Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmaliyah Mutiara Hadi
"Memperkuat value-chain MNE (Multinational Enterprises) membutuhkan ketahanan dari perusahaan cabang mereka yang terus menghadapi tantangan atas ketersinambungannya secara global. Peneliti sebelumnya telah mengemukakan bahwa flexibilitas dalam memasuki, mengubah, dan meninggalkan aliansi di host-country, bisa mengangkat masalah yang timbul di sana, sehingga memudahkan subsidiary mengambil pilihan-pilihan strategis yang diinginkan. Namun, ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan sebelum flexibilitas strategi dilakukan. Studi empiris secara quantitatif yang berlandaskan pada teori "Resource-Based View" dalam konteks manajemen strategi internasional ini, maka, akan mengambil makna dari penemuan atas aspek strategi flexibilitas dari latar belakang tersebut. Berfokus pada hubungan antara aliansi strategis dan faktor penentu dan integrasi vertikal dengan perusahaan induk, penelitian ini pun menguji bahasan tersebut menggunakan regresi OLS. Pengaruh moderasi dari risiko politik host-country juga kemampuan internal perusahaan cabang untuk networking melalui manajer berlatar belakang asing bagi host-country, diselidiki melalui survei terhadap manajer operational di level menengah dalam perusahaan kecil hingga besar yang mendiami berbagai negara berisiko politik. Dari sampel ini, ditemukan implikasi manajerial yang membuktikan bahwa keterikatan ke perusahaan induk mendukung pengambilan keputusan mengenai aliansi di host-country karena desentralisasi yang ada dalam perusahaan cabang, namun, dapat terganggu oleh risiko politik dan kemampuan manajer asing dalam membangun hubungan dengan partner. Penelitian ini membantu mengklarifikasi koneksi bentuk integrasi vertikal antara perusahaan cabang dan induk yang ada, dengan pilihan-pilihan aliansi strategis, di dalam situasi politik yang mengancam serta komposisi manajer asing yang telah ditetapkan.

Strengthening MNEs (Multinational Enterprises) value-chain requires their subsidiaries' sustainability that are constantly challenged due to being globally interconnected. Previous researcheshave posited that flexibility in entering, modifying, and exiting alliances in the host-country, could alleviate the issue, enabling subsidiaries to pursue desired strategic choices. Several considerable aspects, nevertheless, should be weighed prior to its execution. This quantitative empirical study upon the reource-based view foundation, thus derives from that finding and focus on strategic alliance's relationship with a detrimentally affecting factor, vertical integration with the parent company, as tested using OLS regression. Moderating influences from the host-country's political risk and their internal ability to form networking in the host-country through foreign managers are surveyed on middle-level operational managers from small to large companies residing in various politically risky countries. From there, the managerial implications draw that integratedness to parent companies promotes alliance decision-making due to decentralization in subsidiaries but can be hampered by host-country's political risk and foreign managers' established bond with partners. This research helps clarify the connection between settled vertical integration to strategic alliances choices, with given political threats and prospective foreign manager composition. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ando Fahda Aulia
"Integrasi vertikal merupakan salah satu strategi yang biasa digunakan oleh banyak perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Struktur pasar merupakan suatu prakondisi yang akan menentukan perilaku perusahaan dalam menjalankan usahanya di suatu industri. Salah satu yang menentukan struktur pasar adalah tingkat konsentrasi pasar dari suatu industri.
Stigler (1951) mengajukan 3 (tiga) hipotesis yang berhubungan dengan integrasi vertikal. Stigler berpendapat bahwa tingkat konsentrasi pasar berkorelasi positif dengan integrasi vertikal, sebagaimana dengan tingkat pertumbuhan permintaan di suatu industri. Selain itu, Stigler menyatakan bahwa ukuran rata-rata perusahaan disuatu industri berhubungan negatif dengan integrasi vertikal.
Sehubungan dengan hal diatas; tesis ini berusaha untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh dari tingkat konsentrasi pasar terhadap kebijakan integrasi vertikal di dalam industri manufaktur (pengolahan) berdasarkan hipotesis Stigler tersebut. Industri manufaktur dipilih karena didalam sektor ini dapat memperlihatkan hubungan antara tahapan-tahapan produksi.
Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Levy (1984), diestimasi dengan menggunakan data panel terhadap 40 industri di dalam industri manufaktur yang dipilih secara acak dengan rentang waktu 1990 sampai 1999. Hasil analisisnya memberikan kesimpulan sesuai dengan prediksi Stigler bahwa tingkat konsentrasi pasar mendorong integrasi vertikal dengan tingkat signifikansi yang tinggi. Sedangkan ukuran rata-rata menunjukkan hasil sebaliknya terhadap hipotesis Stigler. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor tingginya biaya transaksi di Indonesia. Faktor lainnya, tingkat pertumbuhan permintaan memberikan hasil yang tidak signifikan secara statistik.

Vertical integration is a business strategy which is commonly used by many firms. Furthermore, market structure is a precondition that determine the firm behavior in the industry. One factor of market structure is the market concentration in the industry.
Stigler (1951) proposes three hypotheses related to vertical integration. Stigler argues that market concentration is positively correlated to vertical integration as well as the growth of demand in the industry. On the other hand, Stigler suggests that the average size of firms in the industry is expected to be negative to vertical integration.
Based on the above exposition, this thesis attempts to explain the correlation and effect of market concentration to vertical integration policy in the manufacturing sector. This sector is chosen because it can depict the stages of the production process.
Using the model developed by Levy (1984), the panel data is estimated to 40 industries in manufacturing sector which is selected randomly from 1990 to 1999 period. The regression result is accordance with Stigler prediction that market concentration implies positive and significant effect on vertical integration as well as the growth of demand in the industry. However, the average firms' size shows inconsistency with Stigler hypothesis. This finding is due to the high transaction cost. Another factor, the growth of demand in the industry is not statistically significant.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fauzia
"[ABSTRAK
Integrasi vertikal dapat dijadikan salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing Indonesia yang saat ini berada dalam posisi rendah. Untuk dapat menjalankan strategi integrasi vertikal perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Stigler (1984) terdapat 3 (tiga) hipotesis yang berhubungan dengan integrasi vertikal yaitu rasio konsentrasi 4 perusahaan terbesar (CR4) dan pertumbuhan permintaan (growth) berpengaruh positif, sedangkan ukuran rata-rata perusahaan berpengaruh (avsize) negatif terhadap tingkat integrasi vertikal. Penelitian ini melibatkan 5 industri dari beragam sektor yakni industri kendaraan bermotor roda empat, industri pengolahan tembakau, industri pengolahan minyak goreng sawit, industri kertas, dan industri tekstil serta produknya untuk periode 2001-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CR4 industri pengolahan minyak goreng sawit dan industri kertas berpengaruh signifikan, pertumbuhan permintaan pada semua industri tidak berpengaruh signifikan, dan Avsize pada industri kertas dan tekstil dan produk tekstil berpengaruh signifikan terhadap tingkat integrasi vertikal dan sesuai dengan hipotesis Stigler.

ABSTRACT
Vertical integration may be one of strategy to improve the competitivenes Indonesia which is currently in a low position. Before we implement the strategy, we need to know the factors that related on it. According to Stigler (1984), there are three (3) hypothesis associated with vertical integration: the concentration ratio of 4 biggest companies (CR4) and the growth of demand (growth) has positive effect, while the average of firm size (avsize) has negative affect to the level of vertical integration. This research wants to verify the hypothesis using panel data on five industries namely four-wheeled motor vehicle industry, the tobacco processing industry, palm oil processing industry, paper industry, and textile industry in the period from 2001 to 2011. The result showed that CR4 cooking palm oil processing industry and paper industries have a positive and significant effect. Meanwhile the growth of all industries haven't significant effect, and Avsize on paper and textile industries have a negative and significant effect on the level of vertical integration.;Vertical integration may be one of strategy to improve the competitivenes Indonesia which is currently in a low position. Before we implement the strategy, we need to know the factors that related on it. According to Stigler (1984), there are three (3) hypothesis associated with vertical integration: the concentration ratio of 4 biggest companies (CR4) and the growth of demand (growth) has positive effect, while the average of firm size (avsize) has negative affect to the level of vertical integration. This research wants to verify the hypothesis using panel data on five industries namely four-wheeled motor vehicle industry, the tobacco processing industry, palm oil processing industry, paper industry, and textile industry in the period from 2001 to 2011. The result showed that CR4 cooking palm oil processing industry and paper industries have a positive and significant effect. Meanwhile the growth of all industries haven't significant effect, and Avsize on paper and textile industries have a negative and significant effect on the level of vertical integration., Vertical integration may be one of strategy to improve the competitivenes Indonesia which is currently in a low position. Before we implement the strategy, we need to know the factors that related on it. According to Stigler (1984), there are three (3) hypothesis associated with vertical integration: the concentration ratio of 4 biggest companies (CR4) and the growth of demand (growth) has positive effect, while the average of firm size (avsize) has negative affect to the level of vertical integration. This research wants to verify the hypothesis using panel data on five industries namely four-wheeled motor vehicle industry, the tobacco processing industry, palm oil processing industry, paper industry, and textile industry in the period from 2001 to 2011. The result showed that CR4 cooking palm oil processing industry and paper industries have a positive and significant effect. Meanwhile the growth of all industries haven't significant effect, and Avsize on paper and textile industries have a negative and significant effect on the level of vertical integration.]"
2015
T43387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatu Azzah Haedar
"ABSTRAK
Internet inenjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang cepat,
tepat dan akurat serta berbiaya murah. Pertumbuhan pemakai internet di Indonesia
menunjukkan trend yang sangat positif; meskipun masìh dalam tahap awal dan belum
memasyarakat. Perkembangan dunia bisnis yang memanfaatkan teknologi Internet turut
berkembang, baik dari segi perangkat keras dan perangkat lunak, penyedia jasa sambungan
Internet (Internet provider), portal, hingga warung Internet. Perkembangan dunia bisnis
berbasis Internet ini dilirik sebagai peluang bisnis yang potensial oleh para pengusaha.
Idku yang merupakan salah satu divisi PT M-Web Indonesia, mencoba memanfaatkan
peluang tersebut dan membangun jaringan warnet di Indonesia. Sejak awal pendiriannya,
idku telah berketetapan untuk menjadi jaringan warnet yang terbesar di Indonesia. Upaya
pengembangan idku yang agresif terhambat oleh keterbatasan infrastruktur telekomunikasi,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas, yang disedlakan PT Telkom dan PT Indosat sebagai
perusahaan yang memegang hak monopoli dari Peinerlntah untuk pengadaan infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia. Hambatan lain dari pemerintah adalah adanya berbagai peraturan
yang kurang mendukung berkembangnya dunia bisnis berbasis Internet yang kondusif.
Besarnya ketergantungan bisnls berbasis Internet terhadap infrastruktur telekomunikasi
mendorong berkembangnya teknologi guna mengatasi hal tersebut. Pada saat ini
dimungkinkan untuk menggunakan tehnologl terkini yang belum tercakup dalam peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun untuk melakukan investasi dalam
teknologi infrastruktur telekomunikasi ini dibutuhkan dana yang sangat besar, belum lagi
dibutuhkan pengetahuan, keterampilan dan keahilan khusus yang membutuhkan dana tersendiri
guna pendidikan dan pelatihan sumber daya manusianya.
Guna mengatasi hambatan Investasl yang mahal maka salah satu strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan integrasi vertikal balk dengan perusahaan dl hulu maupun
di hilir industrinya.
Studi ini bermaksud untuk melakukan studi kelayakan dilakukannya Integrasi vertikal
dalam hal pengadaan ìnfrastruktur telekomunikasl untuk koneksl Internet. Dengan melakukan
integrasi vertikal maka idku dapat membangun kontrol terhadap pemasok sehingga dapat
membangun rintangan bag! perusahaan baru untuk memasuki kompetisi dalam lndustrinya,
mendukung investasi pada asset khusus, memproteksi kualitas produk serta dapa berespon
lebih cepat pada tuntutan pelanggan.
Dalam melakukan stud! kelayakan perlu dicermati bisnls berbasis internet yang
memiliki karakteristik yang berbeda dengan bisnis pada umumnya sehingga dibutuhkan suatu
set kriteria yang berbeda dari bisnis jenis lainnya. Konsep vertikal integrasi dalam hal
pegadaan infrastruktur rnenunjukkan potensi yang besar untuk meraih keuntungan, dengan
inovasi yang memungkinkan disediakannya berbagai layanan multimedia serta mampu
memperpendek waktu pengerjaan dan implementasi. Dari segi potensi hasil yang dapat dicapai,
tingkat penggunaan menjadl lebih tinggi dengan biaya yang lebih murah serta konsistensi
mutu layanan yang baik.
idku perlu waspada terhadap perkembangan dirinya karena dengan dilakukannya
integrasi vertikal maka perusahaan menjadi besar dan cenderung lambat bereaksi terhadap
tuntutan pelanggan, sementara kecepatan berespon justru memegang peranan penting dalam
keberhasilan perusahaan Internet. Besarnya kapasltas berleblh yang dimiliki oleh perusahaan
perlu sesegera mungkin dimanfaatkan terlebih lagi biaya operasonal bandwith dalam mata
uang asing(USD).
Bisnis yang sarat teknologi ini perlu mewaspadai setiap perkembangan tehnologi yang
berhubungan dengan bisnis baik secara langsung maupun tidak Iangsung. Pemilihan tehnologi
yang tepat oleh pesaing dapat dengan tiba-tiba membalik kondisi persaingan antar perusahaan
yang terlibat.
Berbagai kondisi diatas menyertai perkembangna idku, yang apabila salah
mengantisipasi dapat terperosok ke jurang kegagalan daIm melakukan bisnis yang berbasis
internet.
"
2001
T2268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranu Januar
"Thermophoretic force adalah gaya yang menyebabkan partikel bergerak pada permukaan pemindahan kalor yang disebabkan oleh perbedaan temperatur. Simulasi ini dilaksanakan untuk membandingkan hasil simului dengan eksperimen. Perangkat lunak yang diggunakan untuk simulasi ini adalah Fluent 5.3. Simulasi ini diawali dengan pembuatan model peralaian eksperimen menurut data ada, yang menggunakan jarak antar plat sebesar 4 cm 4.5 cm dan 5 cm dan pada temperaxur yang berbeda, temperatur yang digunakan adalah 30°, 50° dan 100° kemudian meneliti berbagai kernungkinan bergeralmya partikel yang dialdbatkan oleh gaya lain di samping Thermophoreric force seperti gaya apung, gerak Brown, electophoresis dan Sajinan LM Force. Hasil simulasi menunjukkan panikel tersebut bergerak ke temperarur yang Iebih rendah, semakin besar perbedaan temperatur yang diberkan maka semakin besar pula gaya yang di terima oleh partikel tersebut.

Thermophoretic force is the movement of particle causes an existence of force, which because of different temperature at surface of heat transfers because the force particles move to the lower temperature. This simulation is done to compare the result of simulation with expeximent. The software used for this simulation is Fluent 5.3. This simulation early by making model of research appliance x according to existing data that is using distance between plate equal to 4 cm 4.5 cm and 5 cm and different temperature used are 33°, 50° and 100° then analyze possibilities movement of particle effected by force besides the Thermophoretic force like buoyancy, Brownian, electrophoresis and SaEinan lih foree. Result of simulation shows the particle move to the lower temperature, greater of given different temperature hence is greater of foroe happen to ‘the panicle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S37765
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beny Gunawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, Bagaimanakah pengaruh atau dampak Perjanjian Integrasi Vertikal terhadap pasar menurut hukum persaingan usaha di Indonesia? Kemudian yang kedua, Bagaimanakah Putusan KPPU Tentang perjanjian Integrasi Vertikal di Indonesia menurut Undang - Undang nomor 5 tahun 1999 ?, dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengruh dari perjanjian integrasi vertikal itu sendiri, bahwa Hukum persaingan usaha memandang Integrasi Vertikal sebagai perjanjian yang dilarang. bertujuan menguasai produksi barang atau jasa tertentu, dalam pelanggaran integrasi vertikal ini menggunakan pendekatan rule of reason karena integrasi vertikal ini mempunyai dampak ? dampak atau pengaruh terhadap persaingan usaha ataupun sebaliknya yang merugikan pelaku usaha lain. kemudian ada terdapat perbedaan putusan yaitu putusan Perkara Nomor: 01/KPPU-L/2003 Garuda Indonesia dan Abcus Indonesia, dan putusan Putusan Nomor.05/KPPUL/ 2002 Grup 21 Cineplax dengan pelapor, dalam penelitian ini yang melihat sisi pembeda selanjutnya dilanjutkan dengan adanya meminta pendapat ke KPPU yaitu Nomor 20/Kppu/Pdpt/Vi/2014 Tentang Pemberitahuan Pengambilalihan Saham (Akuisisi) Perusahaan PT Buana Distrindo Oleh PT Indofood Asahi Sukses Beverage, terkait perjanjian integrasi vertikal.
Dengan hasil penelitian bahwa banyak pandangan KPPU tidak meluas dengan adanya tindakan integrasi vertikal melihat dari unsur- unsur pasal 14 integrasi vertikal itu sendiri dampak dan akibat nya. Setelah melihat perbedaan kasus garuda yang terbukti bersalah dengan kasus grup 21 cineplax yang dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal 14 integrasi vertikal. Maka dari itu perlu penyempurnaan dari UU N0.5 Tahun 1999 dengan aturan yang tegas dan jelas meluas sehingga dapat bias dilihat jelas melanggar atau tidaknya, sehingga kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat dan perekonomian Negara.

ABSTRACT
This thesis addresses two main issues. First, What is the effect or impact of Vertical Integration Agreement to market under competition law in Indonesia? Then the second, How the Commission Decisions About agreement Vertical Integration in Indonesia according to Act - Act No. 5 of 1999?, In a study conducted using normative juridical, with the goal of this study was to determine pengruh of agreement vertical integration itself, that Law Vertical Integration regard competition as a prohibited agreement. aims to master the production of certain goods or services, in violation of this vertical integration using a rule of reason approach because it has the effect of vertical integration - the impact or effect on competition or otherwise harm other businesses. then there are differences in ruling that the decision on Case No. 01 / KPPU-L / 2003 Abcus Garuda Indonesia and Indonesia, and the decision of the Decision Nomor.05 / KPPU-L / 2002 Group 21 Cineplax with the complainant, in this study to see the next differentiator continues with requesting the opinion to the Commission, ie No. 20 / KPPU / PDPT / Vi / 2014 About Notification Takeover Shares (Acquisition) of PT Buana Distrindo by PT Indofood Sukses Asahi Beverage, related to the vertical integration agreement.
With the result that many view the Commission's investigation did not extend to the act of vertical integration of elements see chapter 14 vertical integration itself of its impact and consequences. After seeing the difference eagle convicted cases with 21 cases cineplax group declared not proven to have violated Article 14 of vertical integration. Thus the need refinement of the Law N0.5 1999 with strict rules and clearly extends so as to bias seen clearly violated or not, so that legal certainty and benefits to society and the economy of the State.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Robby Hartono Lamro
"Dugaan ini timbul dikarenakan adanya kerjasama yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk dengan PT Kimia Farma Trading and Distribution serta PT Kimia Farma Apotek, dimana kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan distribusi dan perusahaan ritel farmasi. PT Kimia Farma Tbk sebagai perusahaan produksi memilih untuk melakukan kerjasama dengan kedua perusahaan tersebut untuk mendukung usaha yang dilakukan. Namun kerjasama yang dilakukan diantara para perusahaan tersebut bukan berarti merupakan hal yang pasti dilarang dalam persaingan usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk, PT Kimia Farma Trading and Distribution, serta PT Kimia Farma Apotek tidak terbukti melanggar Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999, berdasarkan hasil analisis serta bukti-bukti lainnya yang mendukung. Saran yang dapat disampaikan kepada pelaku usaha yaitu memperhatikan pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999 apabila ingin mengadakan kerjasama dengan pelaku usaha lainnya serta menjunjung prinsip good corporate governance untuk menghargai masing-masing subjek hukum.

This allegation arose because the cooperation carried out by PT Kimia Farma Tbk along with PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) and also with PT Kimia Farma Apotek (KFA), where both companies are distribution company and pharmaceutical retail company. PT Kimia Farma Tbk as production company chose to conduct the cooperation with both companies to support the business. However, the cooperation happened between these companies does not mean that it is definitely prohibited in business competition. The research method used is library research with juridical-normative research types. The results of the study indicate that the cooperation carried out by PT Kimia Farma Tbk, PT Kimia Farma Trading and Distribution, and PT Kimia Farma Apotek was not proven to have violated Article 14 of Law No. 5 of 1999, based on the analysis results and other supporting evidence. Suggestion that can be conveyed to the business actors are paying attention to article 14 of Law No. 5 of 1999 if you want to collaborate with other business actors and uphold the principles of good corporate governance to respect each legal subject.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasya Krisnaldi Mahdi
"Latar Belakang: Dimensi vertikal adalah jarak antara 2 tanda anatomis (biasanya 1 titik pada ujung hidung dan titik lainnya pada dagu), dimana 1 titik pada daerah yang tidak bergerak dan titik lainnya pada daerah anatomis yang dapat bergerak. Penetapan dimensi vertikal sangat penting dalam pembuatan gigi tiruan lepas, tidak hanya untuk mendapatkan keadaan oklusi yang harmonis, tetapi juga untuk enyamanan dan estetika pasien. Pada kasus rahang tidak bergigi, hampir tidak mungkin untuk menentukan dimensi vertikal sebagaimana yang bisa dilakukan pada rahang yang bergigi. Oleh karena itu iperlukan metode lain untuk mengukur dimensi vertikal.
Tujuan: Untuk membandingkan dimensi vertikal fisiologis antara metode Physiologic Rest Position dan teori Leonardo da Vinci II.
Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi deskriptif, dengan pengambilan data secara Studi Potong Lintang. Pengukuran dilakukan menggunakan boley gauge, penggaris, jangka dan jangka sorong pada mahasiswa FKG UI yang berusia 18-23 tahun.
Hasil: Nilai rata-rata pengukuran dimensi vertikal fisiologis menggunakan metode Physiologic Rest Position adalah sebesar 62,82, dengan kisaran antara 57,87 sampai 67,78. Sedangkan nilai minimum sebesar 50,90 dan nilai maksimum sebesar 77,06. Nilai rata-rata pengukuran dimensi vertikal fisiologis berdasarkan teori Leonardo da Vinci II adalah 60,38, dengan kisaran antara 56,61 sampai 64,15. Sedangkan nilai minimum sebesar 49,69 dan nilai maksimum sebesar 72,38.
Kesimpulan: Terdapat erbandingan antara pengukuran dimensi vertikal fisiologis nggunakan metode physiologic rest position dan teori Leonardo da Vinci II, namun terdapat perbedaan hasil pengukuran dimensi vertikal fisiologis antara metode physiologic rest position dan teori Leonardo da Vinci II.

Background: Vertical dimension is the distance between 2 selected anatomy (usually one point at the tip of the nose and the other at the chin), one at the fixed and the other at movable member. Determining vertical dimension is important for removable prosthosontic, not only to harmonic occlusion but also for esthetic and to make patient feel comfortable with their denture. In edentulous cases, it is almost impossible to determine vertical dimension as in dentate cases. The other method is needed to determine vertical dimension.
Objective: To compare rest vertical dimension between physiologic rest position method and Leonardo da Vinci II Theory.
Method: This study was a descriptive study using cross sectional study method.This measure was taken from the student in Faculty of Dentistry with the aged between 18-23. The instrument to measure is boley gauge, ruler, and caliper.
Results: The mean of rest vertical dimension using physiologic rest position method is 62,82, with the range between 57,87 until 67,78. The minimum value is 50,90 and the maximum value is 77,06. Meanwhile the mean of rest vertical dimension using Leonardo da Vinci II method is 60,38, with the range between 56,61 until 64,15. The minimum value is 49,69 and the maximum value is 72,38.
Conclusion: There is a comparison between measuring rest vertical dimension using physiologic rest position method and Leonardo da Vinci theory, but there is a different of measurement result in rest vertical mension using physiologic rest position method and Leonardo da Vinci II theory."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asha Yanuarini
"Latar Belakang: Dimensi vertikal, didefinisikan secara umum sebagai sepertiga panjang wajah bagian bawah, merupakan salah satu komponen penting dalam perawatan prostodontik sehingga harus ditentukan dengan tepat. Dimensi vertikal, sebagai salah satu tanda anatomis tubuh sangat dipengaruhi oleh proses pertumbuhan. Pertumbuhan adalah suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah sistem hormonal. Sistem hormonal yang berperan besar dalam pertumbuhan adalah hormon pertumbuhan dan hormon seksual. Perbedaan mulai aktifnya hormon seksual pada laki-laki dan perempuan menyebabkan perbedaan kecepatan dan terminasi pertumbuhan.
Tujuan: Diperolehnya panjang dimensi vertikal fisiologis dengan Metode Physiologic Rest Position dan Teori Leonardo da Vinci I serta II pada laki-laki dan perempuan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, menggunakan Studi Potong Lintang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah boley gauge¸jangka sorong, jangka, dan penggaris pada 170 orang Mahasiswa FKG UI berusia 18 - 23 tahun.
Hasil: Rentang dan rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan menggunakan Metode Physiologic Rest Position adalah 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm dan 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm dan 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm dan 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm.
Kesimpulan: Rerata panjang dimensi vertikal fisiologis pada laki-laki dan perempuan berdasarkan Metode Physiologic Rest Position adalah 67,70 mm dan 61,42 mm; Teori Leonardo da Vinci I adalah 57,74 mm dan 55,54 mm; dan Teori Leonardo da Vinci II adalah 63,23 mm dan 59,56 mm.

Background: Vertical dimension, generally define as the height of the lower third of the face, is one of the most important components in prosthodontics treatment, therefore it must be determined precisely. Vertical dimension as one of body-s landmark is very influenced by growth. Growth is a complex process that depends on a number of factors, including hormonal system. Hormonal system that has a huge role in growth is growth hormone and sex hormone. The difference in the starting time of the sex hormone-s activ ation on male and female is causing a differentiation in the speed and the termination of growth.
Objective: To get the length of rest vertical dimension using Physiologic Rest Position Method and Theory of Leonardo da Vinci I and II on male and female subjects.
Method: This was a descriptive study using cross sectional study. The instruments that used at 170 student of Dentistry Faculty University of Indonesia aged 18-23 are boley gauge, caliper, and ruler.
Result: Range and mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 63,09 - 72,31 mm, 67,70 mm and 57,32 - 65,52 mm, 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 53,99 - 61,49 mm, 57,74 mm and 52,10 - 58,98 mm, 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 59,24 - 67,22 mm, 63,23 mm and 56,27 - 62,83 mm, 59,56 mm.
Conclusion: Mean of the length of rest vertical dimension on male and female subjects using Physiologic Rest Position Method are 67,70 mm and 61,42 mm; Theory of Leonardo da Vinci I are 57,74 mm and 55,54 mm; and Theory of Leonardo da Vinci II are 63,23 mm and 59,56 mm."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Djopari, Johannes Rudolf Gerzon
"Pembangunan yang diselenggarakan di Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya sejak daerah itu dikembalikan ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tangga1 1 Mei 1963, dihadapkan kepada berbagai permasalahan. Hal yang demikian menyebabkan rakyat di wilayah Propinsi itu tidak cepat berubah dan berkembang mengikuti kemajuan sama dengan saudara-saudara mereka di daerah Indonesia lainnya.
Proses integrasi politik di Irian Jaya menghadapi suatu tantangan yang utama dan berat yaitu pemberontakan dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dimulai pada tahun 1965 tepatnya pada tangal 26 Juli di Manokwari yang dipimpin oleh Permenas Ferry Awom, bekas anggota Batalyon Sukarelawan Papua (Papua Vrijwilinger Corps) buatan Belanda. Pemberontakan OPM yang terus berlangsung hingga saat ini dan secara sporadisadis itu merupakan hambatan terhadap penyelenggaraan pembangunan pada umumnya baik pemaangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
Sebagai gerakan separatis, maka pemberontakan OPM merupakan hadangan terhadap proses integrasi di Irian Jaya yang lebih banyak diwarnai oleh dimensi yang horizontal, yaitu suatu tujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu masyarakat politik yang homogen.
Di Irian Jaya, bentuk pemberontakan OPM dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan sebagai berikut Pertama; aksi perlawanan fisik bersenjata atau aksi militer yang dilakukan secara sporadis; Kedua; aksi penyanderaan; Ketiga; aksi demonstrasi massa; Keempat; aksi pengibaran bendera Papua Barat; Kelima; aksi penempelan dan pengebaran pamflet/selebaran; Keenam; aksi rapat-rapat politik dan pembentukan organisasi perjuangan lokal; Ketujuh; aksi pelintasan perbatasan ke Papua New Guinea; Kedelapan; aksi pengrusakan/pembongkaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa OPM itu lahir di Irian Jaya dari dua faksi utama pimpinan Terianus Aronggear, SE dan Aser Demotekay pada tahun 1964 dan tahun 1963. Sebagai organisasi OPN kegiatannya terbagi dua yaitu kegiatan politik dan kegiatan militer. Kegiatan politik kemudian terus dilanjutkan di lu ar negeri sedangkan kegiatan militer dilakukan di Irian Jaya. Secara keseluruhan kegiatan politik di luar negeri kurang efektif sebab terjadi perpecahan antara para pemimpin politik OPM dari segi orientasinya ada yang pro-Barat dan ada yang berorientasi ke neo-Marxis/Sosialis. Perpecahan ini jelas mempengaruni faksi militer di Irian Jaya sehingga kegiatan mereka lemah dan mudah dipatahkan oleh Pemerintah atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Justru orientasi ke neoMarxis/Sosialis itu merupakan hambatan utama bagi dukungan politik maupun dukungan dana dari negara-negara Barat terhadap OPM.
Berdasarkan telaahan teori dan pendapat para sarjana dapat diungkap bahwa pemberontakan itu terjadi karena ketidakpuasan dan kekecewaan yang dialami oleh manusia dalam suatu sistem politik atau negara.
Di Irian Jaya saat ini masih saja ada aktivitas pemberontakan dari OPM secara sporadis, walaupun setiap kegiatan dengan mudah dapat dipatahkan dan tidak ada dukungan politik secara internasional. Kondisi yang demikian ini menimbulkan pertanyaan sebagai berikut :
Pertama; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu terjadi karena integrasi politik di Irian Jaya kurang mantap ? Kedua; apakah benar bahwa pemberontakan OPM itu merupakan bom waktu yang dibuat oleh Belanda, atau pemberontakan OPM itu terjadi karena tumbuh kesadaran nasionalisme Papua ? Ketiga; apakah benar dan mengapa masih saja ada orang-orang Irian Jaya yang berideologi serta mendukukung pemberontakan OPM ? Keempat; kalau memang demikian, bagaimana sebaiknya pendekatan pembangunan politik di Irian Jaya itu dilakukan, agar dapat mewujudkan integrasi politik yang mantap ?
Berangkat dari ke-4 pertanyaan tersebut di atas, yang menjadi pokok permasalah dalam tulisan ini adalah sampai sejauh mana pengaruh pemberontakan OPM terhadap pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya.
Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan bahwa pada hakekatnya pemberontakan OPM masih mempengaruhi pembentukan integrasi politik yang mantap di Irian Jaya, hal mana dapat dilihat dari sikap dan dukungan yang diberikan oleh rakyat Irian Jaya terhadap OPM sehingga timbul berbagai aksi pemberontakan secara sporadis dalam kurun waktu 20 tahun dan OPM lebih mampu mensosialisasikan nilai-nilai "nasionalis Papua" sebagai ideologi OPM kepada rakyat Irian Jaya.
Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi politik yang mantap di Irian disarankan agar terlebih dulu menghilangkan ideologi OPM serta melakukan pendekatan "cinta-kasih" dalam pergaulan atas dasar persamaan dan persaudaraan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>