Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123870 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Puspadina
"Latar belakang: Sebagian besar pasien kanker usia lanjut terdiagnosis pada stadium lanjut dengan peningkatan risiko mortalitas. Identifikasi faktor prediktor yang memengaruhi terjadinya mortalitas satu tahun diharapkan dapat membantu stratifikasi risiko dan menjadi pertimbangan perencanaan pelayanan kesehatan, edukasi, serta persiapan advanced care planning.
Tujuan: Mengetahui faktor prediktor mortalitas satu tahun pada lansia dengan kanker padat metastasis dan mengembangkan model prediksi mortalitas satu tahun.
Metode: Studi kohort retrospektif dengan menelusuri rekam medis pasien berusia ≥60 tahun dengan kanker padat metastasis berdasarkan pemeriksaan histopatologi atau radiologi yang berobat di poli onkologi RS Kanker Dharmais pada Januari 2020 hingga Desember 2021. Dilakukan analisis bivariat chi-square antara usia, jenis kelamin, ADL, ECOG-PS, jenis kanker, metastasis organ, jumlah metastasis, status nutrisi, komorbid, jumlah komorbid, polifarmasi, gangguan kognitif, gangguan mood, dan best supportive care dengan mortalitas satu tahun sesudah diagnosis kanker metastasis. Analisis multivariat dan model prediksi dilakukan dengan regresi logistik.
Hasil: Terdapat 210 subjek dengan hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan antara ECOG-PS, status nutrisi, dan pemberian best supportive care dengan mortalitas satu tahun (p<0,05). Hasil regresi logistik menunjukkan faktor prediktor independen mortalitas yaitu metastasis organ (OR 2,468 [IK 95%1,163-5,317]), status nutrisi (OR 1,943 [IK 95%1,048-3,604]), ECOG-PS (OR 2,302 [IK 95%1,241-4,271]), dan best supportive care (OR 3,157 [IK 95%1,288-7,738]). Model prediksi mortalitas satu tahun memiliki nilai AUC 0,705 (IK 95%95%: 0,629 – 0,781).
Kesimpulan:Faktor prediktor independen terhadap mortalitas 1 tahun sesudah diagnosis metastasis yaitu metastasis organ, ECOG-PS, status nutrisi, dan best supportive care.

Background: Identification of patients on their final year is important to help physicians to make personalized treatment plan according to life expectancy and to guide patients and families to prepare an advanced care planning.
Methods: We retrospectively included patients aged ≥60 years who had metastatic solid cancer and in whom geriatric assessment was performed in Dharmais National Cancer Center outpatient clinic. A total of 210 subjects were enrolled between January 2020 to December 2021. The primary analyses were performed from April to May 2023. Chi square analysis was performed between age, sex, ADL, ECOG-PS, type of cancer, visceral metastasis, number of metastatic sites, nutritional status, comorbidity, multimorbidity, polypharmacy, cognitive impairment, mood disorder, and best supportive care with one-year mortality. Variables with p value <0.25 were analysed further with logistic regression to develop a prediction model. The model’s discriminative ability was assessed with model’s area under the curve. Calibration was performed using bootstrap method.
Result: We collected 210 subjects, with median age, 66,5 years. Lung cancer was the most common malignancy (44.3%). Logistic regression results showed visceral metastasis (OR 2.468; 95% CI 1.163-5.317), nutritional status (OR 1.943; 95% CI 1.048-3.604), ECOG-PS (OR 2.302; 95% CI 1.241-4.271), and best supportive care (OR 3.157; 95% CI 1.288-7.738) were independent predictors of one year mortality. The one-year mortality prediction model has an AUC value of 0.705 (95% CI: 0.629-0.781).
Conclusion: Model developed from this study can assist clinicians to identify patients in their last year of life who need palliative care and to prepare an advance care planning.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Novira Widajanti
"Latar Belakang: Angka kejadian fraktur panggul meningkat seiring pertambahan jumlah usia lanjut. Fraktur panggul pada usia lanjut meningkatkan risiko mortalitas terutama pada enam bulan pasca fraktur.
Tujuan : menentukan kemampuan faktor prediktor dan model sistem skoring prediksi mortalitas 6 bulan pada usia lanjut dengan fraktur panggul.
Metode : Penelitian dengan desain studi kohort berbasis prognostic research pada paisen usia lanjut ≥ 60 tahun dengan fraktur panggul yang datang ke Rumah Sakit. Subjek diikuti untuk dinilai status mortalitas dalam 6 bulan pasca fraktur. Dilakukan analisis regresi logistik untuk menentukan prediktor yang bermakna dan dilakukan sistem skoring prediktor.
Hasil : Pada 262 subjek, didapatkan wanita 75,6%, pria 24,4%, median usia 74,5 (60-94 tahun). Usia ≥ 80 tahun (RO 3,67, IK95% 1,68–8,0), Pria (RO 2,69, IK95% 1,18-6,13), CCI≥2 (RO5,77, IK95% 2,51-13,26), Malnutrisi (RO 9,30, IK95% 4,35-19,86), dan Tatalaksana Non Operatif (RO 2,79, IK95% 1,34-5,78) merupakan faktor-faktor prediktor mortalitas 6 bulan pada pasien usia lanjut dengan fraktur panggul yang bermakna secara statistik. Didapatkan ambang skor prediktor mortalitas yang terbaik adalah pada skor ≥3 dengan sensitifitas 81% dan spesifitas 83%.
Kesimpulan. Faktor Usia ≥ 80 tahun, Jenis Kelamin Pria, Komorbiditas CCI≥2, Malnutrisi dan Tatalaksana Non Operatif, dengan ambang skor ≥ 3 mempunyai kemampuan prediksi yang baik terhadap mortalitas dalam 6 bulan pada pasien usia lanjut yang datang ke Rumah Sakit.

Backgrounds : The incidence of hip fracture increases as the number of elderly. Hip fractures in the elderly have a risk of mortality.
Aim : To determine factors predictive ability of both models and a scoring system of six-month mortality in elderly patients with hip fracture
Methods : It was a prognostic-based cohort study design in the elderly with hip fracture in the hospital setting. Subjects followed his mortality status assessed within 6 months after the hip fracture. Both of logistic regression analysis and scoring system were performed.
Results : In 262 subjects, 75.6 % female, 24.4 % male, median age 74.5 (60-94 years old). The Age ≥80 years old (OR 3.67, 95%CI, 1.68 to 8.0), Male (OR 2.69, 95%CI, 1.18 to 6.13), CCI ≥ 2 (OR 5.77, 95%CI, 2.51 to 13.26), Malnutrition (OR 9.30, 95%CI, 4.35 to 19.86), and Non-Operative Procedures (OR 2.79, 95%CI, 1.34 to 5.78) was a predictor factor of six-months mortality in the elderly patients with hip fracture statistically significant. The cut of point of a score of ≥ 3 was the best predictor with a sensitivity of 81 % and specificity of 83 %
Conclusion : The age ≥80 years old, Male, CCI ≥ 2, Malnutrition, and Non-Operative procedures with the cut of point score ≥ 3 is a predictive model of sixmonth mortality in elderly patients with hip fracture.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Nurlela
"Latar Belakang: Populasi lansia di Indonesia terus meningkat. Proses penuaan meningkatkan terjadinya PGK. Data mengenai mortalitas pada pasien lansia yang menjalani inisiasi Hemodialisis (HD) selama perawatan rumah sakit sangat terbatas. Suatu model prediktor dapat menjadi alat bantu dan diharapkan dapat menjadi sarana stratifikasi prognosis dan menjadi pertimbangan pemilihan terapi bagi pasien dan keluarga.
Tujuan. Mengetahui insiden dan prediktor mortalitas pasien lanjut usia yang menjalani Inisiasi HD selama perawatan Rumah Sakit
Metode: Studi kohort retrospektif dengan menelusuri rekam medis pada pasien lansia yang menjalani inisiasi HD di RSCM pada Januari 2018 hingga Desember 2022. Dilakukan analisis survival terhadap variabel usia, jenis kelamin, akses vaskular, kadar hemoglobin, komorbid, status nutrisi, gangguan kesadaran, status fungsional, dan risiko jatuh. Dilakukan analisis Bivariat dengan cox regression.
Hasil: Terdapat 201 subjek diteliti. Mortalitas pasien lansia yang menjalani inisiasi HD selama perawatan rumah sakit sebesar 35,32%. Beberapa faktor prediktor signifikan berpengaruh terhadap mortalitas pasien, meliputi usia ≥ 75 tahun, komorbid, gangguan kesadaran, dan status fungsional. Pada model akhir uji multivariat, ditemukan faktor gangguan kesadaran (HR 5,278, IK 95% 3,163 – 8,805]) yang berpengaruh signifikan terhadap mortalitas pasien.
Kesimpulan: Insiden mortalitas pada pasien lansia yang menjalani inisiasi HD adalah 35,32% dengan faktor prediktor gangguan kesadaran yang berpengaruh signifikan terhadap mortalitas pasien.

Background: Elderly population in Indonesia continue to increase. Aging is known enhance the risk of CKD. Data regarding mortality in elderly patients undergoing Hemodialysis (HD) initiation are very limited. A predictor model will help to stratify prognosis and guide phycisian to make a consideration for selecting therapy for patients.
Aim: To determine incidence and mortality predictors of elderly patients undergoing HD initiation during hospital care
Method: This retrospective cohort study was conducted by reviewing medical records of elderly patients undergoing HD initiation at RSCM from January 2018 to December 2022. Survival analysis was performed on the variables age, sex, vascular access, hemoglobin levels, comorbidities, nutritional status, impaired consciousness, functional status, and risk of falling. Bivariate analysis were performed using the cox regression method.
Results: There was 201 subjects to be studied. The mortality of elderly patients undergoing HD initiation during hospital care was 35,32%. Several significant predictor factors influence patient mortality, including age ≥ 75 years, comorbid, impaired consciousness, and functional status. In the final model of the multivariate test, factors of impaired consciousness (HR 5,278 [CI 3.163 – 8.805]) were found to have a significant effect on patient mortality.
Conclusion: The incidence of mortality in elderly patients undergoing HD initiation was 35,32% with impaired consciousness are significant factors related to mortality during HD initiation
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Darma Muda Setia
"Patofisiologi penuaan pada lansia dan penurunan status fungsional pada kanker akan memberikan dampak terhadap kejadian efek samping yang ditimbulkan karena pemberian kemoterapi. Penilaian penapisan awal dengan instrumen Barthel ADL dan ECOG PS merupakan pemeriksaan penilaian status fungsional dalam praktek sehari hari. ECOG PS dari beberapa konsensus masih belum dapat memberikan kondisi status fungsional sebenarnya yang berdampak terhadap kejadian efek samping hematologi. Untuk itu penelitian ini dilakukan karena belum ada yang penelitian yang membandingkan Barthel ADL dan ECOG PS dalam penilaian status fungsional sebagai penapisan awal untuk memprediksi kejadian efek samping hematologi pada pasien lansia dengan kanker padat pasca kemoterapi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh Barthel ADL dan ECOG PS pada pasien kanker padat lanjut usia sebagai prediktor kejadian efek samping hematologi pasca kemoterapi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif menggunakan data primer dari wawancara dan sekunder dari rekam medis pasien Poliklinik Hemato-Onkologi Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling. Data dilakukan analisis secara deskriptif dan inferensial. Data deskriptif ditampilkan dalam mean ± standar deviasi jika data terdistribusi normal atau median (Rentang Interkuartil) untuk data tidak terdistribusi normal. Untuk skor Barthel ADL dan ECOG PS akan dicari nilai titik potong berdasarkan grafik ROC sehingga didapatkan sensitifiti dan spesifisiti serta dilanjutkan dengan analisis bivariat dengan uji chi square. Untuk variabel perancu dilakukan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil: Sebanyak 71 subjek yang menjalani kemoterapi, didapatkan proporsi kejadian efek samping hematologi sebesar 84,5%. Kejadian yang paling sering adalah derajat 1 anemia 57,7%, derajat 1 trombositopenia 25% dan derajat 2 ANC 15,38%. Barthel ADL menunjukkan performa yang lebih baik dalam sensitifiti 59.33% dan accuracy 24,24 % dengan p 0.074 bila dibandingkan dengan ECOG PS sensitifiti 6,67% dan accuracy 16,42 % dengan p 0,676.
Simpulan: Performa Barthel ADL dibandingkan dengan ECOG PS sebagai prediktor lebih baik dalam memprediksi kejadian efek samping hematologi pasca kemoterapi pada pasien lansia dengan kanker padat.

Background: The pathophysiology of aging in the elderly and decreased functional status in cancer will impact the incidence of side effects. The Barthel ADL and ECOG PS as predictor are examinations assessing functional status in daily practice. ECOG PS examinations are still unable to provide functional status, especially in the elderly, which is associated with chemotherapy side effects. For this reason, this research was carried out because no one has compared Barthel ADL and ECOG PS in assessing functional status to predict the incidence of hematological side effects in elderly patients with solid cancer after chemotherapy.
Objective: To determine the effect of Barthel ADL and ECOG PS in elderly solid cancer patients as predictor for post-chemotherapy hematological side effects.
Methods: This research is a prospective cohort study using primary data from interviews and secondary data from medical records of patients at the Hemato-Medical Oncology Polyclinic, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Samples were taken using the consecutive sampling method. Data were analyzed descriptively and inferentially. Descriptive data is displayed as mean ± standard deviation if the data is normally distributed or median (Interquartile Range) for data not normally distributed. For the Barthel ADL and ECOG PS scores, the cut point value will be searched based on the ROC graph to obtain sensitivity and specificity, and bivariate analysis will be continued with the chi-square test. A multivariate logistic regression analysis was carried out for confounding variables.
Results: Of 71 subjects, the proportion of hematological side effects was 84,5%. The most frequent occurrence was grade 1 anemia, 57,7%, grade 1 thrombocytopenia, 25%, and grade 2 ANC 15,38%. Barthel ADL showed a significant relationship sensitivity of 58,33%, accuracy of 59,49%, and p 0,074 more batter than ECOG PS, which had a significant sensitivity of 20,00%, accuracy of 17,24%, and p 0,676.
Conclusions: Screening of Barthel ADL comparison with ECOG PS showed a better in predicting the incidence of post-chemotherapy hematological side effects in elderly solid cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Jati Sunggoro
"Latar Belakang: Indonesia merupakan negara peringkat keempat penyumbang kasus TB terbanyak di dunia. TB adalah penyebab kematian kedua terbanyak di Indonesia. Pasien TB mempunyai tingkat kematian yang lebih tinggi saat dirawat dibandingkan pasien non-TB. Pengetahuan tentang prediktor mortalitas dapat membantu pengambilan keputusan klinis untuk tatalaksana pasien dan mengetahui prognosis pasien. Studi-studi tentang faktor prediktor mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan tidak ada penelitian yang komprehensif di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prediktor mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap di RSCM.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien rawat inap di RSCM selama kurun waktu 1 Januari 2008 sampai dengan 31 September 2013. Data klinis dan laboratorium beserta status luaran (hidup atau meninggal) selama perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan tes Chisquare dilakukan pada 13 variabel prognostik, yaitu kelompok usia, jenis kelamin, riwayat pengobatan TB sebelumnya, tingkat keparahan TB, status BTA, hipoalbuminemia, IMT, status HIV, adanya konkomitan pneumonia, sepsis, gagal napas, gambaran radiologis toraks, komorbiditas (skor Charlson Comorbidity Index). Adanya data yang tidak lengkap dilakukan imputasi mengunakan teknik multiple imputation. Variabel yang memenuhi syarat disertakan pada analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Subjek penelitian terdiri atas 470 pasien. Angka mortalitas selama perawatan sebesar 25,1%. Sebanyak 339 (72,1%) pasien adalah laki-laki dan 131 (27,9%) pasien adalah perempuan. Median usia pasien 34 (rentang 18 sampai 86) tahun dan median lama perawatan adalah 10 (rentang 1 sampai 97) hari. Faktor prediktor independen mortalitas yang bermakna pada analisis multivariat adalah kadar albumin < 3 g/dL (OR 5,12; IK 95% 1,80 sampai 14,57), gambaran radiologis toraks lesi kavitas (3,91; 1,53 sampai 9,97) adanya sepsis (23,31; 8,95 sampai 60,68), adanya gagal napas (177,39; 27,09 sampai 1161,55).
Kesimpulan: Adanya gagal napas, adanya sepsis, hipoalbuminemia (kadar albumin < 3 g/dL), serta gambaran radiologis toraks lesi kavitas merupakan faktor prediktor independen mortalitas pasien tuberkulosis saat rawat inap.

Background: Indonesia is the world’s fourth highest tuberculosis burden in the world. Tuberculosis is the second leading cause of death for all age in the country, according to the Health Ministry. Mortality remains high among tuberculosis hospitalized patients compare to the non-TB patients. The prediction of patients outcome is important in decision-making process and in the effort reducing mortality rate. Studies exploring predictors of mortality in patients with pulmonary tuberculosis produced conflicting results and there are no comprehensive reports in Indonesia.
Objective: To determine predictors of mortality among hospitalized tuberculosis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods: We performed a retrospective cohort study among hospitalized tuberculosis patients in Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2008 - September 2013. Data were collected at initiation of inpatients period and the main outcome was all-cause mortality during hospitalization. We analyzed age, sex, history of previous anti-tuberculosis treatment, tuberculosis severity, sputum smear positivity, hypoalbuminemia, BMI, HIV status, concomitant pneumonia, sepsis, respiratory failure, pulmonary radiographic lesion, comorbidity (CCI score) in bivariate analysis using Chi-square test. Missing data were handled using multiple imputation methods. Multivariate logistic regression analysis was performed to identify independent predictors of mortality.
Results: A total of 470 patients were evaluated in this study. In-hospital mortality rate was 25.1%. There were 339 (72.1%) male and 131 (27.9%) female patients. Median age of the population was 34 (range 18 to 86) years old and median length of stay was 10 (range 1 to 97) days. The independent predictors of mortality in multivariate analysis were hypoalbuminemia (OR 5,12; 95% CI 1,80 - 14,57), cavitary lesion (3,91; 1,53-9,97), sepsis (23,31; 8,95-60,68), and respiratory failure (177,39 ; 27,09-1161,55).
Conclusion: Respiratory failure, sepsis, hypoalbuminemia, and cavitary lesion were independent predictors of in-hospital mortality among hospitalized tuberculosis patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Estie Puspitasari
"Latar Belakang: Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Pengetahuan tentang karakteristik dan prediktor mortalitas dapat membantu dalam penatalaksanaan pasien. Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor prediktor mortalitas di Indonesia belum ada.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prediktor mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien rawat inap dewasa RSCM yang didiagnosis HIV/AIDS selama tahun 2011-2013. Data klinis dan laboratorium beserta status luaran (meninggal atau hidup) dan penyebab mortalitas selama perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dilakukan pada tujuh variabel prognostik, yaitu jenis kelamin laki-laki, tidak dari rumah sakit rujukan, tidak pernah/putus terapi antiretroviral (ARV), stadium klinis WHO IV, kadar hemoglobin <10 g/dL, kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 dan kadar CD4+ ≤200 sel/µL. Variabel yang memenuhi syarat akan disertakan pada analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Dari 606 pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat inap (median usia 32 tahun; laki-laki 64,2%), sebanyak 122 (20,1%) baru terdiagnosis HIV selama rawat dan 251 (41,5%) dalam terapi ARV. Median lama rawat adalah 11 (rentang 2 sampai 75) hari. Sebanyak 425 (70,1%) pasien dirawat karena infeksi oportunistik. Mortalitas selama perawatan sebesar 23,4% dengan mayoritas (92,3%) penyebabnya terkait AIDS. Prediktor independen mortalitas yang bermakna adalah stadium klinis WHO IV (OR=6,440; IK 95% 3,701 sampai 11,203), kadar hemoglobin <10 g/dL (OR=1,542; IK 95% 1,015 sampai 2,343) dan kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 (OR=3,414; IK 95% 1,821 sampai 6,402).
Simpulan: Proporsi mortalitas selama perawatan sebesar 23,4%. Stadium klinis WHO IV, kadar hemoglobin <10 g/dL dan kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 merupakan prediktor independen mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa saat rawat inap.

Background: Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) is a big problem that threatening in Indonesia and many countries in the world. The knowledge on the characteristics and prediction of outcome were important for patients management. There are no studies on the predictors of mortality in Indonesia.
Objective: To determine the predictors of mortality in hospitalized adult patients with HIV/AIDS in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods: We performed a retrospective cohort study among hospitalized adult patients with HIV/AIDS in Cipto Mangunkusumo Hospital between 2011-2013. Data on clinical, laboratory, outcome (mortality) and causes of death during hospitalization were gathered from medical records. Bivariate analysis using Chi- Square test were used on the seven prognostic factors (male sex, not came from referral hospital, never/ever received antiretroviral therapy (ART), WHO clinical stage IV, hemoglobin level <10 g/dL, eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 and CD4+ count ≤200 cell/µL). Multivariate logistic regression analysis was performed to identify independent predictors of mortality.
Results: Among 606 hospitalized HIV/AIDS patients (median age 32 years; 64.2% males), 122 (20.1%) were newly diagnosed with HIV infection during the hospitalization and 251 (41.5%) on ART. Median length of stay was 11 (range 2 to 75) days. There were 425 (70.1%) patients being hospitalized due to opportunistic infection. In-hospital mortality rate was 23.4% with majority (92.3%) due to AIDS-related illnesses. The independent predictors of mortality in multivariate analysis were WHO clinical stage IV (OR=6.440; 95% CI 3.701 to 11.203), hemoglobin level <10 g/dL (OR=1.542; 95% CI 1.015 to 2.343) and eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 (OR=3.414; 95% CI 1.821 to 6.402).
Conclusions: In-hospital mortality rate was 23.4%. WHO clinical stage IV, hemoglobin level <10 g/dL and eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 were the independent predictors of in-hospital mortality among hospitalized patients with HIV/AIDS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Ulfah Madina
"Latar belakang: Peningkatan usia lanjut menimbulkan dampak kesehatan, diantaranya adalah sarkopenia dan kerapuhan. Kekuatan genggam tangan merupakan komponen
sarkopenia, fenotip sindrom kerapuhan, dan bersifat dinamis. Berbagai studi potong
lintang menilai hubungan kekuataan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status
nutrisi, status fungsional, status mental, dan komorbiditas namun temuan masih
beragam. Selain itu, belum ada studi longitudinal untuk mengetahui hubungan
perubahan kekuatan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status nutrisi, status
fungsional, status mental dan komorbiditas di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status nutrisi, status
fungsional, status mental dan komorbiditas dengan perubahan kekuatan genggam
tangan pada pasien usia lanjut.
Metode: Penelitian kohort prospektif menggunakan data sekunder pasien usia lanjut
yang kontrol rutin di Poliklinik Geriatri RSCM Jakarta dari register studi longitudinal
INA-FRAGILE yang telah diobservasi selama 1 tahun (2013-2014). Uji analisis
multivariat regresi logistik digunakan untuk menilai hubungan antara usia, jenis
kelamin, status nutrisi (skor MNA), status fungsional (skor ADL), status mental (skor
GDS-SF), indeks komorbiditas (skor CIRS) dengan perubahan kekuatan genggam
tangan.
Hasil: Dalam 1 tahun pengamatan dari 162 subjek, didapatkan rerata usia 72,9 (SB 5,9)
tahun, jenis kelamin terbanyak perempuan (57,41%), memiliki nutrisi baik (83,9%),
mandiri (median ADL 9–20), tidak depresi (median GDS-SF 0–11), rerata indeks
komorbiditas 11,8 (SB 3,7), dan 53,1% mengalami penurunan kekuatan genggam
tangan. Status nutrisi (OR=2,7; p=0,033) dan indeks komorbiditas (OR 0,3; p<0,002)
berhubungan dengan kekuatan genggam tangan.
Simpulan: Status nutrisi dan komorbiditas memengaruhi perubahan kekuatan genggam
tangan pada pasien usia lanjut dalam 1 tahun di rawat jalan.

Background: Increasing elderly population throughout the world has been related to
increased prevalence of sarcopenia and frailty. Handgrip strength is a component of
sarcopenia, one of frailty syndrome phenotypes, and a dynamic process. Previous
cross-sectional studies have assessed association of age, sex, nutritional status,
functional status, mental status and comorbodity but the results were varied. That being
said, there was no longitudinal study has been done to determine the correlation of
handgrip strength changes with age, sex, nutritional status, functional status, mental
status, and comorbidity in Indonesia.
Objective: To examine correlation between age, sex, nutritional status, functional
status, depressive symptopms, comorbidity, and handgrip strength changes in elderly
patients.
Methods: A prospective cohort study using secondary data of elderly patients whom
routinely visiting Geriatric Out-Patients Clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital,
Jakarta from INA-FRAGILE register that have been observed for 1 year (2013-2014).
The multivariate logistic regression analysis was used to assess correlation between
sex, age, nutrional status (MNA score), functional status (ADL score), depressive
symptoms (GDS-SF score), comorbidities (CIRS score) and handgrip strength changes.
Results: From 162 subjects which were included in the study, the mean age was 72.9
(SB 5.9) years, predominantly female (57.41%), with good nutrition (83.9%),
independent (median 9- 20), not depressed (median 0-11), has average comorbidity
index 11.8 (SB 3.7), and 53.1% experienced decreased handgrip strength. Nutritional
status (OR = 2.7, p = 0.033) and comorbidity index (OR 0.3, p <0.002) correlated with
handgrip strength changes.
Conclusion: Nutritional status and comorbidity correlates with handgrip strength
changes in out-patients elderly within 1 year.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Ulfah Madina
"Latar belakang: Peningkatan usia lanjut menimbulkan dampak kesehatan, diantaranya adalah sarkopenia dan kerapuhan. Kekuatan genggam tangan merupakan komponen sarkopenia, fenotip sindrom kerapuhan, dan bersifat dinamis. Berbagai studi potong lintang menilai hubungan kekuataan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status nutrisi, status fungsional, status mental, dan komorbiditas namun temuan masih beragam. Selain itu, belum ada studi longitudinal untuk mengetahui hubungan perubahan kekuatan genggam tangan dengan usia, jenis kelamin, status nutrisi, status fungsional, status mental dan komorbiditas di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara usia, jenis kelamin, status nutrisi, status fungsional, status mental dan komorbiditas dengan perubahan kekuatan genggam tangan pada pasien usia lanjut.
Metode: Penelitian kohort prospektif menggunakan data sekunder pasien usia lanjut yang kontrol rutin di Poliklinik Geriatri RSCM Jakarta dari register studi longitudinal INA-FRAGILE yang telah diobservasi selama 1 tahun (2013-2014). Uji analisis multivariat regresi logistik digunakan untuk menilai hubungan antara usia, jenis kelamin, status nutrisi (skor MNA), status fungsional (skor ADL), status mental (skor GDS-SF), indeks komorbiditas (skor CIRS) dengan perubahan kekuatan genggam tangan.
Hasil: Dalam 1 tahun pengamatan dari 162 subjek, didapatkan rerata usia 72,9 (SB 5,9) tahun, jenis kelamin terbanyak perempuan (57,41%), memiliki nutrisi baik (83,9%), mandiri (median ADL 9–20), tidak depresi (median GDS-SF 0–11), rerata indeks komorbiditas 11,8 (SB 3,7), dan 53,1% mengalami penurunan kekuatan genggam tangan. Status nutrisi (OR=2,7; p=0,033) dan indeks komorbiditas (OR 0,3; p<0,002) berhubungan dengan kekuatan genggam tangan.
Simpulan: Status nutrisi dan komorbiditas memengaruhi perubahan kekuatan genggam tangan pada pasien usia lanjut dalam 1 tahun di rawat jalan.

Background: Increasing elderly population throughout the world has been related to increased prevalence of sarcopenia and frailty. Handgrip strength is a component of sarcopenia, one of frailty syndrome phenotypes, and a dynamic process. Previous cross-sectional studies have assessed association of age, sex, nutritional status, functional status, mental status and comorbodity but the results were varied. That being said, there was no longitudinal study has been done to determine the correlation of handgrip strength changes with age, sex, nutritional status, functional status, mental status, and comorbidity in Indonesia.
Objective: To examine correlation between age, sex, nutritional status, functional status, depressive symptopms, comorbidity, and handgrip strength changes in elderly patients.
Methods: A prospective cohort study using secondary data of elderly patients whom routinely visiting Geriatric Out-Patients Clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta from INA-FRAGILE register that have been observed for 1 year (2013-2014). The multivariate logistic regression analysis was used to assess correlation between sex, age, nutrional status (MNA score), functional status (ADL score), depressive symptoms (GDS-SF score), comorbidities (CIRS score) and handgrip strength changes.
Results: From 162 subjects which were included in the study, the mean age was 72.9 (SB 5.9) years, predominantly female (57.41%), with good nutrition (83.9%), independent (median 9- 20), not depressed (median 0-11), has average comorbidity index 11.8 (SB 3.7), and 53.1% experienced decreased handgrip strength. Nutritional status (OR = 2.7, p = 0.033) and comorbidity index (OR 0.3, p <0.002) correlated with handgrip strength changes.
Conclusion: Nutritional status and comorbidity correlates with handgrip strength changes in out-patients elderly within 1 year.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sonya Farah Diba
"Latar Belakang. Hemodialisis (HD) menjadi pilihan utama terapi pengganti ginjal di Indonesia. Pada tahun 2016, Indonesia memiliki angka mortalitas satu tahun pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK) yang diterapi dengan HD (PGK-HD) lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Saat ini, Indonesia belum memiliki banyak data terkait insidens dan faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas pasien HD kronik.
Tujuan. Mengetahui insidens dan faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas satu tahun pasien HD kronik.
Metode. Penelitian dilakukan dengan desain studi kohort prospektif di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sejak 2020 hingga Desember 2021 dengan mengikuti 193 pasien yang masih hidup setelah tiga bulan dilakukan HD inisiasi. Pasien kemudian diobservasi selama sembilan bulan untuk mengetahui insidens mortalitas satu tahun dan faktor-faktor yang berkaitan. Data dianalisis menggunakan analisis bivariat diikuti dengan analisis multivariat cox regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas.
Hasil. Rerata usia pasien penelitian adalah 52 tahun dan etiologi terbanyak pasien PGK-HD yaitu diabetes melitus (DM). Selama observasi, terdapat tiga pasien loss to follow up, dan terdapat 55 pasien meninggal. Insidens satu tahun mortalitas pada penelitian ini adalah 28,49% (IK 95% 22,25-35,42%). Setelah dilakukan analisis multivariat pada penelitian ini didapatkan tiga variabel yang secara signifikan memengaruhi mortalitas yaitu interdialytic weight gain (IDWG) ≥5% (OR 3,58, IK 95% 1,16-10,91), kadar hemoglobin <10 g/dL (OR 3,4, IK 95% 1,79-7,15), dan serum kalsium <8,5 mg/dL (OR 3,79, IK 95% 1,75-8,23).
Kesimpulan. Insidens mortalitas satu tahun pasien HD kronik sebesar 28,49%. IDWG ≥5%, kadar hemoglobin <10 g/dL, dan serum kalsium <8,5 mg/dL merupakan faktor-faktor yang memengaruhi mortalitas satu tahun.

Background. Hemodialysis (HD) is the main kidney replacement therapy in Indonesia. In 2016, Indonesia had a higher one-year mortality rate of chronic kidney disease (CKD) patients treated with hemodialysis (CKD-HD) compared to other countries. Currently, HD centers in Indonesia lack data related to the incidence and factors related to mortality in CKD-HD patients.
Aims. To determine the incidence and factors related to one-year mortality in Chronic HD patients.

Methods. This prospective cohort study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) from January 2020 to December 2021, following 193 patients who survived three months after initial dialysis. Patients were observed for nine months to know the one-year mortality incidence and related factors. The data were analyzed using bivariate analysis followed by multivariate cox regression analysis to review factors related to mortality.
Results. The mean age was 52 years-old and the most common etiology of CKD-HD was diabetes mellitus (DM). During follow-up, three patients dropped out due to loss to follow up and 55 patients died. One-year mortality incidence was 28.49% (95% CI 22,25-35,42%) in this study. After multivariate analyses, we found three significant variables for one-year mortality: interdialytic weight gain (IDWG) ≥5% (OR: 3.58, 95% CI: 1.16.88-10.91), hemoglobin level <10 g/dL variables, (OR: 3.4, 95%CI 1.79-7.15), and calcium serum <8.5 mg/dL (OR: 3,79, 95% CI 1.75-8.23).  
Conclusion. The incidence of one-year mortality in CKD-HD patients was 28.49%. IDWG ≥5%, hemoglobin <10 g/dL, and calcium serum <8.5 mg/dL are significant factors related to one-year mortality.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Lidya Juniarti
"Latar Belakang: Penelitian pengaruh terapi reperfusi terhadap kesintasan satu tahun pasien STEMI usia lanjut sudah diteliti di negara lain sebelumnya, namun penelitian tersebut di Indonesia belum pernah dilakukan. Karena adanya perbedaan karakteristik, demografi dan budaya serta adanya kontroversi pemilihan terapi sehingga penelitian ini dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu belum banyak yang menggunakan analisis kesintasan, sehingga data survival pasien STEMI usia lanjut yang dilakukan terapi reperfusi sulit didapatkan.
Tujuan: Mengetahui pengaruh terapi reperfusi terhadap kesintasan satu tahun pada pasien STEMI usia lanjut.
Metode: Penelitian menggunakan metode kohort retrospektif dengan analisis kesintasan. Sampel dikumpulkan dari pasien STEMI usia lebih dari atau samadengan 60 tahun yang dirawat di ICCU RSCM januari 2007- mei 2013, yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu pasien yang mendapat terapi reperfusi dan tidak reperfusi. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk mengetahui kesintasan masing-masing kelompok. Analisis bivariat mengunakan uji log-rank, analisis multivariat menggunakan cox proportional hazard regression. Besarnya hubungan variabel terapi reperfusi dengan kesintasan dinyatakan dengan crude HR dan IK 95% serta adjusted HR dan IK 95% setelah dimasukkan variabel perancu.
Hasil: Terdapat 185 pasien STEMI usia lanjut yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 86 pasien kelompok terapi reperfusi dan 99 pasien kelompok tidak reperfusi. Hasil penelitian ini kelompok terapi reperfusi menurunkan mortalitas pada STEMI usia lanjut dengan crude HR 0,16 (0,07-0,33), p value <0,001, dengan kesintasan kumulatif satu tahun pasien STEMI usia lanjut yang dilakukan terapi reperfusi yaitu 91% (SE 3,1%), sedangkan kelompok tidak reperfusi 54% (SE % 5,0%). Rerata kesintasan pada kelompok terapi reperfusi 339,38 hari, dan kelompok tidak reperfusi 216,71 hari. Analisis multivariat menunjukkan terapi reperfusi merupakan prediktor independen terjadinya kesintasan satu tahun (Adjusted HR 0,17; IK95% 0,08-0,37).
Simpulan: Terapi reperfusi memperbaiki kesintasan satu tahun pada pasien STEMI usia lanjut.

Background: This study was done because of the effect of reperfusion therapy on one year survival in elderly STEMI patients has not been studied in Indonesia. There are differences in characteristic, demographic and culture of elderly patients that had been studied in other countries and there are still controversies of therapy modality in elderly STEMI patients. Most of previous studies do not use survival analysis, hence, survival data of elderly STEMI patients is still limited.
Aim: To know about the effect of reperfusion therapy on one year survival in elderly STEMI patients.
Methods: Retrospective study was done with survival analysis approach. Sample was collected from STEMI patients aged > 60 years old that admitted to hospital in golden period (less than twelve hours) who was hospitalized in ICCU RSCM from january 2007 to may 2013, divided to reperfusion therapy and not reperfusion therapy group. Kaplan Meier curve was used to know survival in each group. Bivariate analysis was done by log rank test and multivariate analysis was done by cox proportional hazard regression test. The relation between reperfusion therapy variables with one year survival denoted as crude HR and 95%CI then as adjusted HR and 95%CI after confounding factors were calculated.
Results: There are 185 STEMI elderly patients that divided into two groups : 86 patients in reperfusion therapy group and 99 patients in not reperfusion therapy group. The result is reperfusion therapy reduces mortality in elderly STEMI patient with crude HR 0,16 (0,07-0,33), p value <0,001, One year survival cumulative in reperfusion therapy group is 91% ( SE 3,1%) and 54% ( SE 5,0%) in not reperfusion therapy group. Mean survival of reperfusion therapy group is 339,38 days, and the not reperfusion therapy group is 216,71 days. Multivariate analysis shows that reperfusion therapy is an independent predictor in one year survival of elderly STEMI patients (Adjusted HR 0,17 ; 95%CI 0,08-0,37).
Conclusion: Reperfusion therapy improves one year survival in elderly STEMI patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>