Ditemukan 186194 dokumen yang sesuai dengan query
Rafa Diantania Irfan
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran dari Milk Tea Alliance sebagai aktivisme digital transnasional di Twitter dalam mengadvokasikan demokrasi bagi Thailand pada Protes Anti-Pemerintah Thailand 2020. Pada tahun 2020, Thailand mengalami protes besar-besaran menentang pemerintahan Prayuth Chan-o-cha yang dipicu oleh pembubaran Future Forward Party. Protes yang berlangsung hampir sepanjang tahun ini, mengalami eskalasi di bulan Oktober dengan semakin ketatnya pembatasan aktivitas protes dan maraknya penggunaan kekerasan oleh negara untuk merepresi protes. Oleh karena itu, gerakan prodemokrasi di Thailand berupaya meningkatkan visibilitas isu dan atensi akan protes yang terjadi, khususnya dari sekutu mereka, Taiwan dan Hong Kong, dengan menggunakan tagar #MilkTeaAlliance di Twitter. Dengan menggunakan konsep jaringan advokasi transnasional dan aktivisme digital, penggunaan tagar #MilkTeaAlliance merupakan bentuk aktivisme digital dengan adanya kontak transnasional yang membentuk jaringan advokasi transnasional antara Taiwan, Thailand, dan Hong Kong dalam wujud Milk Tea Alliance. Melalui penelitian dengan metode kualitatif melalui studi literatur dan dokumen virtual, penelitian ini menemukan bahwa Milk Tea Alliance berperan dalam mengadvokasikan demokrasi bagi Thailand dengan empat taktik, yaitu politik informasi melalui penyebaran informasi dan pembingkaian nilai-nilai universal, kekerasan terhadap tubuh, dan aksi solidaritas di media sosial; politik simbolis melalui penyeruan simbol salam tiga jari; politik pengaruh melalui keberhasilan memanggil negara lain dan organisasi internasional; dan politik akuntabilitas dengan menuntut pertanggungjawaban pemerintahan Prayuth atas komitmen terhadap perjanjian internasional. Namun, peranan Milk Tea Alliance pada Protes Anti-Pemerintah hanya sampai pada tahap pembentukan isu atau atensi dan posisi diskursif saja. Tertutupnya struktur peluang politik domestik di Thailand menjadi hambatan politik bagi pengaruh Milk Tea Alliance sebagai jaringan advokasi transnasional dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di Thailand.
This research aims to analyze the role of the Milk Tea Alliance as transnational digital activism on Twitter in advocating democracy for Thailand in the 2020 Thai Anti-Government Protests. In 2020, Thailand experienced massive protests against the Prayuth Chan-o-cha government triggered by the dissolution of the Future Forward Party. The protests, which lasted for most of the year, escalated in October with tighter restrictions on protest activities and the rampant use of violence by the state to repress the protests. Therefore, the pro-democracy movement in Thailand sought to increase the visibility of the issue and attention to the protests, especially from their allies, Taiwan and Hong Kong, by using the hashtag #MilkTeaAlliance on Twitter. Using the concepts of transnational advocacy networks and digital activism, the use of the #MilkTeaAlliance hashtag is a form of digital activism with transnational contacts that form a transnational advocacy network between Taiwan, Thailand, and Hong Kong in the form of the Milk Tea Alliance. Through a qualitative research method through literature study and virtual documents, this study found that the Milk Tea Alliance plays a role in advocating democracy for Thailand with four tactics: information politics through the dissemination of information and framing of universal values, violence against the body, and solidarity of actions on social media; symbolic politics through the invocation of the three-finger salute symbol; leverage politics through the success of calling other countries and international organizations; and accountability politics by holding the Prayuth government accountable for commitments to international agreements. However, the Milk Tea Alliance's role in the Anti-Government Protest only reached the stage of issue or attention formation and discursive positioning. The closed domestic political opportunity structure in Thailand is a political obstacle to the Milk Tea Alliance's influence as a transnational advocacy network in influencing policy change in Thailand."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
M Sbastian Rai
"Rencana penambangan batu Andesit di Desa Wadas untuk Proyek Strategis Nasional Bendungan Bener mendapat penolakan dari warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Penolakan didasarkan pada dampak buruk yang berpotensi membawa kerugian sosial, ekonomi, dan ekologis. Penolakan ini berujung pada konflik berkepanjangan. Sebagai akibatnya, warga Wadas menghadapi berbagai represivitas yang mengancam hak mereka dan lingkungannya. Dalam mempertahankan penolakan ini, Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aktivisme digital dengan memanfaatkan berbagai media sosial sebagai wujud resistensi. Salah satunya, melalui akun Twitter (@Wadas_Melawan), GEMPADEWA mempublikasikan berbagai postingan yang menginformasikan tujuan, perkembangan, dan dinamika resistensi yang mereka lakukan. Tulisan ini, menggunakan pendekatan Kriminologi Visual, bertujuan untuk mencermati visualitas yang diperlihatkan dalam publikasi-publikasi visual (berupa foto dan video) oleh GEMPADEWA. Tulisan ini juga dikonstruksi melalui pandangan Viktimologi Hijau. Dengan demikian, visualitas yang dicermati berkaitan dengan resistensi korban-penyintas kejahatan lingkungan terhadap represi dan viktimisasi lingkungan. Penelitian ini menunjukkan bahwa publikasi visual melalui Twitter dapat memediasi aktivisme digital GEMPADEWA yang memberikan visualitas yang kuat mengenai resistensi terhadap viktimisasi lingkungan. Visualitas resistensi yang ada dapat memperlihatkan dan memperluas cara melihat bentuk-bentuk represi dan viktimisasi lingkungan terhadap warga Wadas.
The Indonesian government plans to open an andesite mining in Wadas Village, Purworejo, Central Java, as a part of the national strategic project called the Dam of Bener. However, this plan was challenged by some residents since this project holds several negative impacts on social, economic, and ecology. This challenge led to a prolonged conflict where Wadas residents faced various repressive measures threatening their rights and environment. In maintaining this resistance, the local environmental activist Gerakan Masyarakata Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) has carried out digital activism by utilizing various social media as a form of resistance. One of them, through their Twitter account (@Wadas_Melawan), GEMPADEWA publishes various posts informing their goals and the dynamics of their resistance. Using the Visual Criminology and Green Victimology approach aims to examine the visuality shown in visual publications (photos and videos) by GEMPADEWA. Thus, the visuality examined is related to the resistance of victims of environmental crimes to environmental victimization. This research shows that visual publications through Twitter enable to mediate GEMPADEWA’s digital activism which provides a powerful visualization of resistance to environmental victimization. Visualizing existing resistance can provide us with widened ways of seeing forms of environmental victimization towards local people."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Anastasis Ruthie
"Petisi daring “Die Periode ist kein Luxus – Senken Sie die Tamponsteuer” menjadi platform bagi warga Jerman untuk menyampaikan ketidaksetujuan terhadap kebijakan tarif pajak produk menstruasi yang mencapai 19%. Pada platform ini para penandatangan petisi dapat menyampaikan alasan mereka menandatangani petisi tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana petisi daring “Die Periode ist kein Luxus – Senken Sie die Tamponsteuer” berfungsi sebagai platform aktivisme digital, sekaligus menggambarkan pengabaian hak perempuan di Jerman. Dengan menggunakan metode analisis semantik dan studi pustaka, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan ketidakadilan terhadap perempuan yang terjadi dalam pembuatan kebijakan di Jerman. Untuk mendapatkan data dari petisi daring, penelitian ini menggunakan alat bantu AntConc yang berfungsi untuk mencari frekuensi penggunaan kata pada alasan-alasan penandatangan petisi. Alasan-alasan tersebut menunjukkan adanya asumsi bahwa produk menstruasi adalah barang mewah dan terdapat diskriminasi terhadap perempuan melalui pajak ini. Secara keseluruhan, petisi ”Die Periode ist kein Luxus – Senken Sie die Tamponsteuer” membuktikan masih adanya ketidaksetaraan gender dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan di Jerman.
The online petition ”Die Periode ist kein Luxus – Senken Sie die Tamponsteuer” provides German citizens a forum to voice their disapproval of the 19% tax on menstrual products. The petition’s signatories can express the reasoning behind their signatures on this platform. This research analyses the online petition ”Die Periode ist kein Luxus – Senken Sie di Tamponsteuer” as a form of digital activism and an example of how women’s rights in Germany are disregarded. This research aims to show the discrimination against women in German policy-making using the semantic approach and textual analysis. To determine the frequency of word usage in the petition forum, this research uses the AntConc tool. The analysis of the petition shows that the tax on menstrual products is a form of discrimination against women. This research also finds that by putting menstrual products into luxury goods criteria, the German government neglected women’s perspectives and interests and therefore shows the inequality in policy decision-making in Germany."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Ifan Fadillah
"Aktivisme digital melalui media sosial kerap kali dilakukan oleh pengemudi ojek online untuk melakukan perlawanan atau resistensi terhadap penyedia layanan dalam konteks menolak kebijakan yang merugikan mitra pengemudi ojek online. Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa aktivisme digital melalui media digital memiliki kelebihan dan sering kali berhasil dalam mencapai tujuannya, yaitu terakomdasi tuntutan/keluhannya. Peneliti tidak sepenuhnya setuju dengan studi sebelumnya, peneliti berpendapat bahwa aktivisme digital yang dilakukan melalui media sosial oleh pengemudi ojek online tidak sepenuhnya efektif dalam memperjuangkan hak-haknya karena media digital memiliki kelemahan. Media sosial memiliki kemampuan untuk menghubungkan orang dengan mudah, namun media sosial justru mengarah kepada isolasi individu, terutama karena kelemahan koneksi online alternatif dibandingkan dengan pertemuan tatap muka tradisional. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara mendalam dengan sejumlah mitra pengemudi ojek online.
Digital activism through social media is often carried out by online motorcycle taxi drivers to fight or resistance against service providers in the context of rejecting policies that disserve online motorcycle taxi driver partners. Previous studies have stated that digital activism through digital media has advantages and is often successful in achieving its goals, to accommodate their demands/complaints. Researchers do not fully agree with previous studies, researchers argue that digital activism carried out through social media by online motorcycle taxi drivers is not fully effective in fighting for their rights because digital media has weaknesses. Social media has the ability to easily connect people, but social media leads to isolation of individuals, mainly because of the disadvantages of alternative online connections compared to traditional face-to-face meetings. The data in this study were obtained through literature study, document study, and in-depth interviews with a number of online motorcycle taxi driver partners."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ritonga, Rieska Winda
"
ABSTRAKAktivisme di masa ini telah muncul di lebih banyak tempat dengan terus berkembangnya ranah digital. Aktivitas ini disebut dengan aktivisme online. Ide dari tindakan ini tidak lagi dibatasi dalam mengisi peitis dan mengadakan demonstrasi di jalan-jalan. Meskipun relatif baru, aktivisme secara online mendapatkan tinjauan yang beragam karena dampaknya yang bervariasi terhadap tujuan yang dimaksud. Keberhasilan suatu aktivisme online selalu diperdebatkan masyarakat yang sering terbagi menjadi dua suara besar; sebagian berpendapat tindakan ini hanya sekedar slacktivism, sementara sebagian lainnya yang berpikir lebih baik untuk melakukan sesuatu daripada tidak sama sekali. Penelitian ini mengambil salah satu contoh dari aktivisme online, Always rsquo; LikeAGirl. Keberhasilan kampanye LikeAGirl akan diselidiki dan akan dihubungkan ke aktivitas memeticnya. Penelitian ini akan menganalisa keberhasilan dari kampanye tersebut berdasarkan tiga faktor dari meme sukses yang dinyatakan oleh Dawkins, yaitu memiliki jangka waktu beredar yang panjang longevity , kualitas replikatif fecundity , dan kualitas mudah diingat fidelity.
ABSTRACTActivism has now emerged to more platforms with the ever evolving digital realm. This activity is called online activism. The idea of act is no longer limited into filling in petitions and holding demonstrations on the streets. Although relatively new, online activism receives mixed reviews from public due to its varying impact towards the causes. The success of an online activism is always debated as the public is often divided into two those who think the act is merely slacktivism, and others who think it is better to do something than nothing at all. This research takes one example of an online activism, Always rsquo LikeAGirl. We will investigate the success of LikeAGirl campaign, linking it to its memetic activity. We will analyse the success based on three factors of a successful meme stated by Dawkins, which includes longevity, fecundity, and fidelity."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Nada Afina Putri Wisnu
"The Internet has allowed new methods of activism to bloom, one of it being slacktivism. This paper highlights the importance of slacktivists in promoting real-life activism in the #TolakOmnibusLaw (#RejectOmnibusLaw) case. Omnibus bill is perceived to be putting the laborers at disadvantage and furthering business owners advantages. This research looks deeper into how we can channel online slacktivism into tangible, real-life activism. In order to do so, this paper has selected seven tweets with the hashtag #TolakOmnibusLaw (#RejectOmnibusLaw) to be analyzed to achieve its research objectives. This study shows that the accounts that posted the tweets are managed by various types of people to prove that slacktivists do not only comprise of young people. An analysis of these tweets led to findings that slacktivists help advertise and organize real-life movements and that social media has created a new way for the general public and government officials to communicate in a much easier setting than before. In other words, online slacktivism to some degree can be channeled into real-life activism, particularly in creating awareness on certain issues.
Internet telah memungkinkan metode baru aktivisme untuk berkembang, salah satunya adalah slacktivism. Studi ini akan menyorot pentingnya slacktivists dalam mempromosikan aktivisme di kehidupan nyata dalam kasus #TolakOmnibusLaw. Omnibus law dipandang oleh masyarakat sebagai merugikan buruh dan hanya menguntungkan pengusaha. Penelitian ini menggali lebih dalam bagaimana slacktivism daring dapat disalurkan menjadi aktivisme di kehidupan nyata. Untuk mencapai tujuan makalah ini, dipilih tujuh tweet dengan tagar #TolakOmnibusLaw untuk dianalisis. Temuan menunjukkan bahwa tweet diunggah oleh akun-akun yang dikelola oleh berbagai tipe orang dan ini membuktikan bahwa slacktivists tidak hanya terdiri atas kaum muda. Analisis terhadap tweet menunjukkan bahwa para slacktivist membantu mengiklankan dan mengatur gerakan aktivisme di kehidupan nyata dan bahwa media sosial telah menciptakan cara baru bagi masyarakat umum dan pejabat pemerintahan untuk berkomunikasi dalam situasi yang jauh lebih mudah ketimbang waktu lalu. Dengan kata lain, pada level tertentu slacktivism di dunia daring dapat menjelma menjadi aktivitas di dunia nyata, khususnya dalam menciptakan kesadaran (awareness) pada isu tertentu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Vinka Aldavia
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami mekanisme panoptik digital dalam pengawasan melalui media sosial. Industri transportasi publik mengalami berbagai dinamika dan perubahan dalam operasinya, salah satunya pada perilaku penumpang. Pengguna transportasi dapat memanfaatkan media sosial untuk mengawasi operasi moda transportasi publik, khususnya MRT Jakarta dalam penelitian ini. Hasil penelitian menemukan bahwa media sosial sebagai tempat yang ideal untuk melakukan pengawasan, di mana kekuasaan-pengetahuan beroperasi di dalamnya dan menciptakan mekanisme panoptik digital. Panoptikon digital memungkinkan pengawasan terhadap operasi MRT Jakarta berjalan secara efektif. Secara umum, penelitian ini dapat memberikan gambaran untuk memahami mekanisme panoptik yang terjadi pada konteks masyarakat digital.
ABSTRACTThis study aims to understand the work of panoptic as a surveillance mechanism in the digital space, focusing on social media. The public transportation industry has encountered various dynamics, internal and external changes of its operation, one of which is the behavior of passengers. Social media users can now utilize social media to monitor the operation of public transportation, especially the MRT Jakarta in this study. The results found that the characteristics of social media have rendered an ideal means for surveillance, where power and knowledge reside to facilitate a panoptic mechanism. It is suggested digital panopticon enables the supervision of MRT Jakarta to work effectively. This study also offers a framework to understand the work of panoptic in a digital society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nurul Syifa Syahira
"@babufess merupakan salah satu autobase di media sosial Twitter yang digunakan oleh komunitas virtual pemain video game Genshin Impact, autobase ini menjadi wadah bagi komunitas pemain Genshin Impact di Twitter untuk saling berinteraksi. Kajian terdahulu yang meneliti mengenai penggunaan autobase berfokus terhadap bagaimana informasi dari autobase mempengaruhi perilaku pengguna autobase, sedangkan kajian mengenai komunitas virtual pemain video game cenderung membahas bagaimana interaksi pemain video game di media sosial membawa keuntungan untuk developer game. Masih sedikit kajian yang menganalisis kebudayaan digital yang terbentuk di dalam sebuah komunitas virtual. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis bagaimana penggunan autobase @babufess sebagai alat pendukung dalam komunitas virtual pemain Genshin Impact di Indonesia berperan dalam infrastruktur komunitas tersebut, dan interaksi yang terjadi dalam komunitas yang menggunakan autobase ini menunjukkan adanya budaya komunitas digital. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode netnografi dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan observasi. Analisis dalam penelitian ini menunjukkan bagaimana penggunaan teknologi digital dalam komunitas virtual berperan dalam pembentukan infrastruktur komunitas virtual dan budaya komunitas digital tersebut, dalam komunitas pemain Genshin Impact di Indonesia autobase termasuk ke dalam infrastruktur komunitas virtual, sementara interaksi individu yang berada dalam komunitas tersebut menunjukkan identitas, partisipasi individu dalam komunitas, dan sense of virtual community yang menjadi dimensi dalam kebudayaan komunitas digital.
@babufess is an autobase on Twitter that is used by the virtual community of Genshin Impact players, this autobase is a place for the Genshin Impact player community on Twitter to interact. Previous studies that examined the use of autobase focused on how information from autobase influences the user's behavior, while studies on virtual communities of video game players tend to discuss how the interaction of video game players on social media brings benefits to game developers. There are still few studies that analyze digital culture that is formed in a virtual community. Therefore, this study aims to analyze how the use of @babufess autobase as a supporting tool in the virtual community of Genshin Impact players in Indonesia plays a role in the infrastructure of the community, and the interactions that occur in communities that use this autobase indicate the existence of a digital community culture. The approach used in this study is a qualitative research approach using netnography methods with in-depth interviews and observation data collection techniques. The analysis in this study shows how the use of digital technology in virtual communities plays a role in the formation of virtual community infrastructure and digital community culture, in the Genshin Impact player community in Indonesia autobase is included in the virtual community infrastructure, while interactions that happens in the community show identity, individual participation, and a sense of virtual community which is a dimension of the digital community culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ayun Amrity
"Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan intimasi yang terbentuk melalui kencan buta dan kencan kilat secara virtual. Studi-studi sebelumnya terkait kencan buta banyak berfokus pada aplikasi kencan online, yaitu bagaimana individu membentuk citra diri secara visual, persepsi mereka, serta wujud dari komodifikasi cinta dan kesepian. Berbeda dengan ciri khas kencan online, Virtual Blind Date membatasi individu secara visual dan membatasi Individu untuk memilih pasangannya sendiri. Individu hanya bisa membangun hubungan dalam waktu 15 menit dan melalui telepon suara saja. Peneliti berargumen bahwa intimasi yang dikembangkan melalui Virtual Blind Date berpotensi menjadi confluent love karena interaksinya yang cenderung netral gender melalui obrolan yang mengutamakan usaha (respon) resiprokal, penilaian terhadap pasangan yang bersifat reflektif terhadap keinginan/ kriteria individual, hubungan yang rapuh, dan peserta memiliki kemampuan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan interaksi. Sehingga, pembentukan intimasi dalam waktu singkat tersebut sesuai dengan karakteristik confluent love. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui observasi partisipatoris dan wawancara mendalam para partisipan di @VirtuaBlindDate.
The purpose of this study is to explain the intimacy that is formed through blind dating and virtual speed dating. Previous studies related to blind dating have mostly focused on online dating applications, namely how individuals form a visual self-image, their perception, and the manifestation of the commodification of love and loneliness. In contrast to the characteristics of online dating, Virtual Blind Date limits the participant to choose their partner. Individuals can only build relationships within 15 minutes and via voice calls. The researcher argues that intimacy developed through Virtual Blind Date has the potential to become confluent love because of its gender-neutral interactions through conversations that prioritize reciprocal efforts (responses), reflective assessments of their partners based on individual desires/criteria, fragile relationships, and participants' choice to continue or discontinue the interaction. Thus, the formation of intimacy in a short time is following the characteristics of confluent love. This study uses a qualitative approach through participatory observation and in-depth interviews with participants at @VirtuaBlindDate."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"This book, which was first published in 1972, is not a collection of case-studies in cost-benefit analysis, of which there had been already several in use employing techniques of varying degrees of sophistication. Nor is it a manual of instruction with particular orientation for less developed counties, such as those produced under the auspices of the U.N. and the O.E.C.D. What this volume does attempt is to introduce the student of economics to the logic and the concepts used in cost-benefit analysis."
London: Routledge, 2020
e20529119
eBooks Universitas Indonesia Library