Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202322 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Matthew Nathan
"Penelitian ini membahas mengenai potensi dan tantangan pelaksanaan gugatan derivatif sebagai strategi penanggulangan dampak perubahan iklim oleh Perseroan Terbatas di Indonesia. Pemegang saham melalui hak derivatifnya memiliki wewenang untuk menggugat Direksi apabila terjadi penyelewengan dari fiduciary duty yang dimilikinya, termasuk kewajibannya atas risiko perubahan iklim. Terdapat tiga pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni tanggung jawab korporasi terhadap penanggulangan dampak perubahan, hak derivatif yang dimiliki oleh pemegang saham yang diimplementasikan dalam kasus gugatan derivatif berbasis perubahan iklim dalam berbagai yurisdiksi, dan potensi pelaksanaan gugatan derivatif berbasis perubahan iklim melalui gugatan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal yang memparkan peraturan terkait suatu kategori hukum tertentu secara sistematis, menganalisis hubungan antar peraturan, dan mengidentifikasikan hambatan dan potensi dari peraturan tersebut di masa depan. Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pertanggungjawaban korporasi atas dampak perubahan iklim dapat dilihat dari tiga bentuk, yakni pengaturan wajib oleh instrumen hukum domestik, pengatusan secara sukarela, dan litigasi perubahan iklim. Selanjutnya, terdapat perkembangan positif terkait dengan gugatan derivatif berdasarkan perubahan iklim di berbagai yurisdiksi. Terakhir, pengajuan gugatan derivatif dalam konteks perubahan iklim berdasarkan hukum Indonesia pada dasarnya dapat dilaksanakan dan didukung dengan kedudukan hukum yang jelas, tetapi masih terdapat beberapa hambatan.

This research discusses the potential and challenges of implementing derivative lawsuits as a strategy to mitigate the impacts of climate change by Limited Liability Companies in Indonesia. Shareholders through their derivative rights have the authority to sue the Board of Directors if there is a misappropriation of their fiduciary duty, including their obligations for climate change risks. There are three main issues in this research, namely corporate responsibility for mitigating the impacts of change, derivative rights owned by shareholders implemented in climate change-based derivative lawsuit cases in various jurisdictions, and the potential implementation of climate change-based derivative lawsuits through tort lawsuits. This research is a doctrinal research that systematically describes regulations related to a certain legal category, analyzes the relationship between regulations, and identifies the obstacles and potential of these regulations in the future. The results of this study state that corporate liability for climate change impacts can be seen in three forms, namely mandatory regulation by domestic legal instruments, voluntary attribution, and climate change litigation. Furthermore, there are positive developments related to derivative lawsuits based on climate change in various jurisdictions. Finally, the pursuit of derivative claims in the context of climate change under Indonesian law is possible and supported by a clear legal position, but there are still some obstacles to be observed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaharani
"Diskursus mengenai keterkaitan hak asasi manusia dengan dampak perubahan iklim mulai berkembang dan menjadi sorotan internasional seiring munculnya dampak terhadap manusia yang tidak pernah terjadi atau dirasakan sebelumnya. Dampak-dampak yang timbul dari perubahan iklim dianggap akan menghambat perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia seperti hak hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Perkembangan diskusi mengenai perubahan iklim dan kaitannya dengan hak asasi manusia juga ditunjukkan melalui penggunaan argumen hak asasi manusia dalam praktik-praktik litigasi perubahan iklim—yang merupakan respons kegagalan atau ketidaklayakan kebijakan suatu negara dalam menghadapi ancaman perubahan iklim. Litigasi perubahan iklim berbasis hak asasi manusia kemudian menjadi salah satu alat yang paling banyak digunakan dan paling efisien dalam meminta negara melakukan upaya mitigasi dan adaptasi yang serius guna menjamin perlindungan hak asasi manusia dari dampak perubahan iklim. Berbagai putusan pengadilan yang mengadili gugatan litigasi perubahan iklim berbasis hak asasi manusia telah merumuskan kewajiban-kewajiban negara untuk melindungi hak asasi manusia dari ancaman perubahan iklim yang kemudian mereformasi kebijakan mitigasi dan adaptasi negara yang bersangkutan.  Argumen hak asasi manusia pun menjadi strategi yang relevan bagi Indonesia untuk mendorong upaya mitigasi dan adaptasi yang serius sebab Indonesia termasuk dalam negara yang rentan berhadapan dengan dampak perubahan iklim. Di sisi lain, pengaturan dan jaminan mengenai hak atas lingkungan hidup di Indonesia cukup komprehensif. Oleh karena itu, penelitian ini hendak melihat tanggungjawab negara atas perlindungan hak asasi manusia dari dampak perubahan iklim, mekanisme yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban negara atas perlindungan dari dampak perubahan iklim, dan bagaimana argumen hak asasi manusia relevan digunakan dalam mekanisme tersebut.

The discourse on the relationship between human rights and climate change impacts began to develop and became an international spotlight as the unprecedented impacts on human emerged. The impacts arising from climate change are considered to intervene with the protection and enjoyment of human rights such as the right to life, the right to health, and the right to a good and healthy environment. The development of the discussion on climate change and its relation to human rights is also shown by the use of human rights arguments in climate change litigation practices—which is a response to the failure or inadequacy of a country's climate policies. Human rights-based climate change litigation hitherto has become one of the most widely used and most efficient tools in demanding countries to undertake serious mitigation and adaptation efforts to ensure the protection of human rights from climate change impacts. Various court decisions adjudicating human rights-based climate change litigations have formulated state obligations to protect human rights from the threat of climate change which in turn reformed the country's mitigation and adaptation policies. The human rights argument has also become a relevant strategy for Indonesia to encourage serious mitigation and adaptation efforts as Indonesia is one of the countries that is vulnerable to the impacts of climate change. On the other hand, the constitution and other relevant laws also guarantee the right to the environment in Indonesia. Therefore, this study aims to look at the state's obligations to protect human rights from the impacts of climate change, the mechanisms that can be used to hold the state accountable for the protection from climate change impacts, and how relevant human rights arguments are used in these mechanisms. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Bagus Anggito
"Salah satu permasalahan yang sedang berkembang dalam permasalahan korporasi yakni terkait Beneficial Ownership atau dikenal dengan istilah (“Pemilik Manfaat”) yang selanjutnya dapat disebut sebagai Beneficiary Ownership ataupun Pemilik Manfaat yang pada hakikatnya merupakan sebuah sistem yang berkembang dari sistem hukum common law menitikberatkan terhadap atas ketentuan kepemilikan ataupun pengendalian atas hak baik yang melekat atas yang mana dalam memperoleh sebuah hak tersebut dapat dibuktikan secara sah berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Melihat perkembangan kegiatan usaha, diketahui bahwa terjadi beberapa pelaksanaan kegiatan usaha yang mana tidak hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan, melainkan terdapat tujuan tersembunyi lain seperti pelaksanaan tindak pidana pencucian uang. Adapun pelaksanaan tersebut bertujuan untuk menggelapkan dana ataupun aset yang seharusnya dimiliki oleh perseroan seperti adanya dana atas kewajiban pajak yang tidak dibayarkan pelaku bisnis. Dalam rangka melakukan penggelapan atas pajak, maka pemilik usaha dapat membentuk entitas lain dengan kepemilikan dana milik pemilik usaha tersebut diwakilkan oleh orang lain. Melihat adanya tendensi atas dana yang diwakilkan merupakan dana yang diperoleh secara tidak sah, maka untuk mencegah hal tersebut Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Peraturan tersebut memberikan kewajiban terhadap badan hukum baik berbentuk perseroan terbatas ataupun badan usaha/badan hukum lainnya untuk wajib melaporkan pemilik manfaat sebenarnya atas dana yang diperoleh perseroan. Selain itu, melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi memberikan tata cara pelaporan terhadap badan hukum/badan usaha untuk melaksanakan kewajiban pelaporan atas pemilik manfaat. Sehingga perlu dilakukan sebuah pengkajian dan pemahaman atas pelaksanaan pelaporan pemilik manfaat.

One of the problems that is currently developing in corporate matters is related to beneficial ownership or what is known as ("beneficial owner"), which can then be referred to as beneficial ownership or beneficial owner, which in essence is a system that developed from the common law legal system which focuses on the provisions ownership or control of the rights attached to which in obtaining a right can be legally proven based on applicable legal provisions. Looking at the development of business activities, it is known that there are several business activities carried out which are not just for making a profit, but also have other hidden objectives such as carrying out criminal acts of money laundering. This implementation aims to embezzle funds or assets that should be owned by the company, such as funds for tax obligations that are not paid by business actors. In order to evade taxes, the business owner can form another entity with the ownership of the business owner's funds represented by another person. Seeing the tendency for the funds represented to be funds obtained illegally, to prevent this the Government issued Presidential Regulation Number 13 of 2018 concerning the Implementation of the Principle of Recognizing the Beneficial Owners of Corporations in the Context of Preventing and Eradicating Crimes of Money Laundering and Terrorism Financing Crimes. This regulation imposes an obligation on legal entities, whether in the form of limited liability companies or other business/legal entities, to report the actual beneficial owners of funds obtained by the company. In addition, through the Minister of Law and Human Rights Regulation Number 15 of 2019 concerning Procedures for Implementing the Principle of Recognizing Beneficial Owners of Corporations, it provides reporting procedures for legal entities/business entities to carry out reporting obligations on beneficial owners. So, it is necessary to conduct an assessment and understanding of the implementation of beneficial owner reporting."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lefilia Erlita Chita
"Skripsi ini adalah suatu karya ilmiah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan dengan melakukan perbandingan hukum. Latar belakang penelitian ini adalah dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditemukan adanya keterbatasan untuk mengajukan gugatan derivatif yang merupakan salah satu perlindungan hukum bagi pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Sedangkan sebagai perbandingan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu pengaturan dalam Undang-Undang Perusahaan Singapura 1994 dan Undang-Undang Perusahaan Jepang 2005, dalam penelitian ini ditemukan aspek-aspek tertentu dalam Undang-Undang Perusahaan Singapura 1994 dan Undang-Undang Perusahaan Jepang 2005 yang mampu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi pemegang saham, meliputi akses yang luas kepada seluruh pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dalam mengajukan gugatan derivatif, memberikan perlindungan terhadap Perseroan dengan menjadikan gugatan derivatif sebagai upaya hukum terakhir guna menjaga kestabilan Perseroan, dan memberikan perlindungan terhadap Perseroan dari itikad buruk pemegang saham yang mengajukan gugatan derivatif.

This undergraduate thesis is a normative juridical scientific work, that is a study conducted through literature by doing comparative study of law. The background of this research is that in Act No. 40 of 2007 on Limited Liability Companies, it is found limitations to file derivative action which is one of the legal protections for shareholders, especially minority shareholders. Meanwhile, as a comparison from other legislations, i.e. the regulation in the Singapore Company Act 1994 and the Japan Company Act 2005, in this study it is found certain aspects in the Singapore Company Act 1994 and the Japan Company Act 2005 which are able to bring about justice and legal certainty for shareholders, including extensive access to all shareholders, especially minority shareholders to file derivative action, to provide protection against the Companies by making a derivative action as the last legal effort to maintain the stability of the Companies, and to provide protection against the Companies from bad faith of shareholders filing the derivative action."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Abdul Ghani
"Penelitian ini menguji pengaruh variabel iklim terhadap hasil dan risiko produksi padi di delapan sentra produksi padi Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun (1982-2011). Fungsi produksi stokastik model Just-Pope dengan analisis data panel digunakan untuk mengukur pengaruh variabel iklim terhadap hasil dan risiko produksi padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan curah hujan mempengaruhi hasil padi di daerah sentra. Curah hujan termasuk faktor yang meningkatkan risiko, sedangkan suhu tidak berpengaruh terhadap risiko. Pengaruh perubahan iklim terhadap hasil dan risiko produksi padi di daerah Jawa relatif lebih rendah dibanding luar Jawa.

This study examines the impacts of climate variables on rice yield and production risk from eight main provinces of rice producers in Indonesia, over a period of 30 years (1982-2011). Stochastic production function Just-Pope model with panel data analysis is used to estimate the effect of climate variables on rice yield and production risk. Data analysis shows that temperature and precipitation affect the mean crop yield. Precipitation is risk increasing factor, while temperature is not significant. Effect of climate change on rice yield and production risk is relatively low in Java region than other regions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alfitras Tavares
"Perubahan iklim merupakan permasalahan besar manusia saat ini. Dampak dari perubahan iklim dapat melanggar hak asasi manusia. Mengutip beberapa penelitian mengenai Carbon Majors, ditemukan bahwa emisi yang utamanya berasal dari industri bahan bakar fosil merupakan salah satu pihak yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim melalui gas rumah kacanya. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan apakah korporasi yang berkontribusi menyebabkan dampak perubahan iklim dapat dimintakan pertanggungjawaban atau tidak. Penelitian ini akan mengkaji dan menganalisis bagaimana perubahan iklim berdampak pada hak asasi manusia, bagaimana kewajiban hak asasi manusia oleh korporasi terkait dampak perubahan iklim serta bagaimana pertanggungjawaban korporasi melalui mekanisme litigasi perubahan iklim berbasis hak asasi manusia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dan analisis kualitatif terhadap berbagai jenis data. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder mulai dari peraturan, putusan pengadilan, jurnal ataupun buku. Hasil penelitian ini menemukan bahwa perubahan iklim memang berdampak pada hak asasi manusia dan bahwa korporasi memiliki kewajiban hak asasi manusia dan dapat dimintakan tanggung jawab atas kontribusinya terhadap perubahan iklim. Terdapat dua jalur yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dengan menggunakan argumen hak asasi manusia atas dampak perubahan iklim, yaitu melalui gugatan pelanggaran hak dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum. Alangkah baiknya apabila Pemerintah membuat peraturan yang mengikat yang mengatur mengenai kewajiban korporasi terkait hak asasi manusia dan perubahan iklim. Hal ini diperlukan agar setiap tindakan melakukan pencegahan pelanggaran hak asasi manusia perubahan iklim melalui aktivitasnya.

Climate change is a major problem for mankind right now. The impact of climate change can violate many human rights. Citing several studies on Carbon Majors, it was found that emissions mainly from the fossil fuel industry are one of the major contributors to climate change through their greenhouse gases. This raises the question of whether corporations that contribute to climate change impacts can be held accountable or not. This research will examine and analyze how climate change impacts on human rights, how the obligations of human rights by corporations are related to the impacts of climate change as well as how the corporation is accountable through human rights-based climate change litigation mechanisms. This research is a juridical-normative research and qualitative analysis of various types of data. This research used secondary data ranging from regulations, court decisions, journals or books. The results of this study find that climate change does have an impact on human rights and that corporations have human rights obligations and can be held accountable for their contribution to climate change. There are two ways that can be used to hold corporations accountable, those are, using human rights arguments for the impacts of climate change through lawsuits for violation of rights and civil lawsuits for unlawful acts. It would be better if the Government made binding regulations governing corporate obligations related to human rights and climate change. This is necessary so that every action takes to prevent climate change human rights violations through their activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destario Metusala
"Komunitas anggrek (Orchidaceae) merupakan salah satu kelompok tumbuhan yang terancam terhadap stres kekeringan akibat perubahan iklim. Komunitas anggrek di Indonesia mengembangkan dua bentuk hidup utama, yaitu epifit dan terestrial. Penelitian bertujuan untuk membandingkan adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dan terestrial; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran terang; membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara bentuk hidup epifit dan terestrial pada spesies anggrek toleran naungan; serta membandingkan tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan antara spesies Eulophia spectabilis dari tropis basah dan E. petersii dari tropis kering. Analisis anatomi dilakukan dengan pengamatan sayatan paradermal dan sayatan melintang daun maupun akar. Analisis fisiologi dilakukan secara eksperimental dengan perlakuan kekeringan di rumah kaca selama 30 hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan strategi adaptasi anatomi daun dan akar antara anggrek epifit dengan terestrial. Anggrek epifit lebih mengutamakan penyesuaian ketebalan dan luasan jaringan penyusun organ daun maupun akar, sedangkan anggrek terestrial lebih mengutamakan penyesuaian luasan komponen pembuluh angkut daun dan akar, serta jumlah stomata dan luasan total stomata. Pada spesies anggrek toleran terang, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan kelompok terestrial. Pada spesies anggrek toleran naungan, kelompok epifit memiliki tingkat adaptasi terhadap stres kekeringan dengan rentang variasi yang lebih lebar dan tidak berbeda nyata dengan kelompok terestrial. Spesies Eulophia petersii dari tropis kering memiliki tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stres kekeringan dibandingkan Eulophia spectabilis dari tropis basah. Ciri anatomi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: jaringan mesofil dan daun yang lebih tebal; lapisan kutikula yang lebih tebal; jaringan hipodermis yang berkembang; komponen pembuluh angkut daun yang lebih sempit, jaringan sklerenkim yang berkembang baik di sekitar pembuluh angkut primer daun; stomata dengan ukuran lebih besar, jumlah lebih sedikit, dan area total stomata yang lebih sempit; komponen pembuluh angkut akar yang lebih sempit; dan jaringan velamen yang lebih berkembang. Ciri fisiologi pada komunitas anggrek tropis Indonesia terkait tingkat adaptasi yang lebih tinggi terhadap stes kekeringan meliputi: selisih prolin yang lebih kecil, laju penurunan kandungan air relatif jaringan daun yang lebih rendah, dan nisbah klorofil a/b yang lebih tinggi.

The orchid community (Orchidaceae) is one of the most threatened plant's groups to drought stress due to climate change. Indonesian orchid community has developed two main life forms, as epiphyte and terrestrial. The aims of this study were to compare the anatomical adaptation of leaf and root between epiphytic and terrestrial life forms on the Indonesian tropical orchid community; to compare the adaptation level to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in sun-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between epiphytic and terrestrial life forms in shade-tolerant orchid species; to compare the level of adaptation to drought stress between orchid Eulophia spectabilis from wet tropical and E. petersii from dry tropical. The anatomical analysis was performed with observations on paradermal and transverse sections of leaves and roots. The physiological analysis was conducted experimentally in the greenhouse with drought treatment for 30-days. The results showed that epiphytic orchids have prioritized the anatomical adaptation strategy by adjusting the thickness and area of leaf and root's tissues, while the terrestrial orchids through the adjustment of the area of leaf and root's vascular components, as well as the number and total area of stomata; in sun-tolerant species, epiphytic orchids have shown a higher adaptation level to drought stress than terrestrial orchids; in shade-tolerant species, epiphytic orchids have shown a wider range of adaptation level to drought stress and not significantly different with terrestrial orchids; Eulophia petersii from dry tropical showed a higher adaptation level to drought stress than E. spectabilis. The anatomical traits related to a higher adaptation level to drought stress were: thicker mesophyll and leaf tissue, thicker cuticle layer, well developed hypodermic tissue, narrower leaf vascular bundle components, well developed sclerenchyma tissue around the leaf's primary vascular bundle, broader size-but fewer stomata, narrower total stomatal area, narrower root vascular components, and a more developed velamen layer. The physiological traits related to a higher adaptation level to drought stress were: lower proline deviation, lower decline rate in leaf water content, and a higher chlorophyll a/b ratio. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
D2442
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Renata Patricia
"Perubahan pengaturan Modal Dasar Perseroan Terbatas berpengaruh terhadap profesi Notaris karena Notaris merupakan satu-satunya pejabat umum yang diberikan wewenang oleh Undang-Undang Jabatan Notaris untuk membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas dan melakukan Penyuluhan Hukum atas perbuatan hukum tersebut. Dalam melakukan Penyuluhan Hukum mengenai Pendirian Perseroan Terbatas, selain Notaris harus mengacu pada peraturan perundang-undangan, Notaris tidak dapat mengesampingkan asas-asas hukum dan prinsip-prinsip yang relevan, seperti: asas kepastian hukum, prinsip kehati-hatian, dan prinsip Good Corporate Governance, karena walaupun Notaris membuat akta secara formil, Notaris perlu memperhatikan substansi akta secara materiil agar di kemudian hari Notaris tidak terseret dalam suatu sengketa hukum sebagai turut tergugat. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah doktrinal yaitu dengan mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan, mengelompokan lalu memilahnya. Selanjutnya, data tersebut dikelompokkan, dipilah, diinterpretasi, serta diverifikasi dengan cara melakukan wawancara kepada Notaris sebagai narasumber. Kemudian, penulis menganalisisnya dan menuliskannya dalam penelitan ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa apabila Notaris memberikan Penyuluhan Hukum yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas dapat didirikan dengan Modal Dasar sejumlah Rp1,00 (satu rupiah) dan Modal Disetor sejumlah 25% (dua puluh lima persen) dari Modal Dasar tersebut yakni Rp0,25 (nol koma dua puluh lima rupiah), hal ini bertentangan dengan Prinsip Good Corporate Governance, khususnya Asas Keberlanjutan dan Asas Akuntabilitas; sedangkan di sisi lain, apabila Notaris memberikan Penyuluhan Hukum yang mengatakan bahwa Perseroan Terbatas tidak dapat didirikan dengan Modal Dasar sejumlah Rp1,00 (satu rupiah), Notaris menyalahi ketentuan Pasal 109 Angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja mengenai perubahan ketentuan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dengan demikian, saran yang dapat Penulis berikan adalah bahwa dalam perumusan ketentuan Modal Dasar Persoan Terbatas, pemerintah harus memperhatikan aspek nonhukum, yaitu ekonomi, yang dapat disesuaikan dengan jenis usahanya.

Changes in the regulation of the Authorized Capital of Limited Liability Companies affect the Notary profession because Notaries are the only public officials who are given the authority by the Law to make Deeds of Establishment of Limited Liability Companies and provide legal counselling on these legal acts. In conducting legal counseling regarding the establishment of a limited liability company, apart from the Notary having to refer to statutory regulations, the Notary cannot ignore relevant legal principles, such as: the principle of legal certainty, the principle of prudence, and the principle of Good Corporate Governance because even though the Notary makes a formal deed, the Notary needs to pay attention to the material substance of the deed so that in the future the Notary is not dragged into a legal dispute as a co-defendant. The research method used in writing this thesis is doctrinal, namely by collecting secondary data in the form of legal materials through literature study, grouping and then sorting them. Next, the data is grouped, sorted, interpreted, and verified by conducting interviews with Notaries as resource persons. Then, the author analyzed it and wrote it in this research. The results of this research show that if a Notary provides legal counselling which states that a Limited Liability Company can be established with authorized capital of IDR 1.00 (one rupiah) and paid-up capital of 25% (twenty five percent) of the authorized capital, namely IDR 0.25, this is contrary to the Principles of Good Corporate Governance, especially the Principle of Sustainability and the Principle of Accountability; Meanwhile, on the other hand, if the Notary provides legal counselling stating that a Limited Liability Company cannot be established with authorized capital of IDR 1.00 (one rupiah), the Notary is violating Article 109 Number 3 Law Number 6 of 2023 concerning Job Creation regarding changes to the provisions of Article 32 paragraph 1 of Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies Thus, the advice that the author can give is that in formulating the provisions on the authorized capital of limited liability companies, the government must pay attention to non-legal aspects, namely economics, which can be adjusted to the type of business."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Conrado Maximanuel Cornelius
"ABSTRAK
Gugatan perubahan iklim dalam berbagai yurisdiksi hukum di berbagai belahan dunia kerap kali berakhir dengan penolakan oleh hakim walaupun tidak semuanya, disebabkan terutama kesulitan para penggugat membuktikan kausalitas antara perbuatan tergugat dengan kerugian yang dialami penggugat. Kesulitan ini timbul disebabkan perubahan iklim adalah diskursus yang dilingkupi ketidakpastian ilmiah serta kerugian yang ditimbulkannya berupa resiko kerusakan ekologis yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Dalam tradisi doktrin hukum sampai saat ini, pemahaman pembuktian kausalitas konvensional tidak memungkinkan adanya pertanggungjawaban berdasarkan resiko. Keterbatasan kausalitas konvensional ini semakin nyata ditunjukkan melalui perspektif sosiologi masyarakat resiko yang dipelopori oleh Ulrich Beck. Teori masyarakat resiko menjelaskan bahwa ancaman bahaya yang dipersepsikan sosio-kultural mentransformasi suatu ancaman menjadi resiko. Ketika resiko muncul, maka ia akan diikuti dengan tindakan kehati-hatian. Tetapi melalui pendekatan kausalitas konvensional, tindakan-tindakan ini mustahil untuk dilakukan. Menurut Beck, perubahan iklim berada dalam situasi yang seperti ini. Untuk memungkinkan aspirasi sosio-kultural ini dapat diterima permohonannya di muka-muka pengadilan, penerapan prinsip kehati-hatian yang ditafsirkan secara kontekstual dapat memecahkan isu ketidakpastian ilmiah yang melingkupi diskursus perubahan iklim. Berangkat dari permasalahan ini, skripsi ini bertujuan untuk memberikan sebuah solusi terhadap ketidakpastian ilmiah dalam membuktikan kausalitas gugatan perubahan iklim dengan menerapkan Prinsip Kehati-Hatian.

ABSTRACT
Recent trends have shown the dismissals of many climate change lawsuit in different jurisdictions across the globe, is due to the plaintiffs rsquo inability to proof causation between defendant rsquo s conduct to the alleged losses suffered by plaintiffs. These dismissals are warranted given the fact that climate change discourses are faced with predicaments clouded with a significant degree of scientific uncertainty and exacerbated with its alleged losses being understood in terms of risk. Our existing legal scholarship hitherto recognizes no rules of torts whatsoever to justify the imposition of liability on conjectural losses such as risks. The downsides arising from the limitations posed by conventional causation doctrine would best be described through Ulrich Beck rsquo s risk society theory. According to Beck, threats are transformed into risks through a cultural construction. On Beck rsquo s account, the notion of risk implies the existence of scientific uncertainty. The realization of risk entails the necessity of taking precaution measures. But under a conventional causation approach, such undertaking would be proven impossible. According to Beck, climate change is thus situated within such context. This thesis endeavors, under this scenario, to explain how precautionary principle can serve as a recourse to solve the inhibitions posed by scientific uncertainty situations in climate change litigations, in which its application would justify the undertaking of precautionary measures responding to uncertain risks."
2017
S69025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>