Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156393 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daffa Dhia Athalla
"Kandungan CO2 pada gas alam, harus dihilangkan karena merupakan pengotor pada industri gas bumi. Gas CO2 bersifat sangat korosif dan dengan cepat merusak jaringan pipa dan peralatan. Pemisahan gas CO2 yang saat ini sedang dikembangkan adalah teknologi membran. Keuntungan yang dimiliki teknologi membran adalah biaya operasi yang rendah, kebutuhan energi yang rendah dan pengoperasian yang fleksibel. Selulosa asetat merupakan polimer basa yang baik karena memiliki stabilitas kimia yang tinggi terhadap zat organik, bahannya relatif murah, dan polimer tersebut dikenal tinggi CO2. Kerugian dari selulosa asetat adalah memiliki permeabilitas CO2 yang rendah, sehingga diperlukan modifikasi membran untuk mencapai kinerja pemisahan gas yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pengembangan membran pembawa terimobilisasi dengan selulosa asetat sebagai polimer dasar yang ditambahkan dengan Polietilen glikol metil eter akrilat (PEGMEA). Radiasi electron beam dilakukan untuk meningkatkan sifat mekanik dari membran. Membran yang dihasilkan akan diuji kinerjanya menggunakan gas campuran biner CO2/CH4 dengan menvariasi tekanan umpan gas dan dosis radiasi electron beam 5 dan 10 kGy untuk melihat pengaruhnya terhadap permeabilitas dan selektivitas membran. Hasil penelitian menunjukan membran selulosa asetat PEGMEA 0,5% dengan dosis radiasi 5 kGy memberikan permeabilitas CO2 sebesar 165 barrer dan selektivitas CO2/CH4 sebesar 9 pada tekanan operasi 30 psi.

Carbon Dioxide in natural gas must be removed because it is an impurity in the natural gas industry. CO2 is highly corrosive and can damage pipelines and equipment. The separation of CO2 gas that is currently being developed is membrane technology. The advantages of membrane technology are low operating costs, low energy requirements and flexible operation. Cellulose acetate is a good basic polymer because it has high chemical stability against organic substances, the material is relatively cheap, and the polymer is known to be high in CO2. The disadvantage of cellulose acetate is that it has low CO2 permeability, so it is necessary to modify the membran to achieve high gas separation performance. The focus of this research is the development of immobilized carrier membrans with cellulose acetate as a basic polymer added with polyethylene glycol methyl ether acrylate (PEGMEA). Electron beam radiation is carried out to improve the mechanical properties of the membran. The resulting membrane will be tested for its performance using a CO2/CH4 binary gas mixture by varying the feed gas pressure and the dose of electron beam radiation of 5 and 10 kGy to see the effect on membrane permeability and selectivity. The results showed that 0.5% PEGMEA cellulose acetate membrane with a radiation dose of 5 kGy gave a CO2 permeability of 165 barrer and CO2/CH4 selectivity of 9.11 at an operating pressure of 30 psi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Fathur Rahman
"Gas bumi pada umumnya memiliki kandungan hidrokarbon dan non hidrokarbon. Kandungan non hidrokarbon ini salah satunya adalah karbon dioksida. Keberadaan karbon dioksida ini dapat menyebabkan banyak kerugian karena karbon dioksida ini dapat menyebabkan korosi pada sistem perpipaan dan pada peralatan. Oleh karena itu diperlukan pemisahan karbon dioksida dari gas bumi tersebut. Salah satu metode pemisahan karbon dioksida ini adalah dengan menggunakan teknologi membran. Salah satu membran yang sering digunakan adalah membran selulosa asetat. Namun untuk melakukan pemisahan gas karbon dioksida yang lebih baik, diperlukan modifikasi lanjut pada membran yang digunakan. Pada penelitian ini, pemodifikasian dilakukan dengan penambahan fixed carrier membrane dengan menggunakan selulosa asetat sebagai polimer dasar dan polyethylene glycol (PEG) serta polietilen glikol metil akrilat (PEGMEA) sebagai cross linker agent dan ditambah dengan radiasi electron beam. Hasil penelitian menunjukkan membran selulosa asetat yang dimodifikasi dengan penambahan PEG 200 dan PEGMEA 1% dengan dosis radiasi 40 kGy dengan tekanan 40 psi memberikan hasil yang baik diantara seluruh membran yang diuji dengan selektivitas terbesarnya sebesar 41,142 dan dengan permeabilitas CO2 sebesar 134,65 Barrer.

Natural gas generally contains hydrocarbons and non-hydrocarbons. One of the non-hydrocarbon content is carbon dioxide. The presence of this carbon dioxide can cause a lot of losses because this carbon dioxide can cause corrosion in piping systems and on equipment. Therefore, it is necessary to separate carbon dioxide from the natural gas. One method of separating carbon dioxide is to use membrane technology. One of the membranes that is often used is the cellulose acetate membrane. However, to perform a better separation of carbon dioxide gas, further modification of the membrane used is required. In this study, the modification was carried out by adding a fixed carrier membrane using cellulose acetate as the base polymer and polyethylene glycol (PEG) and polyethylene glycol methyl acrylate (PEGMEA) as a cross linker agent and coupled with electron beam radiation. The results showed that the modified cellulose acetate membrane with the addition of PEG 200 and PEGMEA 1% with a radiation dose of 40 kGy and tested with a pressure of 40 psi gave good results among all membranes tested with the highest selectivity of 41.142 with the value of permeability is 134.65 Barrer."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wa Ode Pradhani Mokezha Sabara
"CO2 adalah kontaminan utama dalam gas alam yang dapat dipisahkan menggunakan teknologi membran karena konsumsi energi yang rendah, desain kompak, dan perawatan minim. Selulosa asetat, dipilih karena stabilitas kimia tinggi, biaya terjangkau, dan selektivitas CO2 yang baik, namun perlu peningkatan permeabilitas. Penelitian ini memodifikasi selulosa asetat dengan sinar gamma, PEG, PEGMEA, dan Garam Mohr. Eksplorasi dosis radiasi (10 dan 100 kGy) dan tekanan operasional (10 hingga 100 psi) bertujuan meningkatkan performa membran. Hasilnya, membran dengan PEGMEA 7%, Garam Mohr 2,5%, dan dosis irradiasi 10 kGy memiliki permeabilitas 198,51 barrer dan selektivitas CO2/CH4 sebesar 13.

CO2 is a major contaminant in natural gas that can be separated using membrane technology due to its low energy consumption, compact design, and minimal maintenance. Cellulose acetate is chosen for its high chemical stability, affordability, and good CO2 selectivity, but it requires improved permeability. This research modifies cellulose acetate with gamma rays, PEG, PEGMEA, and Mohr's salt. The study explores radiation doses (10 and 100 kGy) and operational pressures (10 to 100 psi) to enhance membrane performance. The results show that a membrane with 7% PEGMEA, 2.5% Mohr's salt, and a 10 kGy irradiation dose achieves a permeability of 198.51 barrer and a CO2/CH4 selectivity of 13."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amritzar Aimar
"Proses pemisahan gas dengan membran merupakan teknologi alternatif dalam proses pemisahan gas CO2 dari gas alam. Keunggulan utama proses ini dibandingkan dengan proses lainnya adalah energi yang digunakan relatif rendah dan tidak menimbulkan Iimbah tambahan.
Proses pemisahan campuran gas pada membran terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas setiap komponen gas dari campuran tersebut. Gas dengan permcabilitns yang akan menembus membran lebih cepat dari gas dengan pcrmeabilitas yang lebih rendah, sehingga gas-gas yang lebih permeabel akan menembus membran sedangkan gas-gas yang kurang permeabel akan tertolak.
Poli-imida adalah salah satu membran dari jenis polimer glassy yang sangat berpotensi untuk pemisahan gas CO, dari campuran gas CO2 dan CH4 karena memiliki selektifitas yang untuk kedua gas tersebut.
Pada penelitian kali ini dilakukan pengujian terhadap membran poli-imida yang berbentuk lembaran dari Nitto Denko Co Ltd. Pcngujian dibagi menjadi dua tahap yaitu pengujian membran untuk kondisi ideal dan pengujian membran untuk kondisi aktul.
Tahap pertama adalah pengujian membran untuk kondisi ideal, yaitu pengujian permeabilitas gas murni CO2 dan gas mumi CH4 dengan variasi tekanan umpan, sehingga dapat diketahui pengaruh tekanan umpan terhadap permeabilitas gas dan selektifitas ideal membran untuk gas CO2 terhadap CH4.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perustabilitas gas CO2 mumi akan naik dengan dengan bertambahnya tekanan umpan, sedangkan permeabilitas gas CH4 mumi relatif konstan dengan bertambahnya tekanan umpan. Hal ini menyebabkan selektifitas ideal gas CO2 terhadap CH4 akan bertambah tekanan umpan, dimana selektifitas tertingi diperoleh pada tekanan umpan 1601.325 kPa dan 2101.325 kPa sebesar 29.9.
Dengan mengunakan selektifitas ideal tersebut, dilakukan pemodelan sistematis untuk memperkirakan komposisi di permean dan retentat, dan pengaruh fraksi yang permeat (stage cut) terhadap komposisi di permean dan retetat tersebut.
Tahap kedua adalah pengujian membran untuk kondisi aktual, yaitu pengujian membran untuk memisahkan campuran gas yang mengandung 38.85% CH, dan 61.15% CO2 dengan variasi stage cut. Sehinga dapat kita ketahui pengaruh stage cut terhadap komposisi gas di permeat dan retentan pada kondisi aktual.
Didapat baik dari hasil permodelan maupun dari hasil pengujian pada kondisi aktual bahwa stage cut berpengaruh terhadap komposisi gas di permeat dan retentan. Fraksi CHA di retentat bertambah dengan bertambahnya stage cut, sedangakan fraksi CO2 di permeat berkurang dengan bertambahnya stage cut.
Dari penelitian untuk kondisi aktual didapat kondisi operasi optimum yaitu pada tekanan umpan 2101.325 kPa dan stage cut 0.2563. Pada kondisi tersebut umpan gas yang mengandung 38.85% Ch4 dan 61.15% CO2 dapat ditingkatkan kandungan CH4-nya di aliran retentat menjadi 49.83% dengan CH4 recovery sebesar 95.39%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48894
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Rizki Hidayati
"Kandungan CO2 yang tinggi di dalam gas alam harus dihilangkan karena bersifat korosif dan menurunkan efisiensi gas termal pada industri gas bumi. Teknologi pemisahan CO2 dari gas alam berupa teknologi membran mulai banyak dikembangkan karena energi yang diperlukan untuk pemisahan tergolong rendah dan ramah lingkungan. Selulosa asetat (CA) merupakan polimer bahan organik dengan harga yang relatif murah dan efektif untuk pemisahan CO2 dari gas alam. Akan tetapi, permeabilitas CA terhadap CO2 masih tergolong rendah sehingga perlu modifikasi lebih lanjut untuk mencapai kinerja pemisahan yang tinggi. Fokus penelitian ini adalah pengujian kinerja membran yang telah dimodifikasi menjadi fixed carrier membrane (FCM) melalui penambahan polietilen glikol (PEG) dan polietilen glikol metil eter akrilat (PEGMEA) sebagai zat aktif membran untuk meningkatkan permeabilitas gas CO2 dan selektivitas pada membran. Pengujian kinerja membran dilakukan menggunakan gas murni CO2 dan CH4 serta gas campuran biner CO2/CH4 dengan memvariasikan tekanan gas umpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian menggunakan membran CA murni menunjukkan nilai permeabilitas CO2 sebesar 327 barrer dan selektivitas CO2/CH4 terbaik sebesar 3,94 pada tekanan 30 psi. Di sisi lain, pengujian dengan membran CA yang sudah dimodifikasi dengan PEG dan PEGMEA menghasilkan nilai permeabilitas dan selektivitas yang lebih baik dibandingkan membran selulosa asetat murni. Membran dengan PEG dan PEGMEA 3% memberikan permeabilitas CO2 sebesar 373 barrer dan selektivitas CO2/CH4 terbaik sebesar 12,8 pada tekanan 30 psi.

The high CO2 content in natural gas must be removed because it is corrosive and reduces the efficiency of thermal gas in the natural gas industry. The technology for separating CO2 from natural gas in the form of membrane technology is starting to be widely developed because the energy required for separation is low and environmentally friendly. Cellulose acetate (CA) is an organic polymer material that is relatively cheap and effective for separating CO2 from natural gas. However, CA's permeability to CO2 is still relatively low so further modification is needed to achieve high separation performance. The focus of this research is testing the performance of a membrane that has been modified to become a fixed carrier membrane (FCM) through the addition of polyethylene glycol (PEG) and polyethylene glycol methyl ether acrylate (PEGMEA) as membrane active substances to increase CO2 gas permeability and membrane selectivity. Membrane performance testing was carried out using pure CO2 and CH4 gas and CO2/CH4 binary mixture gas by varying the feed gas pressure. The research results showed that tests using a pure CA membrane showed a CO2 permeability value of 327 barriers and the best CO2/CH4 selectivity of 3.94 at a pressure of 30 psi. On the other hand, tests with CA membranes that had been modified with PEG and PEGMEA produced better permeability and selectivity values ​​than pure cellulose acetate membranes. Membranes with 3% PEG and PEGMEA provide CO2 permeability of 373 barriers and the best CO2/CH4 selectivity of 12.8 at a pressure of 30 psi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliani Kristinawati
"Dari berbagai macam polimer membran, selulosa triasetat masih jarang digunakan dalam pemisahan gas. Biasanya polimer tersebut digunakan untuk proses membran yang Iain, seperti osmosis batik, ultrafiltrasi maupun hipertilirasi. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kemungkinan panggunaan selulosa triasetat dalam pemisahan gas karbondioksida dari metana. Pengujian membran dilakukan di Laboratorium Research Grant FT UI. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kinerja membran adalah permeabilitas dan selektifitas. Dari penelitian diperoleh, permeabilitas dan selektifitas membran selulosa triasetat memungkinkan terjadinya pemisahan karbondioksida. Selektifitas terbaik membran komersial selulosa triasetat yang digunakan untuk umpan campuran gas metana dan karbondioksida dalam penelitian ini terjadi pada tekanan 5,51 bar dan fraksi umpan permeat terendah, yaitu sebesar 17.1994. Hasil penelitian pada kondisi ideal maupun kondisi aktual menunjukkan kemampuan membran yang cukup baik untuk pemisahan gas. Hal ini terlihat dan kemampuannya melewatkan karbondioksida yang dapat dilihat dari besamya perubahan karbondioksida di sisi umpan dan permeat. Hasil terbaik pada kondisi aktual yang dapat diperoleh pada penelitian ini adalah perubahan dari 4.52 % umpan hingga menjadi 22.948 % di sisi permeat. Dari penelitian ini disimpulkan, selulosa triasatat Iayak digunakan dalam pemisahan karbondioksida dan gas metana."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainu Safira Corni
"[ABSTRAK
Penelitian ini mengevaluasi kinerja absorpsi gas CO2 dari campurannya dengan
CH4 melalui membran kontaktor superhidrofobik. Kinerja kontaktor membran
superhidrofobik ini ditinjau dari empat parameter utama dengan variasi laju alir
pelarut DEA (100, 300 dam 500 mL/menit) dan jumlah serat membran kontaktor
(2000 dan 8000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan laju alir pelarut
DEA meningkatkan kinerja kontaktor membran superhidrofobik, dalam hal
koefisien perpindahan massa, fluks dan efisiensi penyerapan CO2. Sedangkan
kenaikan jumlah serat membran akan menurunkan koefisien perpindahan massa
dan fluks CO2. Namun, meningkatkan efisiensi penyerapan CO2 dan acid loading.
Koefisien perpindahan massa dan fluks CO2 tertinggi yang didapatkan pada
penelitian ini berturut-turut adalah 2,31 x 10-4 cm/s dan 7,15 x 10-6 mmol/cm2s pada
laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah serat membran 2000. Sedangkan efisiensi
penyerapan CO2 tertinggi adalah 72% pada laju alir DEA 500 mL/menit dan jumlah
serat membran 8000.
ABSTRACT
This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.;This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000., This study evaluates performance of CO2 absorption from its mixture with CH4
through membran contactor superhydrophobic. Superhidrophobic membrane
contactor performance is observed using four main parameters by varying the flow
rate of solvent DEA (100, 300 dam 500 mL/min) and the number of fiber membrane
contactors (2000 and 8000). The results showed that increasing DEA solvent flow
rate increase superhidrophobic membrane contactor performance, in terms of mass
transfer coefficient, flux and efficiency removal of CO2. While increasing the
number of fiber membrane will reduce the mass transfer coefficient and CO2 flux.
However, it will increase the efficiency removal of CO2 and acid loading. The
highest mass transfer coefficient and CO2 flux obtained in this study are
respectively 2,31 x 10-4 cm/s and 7,15 x 10-6 mmol/cm2s on DEA flow rate of 500
mL/min and the number of fiber membranes 2000. The highest CO2 absorption
efficiency is 72% at DEA flow rate of 500 mL/min and the number of fiber
membranes 8000.]"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S62292
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Radifan Sumarna
"In this study, the effectiveness of the absorption of CO2 using hollow fiber membrane contactors is evaluated based on variations in the gas flow rate, and the number of membrane. This study used membrane composed of 1000, 3000, 5000 fiber PVC and solvent PEG 300. The gas flow rate variation is 197, 300 and 380 mL min, while the rate of solvent used is 300 mL min. Variation in this research is gas flow rate, and membrane fibers. Based on the research mass transfer coefficient is 5,4 13,88 x 10 7 m s, flux is 1,99 ndash 9,11 x 10 5 mol m2.s, the amount of absorbed CO2 is 9,43 18,34 x 10 3 mmol s, dan absorption efficieny is 17,90 22,22.

Dalam studi ini, efektivitas penyerapan CO2 menggunakan kontaktor membran serat berongga dievaluasi berdasarkan variasi laju alir gas, dan dan jumlah membrane. Pada studi ini digunakan kontaktor membran yang terdiri dari 1000, 3000, dan 5000 serat PVC dan pelarut PEG-300. Laju alir gas yang digunakan adalah 197, 300, dan 380 mL/min, sedangkan laju pelarut yang digunakan adalah 300 mL/min. Gas yang digunakan pada penelitian ini adalah campuran CO2-CH4. Bedasarkan penelitian yang dilakukan nilai koefisien perpindahan massa sebesar 5,4-13,88 x 10-7 m/s, fluks 1,99 ndash;9,11 x 10-5 mol/m2.s, CO2 terabsorpsi 9,43-18,34 x 10-3 mmol/s, , dan efisieni penyerapan sebesar 17,90-22,22."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S69335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana Daya
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
S28545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriyansah Putera
"Telah dilakukan pengukuran kestabilan keluaran dan energi berkas elektron pada energi 9, 12, 16, dan 20 MeV hasil Linac Varian 210°C di RS. Persahabatan dalam periode pengamatan hampir kontinyu 1,5 bulan. Metode eksperimen dilakukan dengan menggunakan aplikator 10 x 10 cm2, SSD 100 cm dan menggunakan detektor bilik ionisasi Farmer yang diletakkan dalam fantom akrilik. Pengukuran output dilaksanakan pada kedalaman 2,5 cm sedangkan pengukuran energi didasarkan pada rasio output pada 2,5 cm terhadap output pada 3,5 cm. Hasil pengukuran menunjukan output dan energi Linac cukup stabil sesuai batas toleransi ± 2 %. Pengukuran output pada energi 6 MeV tidak dapat dilakukan pengukuran karena telah melampaui jangkauan dari berkas elektron.

Stability of output and energies for Linac Varian 210°C electron beams for energies 9, 12, 16, and 20 MeV at Persahabatan hospital within the period of 1,5 months were measured. Experiments were done at SSD 100 cm using applicator size 10 x 10 cm2 and Farmer ionization chamber in PMMA phantom. Output was measured at 2,5 cm depth while energy was determined as the ratio of outputs at 2,5 and 3,5 cm depths respectfully. Results showed outputs and energies of Linac is within acceptable ± 2% variabilities. Measurements at 6 MeV energy was not possible due to phantom limitation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S28899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>