Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180842 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Alti
"Industri farmasi adalah suatu badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat dengan memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). PT Abbott Indonesia merupakan perusahaan PMA multinasional bidang kesehatan yang berdedikasi untuk menemukan obat-obatan baru, teknologi baru, dan cara-cara baru untuk mengelola kesehatan. Marketing merupakan sub-divisi dari EPD di PT Abbott Indonesia yang memiliki peranan dalam membuat strategi pemasaran produk, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan mulai 17 Maret 2022 hingga 17 Mei 2022 di Abbott EPD Indonesia – Sub divisi Marketing. Laporan khusus ini berrtujuan untuk memberikan informasi terkait peran dan tugas Apoteker khususnya sub-divisi marketing dalam kegiatan persiapan re-launching produk yang ada di Abbott EPD Indonesia yaitu produk XX. Apoteker berperan penting dalam marketing sebagai perpanjangan tangan perusahaan dalam memberikan edukasi dan mempromosikan suatu produk farmasi kepada tenaga kesehatan lain maupun masyarakat menggunakan data ilmiah. Marketing berperan dalam membuat strategi pemasaran produk dengan melakukan forecasting untuk melihat peluang mengembangkan bisnis dan market share. Pengembangan bisnis tersebut dituangkan ke dalam Launch Plan dan Brand Plan. Dalam menjalankan tugas development re-launching produk XX, sub-divisi marketing di Abbott EPD Indonesia memiliki tugas seperti analisa data market, mengumpulkan customer insight, analisa kompetitor, menghitung sales forecast, hingga membuat promo materials dan mengadakan symposium/events.

The pharmaceutical industry is a business entity that has a permit from the Minister of Health to carry out activities to manufacture drugs or medicinal ingredients by fulfilling the requirements of Good Medicine Manufacturing Practices (GMP). PT Abbott Indonesia is a multinational company in the health sector dedicated to discovering new medicines, new technologies and new ways to manage health. Marketing is a sub-division of EPD at PT Abbott Indonesia which has a role in making product marketing strategies, both short and long term. Pharmacist Professional Job Training Activities will be carried out from March 17th 2022 to May 17th 2022 at Abbott EPD Indonesia – Marketing Sub division. This special report aims to provide information regarding the roles and duties of pharmacists, especially the marketing sub-division in preparation for product re-launching at Abbott EPD Indonesia, namely product XX. Pharmacists play an important role in marketing as an extension of the company in providing education and promoting a pharmaceutical product to other health workers and the public using scientific data. Marketing plays a role in making product marketing strategies by forecasting to see opportunities to develop business and market share. The business development is outlined in the Launch Plan and Brand Plan. In carrying out development tasks for re-launching XX products, the marketing sub-division at Abbott EPD Indonesia has tasks such as analyzing market data, gathering customer insights, analyzing competitors, calculating sales forecasts, making promo materials and holding symposiums/events."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prijastono Purwanto
"ABSTRAK
Saat ini PT Garuda Indonesia menghadapi persaingan yang semakin ketat, baik di
pasar domestik maupun regional/internasional. Dari segi manajemen transportasi udara,
Garuda memiliki beberapa alternatif alat yang strategis (strategic tools). Alternatif tadi
dapat digunakan untuk membangun strategi bersaing yang dapat memberikan hasil pangsa
pasar yang baik. Di antara alternatif alat strategis tersebut, yang paling dekat dengan
bisnis ini (core business) Garuda adalah struktur rute dan armada pesawat terbang.
Suatu perusahaan penerbangan hams selalu menyesuaikan kapasitas angkutnya
dengan perkembangan yang teijadi di pasar. Penlngkatan kapasitas angkut itu sendiri
dapat dilakukan melalui cita cara, yaitu frekuensi penerbangan, baik pada rute yang sudah
ada, atau dengan pembukaan rute barn untuk inemperhias wilayah pelayanannya. Agar
operasi penerbangan pada suatu jaringan rute dapat mendatangkan keuntungan, maka
perusahaan penerbangan perk memilili jenis pesawat yang paling sesuai untuk
menerbangi rute yang mempunyth karakteristik tertentu.
Sampai tahun 1997, Garuda melakukan kerjasama dengan Merpati untuk
menerbangkan penumpang Garuda ke tujuan-tuluan domestik yang tidak dilayani Garuda.
Namun dewasa ini proses pemisahan operasi Merpati dan Ganada telah mencapai tahap
akhir. Hal ini menjadikan Garuda perlu mengembangkan jaringan rute domestiknya sendiri
untuk mendukung rute regional Asia dan Internasionalnya. Selain itu, Garuda juga perlu
mengambil alih kendali atas kualitas dan daya tarik produknya di pasar domestlk. Untuk
itu, Garuda harus menerbangi kembali domestiknya yang pada tahun 1988
pernah diserahkan ke Merpati.
Sebagai bahan pembahasan, studi ini memilih empat pasar penumpang sekunder,
yaitu pasangan kota dengan tingkat permintaan di bawah 100.000 tempat duduk per
tahun. Keempat pasar tersebut adalah pasangan kota Jakarta-Palu dan Jakarta-Kendari
dltambah dengan pasangan kota Ujungpandang-Palu dan Ujungpandang Kendari. Struktur
rute yang dibangun menghubungkan Jakarta dengan Palu dan Kendari dengan
Ujungpandang sebagai kota persinggahan.
Untuk segmen rute Ujungpandang-Palu dan ujungpandang-Kendari, dari segi
kapasitas dan waktu tempuh, jenis pesawat regional ternyata efektif untuk melayani
tuntutan pasar. Dari segi kapasitas, penggunaan pesawat regional dapat menjamin ringkat
load factor paling tidak 58.5%. Dari segi waktu tempuh, penerbangan dengan pesawat
regional, walaupun bermesin turboprop namun dapat menghasilkan waktu tempuh yang
kompetitif. Atas dasar hasil analisis tersebut, maka armada Garuda sebaiknya dilengkapi
dengan sejumlah pesawat regional berkapasitas di bawah 100 seats untuk keperluan
penetrasi ke pasar sekunder.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lindawati Rahayu
"ABSTRAK
Dalam PP no 14 tahun 2015, disebutkan bahwa industri farmasi masuk ke dalam industri andalan bersama dengan industri pangan dan transportasi. Pertumbuhan industri farmasi yang cukup tinggi, tentunya perlu memperhatikan limbah yang dihasilkannya salah satunya obat kedaluwarsa dan rusak pada layanan kesehatan. Masalah ini berdampak pada lingkungan bila tidak dimusnahkan dengan tepat dan masalah lebih lanjut seperti penjualan kembali melalui peredaran obat palsu. Oleh karenanya obat kedaluwarsa dan rusak harus dimusnahkan dengan segera dan tepat. Penanganan obat kedaluwarsa dan rusak melalui reverse logistic dianggap dapat menjadi penyelesaian yang efektif dari berbagai layanan kesehatan salah satunya apotek yang masih memiliki keterbatasan dalam melakukan pemusnahan baik dalam segi biaya, tenaga dan waktu. Melalui penelitian ini dibentuk model konseptual untuk memahami permasalahan yang ada dan alternatif-alternatif kebijakan dalam penerapan reverse logistic di industri farmasi
Indonesia. Model konseptual dikembangkan dalam bentuk sistem diagram untuk melihat hubungan antara variabel dan faktor-faktor di dalam masalah penanganan obat kedaluwarsa dan rusak. Model ini kemudian dikembangkan menjadi model simulasi untuk melihat bagaimana hubungan yang telah digambarkan tersebut dapat mempengaruhi output yang diinginkan secara kuantitatif. Model tersebut juga dikembangkan untuk menggambarkan skenario yang mungkin terjadi di masa depan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan dari regulasi menjadi hal yang utama dalam mendukung penerapan reverse logistic. Selain itu penyediaan fasilitas limbah yang terjangkau juga meningkatkan proses pemusnahan obat kedaluwarsa danrusak.

ABSTRACT
Pharmaceutical industry in Indonesia is one of the mainstay industry as mentioned in government regulation (no 14 /2015), along with the food and transportation industry. The growth of pharmaceutical industry rapidly needs attention in the waste, which is expired and defective medicine in health services. This problem has an environmental impact if it is not destroyed properly and further problems such as resale through the circulation of counterfeit drugs. Therefore expired and defective drugs must be destroyed immediately and appropriately. Handling of expired and damaged drugs through reverse logistics is considered to be an effective solution from various health services, one of which is a pharmacies that still has limitations in carrying out destruction in terms of cost, manpower and time. Through this research a conceptual model is generated to understand the existing problems and policy alternatives in the application of reverse logistics in the Indonesian pharmaceutical industry. Conceptual models is developed in systems diagram to see the relationship between variables and factors in the handling of expired and damaged drugs. This model is then developed into a simulation model to see how the
relationship that has been described can affect the desired output quantitatively. The model is also developed to illustrate possible scenarios in the future. The results of this study indicate that the pressure from regulation becomes the main thing in supporting the
application of reverse logistics. Besides, the provision of affordable waste facilities also improves the process of eliminating expired and damaged drugs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Akhidatul Solekhah
"Studi ini bertujuan menganalisis dampak COVID-19 terhadap perdagangan (ekspor dan impor) pada industri farmasi di negara anggota ASEAN. Dengan menggunakan metode Pseudo Poisson Maximum Likelihood (PPML) serta data jumlah kasus kumulatif COVID-19 dan data nilai ekspor dan impor industri farmasi selama periode Januari 2019 sampai Desember 2020, hasil estimasi menunjukkan bahwa jumlah kasus terinfeksi pada negara anggota ASEAN tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor produk farmasi negara anggota ASEAN. Adapun di sisi impor, jumlah kasus terinfeksi COVID19 kumulatif pada negara ASEAN berdampak secara positif signifikan terhadap nilai impor produk farmasi negara anggota ASEAN.

This study aims to analysis the impact of COVID-19 on trade (exports and imports) in the pharmaceutical industry in ASEAN member countries. By using the Pseudo Poisson Maximum Likelihood (PPML) method as well as data on the cumulative number of COVID-19 cases and data on exports and imports of the pharmaceutical industry during the period January 2019 to December 2020, the estimation results show that the number of infected cases in ASEAN member countries has no effect on export value. pharmaceutical products of ASEAN member countries. On the import side, the number of cumulative COVID-19 infected cases in ASEAN countries has a significant positive impact on the import value of pharmaceutical products from ASEAN member countries."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Nurcahyani
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keller, Bernard G.
Baltimore : University of Mississippi, 1969
615.19 KEL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Juni Astuti
"Obat merupakan kebutuhan primer manusia yang harus memenuhi kriteria efficacy, quality, dan safety. Sebelum digunakan oleh pasien semua kriteria harus dipenuhi. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertanggung jawab memastikan mutu obat dari produksi hingga distribusi. Pada era globalisasi, industri farmasi menghadapi persaingan ketat dan harus meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas. Produktivitas dipengaruhi oleh pengelolaan sumber daya manusia dan kinerja sesuai standar CPOB. Beban kerja yang tidak seimbang dapat memicu stress dan kerugian perusahaan. Analisis beban kerja di lini penimbangan penting untuk memperbaiki prosedur kerja dan mengoptimalkan sumber daya. Time study sering digunakan untuk mengukur dan meningkatkan produktivitas. Laporan ini membahas studi waktu pada penimbangan di PT Finusolprima Farma Internasional untuk mengetahui waktu kerja rata-rata, faktor penghambat, dan kegiatan penimbangan. Hasil menunjukkan pentingnya penyesuaian SOP dengan kegiatan di area penimbangan untuk mencegah kontaminasi dan meningkatkan produktivitas. Proses penimbangan, sanitasi ruangan dan alat timbang, serta personalia yang terlatih merupakan kunci untuk menjaga kualitas produk steril yang diproduksi perusahaan ini.

Medicine is a primary human need that must meet the criteria of efficacy, quality, and safety. Before being used by patients, all criteria must be met. Good Manufacturing Practices (GMP) is responsible for ensuring drug quality from production to distribution. In the era of globalization, the pharmaceutical industry faces intense competition and must improve effectiveness, efficiency, and productivity. Productivity is influenced by human resource management and performance according to CPOB standards. Unbalanced workload can lead to stress and company losses. Workload analysis in the weighing line is important to improve work procedures and optimize resources. Time studies are often used to measure and improve productivity. This report discusses a time study on weighing at PT Finusolprima Farma Internasional to determine average working time, constraining factors, and weighing activities. The results show the importance of adjusting SOPs to the activities in the weighing area to prevent contamination and improve productivity. The weighing process, sanitation of the room and weighing equipment, and trained personnel are key to maintaining the quality of sterile products produced by this company.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
H. Sampurno
"Dalam duapuluhlima tahun terakhir ini telah terjadi revolusi korporasi yang bersifat mendasar. Industri yang sebelumnya bertumpu pada aset wujud (tangible assets) telah mengalami transisi menjadi tergantung pada aset nirwujud (intangible assets). Dalam berbagai literatur dan studi empirik, aset nirwujud yang terdiri dari human capital, structural capital, customer capital dan partner capital disebutkan mempunyai kontribusi yang besar pada keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan.
Studi ini meneliti peran aset nirwujud pada kinerja perusahaan dalam lingkup industri farmasi Indonesia. Penelitian dilakukan melalui studi lapangan dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan kepada responden. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan SEM (Structural Equation Modeling) menggunakan program Lisrel 8.72. Penelitian ini bertujuan mengetahui komponen aset nirwujud apa yang mempunyai pengaruh signifikan pada kinerja perusahaan farmasi Indonesia serta bagaimana hubungan di antara komponen aset nirwujud tersebut. Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan input panting untuk perumusan dan implementasi strategi peningkatan keunggulan kompetitif industri farmasi Indonesia.
Mengingat adanya dominasi kelompok perusahaan pangsa pasar kecil dalam popnlasi responden maka dalam penelitian ini dipilih antara total responden dan kelompok perusahaan pangsa pasar kecil. Penelitian ini menghasilkan terobosan teoritik penting yang menegaskan bahwa pada industri farmasi aset nirwujud adalah sumberdaya (resources) yang menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable). Perusahaan yang memiliki aset nirwujud besar/kuat, memiliki kinerja pangsa pasar jauh lebih besar (superior) dibandingkan dengan rata-rata industri. Untuk memperkuat aset nirwujud, perusahaan memerlukan basis pengetahuan (knowledge-based) yang kuat termasuk pembelajaran dan organizational knowledge. Dengan basis pengetahuan yang kuat perusahaan dapat melakukan inovasi secara terus menerus untuk mengantisipasi lingkungan yang berubah cepat.
Penelitian pada total responden menemukan antara lain human capital berpengaruh positif terhadap structural capital maupun terhadap customer capital. Customer capital dan partner capital berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan structural capital tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (meskipun arahnya positif). Pada total responden diketemukan partner capital berpengaruh tidak signifikan terhadap structural capital.
Penelitian pada kelompok perusahaan farmasi pangsa pasar kecil menemukan: 1) pengaruh structural capital terhadap kinerja perusahaan tidak signifikan; 2) pengaruh customer capital terhadap structural capital tidak signifikan; 3) pengaruh partner capital terhadap structural capital negatif dan signifikan dan 4) pengaruh partner capital terhadap kinerja perusahaan tidak signifikan.
Penemuan yang penting dalam studi ini adalah pengaruh structural capital yang tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan, baik pada total responden maupun kelompok perusahaan farmasi pangsa pasar kecil. Structural capital adalah critical link yang mengkonversikan aset nirwujud menjadi intellectual capital yang menciptakan nilai (value) bagi perusahaan. Untuk itu ke depan perlu ada upaya penguatan structural capital terutama pada perusahaan farmasi pangsa pasar kecil, yang selaras dan sinergi dengan penguatan aset nirwujud lainnya.
Implikasi manajerial dari studi ini mencakup penyelarasan aset nirwujud, investasi aset nirwujud dan kelembagaan knowledge. Aset nirwujud perlu dikelola dengan baik agar terjadi keselarasan dan sinergi serta perlu dilakukan investasi agar perusahaan memiliki sumber daya dan keunggulan daya saing yang berkelanjutan. Sejalan dengan itu, dipandang penting adanya Chief Knowledge Officer (CIAO) yang bertanggung jawab dalam knowledge management di perusahaan.
Penelitian ini mempunyai implikasi pada kebijakan pemerintah mencakup tiga aspek penting yaitu: 1) penguatan human capital terutarna melalui standarisasi kompetensi, pendidikan dan pelatihan; 2) penguatan structural capital dengan regulasi yang dinamis dan atraktif serta layanan prima kepada industri dan 3) kontribusi pernerintah dalam penelitian dan pengembangan.

There has been a fundamental corporate revolution for the last twenty five years, encouraged by more significant roles of intangible assets for firms in industry that long ago relied dominantly on tangible assets. In many literatures and empirical studies, intangible assets such as human capital, structural capital, customer capital, and partner capital have been identified to have significant contribution to the competitive advantages and the performance of firms.
This study examines the roles of intangible assets in improving firm performances within the scope of Indonesian pharmaceutical industry. The research was organized through field study by using questionnaires sent to the respondents, and collected data were processed and analyzed by using Lisrel 8.72. The research aims at determining and identifying the intangible assets components which have significant influences on the performance of Indonesian pharmaceutical firms. The research findings are expected to provide imperative input on the formulation and implementation of strategy to improve the competitive advantages of Indonesian pharmaceutical industry.
Due to group dominancy of firms with small market share in the respondent population, the total respondent and group of firms with small market share were purposely separated in this research. The relationship among intangible asset components and firm performance is determined in this study. This research highlights essential theoretical breakthrough that intangible assets are the key resources creating sustainable competitive advantages. Firms with strong intangible assets achieve superior performance of market share, as compared to the performance of industry average. Firms need strong knowledge-base in order to strengthen their intangible assets, including learning and organizational knowledge. Strong knowledge-base can ensure firms to conclude continuous innovation to cope with the dynamic of speedy environment changes.
The research upon total respondents has found that human capital positively influences structural capital as well as customer capital. Customer capital and partner capital positively affects firm performances. While the influence of structural capital to firm performance is not significant (even though the direction is positive). Within total respondent it is found that the partner capital insignificantly influences structural capital.
The research upon `small market share' pharmaceutical firms have concluded that: 1) the influence of structural capital to firms performance is not significant; 2) the influence of customer capital to structural capital is also not significant; 3) the influence of partner capital to structural capital is negative and significant; 4) the influence of partner capital to firm performance is not significant.
Key finding in this study is the insignificant influence of structural capital to firm performance on both total respondent and group of firms with small market share. Structural capital is the critical link that converting intangible assets into intellectual capital which creates value for the firm. Therefore, in the future it is urgently needed to strengthen the structural capital of pharmaceutical industry in Indonesia, in integration and synergy with the efforts to strengthen other intangible assets.
The managerial implication of this study includes the integration of intangible assets, investment on intangible assets, and institutionalization of knowledge. In order to establish sustainable competitive advantages, intangible assets must be well managed for the integration and synergy, and investment on intangible assets must also be done. In this regards, it is considerably important for a firm to have a Chief Knowledge Officer (CKO) who is responsible and accountable for knowledge management in the firm.
This research has some implications to government policies on three major aspects: 1) the strengthening of human capital through standardization of competency, education, and training; 2) the strengthening of structural capital through dynamic and attractive regulation, as well as service excellence to the industry; and 3) government contribution to research and development.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Agar obat yang dihasilkan berkualitas, mempunyai efikasi yang baik, bermutu, dan aman serta konsisten maka dibutuhkan suatu pedoman bagi industri farmasi yaitu Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Praktek Kerja Profesi Apoteker di Landson PT. Pertiwi Agung bertujuan agar calon apoteker dapat mengetahui, memahami, dan mampu menerapkan tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi. Selain
itu, melalui praktek kerja ini diharapkan calon apoteker memahami tentang penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di Industri., Health is good health, physically, mentally, spiritually and socially to enable more people to live socially and economically productive. Pharmaceutical Industry is an
entity that has a permit from the Minister Health to the manufacture of drugs or drug ingredients. In order for the resulting drug quality, have good efficacy, quality, safe and consistent, every pharmaceutical industry need a guide that called Good Manufacturing Practices (GMP). Pharmacist internship at Landson PT. Pertiwi Agung aims to know and understand the role and responsibility of Pharmacist in Pharmacy Industry. In addition trough this Internship a future pharmacist also could understand the application of Good Manufacturing Practice (GMP).]"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>