Cacar monyet muncul pada 2022 sebagai penyakit yang ditakutkan berpotensi sebagai pandemi selanjutnya. Cacar monyet adalah penyakit infeksi virus dari hewan (zoonosis) dan termasuk keluarga virus yang sama dengan cacar (smallpox, variola). Walaupun penyakit cacar monyet tidak lebih berbahaya dari COVID-19, diperlukan langkah pencegahan untuk mengurangi risiko penularan. Pendekatan machine learning dapat dilakukan dengan pengusulan penggunaan tiga arsitektur CNN, yaitu EfficientNetV2B1, MobileNetV3, dan NASNetMobile untuk mengklasifikasi cacar monyet dari citra lesi kulit. Ketiga model dilakukan transfer learning menggunakan pre-trained weights ImageNet bertotal 29 skenario dengan pemisahan data train dan test, dan melakukan augmentasi yang berbeda untuk menguji performa model. Skenario difokuskan pada peningkatan recall untuk mengurangi tingkat false negative pada prediksi cacar monyet. Penelitian ini juga membangun dataset yang terdiri dari empat kelas, yaitu cacar monyet, cacar air, campak, dan sehat dengan jumlah 40 hingga 100 foto per kelas. Citra dataset bersumber dari Kaggle dan web Kesehatan dan divalidasi kembali menggunakan Google Reverse Image. Dari eksperimen 29 skenario, didapatkan skenario dengan model yang optimal adalah MobileNetV3 versi minimalistic dengan recall 93,2%, dengan ukuran 7,6 MB, selisih recall dan validation recall 0,0035 dengan pemisahan data train dan test sebesar 70:30 dengan optimizer Adam 0,0001. Model dikonversi ke dalam format TensorFlow Lite dan disematkan ke dalam aplikasi Android yang dirancang menggunakan bahasa pemrograman Kotlin dan library UCrop untuk cropping citra yang diambil pengguna agar terfokus pada lesi kulit. Model membutuhkan rata-rata waktu inferensi 40 milidetik pada aplikasi Android.
Dalam kehidupan kita sehari-hari umumnya banyak barang yang kita butuhkan dan gunakan dalam rumah tangga kita. Mulai dari bahan pangan, minuman, barang untuk membersihkan rumah, barang untuk mencuci pakaian, kudapan, dan lain sebagainya, Pada masyarakat kini banyak barang keperluan sehari-hari tersebut kita beli dan jumpai di berbagai tempat mulai dari warung di dekat rumah, supermarket, toko sembako, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini jumlah supermarket dan minimarket mulai menjamur. Pada tahun 2021 jumlah minimarket di Indonesia mencapai 38.323 gerai yang merupakan peningkatan sebanyak 21,7% dibandingkan pada tahun 2017 yakni hanya sebanyak 31.488 gerai saja. Dengan jumlah gerai yang semakin banyak, banyak masyarakat yang semakin banyak menggunakan jasanya untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan sehari-hari mereka. Apalagi bila barang yang dibeli juga cukup banyak sehingga akan sulit untuk mendata barang-barang apa saja yang telah dibeli. Untuk memudahkan hal tersebut, penulis mengajukan sebuah solusi untuk membuat sebuah rancangan sistem yang akan memanfaatkan teknologi Deep Learning untuk mendeteksi tulisan pada struk belanja dari hasil pembelian barang pada minimarket. Hasilnya dari pengujian yang sudah dilakukan pada penelitian ini, masing-masing model Deep Learning memiliki tingkat akurasi mAP50 99,4% dan mAP50:95 72,9% untuk YOLOv5, tingkat akurasi mAP50 99,61% dan mAP50:95 65,19% untuk Faster R-CNN, dan tingkat akurasi mAP50 61,77% dan mAP50:95 98,09% untuk RetinaNet. Dimana YOLOv5 memiliki tingkat akurasi mAP50:95 tertinggi yakni 72,9% dan Faster R-CNN memiliki tingkat akurasi mAP50 tertinggi yakni 99,61%. Dimana pada proses implementasi sistem YOLOv5 dan Faster R-CNN berhasil melakukan proses pengenalan sedangkan RetinaNet gagal untuk melakukannya.