Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165350 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Neneng Churiah
"Perluasan wilayah administrasi kota Jakarta dalam perkembangan pembangunan kota pasca kolonial menempatkan kawasan Menteng yang awal dibangunnya merupakan permukiman pinggiran kota menjadi pemukiman strategis di pusat kota. Kondisi tersebut mengancam keberadaan bangunan hunian “warisan” kolonial yang memiliki signifikansi sejarah dan arsitektur. Dengan tujuan menambah daya tarik kota, pada tahun 1975, bangunan dan lingkungan di Menteng yang tersisa, dilindungi melalui penetapannya sebagai Cagar Budaya hingga kemudian masuk dalam perencanaan tata ruang kota. Namun seiring perkembangan pembangunan dan politik, kesenjangan antara peraturan dan praktik pelestarian tidak dapat dihindari berdampak pada otentisitas bangunan hunian asli. Tinjauan peraturan dan praktik pelestarian dengan studi kasus bangunan hunian di KCB Menteng yang terjadi mulai dari penetapan, instrumen kebijakan, tujuan, dan dampak yang terjadi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenjangan antara peraturan dan praktik pelestarian bangunan hunian di KCB Menteng terikat faktor masyarakat dan pemerintahan beriringan dengan peningkatan kebutuhan ruang dan juga ketakutan akan menghambat pembangunan modern. Padahal jika direncanakan dengan tepat, kombinasi antara yang lama dan yang baru dapat membuat bangunan lebih menarik, sebagai negosiasi terhadap kebutuhan baru. Walaupun disadari pada akhirnya perencanaan yang tepat pun tidak akan terealisasi tanpa pengawasan yang baik. Sehingga dibutuhkan panduan pelestarian yang jelas, berkelanjutan dan tersosialisasi dengan baik.

The expansion of the administrative area of the city of Jakarta in the development of post-colonial urban development placed the Menteng area, which was originally built as a suburban settlement, into a strategic settlement in the city center. These conditions threaten the existence of colonial "heritage" residential buildings that have historical and architectural significance. With the aim of adding to the attractiveness of the city, in 1975, the remaining buildings and environment in Menteng were protected through their designation as cultural heritage, until later they were included in the city's spatial planning. However, along with developments and politics, the gap between regulations and preservation practices inevitably impacts the authenticity of the original residential buildings. Review of regulations and conservation practices with case studies of residential buildings in KCB Menteng that occurred, starting from the determination, policy instruments, goals, and impacts that occurred. The results of the study show that the gap between regulations and the practice of preserving residential buildings in KCB Menteng is bound by societal and government factors, along with increasing space requirements and fears of hindering modern development. Yet if planned properly, the combination of old and new can make a building more attractive through the negotiation of new requirements. Even though we realize that, in the end, even the best planning will not be realized without good supervision. So that clear, sustainable, and well-socialized conservation guidelines are needed. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irpan Ripandi
"Pekojan merupakan bagian dari kawasan kota Tua Jakarta yang telah ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya oleh Gubernur DKI Jakarta. Namun demikian penetapan itu tidak memuat nilai penting apa yang menjadi dasar penetapannya sebagaimana diatur dalam UU CB 2010. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi nilai penting yang terkandung di dalam setiap bangunan, menetapkan peringkatnya dan karakter budayanya. Teknik  penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan cara studi pustaka dan lapangan, wawancara dengan pihak terkait, dan perbandingan arsitektural sehingga dapat menentukan nilai penting dan peringkat pada tiap bangunan. Hasil kajian menunjukkan bahwa bangunan-bangunan yang ada memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya  karena memiliki salah satu atau kombinasi dari nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan. Kajian ini dapat memberi kontibusi bagi upaya menentukan kebijakan pelestarian bangunan-bangunannya secara tepat.

Pekojan is part of the Kota Tua Jakarta area which has been designated as a cultural heritage by the Governor of DKI Jakarta. However, the stipulation does not contain the significance value that becomes the basis for its determination as stipulated in the 2010 law of cultural heritage. This research is intended to identify the significance values contained in each building, determine its level of significance and cultural character. The research technique uses a qualitative approach through literature and field studies, interviews with related stakeholders, and architectural comparisons so that it can determine the significance and level of significance of each building. The results of the study show that the existing buildings meet the requirements to be designated as cultural heritage because they have one or a combination of historical, scientific, religious, and cultural values. This study can contribute to the effort to determine the appropriate policies for the preservation of buildings."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sulaiman Muharramain Adrian
"Smart Heritage adalah media sebagai sistem dan manajemen yang relatif baru yang diprakarsai oleh INTACH Heritage Academy (2017) untuk menjawab tantangan yang membahas Pelestarian Kawasan Cagar Budaya di Era Smart City dengan menggunakan kemajuan Teknologi Komunikasi Informasi (TIK). Itu sudah mulai diterapkan di kota yang telah menerapkan konsep Smart City. Makalah ini membahas apakah Smart Heritage relevan dengan masalah tentang warisan budaya berkelanjutan dalam lingkup pengembangan Smart City seiring dengan pertumbuhan generasi milenial, mengingat fakta bahwa kita sedang menuju era Smart yang hampir semuanya berorientasi pada TIK.

Smart Heritage is a relatively new system and management media that initiated by INTACH Heritage Academy (2017) to answer the challenge that addresses the Cultural Heritage Conservation in the Smart City Era by using the advancement of Information Communication Technology (ICT). It has begun to be applied in a city that has implemented the concept of Smart City. This paper discusses whether Smart Heritage is relevant to the issue about sustainable cultural heritage within the scope of Smart City development along with the growth of millennial generation, considering the fact that we are going towards to the Smart era that almost everything is ICT oriented.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Putri Prayudi
"Bangunan cagar budaya adalah bangunan berusia 50 tahun atau lebih yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan pengetahuan sehingga harus dilestarikan keberadaannya. Dalam melestarikan bangunan cagar budaya, ada tujuh cara intervensi yang dapat dilakukan. Cara intervensi tersebut harus dilakukan dengan tetap memerhatikan keaslian bangunan cagar budaya, etika pelestarian, dan prinsip pelestarian. Pelestarian yang bergantung terhadap kondisi awal bangunan cagar budaya menyebabkan cara intervensi yang dilakukan akan berbeda-beda. Salah satu bentuk pelestarian bangunan cagar budaya adalah memanfaatkannya menjadi bangunan masa kini, yaitu museum. Museum adalah tempat di mana terdapat benda koleksi untuk dipamerkan dan juga dilestarikan. Untuk memenuhi kebutuhan pameran benda koleksi, dibutuhkan pola sirkulasi tertentu pada ruang pamer. Untuk memenuhi kebutuhan pelestarian benda koleksi, dibutuhkan ruang yang terhindar dari cahaya alami agar sinar ultraviolet tidak langsung mengenai benda koleksi yang sensitif dengan cahaya. Kebutuhan dan persyaratan ruang untuk arsitektur museum ini harus dapat terpenuhi selaras dengan pelestarian bangunan cagar budaya. Museum Seni Rupa dan Keramik dan Museum Fatahillah menjadi contoh yang berhasil dalam melakukan pelestarian bangunan cagar budaya dengan memanfaatkannya sebagai museum, atau disebut juga dengan adaptive reuse.

Heritage building is a building that has been built for 50 years or more. It has some values such as history, culture, and knowledge which make them important to conserve. There are seven ways in terms of conservation of heritage building, they are called interventions. Interventions have to be done based on the authenticity value of the heritage building, conservation’s ethics, and conservation’s principles. Conservation of the heritage building depends on its existing condition that would decide which ways are appropriate to be done. Turning the heritage building as a building that can be used for another function in this time is an example of conservations. That building can be a museum. Museum is a place where heritage stuffs are being exhibited and preserved. To fulfill the needs of exhibition, an exhibition room must have certain pattern of circulations. To preserve, spaces in museum must be avoided from direct sunlight in order to keep ultraviolet light away from the heritage stuffs. Heritage stuffs are very sensitive to ultraviolet light. Needs and requirements of architecture museum should meet the interventions of heritage building in order to make the conservation works. Museum Seni Rupa dan Keramik and Museum Fatahillah could be the role model on how heritage building turns into museums, and this is called as an adaptive reuse of heritage building."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Kadek Novi Febriani
"Dalam penelitian ini membahas interpretasi narasi dari berita, pemilik dan publik terkait puri kerajaan di Bali. Puri   merupakan  tempat tinggal raja yang  masih bertahan sampai saat ini walau tidak ada lagi sistem kerajaan.  Bekas istana raja tersebut masih dihuni oleh keluarganya dan dilestarikan sebagai pusat perawatan nilai-nilai seni dan  kebudayaan.  Tujuan penelitian ini mengetahui (1) nilai-nilai penting apa yang masih dipertahankan sampai saat ini dalam merawat dan melestarikan Puri, dan (2)Interpretasi dan Pembingkaian Pemilik dan Publik tentang Cagar Budaya Puri Kerajaan di  Bali. Penelitian ini menggunakan analisis model Robert Entman dan juga pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam terhadap. Raja, Bendesa (Kepala Desa Adat ) mewakili tokoh masyarakat,komunitas terkait  serta pemerintah kabupaten puri itu berada. Temuan dalam penelitian ini dari dua puri yang diteliti, narasi di media dengan  interpretasi dari pemilik dan stakeholder adalah sama. Puri menjadi bagian dari budaya di Bali karena peninggalan dari kerajaan terdahulu. Puri tidak  hanya dilestarikan sebagai warisan fisik namun juga berfungsi dalam kebudayaan, adat dan keagamaan. Selanjutnya, puri yang belum ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya sejatinya memiliki nilai-nilai penting yang tertulis di Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yakni, nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Pelestarian puri juga tidak lepas dari peran masyarakat setempat, baik warga adat maupun warga beragama Islam.

This study discusses the interpretation of narratives from news, owners and the public related to royal castles in Bali. Puri was the residence of the king who still survives today even though there is no longer a royal system.  The former king's palace is still inhabited by his family and is preserved as a centre for the care of artistic and cultural values.  The purpose of this study is to know (1) what values are still maintained today in nurturing for and preserving Puri, and (2) Interpretation and Framing of Owners and The Public about puri Royal Cultural Heritage in Bali. This study uses Robert entman's model analysis and also a qualitative approach with in-depth interviews of the king breed, Bendesa (Traditional Village Head) representing community leaders, related communities and the district government. The findings in this study are from the two castles studied, puri became part of the culture in Bali because of the relics of the previous kingdom. Puri is not only preserved as a physical heritage but also functions in culture, customs and religion. Furthermore, castles that have not been determined to have their status as cultural heritage actually have important values written in regulations “Undang-Undang Nomor 11 Tahun  2010  tentang Cagar Budaya “ which has an important value for history, science, education, religion, and /or culture. The preservation of puri is also inseparable from the role of local communities, both indigenous people and residents who are not included in indigenous village communities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Yanto H.M.
"Tesis ini membahas tentang konflik kepentingan dalam pemanfaatan kawasan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi yang beberapa tahun belakangan ini kondisinya semakin semrawut. Bertumpuknya berbagai macam aktivitas pemanfaatan pada areal zona inti menyebabkan areal ini menerima beban yang cukup berat dan berdampak pada terancamnya pelestarian Cagar Budaya dalam kawasan ini. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk memetakan konflik kepentingan yang terjadi, mencari inti penyebab konflik dan menemukan kebijakan yang tepat untuk mengurangi konflik kepentingan yang terjadi pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Penelitian yang menggunakan pendekatan mix method ini melakukan dua kegiatan dalam pengumpulan datanya, yaitu berupa wawancara dan pengisian kuisioner oleh para expert. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa model pengelolaan yang masih sepenuhnya dipegang oleh pemerintah saat ini dianggap tidak lagi cocok untuk diterapkan karena akan menimbulkan banyak konflik antarstakeholder. Oleh karena itu perlu dibentuk Badan Pengelola yang bersifat co-management yang mampu menampung berbagai kepentingan stakeholders yang masing-masing memiliki perbedaan sasaran dan tujuan, dengan demikian konflik pemanfaatan pada zona inti Kawasan Cagar Budaya Muarajambi dapat diminimalkan.

This tesis discussed about the conflict of interests in the area utilization that occurred in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area of which condition has been even more chaotic in these last few years. The accumulation of various utilization activities in the core zone area has caused the area being quite overloaded and has threatened the preservation of the Cultural Heritages in the area. Hence this research attempted to map the occurring conflict of interests, to seek the nucleus cause of the conflict and to find the right policy to lessen the occurring conflict of interests in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area. The research used mix method approach and carried out two activities in its data collection, namely interviews and questionnaires filled by the experts. The result of this research showed that the management model that was still fully held by the government was currently considered as unsuitable to be applied because it would cause many conflicts among the stakeholders. Therefore a co management natured Management Board needed to be established. This Management Board should be capable to accommodate various interests of the stakeholders, each of whom had different goals and purposes. Hence the utilization conflict in the core zone of Muarajambi Cultural Heritage Area could be minimalized.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Fardhyan
"Bangunan cagar budaya di kawasan Kota Tua Jakarta dari tahun ke tahun semakin terancam oleh banjir. Identifikasi resiko kerusakan yang disebabkan oleh banjir belum menjadi perhatian dalam pengelolaan bangunan cagar budaya di kawasan Kota tua. Penilaian tingkat bahaya, kerentanan dan kemampuan penanganan pada setiap bangunan cagar budaya adalah informasi penting untuk proses perencanaan mitigasi bencana. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu pendekatan penilaian kemungkinan dampak resiko kerusakan yang diakibatkan oleh banjir pada bangunan cagar budaya, khususnya pada kejadian banjir tahun 2013.
Analisis resiko yang dilakukan pada 101 bangunan cagar budaya di evaluasi melalui metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). SMCE merupakan sebuah proses yang menggabungkan dan mentransformasikan data geografi menjadi keluaran untuk membantu pengambilan keputusan. Paramater untuk faktor bahaya banjir (ketinggian genangan, lama genangan dan frekuensi genangan), kerentanan cagar budaya (golongan bangunan cagar budaya), kerentanan fisik (indeks konservasi, umur bangunan, bahan bangunan), dan kemampuan penanganan (penanganan pasca banjir) digunakan untuk mengkalkulasi besaran resiko pada setiap bangunan cagar budaya.
Pola distribusi keruangan memperlihatkan resiko tinggi berada pada wilayah utara kawasan Kota Tua (zona Sunda Kelapa) dan wilayah barat (zona Pekojan dan Pecinan), sedangkan tingkat resiko terendah berada di bagian tengah kawasan Kota Tua (zona kawasan Fatahillah). Implikasi resiko kerusakan tidak hanya berdampak pada bangunan itu sendiri, tetapi pada integritas setiap zona yang merepresentasikan ciri khas setiap wilayah (nilai budaya, historis, sosial, arsitektur).

Heritage building in Jakarta Old Town area threatening by flood every years. Spatial risk damage identification caused by flood is rarely getting attention for heritage building in old city heritage management. Hazard, vulnerability and coping assessment in every heritage building is a key information for disaster mitigation planning. Hence, this research purpose is to developing an approach to assessing risk damage possibilities that caused by flood to heritage building, particularly flood event in 2013.
Risk assessment of 101 heritage building has been evaluated through Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE). SMCE is a process combining and transforming geographical data into specific output to help decision making. Factor parameter for flood hazard (flood depth, flood duration and flood frequency), heritage vulnerability (heritage building rank), physical vulnerability (conservation index, heritage building age, and heritage building structural material), and coping capacity (post disaster action) have been used to calculate risk impact in every single heritage building in study area.
Distribution pattern show high risk area is located at north Jakarta Old Town area (Sunda Kelapa Zone) and west area (Pekojan and Pecinan Zone). The lowest risk concentrate at the center of Jakarta Old Town area (Fatahillah Zone). Risk damage implication not only potentially affect the heritage building, but each zone integrity which is representation the uniqueness of area (culture value, historical value, social value and architecture) possibly degraded."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Hastuti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S25374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athiah Listyowati
"Skripsi ini meneliti apakah ada hubungan kepemimpinan transformasional terhadap komitmen keorganisasian, khususnya pada pegawai di organisasi sektor publik/instansi pemerintah, dengan pemberdayaan psikologis sebagai variabel mediasinya. Data diambil melalui survey, dengan metode Multi Leadership Questionaire, pemberdayaan psikologis dan Three Component Model kepada 106 orang pegawai dan dianalisis menggunakan uji regresi linear.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan pemberdayaan psikologis. Begitu pula dengan kepemimpinan transformasional dengan komitmen keorganisasian. Namun pemberdayaan psikologis diketahui hanya memediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen afektif, dan tidak memediasi hubungan kepemimpinan transformasional dengan komitmen berkelanjutan maupun komitmen normatif.

This research focus on investigate relationship between transformational leadership, psychological empowerment and organizational commitment. The respondent were 106 employees at several public service institution. Using Multifactor Leadership Questionaire by Bass and Avolio, Three Component Model by Allen and Meyer, and psychological empowerment questionaire by Spreitzer, we found that transformational leadership has positive and significant relationship with psychological empowerment and organizational commitment.We also found that psychogical empowerment is perfect mediator between transformational leadership and affective commitment. But, we also found that psychological empowerment not mediate the relationship between transformational leadership with continuence and normative commitment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46347
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Anindita Parama Putri
"Semarang merupakan salah satu kota pesisir di Indonesia yang terancam oleh kenaikan muka air laut. Salah satu akibatnya adalah banjir rob di wilayah pesisir Semarang. Semarang sebagai kota tua memiliki kawasan cagar budaya dengan bangunan-bangunan bersejarah. Bangunan cagar budaya memiliki nilai historis yang harus dilindungi. Bangunan cagar budaya yang terancam banjir rob merupakan masalah dari penelitian yang dilaksanakan. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi Kawasan Cagar Budaya Nasional Kota Lama Semarang dan masalah yang ada di dalamnya, serta memberikan solusi alternatif dalam melindungi bangunan cagar budaya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa situs Oudestad memerlukan tambahan ruang terbuka hijau. Tiga titik peletakan ruang terbuka hijau diusulkan di kolam retensi Tawang, salah satu titik parkir, dan sepanjang jalan Empu Tantular. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menambahkan ruang terbuka hijau dirasa perlu untuk melindungi bangunan cagar budaya yang ada di situs Oudestad

Semarang is one of the coastal cities in Indonesia which is threatened by sea level rise. One of the consequences is tidal flooding in the coastal areas of Semarang. Semarang as an old city has a cultural heritage area with historic buildings. Cultural heritage buildings have historical values ​​that must be protected. Cultural heritage buildings that are threatened by tidal flooding is a problem from the research carried out. Thus, this research was conducted to identify the condition of the Semarang Old City National Cultural Heritage Area and the problems in it, as well as to provide alternative solutions in protecting cultural heritage buildings. The approach used is a qualitative approach with qualitative methods. The results show that the Oudestad site requires additional green open space. Three green open space placement points are proposed in the Tawang retention pond, one parking point, and along Jalan Empu Tantular. The conclusion of this study is that adding green open space is deemed necessary to protect cultural heritage buildings at the Oudestad site."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>