Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153767 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Regita Septiani
"Praktik pemberian makanan prelakteal masih menjadi masalah yang harus diatasi Indonesia karena dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan bayi. Meskipun persentase praktik pemberian makanan prelakteal sudah cenderung menurun, ketidakmerataan masih terjadi berdasarkan beberapa dimensi ketidakmerataan, seperti jenis kelamin anak, usia ibu, pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, status ekonomi, wilayah tempat tinggal, provinsi, kunjungan ANC, IMD, dan penolong persalinan. Sebagai upaya mengatasi ketidakmerataan yang terjadi pada berbagai indikator kesehatan, WHO mengeluarkan sebuah aplikasi bernama Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) dan Health Equity Assessment Toolkit Plus (HEAT Plus). Aplikasi tersebut mampu mengidentifikasi ketidakmerataan melalui berbagai ukuran ketidakmerataan. Penelitian ini menggunakan sumber data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, 2007, 2012, dan 2017. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketidakmerataan praktik pemberian makanan prelakteal terjadi pada pendidikan ibu, status ekonomi, wilayah tempat tinggal, provinsi, IMD, dan penolong persalinan, namun dengan tingkat ketidakmerataan yang berbeda-beda. Tren ketidakmerataan cenderung mengalami penurunan dari tahun 2002 hingga tahun 2017 pada seluruh variabel, kecuali provinsi yang justru menunjukkan ketidakmerataan tertinggi terjadi pada tahun 2017. Praktik pemberian makanan prelakteal menurut provinsi juga menunjukkan ketidakmerataan tertinggi dibandingkan dimensi ketidakmerataan lainnya.

Prelacteal feeding practices still be a problem in Indonesia and need to be addressed because it may cause a negative impact on the health of the baby. Even though the percentage of prelacteal feeding practices has decrease time to time, inequality still occurs based on several dimensions of inequality, such as child sex, mother's age, mother's education, mother’s working status, economic status, area of residence, province, visits to ANC, early initiation of breastfeeding, and birth attendants. To overcome the inequalities that occur in various health indicators, WHO issued an application called the Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) and Health Equity Assessment Toolkit Plus (HEAT Plus). The application can be used to identify inequality through various inequality measures. This study used the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) in the year of 2002, 2007, 2012, and 2017 as the data sources. The results this study found that there were an inequality of prelacteal feeding practices by the mother's age, mother's education, economic status, area of residence, province, visit ANC, early initiation of breastfeeding, and birth attendants with various degrees of inequality. The trend of inequality tended to decrease from 2002 to 2017 in all variables, except for the province which actually showed the highest inequality in 2017. Prelacteal feeding practices by province also showed the highest inequality compared to other dimensions of inequality that used in this study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riviana
"Imunisasi adalah salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling efektif untuk mencegah anak-anak tertular penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Di Indonesia cakupan imunisasi lengkap telah mencapai target. Namun, masih ada ketimpangan dalam cakupan imunisasi berdasarkan jenis kelamin, pendidikan ibu, status sosial ekonomi keluarga, daerah perumahan dan provinsi daerah. Untuk melihat ketidaksetaraan, WHO mengeluarkan aplikasi yang disebut Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) dan Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) plus. Dengan aplikasi ini peneliti dapat mengidentifikasi perbedaan dalam indikator kesehatan antara subkelompok populasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data SDKI. Pengukuran ketimpangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah selisih, rasio, Slope index of Ketimpangan (SII), Perbedaan Rata-rata dari Subkelompok Berkinerja Terbaik (MDB), indeks relatif ketimpangan (RII), Rata-rata Perbedaan dari Rata-rata (MDM). Hasil analisis menunjukkan bahwa ada kesamaan dalam jenis kelamin anak dan daerah tempat tinggal, tetapi di sisi lain masih ada ketidaksetaraan yang terjadi dalam pendidikan ibu, status ekonomi keluarga dan daerah provinsi dari 1994 - 2012. Berdasarkan pendidikan ibu perbedaannya adalah 48 dan 3,1, berdasarkan perbedaan status ekonomi keluarga 32,8 dan rasio 1,7 dan berdasarkan perbedaan wilayah provinsi 56,5 dan rasio 2,8.

Immunization is one of the most effective public health interventions to prevent children from contracting vaccine-preventable diseases. In Indonesia, complete immunization coverage has reached the target. However, there are still imbalances in immunization coverage by sex, mother's education, family's socioeconomic status, housing area and regional provinces. To see inequality, WHO issued an application called the Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) and Health Equity Assessment Toolkit (HEAT) plus. With this application researchers can identify differences in health indicators between population subgroups. In this study researchers used the IDHS data. Inequality measurements used in this study are the difference, ratio, Slope index of Inequality (SII), Average Difference of the Best Performing Subgroups (MDB), relative inequality index (RII), Average Difference from Average (MDM) . The results of the analysis show that there are similarities in the sex of the child and the area of ​​residence, but on the other hand there are still inequalities that occur in maternal education, economic status of the family and the provincial region from 1994 to 2012. Based on maternal education the difference is 48 and 3.1, based on differences in family economic status 32.8 and ratio 1.7 and based on differences in provinces 56.5 and ratio 2.8."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Fitri Alfiani
"Salah satu gagalnya program ASI Eksklusif adalah pemberian makanan prelakteal sebelum ASI keluar dalam 1-3 hari. Prelakteal masih menjadi masalah malnutrisi di dunia, di Vietnam 9,3% anak usia di bawah 5 tahun mengalami stunting, dan 17,5% nya underweight dengan 1 dari 3 bayi tidak diberi ASI dalam 1 jam kelahiran, dan diberikan makanan prelakteal. Angka pemberian makanan prelakteal di Indonesia cukup tinggi, 95% bayi mendapatkan ASI namun 44% nya mendapatkan makanan prelakteal (SDKI 2017). Penelitian bertujuan melihat faktor-faktor yang berhubungan terhadap pemberian makanan prelakteal pada bayi usia 0–23 bulan di Indonesia. Penelitian menggunakan data SDKI 2017 dengan rancangan studi potong lintang. Sampel penelitian yaitu ibu yang memiliki bayi usia 0-23 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 6425. Data dianalisis secara univariat, dan bivariat. Presentase ibu yang memberikan prelakteal 45,7%, dan 54,3% lainnya tidak. Sebagian besar ibu melakukan IMD secara segera yaitu 58,2%, 56,7% ibu memiliki tingkat pendidikan menengah, 47,1% ibu memiliki status ekonomi bawah, 51,4% ibu tinggal di pedesaan, 54,0% ibu tidak bekerja, 88,4% ibu melakukan pemeriksaan antenatal lebih dari 4 kali, 76,6% ibu melahirkan ditolong petugas kesehatan, 78,1% melahirkan di fasilitas layananan kesehatan, 81,9% ibu melahirkn secara pervaginam, dan 68,3% ibu sudah melahirkan lebih dari 1 anak. Terdapat hubungan yang signifikan antara IMD, tingkat pendidikan ibu, status ekonomi ibu, jenis persalinan, dan jumlah anak terhadap perilaku pemberian makanan prelakteal pada bayi usia 0-23 bulan di Indonesia.

One of the failures of the exclusive breastfeeding program is prelacteal feeding before the milk comes out in 1-3 days. Prelacteal is still a problem of malnutrition in the world, in Vietnam 9.3% of children under 5 years of age are stunted, and 17.5% are underweight with 1 in 3 babies not breastfed within 1 hour of birth, and given prelacteal food. The prelacteal feeding rate in Indonesia is quite high, 95% of babies get breast milk but 44% of them get prelacteal food (2017 IDHS). The aim of this study was to look at the factors related to prelacteal feeding in infants aged 0–23 months in Indonesia. The study used the 2017 IDHS data with a cross-sectional study design. The sample of this research is mothers who have babies aged 0-23 months who meet the inclusion and exclusion criteria (n=6425). Data were analyzed by univariate and bivariate. The percentage of mothers who gave prelacteal was 45.7%, and 54.3% did not. Most of the mothers did breastfeed immediately (58.2%), 56.7% of mothers had secondary education, 47.1% of mothers had lower economic status, 51.4% of mothers lived in rural areas, 54.0% of mothers were not working, 88.4% of mothers did antenatal care more than 4 times, 76.6% of mothers gave birth assisted by health workers, 78.1% gave birth in health care facilities, 81.9% of mothers gave birth vaginally, and 68.3% of mothers had given birth more than 1 child. There is a significant association between early breastfeeding, mother's education level, mother's economic status, type of delivery, and number of children with prelacteal feeding practices in infants aged 0-23 months in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pingkan Aprilia Widyasari
"Indonesia masih dihantui Angka Kematian Ibu AKI yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara Region Asia Tenggara, yaitu 190 per 100.000 kelahiran hidup. AKI dapat direduksi dengan persalinan dengan perawatan yang terampil. Kementerian Kesehatan RI sejak tahun 2015 menetapkan persalinan yang aman adalah persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan nakes di fasilitas pelayanan kesehatan fasyankes. Meskipun cakupan pertolongan persalinan oleh nakes dan persalinan di fasyankes di Indonesia sudah tinggi, tetapi masih terdapat perbedaan cakupan menurut umur ibu, tingkat pendidikan ibu, status ekonomi, wilayah tempat tinggal, dan provinsi.
Untuk memudahkan penghitungan ketidakmerataan kesehatan antar negara dan mengetahui daerah mana yang tertinggal, WHO mengeluarkan aplikasi bernama Health Equity Assessment Toolkit HEAT dan Health Equity Assessment Toolkit HEAT Plus, aplikasi ini mampu mengidentifikasi perbedaan dalam indikator kesehatan antar subkelompok populasi. Peneliti dapat memasukkan data sendiri ke dalam aplikasi HEAT Plus, dalam penelitian ini peneliti menggunakan data SDKI.
Hasil analisis menunjukkan cakupan persalinan oleh nakes dan persalinan di fasyankes meningkat dari tahun 1994-2012. Cakupan tersebut terkonsentrasi pada ibu berumur 25-39 tahun, ibu dengan tingkat pendidikan SMP, ibu dengan kuintil kekayaan terkaya, ibu yang tinggal di daerah perkotaan, dan ibu yang tinggal di wilayah Sumatera dan Jawa. Ukuran ketidakmerataan yang mengalami penurunan tertinggi adalah Population Attributable Risk PAR dan Population Attributable Fraction PAF. Ketidakmerataan cakupan persalinan oleh nakes cenderung mengalami penurunan pada semua dimensi, sedangkan ketidakmerataan cakupan persalinan di fasyankes mengalami peningkatan pada dimensi provinsi.

Indonesia is still haunted by a relatively high Maternal Mortality Rate MMR compared to the Southeast Asian Region countries, which is 190 per 100,000 live births. MMR can be reduced by delivery with skilled care. The Ministry of Health of Indonesia since 2015 established a safe delivery is the delivery done by Skilled Birth Attendants SBA in health service facilities. Although coverage of delivery assistance by SBA and delivery in health service facilities in Indonesia is high, but there are still coverage differences based on age, education level, economic status, residence, and province.
To facilitate the calculation of health inequalities between countries and to know which areas are left behind, WHO issued an application called Health Equity Assessment Toolkit HEAT and Health Equity Assessment Toolkit HEAT Plus, this application is able to identify differences in health indicators among subgroups of the population. Researchers can enter their own data into HEAT Plus application, in this research the researcher use SDKI data.
The results showed that the coverage of delivery by SBA and childbirth in health service facilities increased from 1994 to 2012. The coverage was concentrated in mothers aged 25 39, mothers with secondary and above educational level, mothers with richest quintiles, mothers living in urban areas, and mothers who live in Sumatra and Java. The highest decreasing inequality size is Population Attributable Risk PAR and Population Attributable Fraction PAF. Inequality of delivery coverage by SBA tends to decrease in all dimensions, whereas the inequality of delivery coverage in health service facilities has increased in the provincial dimension.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nandika Putri
"Makanan prelakteal adalah makanan atau minuman selain ASI yang diberikan kepada bayi sebelum menyusui dalam 3 hari pertama kehidupan yang dapat menyebabkan gagalnya pemberian ASI Eksklusif dan mendorong risiko infeksi dan malnutrisi yang kemudian berdampak pada stunting. Satu dari dua bayi yang pernah diberikan ASI di Indonesia pernah diberikan makanan prelakteal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan perilaku pemberian makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari SDKI tahun 2017 dengan rancangan studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 0 – 23 bulan yang memenuhi kriteria inklusi dengan jumlah 1.224 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 54,4% ibu yang memberikan makanan prelakteal. Pada analisis hubungan didapatkan hasil bahwa usia ibu, paritas, IMD, dan jenis persalinan memiliki hubungan yang signifikan dengan pemberian makanan prelakteal pada bayi (p-value < 0,05). Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan IMD sebagai faktor dominan yang menyebabkan pemberian makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera (OR 6,06) yakni ibu yang terlambat memberikan IMD berpeluang 6 kali lebih berisiko untuk memberikan makanan prelakteal pada bayi di pulau Sumatera setelah dikontrol oleh variabel berat lahir, ANC, jenis persalinan, usia ibu, paritas, dan tenaga penolong persalinan.

Prelacteal is anything other breastmilk that given to infants before breastfeeding in the first 3 days of life which can cause failure of exclusive breastfeeding and may increased risk of infection and malnutrition which then will impact on stunting. One in two babies who have been breastfed in Indonesia have been given prelacteal. This study aims to determine the determinants of prelacteal feeding behavior in infants on the island of Sumatra. This study uses data from the 2017 IDHS with a cross sectional study design. The sample of this study was mothers who had babies aged 0-23 months with the inclusion criteria with a sum of 1,224 respondents. The results showed that there were 54.4% of mothers who gave prelacteal. From correlations analysis it was found that maternal age, parity, IMD, and type of delivery were associated with prelacteal feeding to infants (p-value < 0.05). The results of the logistic regression analysis showed that IMD as the dominant factor that causes prelacteal feeding (OR: 6.06) where mothers who are late in giving IMD are 6 times more likely to giving prelacteal to infants after being controlled by weight. birth, ANC, type of delivery, maternal age, parity, and birth attendants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audie Hadiwidjaja
"Tesis ini membahas mengenai hubungan antara merk yang kuat terhadap kepercayaan atas rumah sakit. Dalam industri jasa pelayanan kesehatan di mana produknya sulit untuk dievaluasi, kepercayaan memainkan peranan yang penting dalam menentukan pilihan rumah sakit. Kepercayaan dipengaruhi oleh banyak hal, dan merk yang kuat akan meningkatkan kepercayaan terhadap produk yang intangible dengan mempermudah pemahaman dan visualisasi apa yang akan mereka dapatkan. Walaupun literature mengenai ekuitas merk telah berkembang, pemahaman mengenai ekuitas merk dalam industri jasa, terutama dalam industri perumahsakitan masih sangat terbatas.
Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif, yang mencoba meneliti pengaruh dimensi ekuitas merk berbasis konsumen (kesadaran merk, asosiasi merk, persepsi kualitas, dan loyalitas merk) terhadap kepercayaan atas Rumah Sakit. Data primer berupa sampel yang diambil adalah 110 pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Mitra Plumbon, suatu Rumah Sakit Swasta di Kabupaten Cirebon yang baru berusia 5 tahun namun mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat baik, dipilih menggunakan stratified quota sampling, dengan menggunakan alat bantu kuesioner selama periode Februari - April 2009. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisa secara univariat, bivariat dengan melihat Korelasi Pearson, maupun multivariat dengan menggunakan regresi linier berganda, untuk sampai pada kesimpulan pengaruh masing-masing dimensi dari ekuitas merk dan dimensi mana yang memiliki pengaruh paling besar.
Hasil penelitian menemukan bahwa asosiasi merk, persepsi kualitas, dan loyalitas merk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepercayaan. Persepsi kualitas merupakan dimensi yang memiliki pengaruh paling besar, diikuti loyalitas merk dan asosiasi merk. Penelitian ini mengkonfirmasi penyataan bahwa merk yang kuat akan meningkatkan kepercayaan terhadap suatu layanan. Implikasi dari temuan ini adalah bahwa rumah sakit perlu memiliki fungsi pemasaran yang dapat melakukan manajemen merk secara strategis, sambil terus berusaha meningkatkan persepsi kualitas, loyalitas merk, dan asosiasi merknya melalui manajemen kualitas, manajemen relasi pelanggan, komunikasi pemasaran, dan relasi publik yang efektif.

The focus of this study is the relationship between strong brand and trust on a hospital. In healthcare, where the product is difficult to evaluate, trust plays an ever important role in hospital selection. While many factors cantribute to trust, strong brand will increase customer's trust of invisible products while helping them to better understand and visualize what they are buying. Despite the growing body of knowledge in brand equity, the understanding of brand equity in service, especially healthcare, is still limited.
This study is a survey using quantitative approach, trying to study the relationship of Consumer-Based Brand Equity dimensions (brand awareness, brand association, perceived quality, and brand loyalty) and trust on hospital. Primary data of 110 samples of Mitra Plumbon Hospital inpatients were selected using stratified quota sampling mechanism, with questionnaire as data collection tools during the period of February until April 2009. Data collected is analysed statistically (univariate, bivariate using Pearson Correlation, and Multivariate using Multiple Regression) to arrive at the conclusion on whether there is a significant correlation between brand equity dimensions and trust, and which dimension shows the greatest influence.
The study finds that brand association, perceived quality and brand loyalty are higly correlated with trust. Among the three, perceived quality shows the greatest effect, followed by brand loyalty and brand association. The study confirms that strong brand will increase trust of a service. The implication for hospital is that hospitals need to have marketing function that can perform strategic brand management, while putting endeavor to increase perceived quality, brand loyalty, and brand association through effective quality management, customer relationship management, marketing communication, and public relation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T21804
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Suananda Yhossie
"Latar Belakang. Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol atau desain atau kombinasi dari hal-hal tersebut.. Merek dikatakan dapat menambah atau mengurangi nilai dari suatu perusahaan atau disebut ekuitas merek. Ekuitas merek ini terdiri dari 4 elemen yaitu, kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Tugas pemasaran adalah menanamkan merek dalam benak pelanggan, karena merek mempengaruhi keputusan pembelian pelanggan. Tesis ini membahas analisa hubungan demografi pelanggan dengan ekuitas merek RS Karya Bhakti Bogor.
Metode. Penelitian ini bersifat analisis dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dengan survey menggunakan kuesioner. Sampel adalah pelanggan poliklinik rawat jalan RS Karya Bhakti Bogor yang membayar sendiri dan telah berkunjung minimal untuk kedua kalinya pada saat penelitian berlangsung. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Kai Kuadrat, analisis multivariate dengan uji regresi logistik.
Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikkan dan pengeluaran dengan ekuitas merek RS Karya Bhakti Bogor. Pelanggan dengan tingkat pendidikkan kurang sama dengan SMA dan pengeluaran kurang dari 3 juta rupiah per bulan mempunyai kemungkinan lebih besar memiliki ekuitas merek RS Karya Bhakti yang lebih kuat.

Background. Brand is name, term, symbol or design or their combination. Brand acts as added value or negative value of a company or brand equity. Brand equity are consists of four (4) elements which are brand awareness, brand association, quality perception and brand loyalty. Marketing function is to put the brand in customer's mind as brand influence the buying decision of customer. This thesis examines and analyzes relationship of customer's demography with brand equity of Karya Bhakti Hospital, Bogor.
Methode. This research had analytical characteristic with cross sectional approach. Data collection performed with survey by questionnaire. The samples are outpatient customer of policlinic of Karya Bhakti Hospital Bogor which self paid and has visited the hospital for the second time or more. Data analysis are using univariate analysis, bivariate analysis with Ci Square test, multivariate analysis with logistic regretion.
Result. Research analysis showed that significant relationship among education level and expenses with brand equity Karya Bhakti Hospital Bogor. Customer with education level Senior high School or less and customer who had expenses of 3 million rupiah per month or less had much stronger brand equity of Karya Bhakti Hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21792
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Ruditya Surya
"Penelitian ini membahas tentang pengaruh Seasoned Equity Offering berupa Right Issue terhadap return dan likuiditas perdagangan saham perusahaan tercatat non-keuangan yang terjadi di Bursa Efek Indonesia dalam rentang waktu tahun 2006- 2013yang dibedakan kedalam dua variabel pembeda berdasarkan jenis rights issue (sweetened and unsweetened) dan tingkat financial distress(safe, grey dan distress zone).Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah event study.Hasil penelitian membuktikan bahwa penerbitan modal tambahan melalui rights issue bukan merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan dengan tingkat financial distress rendah yang mengalami respon negatif dari pasar atas return dan likuiditas perdagangan saham. Namun fakta yang terjadi pada perusahaan yang berada dalam safe zone tidak berlaku bagi perusahaan tercatat yang berada dalam grey dan distress zone, yang mendapat respon positif pasar.Efek pemanis (sweetener)berupa waran memberikan pengaruh kepada peristiwa rights issue yang terbukti dengan peningkatan return dan likuiditas perdagangan saham yang terjadi pada perusahaan yang berada dalam grey dan distress zone.

This research examines about the effect of Seasoned Equity Offering in the form of Rights Issue onreturn and liquidity of stock trading of non-financial listed company in Indonesian Stock Exchange within 2006-2013which are distinguished into two variables based on type of rights issue (sweetened and unsweetened) and level of financial distress (safe, grey and distress zone).The research method used in this study is event study.The research proves that the issuance of additional capital through rights issue is not a right option for low distress companies which have negative response from market over the return and liquidity of stock trading. However, the fact that occurs in companies which are in the safe zone does not apply for companies which are in grey and distress zone because they get positive market response.The sweetener in the form of warrants gives effect to the rights issue which is proved with the increase of return and liquidity of stock trading for companies in grey and distress zone."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Seskjuai Kustjiptafelia
"Saat ini bisnis kafe tumbuh pesat terutama di kota besar. Hanya kurang dari 5 tahun sejak Starbucks pertama dibuka di Indonesia, kebiasaan konsumen SES AB dalam mengunjungi kafe berkembang dengan sangat pesat. Fungsi kale tidak lagi seperti 5 tahun yang lalu, saat ini kafe lebih cenderung kearah tempat tujuan ketiga setelah rumah dan kantor, dimana konsumen tidak sekedar datang untuk minum kopi tetapi juga sebagai tempat untuk berbisnis, bertemu teman dan relasi, atau sebagai tempat beristirahat seteiah mengalami kelelahan. Kale sudah merupakan gaya hidup di kaiangan masyarakat urban khususnya mereka yang berasal dari SES AB, yang mau menyisihkan uangnya yang tidak sedikit untuk sekedar mampir ke kafe.
Melihat semakin meningkatnya permintaan akan kafe, tidak mengherankan jika semakin hail semakin banyak kafe yang mencoba beroperasi, baik itu kafe lokal maupun kafe yang merupakan merek asing yang mencoba peruntungannya di Indonesia. Salah satu kafe yang paling pesat perkembangannya adalah Starbucks, saat ini Starbucks telah membuka 49 gerai kafe yang tersebar di 6 kota besar di Indonesia. Starbucks yang memiliki reputasi kuat di tingkat internasional berhasil menunjukkan kekuatan mereknya di Indonesia, hal ini tentu saja tidak terlepas dari strategi pemasaran yang dilakukannya.
Karya akhir ini bertujuan untuk melihat kekuatan merek Starbucks dibandingkan dengan 5 kompetitor utamanya di Indonesia. Tiga tujuan utama yang akan digali melalui karya akhir ini yaitu, tujuan yang pertama ialah melihat faktorfaktor pembangun brand equity, terutama pada variabel perceived quality dan brand association, tujuan kedua ialah menghitung brand equity dari 6 pemain utama dalam bisnis ini menggunakan metode Customer Based Brand Equity (CBBE). Sedangkan tujuan yang terakhir adalah met ihat segmentasi dari konsumen kafe.
Karya akhir ini menggunakan metode eksploratory untuk mencari bahan rujukan dari berbagai sumber agar dapat mendalami permasalahan yang akan diteliti dan deskriptif yang digunakan untuk menjelaskan basil dari penelitian secara terstruktur dan sistematis. Tahap pengumpulan data melalui 3 tahap yaitu pertama tahap kualitatif menggunakan indepth interview yang bertujuan untuk menggali informasi yang iebih mendalam mengenai profit orang-orang yang biasa mengunjungi kafe, kebiasaan mereka dalam mengunjungi kale dan menggali informasi mengenai atribut yang melekat dengan kafe. Informasi ini kemudian akan dipakai untuk membangun kuesioner yang akan digunakan pada tahap kedua, yaitu tahap kuantitatif. Pada tahap ini 100 responden yang merupakan target market dari Starbucks dipilih sebagai sample menggunakan Non probability sampling, analisa dalam penelitian ini menggunakan teknik validitas dan realibilitas, means, weighting, cross tabulation dan Brand Map®. Selanjutnya tahap ketiga merupakan tahap kualitatif mengunakan indept interview yang bertujuan untuk menentukan segmentasi dari konsumen kafe.
Dari basil analisa riset pemasaran yang dibantu dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13,0 dan Brand Map® diperoleh beberapa temuan penting. Bahwa atribut pembentuk perceived quality adalah; rasa kopi yang nikmat, kopi terbaik, makanannya enak, pegawainya cepat, pegawai ramah dan tabu produk, penampilan pegawai menarik, pesanan sesuai dengan yang dipesan, selalu bersih dan rapi, dan memiliki jam buka yang sesuai. Sedangkan atribut pembentuk brand image ialah: lokasi strategis, layout dan kursi yang nyaman, membuat betah berlama-lama, suasana nyaman dan tidak ramai, musiknya enak, memiliki area smoking terpisah, bisa memesan sesuai sclera, tersedia minuman lain, harganya sesuai, tersedia wvi-fr, dan menunjukkan status.
Dalam penghitungan CBBE, nilai tertinggi di antara 6 kafe yang diteliti ternyata ditempati oleh Starbucks, dengan nilai yang sangat jauh meninggalkan pesaing-pesaingnya. Untuk urutan selanjutnya secara berurutan ditempati oleh Coffee Bean, Bakoel Koine, Oh la Ia, Excelso, dan Gloria Jeans. Sementara dari basil analisa Brand Map® tampak bahwa Starbucks bersaing ketat dengan Coffee Bean, Bakoel Koffie bersaing dengan Gloria Jeans dan Excelso, sementara Oh La La tidak memiliki kompetitor terdekat. Sementara kafe yang memberikan Iayanan kopi terbaik dengan rasa kopi nikmat dan menyediakan musik yang enak masih merupakan posisi yang belum diisi oleh 6 pemain utama di bisnis ini.
Adapun dalam analisa segmentasi didapat 4 segmen konsumen kafe yaitu: hedonis yang mewakili konsumen yang mengunjungi kafe untuk bertemu dengan teman-temannya, si pekerja dengan memindahkan kegiatan kantornya ke kafe, coffee lovers yang mencari kenikmatan meminum kopi, dan si sibuk yang ingin menyegarkan tubuhnya tanpa perlu menghabiskan banyak waktu.
Hasil dari penelitian karya akhir ini memberikan beberapa pengetahuan balk bagi pelaku bisnis yang bergerak dalam bidang kafe, bagi peneliti, masyarakat umum dan akademisi. Bagi pelaku bisnis tentu saja dapat mendapatkan informasi mengenai atribut yang berpengaruh untuk memperkuat merek mereka yang pada akhirnya dapat tetap eksis pada industii yang berhubungan dengan gaya hidup, yang biasanya cepat berubah. Bagi peneliti, karya akhir ini membuat pengetahuan akan kekuatan sebuah merek bertambah, sementara bagi masyarakat umum dan Para akademisi, hal dapat semakin memperjclas bahwa kekuatan merek dapat berpengaruh besar pads gaya hidup khususnya uniuk masyarakat kelas atas dengan melihat keberhasilan dari Starbucks yang daiam waktu singkat merubah kebiasaan konsumcn kelas atas daiam mengunjungi kafe.

Recently, the business of cafe is grow so fast in urban area. Within only less than 5 years since the Starbucks open firstly in Indonesia, the habit of consumer from in visiting the cafe grows so fast. The function of the cafe is not like five years ago, this time the cafe disposed to the third aim side after house and office, where the consumers not only come to drink coffee, but the cafe also as the business place, hang out with the friends and relation, or as the resting place after they feel tired. The cafe has already become a life style in urban community especially for the community from the SES AB, who are able to spend !heir much money for only come to the cafe.
Looking at the demand of cafe which growing faster; it is not course amazement if there are many cafes are operate in every days event it is the local cafe or the foreign brands which are tried their fortunes in Indonesia, one of the success cafe is Starbucks. Today Starbucks has opened 49 cafes in 6 major cities in Indonesia. Starbucks which has high reputation in the international level is success to present their brand strength in Indonesia, this point of course not released from their marketing strategies.
This study is to see the strength of Starbucks and compared with 5 main competitors in Indonesia. Three main purposes will be explained in this paper, they are. the first purposes is to see the building factors of brand equity, mainly on the perceived quality variable and brand association, the second purpose is counting the brand equity from 6 main players in this business using the Customer Based Brand Equity (CBBE) method And the last purpose is to find the segmentation of the cafe's consumer.
This paper is using exploratory method to looking for the reference material from many sources to deepen the problems that will be searched and the descriptive that will be used in explaining the result of the research structure and systematically. The step of data collecting used three phases they are : first phase, the qualitative used in-depth interview to reach the information about the people profiles that usually come to the cafe, their habitual in visiting the cafe and to get information about the adhere attribute of cafe. Then this information will be used for building up the questioner that will be used for the second step, the quantitative phase. For this phase a hundred respondent of the target market of Starbucks chosen as the sample using non probability sampling. Analysis in this research using the validity and reliability techniques, means, weighting, cross tabulation and Brand Map ®. The next, third phase is qualitative study using in-dept interview for the purposes to determine segmentation from cafe consumer.
From the result of the marketing analysis research which is helped by using soft equipments SPSS verse 13.0 and Brand Map ® achieved many important finding. Attribute of perceived quality are : the nice taste of coffee, best coffee, nice food, the fast employee, the friendly employee and know the product, the good performance, the order is same as ordered, always clean and neat, and has the suitable open time, while the attribute of brand image are strategies location, nice chair and layout, comfortable to stay long, comfortable situation, nice music, has separable smoking area, can order as the own taste, present another drink, the suitable price, present and showing the status.
In calculating CBBE, the highest rank between 6 analyzed cafe, in fact is occupied by Starbucks, with the highest rank leaved another competitor, the next rank queue by Coffee Been, Bakoel Koffie, Oh La La, Excelso, and Gloria Jeans.
While the brand map Cr7 result analysis shows that Starbucks 's main competitor is the Coffee Bean, Bakoel Koffe competitive with Gloria Jeans and & Celso, while Oh La La has not near competitor. While the cafe that give the best services with the nice taste coffee and present the nice music still as an opportunity since not be filled by another six main player in this business.
In the segmentation analysis there are 4 segment of cafe consumers, they are : Hedonis that represent consumer that visiting the cafe to hangout with the friends, the workers which moved their office activities to the cafe, coffee lovers that looking for the enjoyment to the coffee, and the busy man who wants to refresh their self without spend their much time.
The result of this work give some good know ledges for the business man who concentrate in the cafe side, for the writer, public community and the academics. For the business man of course can get the information about the attribute that influence for stressing them the final can be exists in life style industries, that usually can move vastly. For the researcher this last work make the knowledge to increase the strength of the brand, while for the public community and the academics, this points can resemble that the strength brand can be influenced in Iife style especially for SES AB community by seeing the successful of Starbucks which in the short time change high consumers habitual in visiting the cafe."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19754
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzul Inas Nabila
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah antecedents internal
brand equity yang dikembangkan oleh Baumgarth dan Schmidt (2010) benar
mempengaruhi internal brand equity perusahaan dan mengetahui apakah internal
brand equity dari perspektif karyawan sama dengan customer brand equity dari
perspektif konsumen . Sampel penelitian ini adalah karyawan outlet Nike dan
konsumen Nike. Partial Least Square digunakan dengan software Wrap PLS 4.0
digunakan untuk menganalisis data. Hasil analisis menunjukkan bahwa internal
brand commitment, internal brand knowledge, internal brand involvement
berpengaruh terhadap internal brand equity.
Sedangkan brand orientation tidak terbukti memiliki pengaruh langsung
terhadap internal brand equity, dan brand orientation tidak terbukti mempunyai
pengaruh langsung terhadap internal brand knowledge namun melalui internal
brand involvement memiliki pengaruh yang cukup signifikan. Temuan empiris
lain yang penting dengan menggunakan analisis independent t test tidak terbukti
Internal brand equity dari perspektif karyawan sama dengan customer brand
equity dari perspektif konsumen.

ABSTRACT
This study aims to determine whether antecedents of internal brand equity
developed by Baumgarth and Schmidt (2010) and determine whether the internal
brand equity from the perspective of the employee similar with the customer
brand equity from a consumer perspective.The samples of this study is an
employees and consumers of Nike. Partial Least Square used with software Wrap
PLS 4.0 used to analyze the data. The result show that internal brand commitment,
internal brand knowledge, internal brand involvement has a significant impact on
internal brand equity.
Where as brand orientation proved to have no direct impact to internal
brand equity, and brand orientation proved to have no direct impact on the internal
brand knowledge but through internal brand involvement has a significant impact.
Another important empirical findings using independent t test analysis is not
proven Internal brand equity from the perspective of the employee similar with
the customer brand equity from a consumer perspective, This study aims to determine whether antecedents of internal brand equity
developed by Baumgarth and Schmidt (2010) and determine whether the internal
brand equity from the perspective of the employee similar with the customer
brand equity from a consumer perspective.The samples of this study is an
employees and consumers of Nike. Partial Least Square used with software Wrap
PLS 4.0 used to analyze the data. The result show that internal brand commitment,
internal brand knowledge, internal brand involvement has a significant impact on
internal brand equity.
Where as brand orientation proved to have no direct impact to internal
brand equity, and brand orientation proved to have no direct impact on the internal
brand knowledge but through internal brand involvement has a significant impact.
Another important empirical findings using independent t test analysis is not
proven Internal brand equity from the perspective of the employee similar with
the customer brand equity from a consumer perspective]"
2015
T44252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>