Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213558 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eko Kusumo
"Heat Exchanger sering mengalami kegagalan yang disebabkan karena kurang tepat sambungan antara tube budle dan Tube Sheet. Terjadi karena berlebih nya nilai expansion yang terjadi pada tube bundle. Selama proses fabrikasi yang sering terjadi adalah berlebihnya nilai dari expnasi tube bundle. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahu kegagalan yang sering terjadi akibat korosi dan crack pada dinding pipa pada tube bundle heat exchanger. Analisa dilakukan pada tube dengan membandingkan nilai expansion rate sebesar 0%, 10%, 13%, 16% dan kemudian di observasi pada dinding tube badian luar dan dalam. Hasil dari penelitian dilakukan Analisa dengan Visual dan dimensi, Hardness, Polarisasi, Metallography. Strukture mikro material setelah di expansi nerubah bentuk menjadi lebih memanjang yang mempengaruhi nilai kekerasan, semakin tinggi nilai kekerasan maka laju korosi nya semakin meningkat. Microstructure of the material after expansion changes shape to be more elongated which affects the hardness value, the higher the hardness value, the corrosion rate increases.

Heat Exchanger often fails due to improper joint tube to tube sheet joint expansion. Among them is the excessive expansion rate on the tube. Based on common during the fabrication process, it can be found several cases related to excess tube expansion compared to international standards. The aim of this study was to analyst the failure of corrosion and tube wall cracks in the tube bundle heat exchanger. The analysis was carried out on the tube by comparing the expansion rate values of 0%, 10%, 13%, 16% and then observing the condition of the inner and outer walls of the tube. The experimental result were characterized using Visual Dimensional, Hardness test, Polarization, Metallography."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Yudhi Prasetyo
"Tube merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida proses yang mengalir didalam heat exchanger dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Jenis Heat Exchanger yang digunakan adalah U-tube, dimana terdapat perbedaan desain tube pada jenis Heat Exchanger ini yaitu tube yang berbentuk lurus (straight) dan tube yang dibuat melengkung (bend) membentuk huruf ?U?. Kondisi aplikasi kerja dari tube digunakan pada kondisi temperatur kerja yang tinggi dan juga menggunakan air laut sebagai media pendingin pada tube. Material tube adalah baja tahan karat super dupleks SAF 2507 (UNS 32750) yang dikenal mempunyai sifat ketahanan terhadap korosi sumuran yang baik.
Penelitian yang bertujuan untuk membandingkan ketahanan korosi sumuran dari 2 bagian desain tube yang berbeda dilakukan dengan metode polarisasi Potentiodynamic pada temperatur 50, 55, 60 dan 65°C dengan medium air laut, dari pengujian ini akan diperoleh nilai potensial kritis pitting (E pitt) dan nilai CPT (Critical Pitting Temperature). Serta dilakukan pengujian komposisi untuk mencari nilai Pitting Resistance Equivalen Number (PREN) dan pengujian mikrostruktur untuk mengetahui perbedaan mikrostruktur dari 2 bagian desain tube yang berbeda.
Dari data hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa ketahanan korosi sumuran tube straight lebih baik dibandingkan dengan tube bending. Ini terlihat dari nilai E pitt tube straight yang lebih tinggi dibanding nilai E pitt tube bending. Peningkatan temperatur dari 50, 55, 60 dan 65°C akan menurunkan ketahanan material terhadap korosi sumuran. Nilai CPT dari material adalah 50°C. Nilai PREN material adalah 40,343.
Dari hasil pengamatan mikrostruktur didapatkan perbedaan mikrostruktur antara tube straight dan bending. Pada tube bending terdapat struktur ferrite yang patah-patah, serta komposisi ferrite dan austenite yang tidak homogen.Dengan perbedaan mikrostruktur pada kedua daerah tersebut, besar kemungkinan setelah proses deformasi, tidak dilakukan proses heat treatment untuk menghilangkan residual stress akibat proses deformasi sekaligus mengembalikan bentuk mikrostruktur ke bentuk semula. Residual stress dapat mengurangi ketahanan material terhadap korosi sumuran.

Tube is the constrictor area between both types of process fluid which streaming in heat exchanger and also at the same time as area transfer of heat. Type of Heat Exchanger used is U-Tube Heat Exchanger, where there are difference of tube design at this type of Heat Exchanger, that is tube Straight and tube bended to form letter ?U?. The condition of work application from tube is at high temperature and also using sea water as cooler media. Material of Tube Super Duplex Stainless Steel SAF 2507 (UNS 32750) which recognized have good resilience to pitting corrosion.
Research with aim to compare the pitting corrosion resilience from 2 different part of tube design conducted with polarization Potentiodynamic method at temperature 50, 55, 60 and 65°C with sea water medium, from this examination will be obtained critical pitting potential (E pitt) and CPT ( Critical Pitting Temperature). And also conducted the chemical composition examination to look for the value of Pitting Resistance Equivalent Number (PREN) and microstructure examination to observe the difference of microstructure from these 2 different part of tube design.
From research data result, got the result that the pitting corrosion resilience from straight tube is better compared to bending tube. This seen from E pitt value of straight tube is higher compared to E pitt value from bending tube. Improvement of temperature from 50, 55, 60 and 65°C will degrade the material corrosion pitting resilience. CPT value of material is 50°C. PREN value of material is 40,343.
From microstructure examination got the difference of microstructure between straight tube and bend. At bending tube there are ferrite structure which broken, and also the ferrite-austenite composition which is not homogeneous. With these difference of microstructure at both area, big possibility after the deformation process, do not be done the heat treatment process to eliminate the stress residual effect from deformation process which also at the same time aim to return the microstructure form to the initially form. Stress Residual can degrade the material pitting corrosion resilience.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
S41706
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirawan
"Laporan ini merupakan tugas akhir penulis dalam studinya di Queensland University of Technology (QUT), Brisbane, Australia. Penulis bergabung ke dalam tim projek Dual Fuel Engine dengan pengawasan Dr. Richard Brown yang berpusat pada penelitian, perancangan, pelaksanaan dan mengoptimalkan system dual fuel yang ditemukan dan dipatentkan (7,000,573 B2) oleh Mr. Uli Kruger. Di dalam tim ini, setiap anggota memiliki kontribusi masing-masing guna mengembangkan projek tersebut.
Projek penulis memusatkan pada beberapa hal, sebagai berikut: testing dual fuel engine, kaliberasi ethanol injector dan design heat exchanger. Tujuan utama dalam projek penulis adalah untuk merancang heat exchanger untuk mesin Dual Fuel yang digunakan untuk experiment lebih lanjut. Dengan perhitungan thermodynamic yang akurat diharapkan rancangan heat exchanger ini bias menyediakan energy yang cukup untuk memanaskan ethanol menjadi gas di dalam system dual fuel tersebut.
Tujuan lain dari projek ini adalah menampilkan hasil dari experiment yang dilaksanakan pada bunlan Desember 2008 dan kalibrasi ethanol injector. Menganalisa performa mesin dan mengidentifikasi setiap masalah yang mungkin timbul dalam system dual fuel. Kaliberasi ethanol injector dilakukan untuk mengetahui apakah injector yang dipilih sesuai dengan system tersebut. Mesin yang digunakan dalam projek ini adalah Mesin diesel buatan Ford dengan kapasitas 2701CC, 4 Cilinder. Kecepatan rata-rata mencapai 2500rpm, dengan ukuran bore x stroke: 108.2 x 115 (mm), volume perindahan 1057 dan rasio kompresi 15.5:1. Mesin ini yang kemudian dimodifikasi dengan Kruger dual fuel system sehingga dapat menggunakan campuran diesel dan ethanol sebagai bahan bakar.
Penggunaan campuran Ethanol dengan diesel sebagai bahan bakar, atau bias juga disebut biodiesel diharapkan dapat menjawab masalah lingkungan yang ada pada saat ini. Masalah lingkungan ini yang mendorong penelitian untuk mengurangi kebutuhan dalam sumber energy yang tidak dapat diperbaharui. Mobil merupakan sumber karbon dioxida, gas rumahkaca yang utama penyebab pemanasan global. Dalam system Dual Fuel ini, diperlukan heat exchanger yang dapat menghasilkan energy yang sama untuk memanaskan ethanol di dalam system udara bahan bakar berdasarkan perhitungan dan rancangan yang sesuai. Perhitungan lain yang harus di pikirkan dalam rancangan adalah area pemasangan heat exchanger yang sangat terbatas.
Penulis mencoba menyelesaikan masalah di atas menggunakan design type double pipe. Pemilihan type ini didasari beberapa alas an, yaitu: designnya yang sederhana, kemudahan pemasangan, ukuran yang dapat disesuaikan dengan area yang ada, dan biaya yang murah. Ukuran yang digunakan dalam rancangan tersebut disesuaikan dengan keterbatasan area, yang kemudian dimodifikasi lebih lanjut guna mencapai hasil yang maksimal. Double pipe heat exchanger dalam bentuk tradisionalnya merupakan alat yang paling sederhana untuk mengalihkan panas antara dua cairan atau gas, terdiri dari pipa di dalam pipa dengan hubungan yang tepat untuk kedua cairan atau gas tersebut, seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.1.Perhitungan rancangan heat exchanger untuk mesin yang digunakan sebagai pegujian akan diterangkan lebih lanjut pada Chapter 3."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51019
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S40793
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Febrian Adhi Patria
"Serangan batas butir atau korosi intergranular terjadi baja tahan karat austenitik akibat peristiwa sensitasi pada temperature 500 – 800 oC. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh perlakuan panas pada baja AISI 304 terhadap serangan batas butir. Spesimen uji memiliki kandungan karbon beragam (0,041 – 0,08% C). Pengujian korosi intergranular dilakukan berdasarkan ASTM A262 (kualitatif) untuk melihat struktur mikro dan ASTM G108 (kuantitatif) untuk mengukur derajat sensitasi. Karakterisasi menggunakan XRD, SEM-EPMA dan EBSD. Spesimen sebagai material dasar hasil solution annealing pada temperature 1050 – 1130oC menunjukan struktur step dan pengujian XRD menunjukan tidak ada karbida. Pada perlakuan isothermal annealing dengan pendinginan lambat (udara) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 650oC (0,056%C) ,700oC (0,054%C) dan 750oC (0,041%C) terjadi selama pemanasan 4 jam, 48 jam dan 96 jam, memiliki derajat sensitasi 47,93%, 34,49%, dan 42,71% dengan struktur ditch. Sedangkan isothermal annealing dengan pendinginan cepat (air) menunjukan serangan batas butir tertinggi pada masing masing temperature 600oC (0,08%C) dan 700oC (0,067%C) terjadi selama pemanasan 6 jam dan 24 jam, memiliki derajat sensitasi sebesar 57% dan 23,26% dengan struktur ditch. Hasil SEM-EPMA menunjukan penurunan konsentasi Cr di area batas butir berkisar 20% menjadi 11,3% (0,054%C) dan 18% menjadi 10,3% (0,041%C). Hasil EBSD menunjukan derajat sensitasi berbeda memiliki orientasi kristal yang berbeda.

The grain boundary attack or intergranular corrosion occurs in austenitic stainless steel due to sensitization at temperatures of 500 - 800oC. This study tries to see the effect of heat treatment on AISI 304 steel to grain boundary attack. Test specimens have various carbon contents (0.041 - 0.08% C). Intergranular corrosion testing is carried out based on ASTM A262 (qualitative) to see the microstructure and ASTM G108 (quantitative) to measure the degree of sensitization. Characterization using XRD, SEM-EPMA and EBSD. Specimens as the basic material resulting from the solution annealing at temperatures of 1050 - 1130oC showed a step structure and XRD testing showed no carbides. In isothermal annealing with slow cooling (air) showed the highest grain boundary attack at each temperature of 650oC (0.056% C), 700oC (0.054% C) and 750oC (0.041% C) occurred during heating 4 hours, 48 hours and 96 hours has a degree of sensitization respectively 47.93%, 34.49%, and 42.71% with ditch structure. Whereas isothermal annealing with rapid cooling (water) shows the highest grain boundary attack at each temperature of 600oC (0.08% C) and 700oC (0.067% C) occurred during heating of 6 hours and 24 hours has a degree of sensitization respectively 57% and 23, 26% with ditch structure. SEM-EPMA results show a decrease in Cr concentration in the grain boundary area (Cr-depleted zone) ranging from 20% to 11.3% (0.054% C) and 18% to 10.3% (0.041% C). EBSD results show with different degrees of sensitization have different crystallographic orientations."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonius Aditya Wisnu Indaryono
"[ABSTRAK
Belum adanya standar yang mengatur jarak minimal antara lasan yang satu dengan lasan yang lain terhadap laju korosi yang dihasilkan menyebabkan perlunya suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh jarak antar lasan terhadap laju korosi pada hasil lasan. Penelitian ini, berfokus untuk melihat pengaruh jarak lasan GTAW dengan besaran 27mm, 36mm dan 45mm pada material karbon ASTM A106 Grade B, terhadap laju korosinya dengan menggunakan metode uji polarisasi. Pengamatan dengan mikroskop optik digunakan untuk mengetahui ukuran butir dan keberadaan fasa serta jenis korosi yang terbentuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran butir yang semakin besar akan meningkatkan laju korosi, hal ini diakibatkan oleh pengaruh panas dari pengelasan kedua yang menyebabkan pertumbuhan butir ferrite halus pada butir pearlite di daerah HAZ halus hasil pengelasan pertama sehingga meningkatkan laju korosi akibat korosi mikrogalvanik. Ditemukan bahwa jarak lasan GTAW yang optimum untuk material karbon ASTM A106 Grade B adalah 45mm dengan laju korosi sebesar 0,041052 mm/tahun.

ABSTRACT
, The absence of standards governing the minimum distance between one weld to another one will determine the corrosion rate. Therefore we need a study to determine the influence of the distance between the each weld towards the corrosion rate results. This study, focused to see the effect of the GTAW weld distance which are 27mm, 36mm and 45mm on the ASTM A106 Grade B carbon material, against the corrosion rate by using polarization test method. Observation with an optical microscope is used to determine the grain size and the presence of the phase as well as the type of corrosion formation. The results showed that the coareser the grain, will increase the corrosion rate, this is caused by the influence of the heat of the second welding that cause ferrite grain to grow inside the fine pearlite grain at the first weld HAZ area which thereby increasing the rate of corrosion due to microgalvanic corrosion. It was found that the optimum distance for GTAW welding towards ASTM A106 Grade B carbon material is 45mm with the corrosion rate of 0.041052 mm / year.]
"
2015
S58391
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Fadhlurrohman
"Sistem pendingin dan pemanas banyak digunakan khalayak umum. Ini membuat penggunaan energi yang tinggi disertai dengan efek pemanasn global.
Solusi dari permasalahan ini ialah menggabungkan kedua sistem tersebut dimana panas hasil pendinginan akan digunakan untuk memanaskan. Salah satunya untuk memanaskan air. Komponen yang berperan penting ialah heat exchanger, dalam penulisan ini dipilih Shell and Tube dikarenakan kapasitas besar dan perawatan yang mudah.
Didapatkan dari hasil analisa pada sistem ideal bahwa kapasitas pemanasan paling tinggi ialah ketika temperatur kerja AC 20oC dengan nilai 2,9 kW dengan waktu pemanasan 31 menit 18 detik dan untuk paling rendah pada temperatur kerja AC 25oC dengan nilai 2,8 kW dengan waktu pemanasan 32 menit 30 detik.

Cooling and heating systems are widely used by public. This makes high energy usage accompanied by a global heating effect.
The solution to this problem is to combine the two systems where the heat from the cooling will be used for heating. One of them is to heat water. The component that plays an important role in the heat exchanger. In this paper, Shell and Tube was chosen because of its large capacity and easy maintenance.
It is obtained from the analysis on the ideal system that the highest heating capacity is when the AC working temperature is 20oC with a value of 2,9 kW with a heating time of 31 minute 18 seconds and for the lowest in 25oC of AC working temperature with a value of 2,8 kW with a heating time of 32 minute 30 seconds.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Kumeidi
"Adanya konversi bahan bakar rumah tangga dari minyak tanah ke Liquified Petroleum Gas (LPG) di Indonesia menyebabkan semakin besar kebutuhan akan tangki timbun LPG. Tangki timbun dengan kapasitas besar pada umumnya menggunakan material baja karbon rendah ASTM A 516 Grade 70. Dalam pelaksanaan konstruksinya, pengelasan baja karbon ini menggunakan metode pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dan kombinasi pengelasan SMAW dan SAW (Submerged Arc Welding). Penggunaan metode dan parameter pengelasan yang berbeda membuat masukan panas yang diterima oleh material berbeda pula. Besarnya masukan panas tersebut mempengaruhi struktur mikro, sifat mekanis dan ketahanan pada daerah sekitar pengelasan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan korosi dan sifat mekanis dari material baja karbon rendah ASTM A 516 Grade 70. Metode untuk mengetahui mekanisme korosi adalah dengan melakukan percobaan potentiodynamic polarization untuk mengetahui laju korosi dan cyclic polarization untuk mengetahui adanya kerentanan pitting corrosion. Heat input dipengaruhi oleh arus pengelasan sehingga pengelasan SMAW memiliki nilai heat input lebih kecil daripada pengelasan SMAW-SAW. Heat input yang lebih besar menyebabkan kekerasan pengelasan SMAW-SAW lebih rendah daripada kekerasan SMAW. Dengan pelaksanaan PWHT dapat menurunkan kekerasan pada daerah sekitar pengelasan sehingga meningkatkan ketangguhan. Dalam percobaan ini diketahui bahwa ketahanan korosi pada material uji base metal lebih baik daripada daerah daerah HAZ dan fusion zone, baik pada pengelasan SMAW maupun kombinasi SAW-SMAW yaitu 0,063 mm/tahun. Sedangkan laju korosi pada daerah fusion zone pengelasan SMAW memiliki nilai paling tinggi yaitu 0,379 mm/tahun. Korosi sumuran ditemukan pada semua spesimen uji dengan menggunakan metode polarisasi cyclic.
Indonesian goverment policy to convert energy consumption for domestic household from Kerosene to Liquified Petroleum Gas (LPG) Indonesia led to demand for LPG storage tank. LPG storage tank with a large capacity generally use low-carbon steel material ASTM A 516 Grade 70. In construction stage, welding of carbon steel using SMAW welding method (Shielded Metal Arc Welding) and SMAW welding combinations and SAW (Submerged Arc Welding). Different methode of welding and parameter make a different heat input that is received of material. The heat input will affects to the microstructure, mechanical properties and corrosion resistance in the weldment area. Potentiodynamic polarization experiment is used to determine the corrosion rate and cyclic polarization which is used to determine the susceptibility material of pitting corrosion. Heat input is affected by current welding thereby heat input value SMAW welding smaller than SMAW-SAW combination welding. Greater heat input caused hardness value SMAW-SAW welding lower than SMAW welding. PWHT process could reduce the hardness of weldment area so that increase the toughness. Corrosion resistance of base metal better than HAZ and fusion zone, both on the SMAW welding and a combination of SAW - SMAW is 0.063 mm/year. While the corrosion rate on SMAW welding fusion zone has the highest value is 0.379 mm / year. Pitting corrosion was found in all test specimens using cyclic polarization method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T44427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nopryandi
"Heat exchanger merupakan suatua alat yang mengkonversikan energi panas dalam sutau industri kimia.. salah satu heat exchanger jenis HE-XX pada PT. S telah mengalami kebocoran pada tube-tubenya. Kebocoran tube tersebut disebabkan terjadinya korosi. Dari hasil visual maupun photo mikro ditemukan kegagalan disisi luar tube yang berhubungan langsung dengan Benzene Toluene Mixing (BTM), sedang bagian dalm tube yang berhubungan langsung dengan media pendingin air tidak terjdi kegagalan. Kegagalan yang terjadi berupa celah dan korosi pitting. Korosi ini disebabkan oleh penunpukan oksida pada sisi luar tube Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oksida yang menumpuk pada sisi luar tube menyebabkan terjadinya perbedaan kosentrasi O2 dengan kosentrasi O2 lingkungannya yaitu Benzene Toluene Mixing (BTM). Perbedaan ini menghasikanmenghasilkan sisi anoda dan sisi katoda. Yang menjadi penebab terjadinya korosi. Untuk mnghambat terjadinya korosi pada masa yang akan datang, heat exchanger jenis HE-XX perlu dipertimbangan pemberian inhibitor, karena selama beroperainya belum pernah diberikan inhibitor.

Heat exchanger is a equipment for heat transfer utilized petrochemical industriy, on of heat exchanger HE-XX type used at PT. S. get several time get leakage at the tube. The tube leakage is caused corrosion. From result of visual inspection and result micro photo found failure happened at external tube side that direct contact with Benzene Toluene Mixing (BTM), but internal tube side that direct contact with the cooling water is not failure. Failure that happened in the form of interposes corrosion and pitting. This corrosion caused deposit oxide at external tube side Refer to the result of the research deposit of oxide at external side tube happening of concentration difference O2 below deposit with concentration of O2 in environment of Benzene Toluene Mixing (BTM), this difference yield anode side and cathode side so that reaction of corrosion happened. As protection to hamper sped of corrosion in the future for heat exchanger HEXX type is utilized corrosion inhibitor, since utilized HE-XX never use corrosion inhibitor."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
T20973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Rylzking
"ABSTRAK
E vapor a."Lor inerupakan sal ah sahu conhoh penukar kalor
jenis kompak. Evaporator yang dibahas disini adalah jenis
dongan all ran silang Cct-oss fhoxi}^. Pomasangan
fin-fin torsebut berfungsi untuk memperluas bidang
permukaan perpidahan kalor.
Evaporator telah banyak digunakan dan dikembangkan
baik konfigurasi geometrik maupun proses pierpindahan
kalornya. Dalam sistem pendinginan udara Cair
coTiidi Liortirt^y y evaporator memegang peranan paling penting
didalam siklus refrigerasi, yaitu mendinginkan media
seki tarnya.
Dal am proses perpindahan kalornya, evaporator yang
digunakan untuk pendinginan udara lembab, terjadi
perubahan f ase kondensasi di luar tube dan penguapan di
dal am tube. Perubahan fase ini sangat mempengaruhi
koefisien perpindahan kalor.
Pada kenyataannya koefisien perpindahan kalor
keseluruhan" tidak konstan, bervariasi terhadap lokasi
dan sangat dipengaruhi bilangan Reynold, sifat fisik
fluida, beda temperatur dan tekanan fluida. Karena
banyaknya variasi yang mempengaruhi perancangan
evaporator, tidak hanya perhitungan aritmatik tetapi lebih
khusus lagi karena banyaknya pertimbangan yang diberikan,
maka penyelesaiannya akan kompleks bila dilakukan dengan
perhitungan manual.
Perkembangan teknologi komputer dibidang software
maupun hardware, telah membantu perhitungan perekayasaan
yang kompleks, berulang dan iteratif. Dengan teknik finite
elemen dan metoda numerik, proses perhitungan rancangan
termal yang rumit dapat diselesaikan dengan kecepatan dan
akurasi yang tinggi. Penggunaan program Pascal,
memungkinkan menulis program, secara terstruktur dan mudah di mengerti."
1993
S36050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>