Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizqa Christy Adela Putri
"Salah satu ide penciptaan karya seni yang dilakukan manusia adalah mengubah wujud karya seni menjadi media lain. Namun, seringkali tindakan ini juga dapat menimbulkan pelanggaran hak cipta. Maka, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis konsep pengalihwujudan karya seni di masyarakat dan pengalihwujudan karya seni dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014). Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai ketentuan yang harus dilakukan dalam melakukan pengalihwujudan karya seni agar tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan serta menjelaskan hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dari para pihak yang terlibat dalam pengalihwujudan karya seni. Namun, para pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaptasian wajib mengikuti ketentuan dalam penggunaan ciptaan orang lain serta hak dan kewajiban yang dimiliki agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

One of the ideas of art creation done by humans is to change the form of artwork into other media. However, often this action can also lead to copyright infringement. This research is therefore aimed at analyzing the concept of embodiment of artworks in society and the embodiment of artworks from the perspective of Law No. 28 of 2014 on Copyright (Law 28/2014). In addition, this research also discusses the provisions that must be carried out in the embodiment of works of art so as not to violate the provisions of the legislation and explains the rights and obligations that must be considered from the parties involved in the embodiment of works of art. However, the parties involved in adaptation activities must follow the provisions in the use of other people's creations as well as their rights and obligations so as not to violate laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deborah Amor Priscilla Nahak
"Para seniman Indonesia dapat mengekspresikan kebudayaan dengan berbagai macam cara, salah satunya melalui lukisan nudis. Namun, unsur nudisme dalam sebuah seni dapat dianggap menjadi hal asusila di Indonesia. Pasal 50 Undang-Undang Hak Cipta juga melarang adanya ciptaan yang melanggar kesusilaan. Namun, lukisan nudis yang diciptakan bukan untuk melanggar kesusilaan, tetapi terdapat latar belakang yang membawa unsur tersebut pada sebuah lukisan. Menjadi sebuah pertanyaan apakah para seniman yang memiliki lukisan nudis dapat mendapatkan hak cipta bagi karyanya apabila terdapat unsur tersebut. Penelitian ini akan membahas mengenai konsep asusila sesuai dengan norma yang berlaku di Indonesia sehingga kita dapat menilai lukisan nudis mana yang memang melanggar kesusilaan dan mana yang murni sebuah seni. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif dengan pendekatan metode deskriptif Hasil dari penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa lukisan nudis dapat dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta apabila tidak mengarah ke lukisan erotis dan pornografi. Untuk dapat membedakan antara lukisan nudis, lukisan erotis, dan pornografi, harus dilakukan penelitian terhadap unsur-unsurnya oleh para ahli kesenian dan ahli Bahasa.

Indonesian artists can express culture in various ways, one of which is through nudist paintings. However, elements of nudism in art can be considered immoral in Indonesia. Article 50 of the Copyright Law also prohibits creations that violate immorality. However, nudist paintings were created not to violate immorality, but there is a background that brings these elements to a painting. It becomes a question whether artists who own nudist paintings can obtain copyrights for their works if these elements are present. This research will discuss the concept of immorality according to the prevailing norms in Indonesia so that we can judge which nudist paintings violate decency and which are purely art. The research method used in this study was a juridical-normative method with a descriptive method approach. The results of this study concluded that nudist paintings can be protected by the Copyright Act if they do not lead to erotic and pornographic paintings. To be able to distinguish between nudist paintings, erotic paintings, and pornography, art experts and linguists must conduct research on their elements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mizan Ananto
"Artificial Intelligence (AI) dalam bidang seni rupa mengalami perkembangan yang kian pesat. Munculnya AI art generator mendisrupsi makna penciptaan suatu karya seni rupa yang telah lama dikenal. AI art generator mempunyai fitur yang memudahkan penggunanya untuk menciptakan gambar, cukup memasukkan deskripsi teks, maka AI akan langsung menghasilkan gambar sesuai yang diinginkan pengguna. Proses pembuatan karya seni rupa ini kemudian menimbulkan polemik mengenai apakah karya seni rupa yang dihasikan oleh AI Art Generator memenuhi syarat sebagai suatu ciptaan yang dapat dilindungi oleh hak cipta, dan bagaimana perlindungan hak cipta atas karya-karya yang digunakan tanpa izin sebagai training database AI Art Generator. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang berfokus kepada analisis teori-teori dan doktrin hukum disandingkan dengan peraturan perundang-undangan hukum hak cipta nasional dan internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut hukum hak cipta internasional dan UU Hak Cipta Indonesia, karya seni rupa yang dihasilkan oleh AI Art Generator tidak memenuhi syarat sebagai ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta. Hal ini dikarenakan tidak dipenuhinya unsur orisinalitas yang merupakan salah satu syarat agar suatu ciptaan dapat dilindungi hak cipta. Karya seni rupa yang dihasilkan AI Art Generator tidak dapat membuktikan adanya pemenuhan unsur "human intellectual independent effort" dan "creative choice". Penggunaan ciptaan-ciptaan yang dijadikan referensi gambar dalam training database AI Art Generator dapat dibenarkan menurut doktrin fair use, karena memenuhi keempat syarat yang ada dalam “The Four Factor of Fair Use” yang diatur dalam U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator telah mempermudah aksesibilitas masyarakat awam dalam melihat dan membuat karya seni rupa. Dengan demikian, peran AI Art Generator terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang seni ini dapat dilegitimasi penggunaanya dengan berlindung pada doktrin fair use.

The emergence of AI art generator disrupts the meaning of creating an artwork that has long been known. The AI art generator has features that make it easy for users to create images, simply by entering text descriptions, then the AI will produce the desired image. This creation process then raises questions, whether the artworks produced by AI Art Generator meet the requirements as a creation that can be protected by copyright and how is the protection of copyright on works that are used without permission as a training database for AI Art Generator. This study uses a normative juridical research method that focuses on the analysis of theories and legal doctrines juxtaposed with national and international copyright law regulations. The results showed that according to international copyright law and the indonesian copyright law, artworks produced by AI Art Generator did not meet the requirements as creations that were entitled to copyright protection. This is because the element of originality, which is one of the requirements for a creation to be protected by copyright, is not fulfilled. Artworks produced by AI Art Generator cannot prove the fulfillment of the elements of "human intellectual independent effort" and "creative choice". The use of artworks that are used as reference images in the AI Art Generator’s training database can be justified according to the fair use doctrine, because they meet the four criteria in “The Four Factor of Fair Use” regulated in the U.S. Copyright Act 1976. AI Art Generator has facilitated the accessibility of the general public in seeing and creating visual art works. The impact of AI Art Generator on the development of science, especially in the field of art, can be legitimized by relying on the fair use doctrine."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariah Seliriana
"ABSTRAK
Seni Batik Cirebon merupakan bagian dari Batik Nusantara yang perlu dilindungi
Hak Kekayaan Intelektualnya. Batik Cirebon cukup unik walaupun termasuk jenis
batik pesisiran tetapi memiliki batik Kraton karena memiliki dua keraton yaitu
keraton Kesepuhan dan Kanoman. Oleh karena itu permasalahan yang dibahas
adalah bagaimana perlindungan seni batik ditinjau dari UU Hak Cipta no. 19
Tahun 2002, Apakah perlindungan folklor sudah memadai dan efektif dan upayaupaya
apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah Cirebon dan Pengrajin Batik
untuk melindungi seni batik Cirebon. Penelitian menggunakan metode normatif
yuridis dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
pengaturan mengenai Hak Cipta Seni Batik sudah ada sejak UU Hak Cipta 1987
sampai dengan 2002. Saat ini perlindungan Hak Cipta Seni Batik diatur pada
pasal 12 ayat (1) huruf i UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002. Pada pasal tersebut
yang dilindungi adalah motif batik kreasi baru atau kontemporer yang
menunjukan keasliannya dan dibuat secara konvensioanal. Sedangkan untuk motif
batik tradisional yang merupakan folklor yang diwariskan dari generasi ke
generasi diatur pada pasal 10 ayat (2) dan Hak Ciptanya dipegang Oleh Negara.
Pengaturan mengenai folklor belum memadai dan efektif karena belum ada
kejelasan dalam penerapan pasal 10 ayat (2). Peraturan pelaksanaannya yang
berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit. Upaya Pemerintah
daerah Cirebon untuk melindungi hak cipta batik Cirebon dengan melakukan
sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual, dokumentasi motif-motif tradisional
Cirebon, publikasi mengenai seni batik cirebon dengan menerbitkan buku,
melakukan pembinaan kepada para seniman dan budayawan. Sedangkan
Pengrajin batik di Desa Trusmi sudah melakukan upaya untuk melindungi motif
batik tradisional yang merupakan folklore dengan melakukan dokumentasi motif
batik tradisional Cirebon sejak tahun 1950-an dengan mencari kembali motifmotif
batik tradisional Cirebon dan mereproduksinya. Namun kesadaran untuk
melindungi hak cipta motif batik kreas baru atau kontemporer melalui pendaftaran
hak cipta di Direktorat Jenderal HakKekayaan Intelektual masih kurang.

Abstract
Cirebon Batik is a part of Indonesian Batik which also needs the intellectual
property protection. Cirebon Batik is quite unique, since Cirebon has two kinds
of batik, coastal batik and court batik. Cirebon has two royal courts, Kasepuhan
and Kanoman. In this research will be discussed about the protection of batik art
according to Law of The Republic of Indonesia Number 19 Year 2002 Regarding
Copy Right (Copyright Law 2002), the effectiveness of folklore protection, the
efforts of Cirebon County Government and batik artisans to protect Cirebon Batik
Art. The research use normative legal research method with qualitative analysis
approach. Result of the research is the Provision of Batik Art?s Copyright has
been regulated since Copyright Law 1987. Today, Copyright protection of batik
art is regulated in article 12 verse (1) letter i in Copyright Law 2002. The article
protect of copyright of Original Batik motifs or contemporer which is made
traditionally. Whereas traditional Batik motifs as folklore or Traditional Cultural
Expression is protected by article 10 verse (2) and The State shall hold the
Copyright for folklores. Provisions regarding folklore is not effective yet due to
the lack of clarity on implementation article verse (2) and (3). Copyright that are
held by the State regulated by Government Regulation is not been published yet.
Bill of Protection and Utilization of Intellectual Property of Traditional
Knowledge and Traditional Cultural Expression (PPIP TKTCE) has been
introduced in September 2011. Cirebon County Government efforts to protect
copyright Cirebon Batik by socializing about IP Rights to Batik artisans,
documenting traditional Cirebon Batik motifs, publishing book of Cirebon batik
and giving education to traditional art practitioners. Batik artisans in Village
Trusmi (Cirebon batik production center) have documented traditional Cirebon
batik motifs as folklore since 1950s by several Batik Practitioners. They searched
traditional Cirebon Batik motifs and reproduced them. But, they have less
awarness to proctect their new batik motif creations by registering them to
Directory of Intellectual Property Office."
2012
T31747
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Fairuza Hassan
"ABSTRAK
Seni Tato Mentawai merupakan bagian dari warisan budaya tertua di Indonesia
yang berlu dilindungi Hak Kekayaan Intelektualnya. Tato Mentawai cukup unik
walaupun tatonya memiliki motif yang cukup sederhana, namun dibalik setiap
motif itu memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu permasalahan yang
dibahas adalah bagaimana perlindungan seni tato tradisional ditinjau dari UU Hak
Cipta No. 28 Tahun 2014, apakah perlindungan warisan budaya sudah memadai
dan efektif dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat beserta Pemerintah Indonesia untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai. Penelitian menggunakan metode normative yuridis dengan
pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai
Hak Cipta seni tato dalam hal ini dapat dikategorikan dalam seni motif sudah ada
sejak UU Hak CIpta Tahun 1987 sampai dengan saat ini dengan UU Hak Cipta
No. 28 Tahun 2014. Saat ini perlindungan seni motif diatur pada Pasal 40 ayat (1)
huruf f UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Pada pasal tersebut yang dilindungi
adalah karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase yang menunjukkan keasliannya dan
dibuat secara konvensional. Sedangkan untuk seni motif yang merupakan warisan
budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi diatur pada Pasal 38 ayat (1)
UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 dan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.
Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta ekspresi budaya belum memadai dan
efektif karena belum ada kejelasan dalam penerapan Pasal 38 ayat (1). Peraturan
pelaksanaannya yang berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit.
Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai adalah dengan meningkatkan kegiatan pariwisata. Namun
kesadaran untuk melindungi hak cipta seni tato tradisional masih kurang.

ABSTRACT
Tattoo art is part of the Mentawai of Indonesia's oldest cultural heritage needs to
be protected Intellectual Property Rights. Tattoos Mentawai tattoo is quite unique
though motives are quite simple, but behind every motive that has its own
understanding. Therefore, the issues discussed was how the protection of
traditional tattoo art in terms of the Copyright Act No. 28, 2014, whether the
cultural heritage protection is adequate and effective and what measures can be
taken by the Government of West Sumatra Provincial Government together with
Indonesia to protect traditional Mentawai tattoo art. Using normative juridical
research with qualitative approach. The survey results revealed that the
arrangements regarding the Copyright art of tattooing in this case can be
categorized in art motif has existed since the Copyright Act 1987 up to now by the
Copyright Act No. 28 Year 2014. The motif art protection provided by Article 40
paragraph (1) f of the Copyright Act No. 28, 2014. In the article is protected are
works of art in all forms such as paintings, drawings, engravings, calligraphy,
sculpture, sculpture or collage that shows originality and prepared conventionally.
As for the art motif which is a cultural heritage passed down from generation to
generation provided by Article 38 paragraph (1) of the Copyright Act No. 28
Copyrighted 2014 and held by the State. Arrangements regarding the copyright
protection of cultural expressions has not been adequate and effective because
there is no clarity in the application of Article 38 paragraph (1). Its implementing
regulations in the form of government regulation has not been published until
now. Efforts of Local Government of West Sumatra Province to protect the
traditional Mentawai tattoo art is to increase tourism activities. But awareness of
copyright to protect their traditional tattoo art less."
2016
S63769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Kanta Germansa
"Dalam pengaturan pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi. Dalam menciptakan suatu karya sinematografi, dapat dilakukan dengan cara proses penggandaan atau reproduksi suatu karya sinematografi yang ada lebih dahulu menjadi karya yang baru berdasarkan film aslinya atau yang terdahulu. Dalam Pasal 1 ayat 12,Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.Suatu karya Sinematografi merupakan suatu karya seni yang menampilkan suatu Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual oleh pihak-pihak yang ahli dibidang sinematografi berdasarkan pengembangan ide dan kreativitas yang bersifat pribadi dan khas/original. Perwujudan ide yang menghasilkan suatu karya Sinematografi secara nyata mendapatkan perlindungan hak cipta sebagaimana diatur pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hasil nyata karya sinematografi melekat suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh UUHC 2014. Pencipta dan atau pemegang hak cipta karya Sinematografi tersebut, memiliki hak ekslusive terhadap karya sinematogafi baik itu hak ekonomi, moral, dan hak terkait. Dalam pengaturan perlindungan hak cipta karya Sinematogarfi yang telah diwujudkan secara nyata tersebut, tidak hanya mendapat perlindungan hukum terhadap UUHC 2014 namun juga mendapatkan perlindungan berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional Di Indonesia baru-baru ini telah terjadi suatu masalah yang hangat mengenai dugaan pelanggaran hak cipta karya sinematografi terhadap penggandaan atau reproduksi (film ke film ) serial Korea You Who Came From The Stars menjadi sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang. Terhadap dugaan pelanggaran penggandaan/reproduksi yang dilakukan pihak Production House Sinemart sebagai pemegang Hak Cipta sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang perlu dilakukan analisa dan pembuktian yang akurat terhadap perwujudan Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual yang mengambil ide dan ekspresi ide dari serial KoreaYou Who Came From The Stars.

In Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights on the works that are protected as copyrights, among others is cinematography works. In creating one cinematography work, one of the methods is reproduction of a previous cinematography works that had been around into a new one. In Article 1 verse 12, Reproduction is a process, an act, or a method of reproducing a copy of a work and/or phonogram or more with whatever means or forms, either permanently or temporarily. A work of cinematograph is a work of art that shows a creation in the form of moving images in actual, either visually or with audio conducted by professionals in cinematography based on idea and creativity expansion which are personal and original. The form of ideas that creates a work of cinematography actually gained copyright protection as stated in Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights. In an actual cinematography work, attached protection from the law given by UUHC 2014. The creator or the owner of that Cinematography Copyright, gets the exclusive rights to such work, either economic rights, moral rights, and other rights attached to it. In such actual Cinematography Copyright Protection, it gets not only the law protection from UUHC 2014, but also protection based on International Convention. In Indonesia today, there is an emerging problem regarding allegation on Cinematography Copyright violation in regards to the reproduction (movie to movie ) of Korean series titled You Who Came From The Stars being retitled as Kau Yang Berasal Dari Bintang. To this allegation conducted by Production House Sinemart as the copyright owner of series Kau Yang Berasal Dari Bintang needs to be analyzed and an accurate evidence regarding the actual works on moving images, visually and with audio that grabs the idea and expression featured in Korean series Who Came From The Stars."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada saat ini masalah mengenai Hak atas Kekayaan
Intelektual (HaKI) telah menyentuh berbagai aspek, seperti:
aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai
aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika dihubungkan
dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah
aspek hukum. Hukum diharapkan dapat memberikan perlindungan
bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya
kreasi masyarakat. Aspek teknologi juga merupakan faktor
yang sangat dominan dalam perlindungan HaKI. Perkembangan
teknologi informasi dan digital saat ini mengakibatkan
informasi dapat dengan mudah dan cepat tersebar ke seluruh
pelosok dunia. Hak cipta merupakan salah satu jenis
perlindungan HaKI yang disediakan untuk melindungi karya
seni, pengetahuan dan sastra. UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun
2002, Pasal 1 menyatakan hak cipta adalah hak eksklusif
bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Karya
fotografi merupakan salah satu karya cipta manusia yang
dibuat dengan menggunakan cahaya serta peralatan khusus,
dan termasuk ciptaan yang dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Dalam prakteknya, tidak tertutup kemungkinan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran hak cipta antara pencipta karya
fotografi yang satu dengan pencipta karya fotografi
lainnya. Untuk itulah Penulis hendak menganalisa sejauh
mana perlindungan UU Hak Cipta terhadap pencipta karya
fotografi (pemegang hak cipta), dengan membahas pula
perkembangan teknologi fotografi karena karya cipta
fotografi dapat dialihrupakan dalam bentuk digital yang
kemudian dapat diperbanyak dengan sangat mudah dilakukan
dan pelanggaran-pelanggaran hak cipta yang terjadi beserta
penyelesaiannya."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S23991
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hafsoh Shoparina
"ABSTRAK
Seni Tari sebagai bentuk Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia sangat beragam dan dengan jumlah sangat banyak belum dapat terakomodir dengan baik. Seringkali masyarakat tradisional beranggapan tarian tradisional adalah milik bersama (komunal) sehingga terhadap kurangnya perhatian terkait hak cipta menyebablkan klaim terhadap EBT Indonesia oleh pihak asing seperti halnya Tari Pendet Bali. Bertujuan mengkaji konsep perlindungan Hak Cipta dalam rangka melindungi seni tari tradisional, tesis ini meengangkat pokok permasalahan tentang pengaturan EBT dalam perundang-undangan di Indonesia, perlindungan, upaya serta kendala dalam melindungi EBT dari klaim pihak asing.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, yang dilakukan dengan cara wawancara, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa UU Hak Cipta belum dapat memberikan perlindungan terhadap EBT khususnya Tari Pendet Bali meskipun pasal EBT tertuang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada perangkat peraturan pelaksana dari UU Hak Cipta menyulitkan penegak hukum melaksanakan UU, masyarakat tradisional berparadigma komunal serta kurang memiliki kesadaran dan pemahaman bahwa EBT Indonesia dilindungi oleh Hak Cipta, sehingga banyak terjadi klaim oleh pihak asing terhadap EBT Indonesia. Namun demikian, upaya positif dilakukan antara lain, dari pihak pemerintah dan peran serta masyarakat. Langkah awal pemerintah perlu melakukan inventarisasi dan dokumentasi secara konsisten dan berkesinambungan, sosilisasi pentingnya perlindungan hukum terhadap EBT, dan mengkaji EBT dibuat UU Sui Generis.

ABSTRACT
The dance as a form of the traditional cultural expressions (EBT) of Indonesia very diverse and so many can not be accommodated properly. Often traditional society assume traditional dance is generally owned (communal) so that the lack of attention led to a claim of copyright related to EBT Indonesia by foreigners as well as Pendet Bali. With a vieq to analyzing the concept of copyright protection the framework of to protect traditional dance, this thesis brings forward the issues on regulating EBT in legislation in Indonesia, protection, efforts and constraints in protecting EB T of claims from foreigners.
The method of this study is juridicial normative which is done by interviews, statutory approach and case approach. The study shows that the copyright law could not provide protection against EBT especially Pendet Bali even though Article EBT clearly stated. This is because there is no device implementing regulations of the copyright law make it difficult for law enforcement to implement legislation, the traditional society has paradigm of communal and have less awareness and understanding that EBT Indonesia protected by copyright, so prevalent claims by foreigners against EBT Indonesia. However, positive attempts made, among others, from the government and the role of community. The first step the government needs to conduct an inventory and documentation consistenly and continuously, socialize the importance of legal protection over EBT, and study EBT made law sui generis.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Arold Lambok Leondy
"[Skripsi ini membahas tentang perlindungan jangka waktu terhadap suatu karya seni, terutama karakter kartun. Dengan adanya perubahan perlindungan jangka waktu, membuat ada hal yang harus diteliti lebih lanjut mengenai alasan-alasan mengapa terjadi perubahan jangka waktu terhadap perlndungan. Lalu apa akibat yang terjadi terhadap karya terutama karakter kartun dengan adanya perubahan jangka waktu ini. Dan apa yang terjadi jika ada perbedaan mengenai jangka waktu antara negara asal ciptaan dengan negara dimana ciptaan tersebut beredar, haruskan peraturan negara asal ciptaan tersebut diikuti atau mengikuti peraturan negara dimana ciptaan tersebut digunakan

This mini thesis is discusses about the Copyright Term Protection of Character Cartoon works. With the changes of the regulation, makes things that should be considered such as the reason of the changes of the copyright term protection. Then what is the impact for the Cartoon Character Works with the term change. And what happened if there’s the different about the copyright term between the Origin Country and the Country that the works being used, which regulation should be used;This mini thesis is discusses about the Copyright Term Protection of Character Cartoon works. With the changes of the regulation, makes things that should be considered such as the reason of the changes of the copyright term protection. Then what is the impact for the Cartoon Character Works with the term change. And what happened if there’s the different about the copyright term between the Origin Country and the Country that the works being used, which regulation should be used.;This mini thesis is discusses about the Copyright Term Protection of Character Cartoon works. With the changes of the regulation, makes things that should be considered such as the reason of the changes of the copyright term protection. Then what is the impact for the Cartoon Character Works with the term change. And what happened if there’s the different about the copyright term between the Origin Country and the Country that the works being used, which regulation should be used, This mini thesis is discusses about the Copyright Term Protection of Character Cartoon works. With the changes of the regulation, makes things that should be considered such as the reason of the changes of the copyright term protection. Then what is the impact for the Cartoon Character Works with the term change. And what happened if there’s the different about the copyright term between the Origin Country and the Country that the works being used, which regulation should be used]"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2016
S62096
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardosi, Tulus Hasudungan
"Hasil penelitian dalam Tesis ini betujuan untuk memberikan pemahaman tentang perlindungan hak cipta atas karya koreografi melalui doktrin fiksasi dan originalitas. Beberapa pertanyaan yang menjadi pisau analisis dalam penelitian hukum ini adalah bagaimana ketentuan fiksasi yang tepat dan harus dipenuhi oleh karya cipta koreografi, bagaimana ketentuan originalitas dapat terpenuhi oleh karya cipta koreografi, dan apakah pendaftaran Hak Cipta goyang dribble sebagai karya seni tari telah memenuhi ketentuan fiksasi. Dengan metode penelitian normatif, penulis menggunakan pendekatan konsep, pendekatan undang-undang, dan pendekatan kasus untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan yang ada.
Fiksasi merupakan salah satu komponen penting untuk melindungi hak cipta koreografi. Dengan diwujudkannya koreografi ke dalam bentuk nyata, akan mempermudah koreografer dalam mengamati adanya penggandaan karya koreografi tanpa ijin. Di Indonesia, fiksasi dilakukan menggunakan audiovisual recording dan foto disertai penjelasan (manual book). Pendaftaran goyang dribble di DJKI RI dengan melampirkan manual book telah memenuhi ketentuan fiksasi, jika goyangan tersebut termasuk kategori tari. Dari penelitian, ternyatan goyang dribble tidak memenuhi kriteria tarian, sehingga tidak memiliki bentuk fiksasi yang tepat. Selain fiksasi, originalitas menjadi penentu apakah suatu ciptaan benar-benar berasal dari si pencipta atau bukan. Terkait koreografi, independent creation adalah doktrin yang tepat dalam menentukan originalitas koreografi. Dengan doktrin independent creation, koreografer tidak perlu khawatir jika karyanya sama dengan koreografi lain, sepanjang dapat membuktikan kreasi independen ciptaannya.
Untuk menjawab permasalahan di atas, DJKI RI perlu menetapkan fiksasi koreografi melalui Audiovisual dengan kamera yang diletakkan di berbagai sudut untuk menangkap keseluruhan gerak penari. Selain itu, sebaiknya Audiovisual dan manual book dibuat kumulatif. untuk mencegah terjadinya dua Fiksasi terhadap satu karya koreografi. Kemudian, diperlukan penerapan doktrin independent creation dalam menentukan orisinalitas karya koreografi untuk menunjukkan bahwa koreografi tersebut orisinal diciptakan oleh si Koreografer.

This thesis give an information and knowledge about copyright protection of choreography by fixation and originality doctrine. Several questions which become the analysis in this legal research are what fixation is appropriate for choreographic works, how the originality provision which is must required for choreogrographic works, and whether copyright registration of ?goyang dribble? as a dance artworks already fullfiled by fixation requirement. By the normative law research method, an author use a conceptual approach, statute approach, and case approach to obtain an answer from that several questions.
Fixation is one of the important component to protect copyright of choreography. If the choreography already fixed in tangible medium, it will help the choreographer to observe the illegal reproduction of their works. In Indonesia, we use audiovisual recording or photo by description (manual book) as an required fixation for choreography. The registration of ?goyang dribble? at Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Republik Indonesia (DJKI RI) by attach manual book is already complied the fixation requirement, if the dance is including dancing category, but from the research, ?goyang dribble? is not include in a dancing category. Beside fixation, originality also become an important factor for copyright protection of choreography. In this case, ?independent creation‟ is the suitable doctrine to determine originality of choreography. By ?independent creation‟ doctrine, choreographers nothing to worry about the similarity of their choreography with the others, as long as the choreographer able to prove the independent creation of their works.
To answer that several questions, DJKI RI need to set the fixation of choreography by Audiovisual with some cameras are placed at various angles to catch a whole movemet of the dancer. In spite of, it‟s better if the Audivisual and Manual Book set as cumulative made to prevent the occurrence of two fixation for a choreography work. Then, it necessary to practice ?independent creation‟ doctrine to determine an originality of the choreography and original made by the choreographer."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>