jakarta dan Depok pada periode Juli–Desember 2021. Pengambilan data yang dilakukan berupa wawancara kuesioner data sosiodemografik, pemeriksaan tanda-tanda vital, pengukuran antropometri, dietary assessment menggunakan 24-h food recall dan SQ-FFQ. Pengambilan sampel darah dilakukan untuk menilai kadar 25(OH)D serum, rasio CD4+/CD8+, dan titer antibodi SARS-CoV-2. Didapatkan 154 tenaga kesehatan usia 22-53 tahun dalam kondisi sehat dan tanpa riwayat penyakit kronis. Median asupan vitamin D subjek penelitian sebesar 2,42 mcg/hari (1,23–4,00) dengan 94,7% subjek memiliki asupan vitamin D yang kurang. Median kadar serum 25(OH)D pada subjek sebesar 14,4 ng/mL (9,50–18,62) dengan 81,8% subjek mengalami defisiensi dan 14,9% subjek mengalami insufisiensi vitamin D. Median rasio CD4+/CD8+ 1,14 (0,88–1,34), 85,7% subjek memiliki titer antibodi SARS-CoV-2 >250 U/mL dan 14,3% subjek memiliki titer antibodi ≤250. Tidak ditemukan adanya hubungan yang siginifikan antara kadar 25(OH)D dengan titer antibodi SARS-CoV-2 (p 0,209 OR 4,101 95% CI 0,45–37,04) dan Rasio CD4/CD8 (p 0,385 𝛃 -0,005 95% CI -0,0015–0,006). Asupan dan kadar vitamin D pada subjek penelitian masih tergolong rendah. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan adanya hubungan antara kadar serum 25(OH)D dengan rasio CD4+/CD8+ dan titer antibodi SARS-CoV-2.

SARS-CoV-2 specific antibody response can be generated from exposure to the virus during infection or from vaccination. There is limited data on CD4+/CD8+ ratio in healthy individuals as a marker of immunity status. Vitamin D, which has an immunomodulatory effect on both  innate and adaptive immune systems, is able to modulate antibody formation and regulation of T cells. This study aimed to examine the association between serum 25(OH)D levels and SARS-CoV-2 antibody titers along with CD4+/CD8+ ratio as a marker of immunity status. This cross-sectional study was conducted on healthcare workers at three COVID-19 referral hospitals in Jakarta and Depok in the period of July–December 2021. Data collection was carried out using questionnaire, examination of vital signs, anthropometric measurements, dietary assessment using 24-h food recall, and SQ-FFQ. Blood samples were taken to assess serum 25(OH)D levels, CD4+/CD8+ ratio, and SARS-CoV-2 antibody titers. 154 healthcare workers aged 22-53 years who were in good health and had no history of chronic disease were examined in this study. The median intake of vitamin D was 2.42 mcg/day (1.23-4.00), with 94.7% of participants having insufficient intake of vitamin D. The median serum 25(OH)D level was 14.4 ng/mL (9.50-18.62), with 81.8% participants are vitamin D deficiency and 14.9% are insufficient. Median CD4+/CD8+ ratio was 1.14 (0.88 to 1.34). 85.7% participants had SARS-CoV-2 antibody titers >250 U/mL, while 14.3% were below 250 U/mL. There was no significant relationship of serum 25(OH)D levels to SARS-CoV-2 antibody titers (p 0.209 OR 4.101 95% CI 0.45–37.04) and CD4+/CD8+ ratio (p 0.385 o-0.005 95% CI -0.0015–0.006). Vitamin D intake and serum 25(OH)D levels are relatively low. This study disproves relationship between serum 25(OH)D levels with CD4+/CD8+ ratio and SARS-CoV-2 antibody."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lestari
"Vaksinasi terhadap Virus Corona (SARSCov2) dianggap sebagai upaya penting dalam mengendalikan pandemi COVID-19 dan mempercepat pemulihan aktivitas ekonomi. Bukti empiris mengenai pengaruh vaksinasi terhadap kesehatan dan ekonomi pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh vaksinasi terhadap hasil kesehatan dan kondisi ekonomi masyarakat. Analisis dilakukan menggunakan metode fixed effect dengan data set panel bulanan mengenai vaksinasi dan berbagai hasil kesehatan (positivity rate dan recovery) serta data set tahunan tentang vaksinasi dan kondisi ekonomi masyarakat yang diukur melalui pengeluaran per kapita pada 514 kabupaten/kota di Indonesia selama periode Januari 2021 hingga Desember 2022. Hasil estimasi menunjukkan bahwa vaksinasi dosis pertama berpengaruh signifikan terhadap penurunan positivity rate, peningkatan jumlah pemulihan kasus (recovery), dan juga terhadap peningkatan pengeluaran per kapita. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa vaksinasi dosis kedua mampu mempertahankan keberlanjutan efek positif terhadap hasil kesehatan dan kondisi ekonomi masyarakat.

Vaccination against the Coronavirus (SARSCov2) is considered an important effort in controlling the COVID-19 pandemic and accelerating the recovery of economic activity. Limited empirical evidence exists regarding the effect of vaccination on health and the economy at the district level in Indonesia. This research examines the effect of the COVID-19 vaccination on health outcomes and the economic conditions of society. The analysis was carried out using the fixed effect method with panel monthly data of vaccinations and various health outcomes (positivity rate and case recoveries) and annual data of vaccinations and economic conditions of society as measured by expenditure per capita in about 514 districts in Indonesia during the period January 2021 to December 2022. The estimation results show that the first dose of vaccination has a significant effect on reducing the positivity rate, increasing the number of case recoveries, and also increasing expenditure per capita. Further analysis shows that the second dose of vaccination is able to maintain a sustainable positive effect on health outcomes and the economic condition of society."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernand Gamaliel Fa Atulo
"Cakupan vaksinasi COVID-19 lansia di Kelurahan Batu Ampar sebesar 61%. Cakupan tersebut menjadikan Kelurahan Batu Ampar termasuk wilayah terendah kedua dalam cakupan vaksinasi di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku vaksinasi COVID-19 pada lansia dan determinannya di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Batu Ampar Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik pengolahan sampel menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Pengumpulan data melalui pengisian kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya pada 121 lansia yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Batu Ampar Jakarta Timur. Hasil penelitian menunjukkan 82,6% lansia telah menerima vaksinasi COVID-19 dengan status dosis pertama sebanyak 5,8%, dosis kedua sebanyak 37% dan booster pertama sebanyak 46,3%. Hasil penelitian juga menunjukkan pengetahuan (p=0,011) dan aksesibilitas jarak (p=0,001) sangat berhubungan dengan perilaku vaksinasi COVID-19 pada lansia. Aksesibilitas jarak merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan perilaku vaksinasi COVID-19 pada lansia.

The coverage of the elderly COVID-19 vaccination in Batu Ampar Village is 61%. This coverage makes Batu Ampar Village the second lowest area in vaccination coverage in Kramat Jati District, East Jakarta. This study aims to determine the behavior of COVID-19 vaccination in the elderly and its determinants in the work area of the Batu Ampar Village Health Center, East Jakarta. This study uses a quantitative method with a cross sectional design. The sample processing technique used univariate, bivariate and multivariate analysis with multiple logistic regression. Collecting data through filling out questionnaires that have been tested for validity and reliability on 121 elderly who live in the working area of the Puskesmas Batu Ampar, East Jakarta. The results showed that 82.6% of the elderly had received COVID-19 vaccination with 5.8% first dose status, 37% second dose and 46.3% first booster. The results also showed that knowledge (p=0.011) and distance accessibility (p=0.001) were strongly related to the behavior of COVID-19 vaccination in the elderly. Distance accessibility is the dominant factor related to COVID-19 vaccination behavior in the elderly"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Indah Palupi Nugrahari
"COVID-19 telah menginfeksi ratusan juta orang dan menyebabkan kematian jutaan orang di seluruh dunia. Vaksinasi diharapkan dapat mengurangi insiden penyakit, tingkat mortalitas, maupun keparahan penyakit. Sehingga peneliti ingin mengetahui seberapa besar efek vaksinasi dalam melindungi pasien COVID-19 terhadap penyakit COVID-19 yang berat dan kematian COVID-19. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang menggunakan data dari database NAR COVID-19 dan Dashboard KPCPEN Dinkes Kota Depok mulai tanggal 8 Mei 2020 hingga 20 Februari 2023 yang dianalisis menggunakan regresi logistik. Peneliti menemukan bahwa kelompok usia terbesar adalah usia 31-45 tahun (26,54%) dan terkecil adalah usia ≥ 60 tahun (10,97%). Populasi perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki (53,36% vs 46,64%). Kemudian hanya 6.41% orang bekerja sebagai petugas kesehatan. Jumlah orang yang tidak divaksin lebih banyak dibandingkan orang yang divaksin (52,58% vs. 47,42%). Dibandingkan dengan pasien COVID-19 yang tidak divaksinasi, pasien yang divaksin mengalami penurunan risiko dirawat sebesar 45% (periode 1), 43,3% (periode 2), dan 24% (periode 3). Kemudian pasien COVID-19 yang divaksinasi mengalami penurunan risiko mortalitas sebesar 35% (periode 1), 90% (periode 2), dan 33% (periode 3). Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa vaksinasi COVID-19 menurunkan risiko dirawat di RS dan mortalitas pasien COVID-19 pada ketiga periode sakit.

COVID-19 has infected and caused the deaths of millions of people in the world. And vaccination is expected to reduce the incidence, mortality, and severity of the disease. The objective of this research is to discover the effects of COVID-19 vaccination against severe disease and death of COVID-19. This was a retrospective cohort research that utilized data from the COVID-19 NAR database and the Depok City Health Department KPCPEN Dashboard from Mei 8, 2020 to February 20, 2023, and was analysed using logistic regression. We discovered that the largest age group were patients between ages 31-45 years (26.54%) and the smallest was ≥ 60 years (10.97%). There were more female patients than men (53.36% vs. 46.64%). Only 6.41% of patients were healthcare workers, and more patients were unvaccinated than vaccinated (52.58% vs. 47.42%). Compared to the unvaccinated patients, the vaccinated patients experienced a risk reduction of 45% in period 1, 43.3% in period 2, and 24% in period 3. Vaccinated patients also experienced a risk reduction for mortality of 35% in period 1, 90% in period 2, and 33% in period 3. Therefore, we conclude that COVID-19 vaccination reduces the hospitalization and mortality risks for COVID-19 patients in all 3 periods."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Atmojo
"Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah terdapatnya kendala pada proses internal manajemen vaksinasi COVID-19 drive thru Rumah Sakit Universitas Indinesia (RSUI). Dimana Vaksinasi tersebut merupakan bagian dari program penanggulangan COVID-19 yang menyangkut kepentingan masyarakat umum terutama pada aspek kesehatan. Tujuan dilakukan penelitaian ini adalah untuk menganalisis tentang kualitas pada proses internal pelayanan vaksinasi COVID-19 drive thru di Rumah Sakit Universitas Indinesia (RSUI). Pendekatan penelitian yang digunakan ialah postpositivsm dengan dengan desain deskriptif melalui teori internal quality (INTQUAL). Metode penelitian yang digunakan adalah kualitataif, dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan empat infoman inti yang terlibat secara langsung dalam pelayanan selama tiga periode dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kualitas pada proses internal pelayanan vaksinasi COVID-19 drive thru RSUI sudah cukup baik. Hal tersebut diperoleh dari analisis delapan indikator dalam teori INTQUAL yang meliputi tools, policies and procedures, teamwork, management support, goal alignment, effective training, communication, dan reward and recognition.

The background of this research is the constraints on the internal process of management drive thru COVID-19 vaccination at the University of Indonesia Hospital (RSUI). The vaccination is a COVID-19 mitigation program that concerns the interests of the general public, especially in health aspects. The purpose of this research is to analyze the quality of the internal process by drive thru COVID-19 vaccination services in the University of Indonesia Hospital (RSUI). The research approach used is postpositivsm with a descriptive design through the theory of internal quality (INTQUAL). The research method used is qualitative, with data collection through in-depth interviews with four core infomen directly involved in the ministry over three periods and literature studies. The results showed that internal quality process of RSUI's internal drive thru COVID-19 vaccination service is quite good. This is obtained from the analysis of eight indicators in INTQUAL theory which include tools, policies and procedures, teamwork, management support, goal alignment, effective training, communication, and reward and recognition"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Saritilawah
"Kepatuhan terhadap protokol kesehatan mengalami penurunan setelah dilaksanakannya vaksinasi COVID-19. Implementasi protokol kesehatan di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur masih berada di bawah standar kepatuhan protokol kesehatan di setiap daerah, sedangkan program vaksinasi sudah dilakukan dari bulan Januari 2021. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan protokol kesehatan pasca vaksinasi pada masyarakat di Kecamatan Ciracas tahun 2022. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan data primer. Sampel penelitian ini berjumlah 178 sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sudah patuh dengan nilai rata-rata 80,18 dari skala 100. Uji statistik menunjukkan bahwa jenis kelamin (p value = 0,001), pengetahuan (p value = 0,005), persepsi kerentanan (p value = 0,037), persepsi keparahan (p value = 0,037) dan persepsi manfaat (p value = 0,001) berhubungan dengan kepatuhan protokol kesehatan pasca vaksinasi. Hasil penelitian menyarankan untuk memperkuat komunikasi masyarakat, edukasi yang lebih massif kepada tokoh masyarakat, tokoh agama hingga ketua wilayah dengan menjadikan sebagai agen promosi kesehatan, serta memperkuat platform online untuk dijadikan media promosi kesehatan yang sederhana, menarik dan mudah dipahami.

Compliance with health protocols has decreased after the COVID-19 vaccination was implemented. The implementation of health protocols in Ciracas District, East Jakarta still below the standard of compliance with health protocols in each region, while the vaccination program has been carried out since January 2021. The purpose of this study was to determine the factors associated with post-vaccination health protocol compliance in the community in Ciracas District in 2022. This research is a quantitative study with a cross sectional design using primary data. The sample of this study amounted to 178 samples. The results showed that the respondents were obedient with an average value of 80.18 from a scale of 100. Statistical tests showed that gender (p value = 0.001), knowledge (p value = 0.005), perception of vulnerability (p value = 0.037), perception severity (p value = 0.037) and perceived benefit (p value = 0.001) were associated with post-vaccination health protocol compliance. The results of the study suggest strengthening community communication, more massive education to community leaders, religious leaders to regional leaders by making them as health promotion agents, as well as strengthening online platforms to be simple, attractive and easy to understand health promotion media."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Naura Azallea
"Pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung telah menjadi masalah global yang harus segera diselesaikan. Sistem deteksi yang sensitif dan responsif merupakan parameter yang sangat penting untuk menekan angka penyebaran SARS-CoV-2. Menurut WHO, real-time PCR berbasis probe merupakan standar emas untuk diagnosis COVID-19, namun berbiaya tinggi sehingga sulit untuk mendiagnosis dalam skala besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sensitivitas dan kinerja uji RT-qPCR berbasis intercalating-dye dalam mendeteksi SARS-CoV-2 pada sampel manusia. Penelitian ini dilakukan dengan mengembangkan dan menguji RT-qPCR berbasis intercalating-dye dengan SYBR Green menggunakan dua primer yang direkomendasi WHO yaitu CCDC-N dan HKU-ORF-nsp14. Penelitian diawali dengan melakukan skrining primer dan dilakukan uji deteksi, uji spesifisitas, uji sensitivitas, pembuatan kurva linearitas untuk menentukan efisiensi, dan uji keterulangan menggunakan sampel SARS-CoV-2. Hasil uji keterulangan dari % CV intra-assay dan inter-assay dari pengujian RT-qPCR menggunakan primer CCDC-N secara berurutan adalah 0,74% dan 1,16%. Sedangkan, % CV intra-assay dan inter-assay dari pengujian RT-qPCR menggunakan primer HKU-ORF1b-nsp14 secara berurutan adalah 1,16% dan 1,69%. Nilai efisiensi RT-qPCR berbasis intercalating-dye menggunakan pasangan primer CCDC-N dan pasangan primer HKU-ORF1b-nsp14 masing-masing sebesar 93,73% dan 90,6%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa RT-qPCR menggunakan primer CCDC-N dan HKU-ORF-nsp14 baik dalam parameter spesifisitas, sensitivitas, efisiensi, dan keterulangan untuk digunakan pada deteksi SARS-CoV-2 dan performa RT-qPCR berbasis intercalating-dye baik untuk menjadi alternatif deteksi SARS-CoV-2.

A sensitive and responsive detection system is an important parameter for the success of minimizing the spread of SARS-CoV-2. According to WHO, probe-based PCR is the gold standard for the diagnosis of COVID-19. However, to detect using probe-based PCR is high-cost and making it difficult to diagnose on a large scale. The aim of this study is to test the performance of intercalating dye-based RT-qPCR for detecting SARS-CoV-2 in human samples. This research was conducted by developing RT-qPCR assays with SYBR Green using two primers, namely CCDC-N and HKU-ORF-nsp14. The study was carried out with primer screening, specificity tests, sensitivity tests, repeatability tests using SARS-CoV-2 samples, and linearity curve test to determine efficiency. The repeatability test results of intra-assay and inter-assay CV % from RT-qPCR test using CCDC-N were 0.74% and 1.16%, respectively. Meanwhile, the % of intra-assay and inter-assay CV from RT-qPCR assay using HKU-ORF1b-nsp14 were 1.16% and 1.69%, respectively. The efficiency values of RT-qPCR using the CCDC-N primer pair and the HKU-ORF1b-nsp14 primer pair were 93.73% and 90.6%, respectively. The results showed that intercalating dye-based RT-qPCR acceptable in the parameters of specificity, sensitivity, efficiency, and repeatability and satisfactory for being alternative detection for SARS-CoV-2. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vriona Ade Maenkar
"Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19), yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2), telah mengakibatkan pandemik global. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor risiko Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) dan efektivitas vaksinasi SARS-CoV-2. Studi observasional ini, menggunakan desain studi cross-sectional dengan total sampel penelitian 261 orang dan pengumpulan data dilakukan menggunakan Google Form. Hasil dari penelitian ini menunjukkan gejala KIPI paling banyak ditemukan pada onset <24 jam. Gejala umum yang ditemukan adalah sakit di tempat suntikan, fatigue, nyeri otot dan nyeri sendi. Sebagian besar keparahan KIPI adalah tingkat mild dan hanya beberapa peserta yang mengkonsumsi pengobatan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa peserta dengan jenis kelamin perempuan, peserta dengan penyakit penyerta, usia remaja – dewasa, jenis vaksin mRNA (BNT162b2) memiliki risiko KIPI yang lebih tinggi dan berpengaruh secara signifikan secara statistik (p<0.005). Efektivitas vaksin COVID-19 dalam mencegah infeksi cukup tinggi dengan persentase ≥79% pada setiap jenis dan dosis vaksin. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 aman untuk diberikan karena KIPI sebagian besar ringan dan otomatis hilang dan menurun setelah 1 hingga 3 hari dan persentase efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi COVID-19 cukup baik.

The coronavirus that causes severe acute respiratory syndrome (COVID-19) is coronavirus 2 (SARS-CoV- 2). This virus has caused a global pandemic. This study aims to analyze relationship between risk factors for Adverse Events Following Immunization (AEFI) and the effectiveness of the SARS-CoV-2 vaccination. This observational study used a cross-sectional study design with a total sample of 261 people, data were collected using Google Forms. Results of this study showed the most AEFI symptoms are found at the onset of <24 hours. Common symptoms found are pain at injection site, fatigue, muscle aches and joint pain. Most of the AEFI severity was mild and only a few participants took medication. Results of this study stated that participants with female gender, comorbidities, adolescents - adults, type of mRNA (BNT162b2) vaccine had a higher risk of AEFI and statistically significant (p<0.005). Effectiveness of the COVID-19 vaccine is quite high with a percentage of ≥79% for each type and dose of vaccine. Conclusion of this study shows that the COVID-19 vaccines are safe to give because most of AEFIs are mild and automatically disappear and decrease after 1 to 3 days and percentage of effectiveness of the vaccine in preventing COVID-19 infection is good."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>