Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210342 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadira Abida Salimah
"Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku prososial berhubungan dengan sejumlah hasil positif di masa remaja seperti kepercayaan diri yang tinggi, lebih disukai teman, dan unggul secara akademik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana kelekatan dengan orang tua dan gender dapat berkontribusi terhadap perilaku prososial siswa SMP di Banyuwangi. Pengambilan data secara cross-sectional dilakukan terhadap 1.217 partisipan dengan rentang usia 11-17 tahun (M = 13,52, SD = 1,04). Analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa kelekatan dengan orang tua dan gender secara signifikan memprediksi perilaku prososial siswa di Banyuwangi (F(2, 1214) = 19.496, p < ,001, R² = 0,031). Siswa perempuan yang memiliki kelekatan dengan orang tua yang lebih tinggi secara signifikan menunjukkan perilaku prososial yang lebih baik.

Previous studies found that prosocial behaviors have been linked with several positive outcomes in adolescence, including higher self-esteem, the tendency to be liked by friends, and excelling academically. This study aimed to assess how parental attachment and gender are contributed to prosocial behaviors among middle schoolers in Banyuwangi. Using a cross-sectional design, we conducted data collection on 1.217 participants with an age range of 11-17 years (M = 13,52, SD = 1,04). Multiple linear regression analysis indicated that parental attachment and gender significantly predicted prosocial behavior among students in Banyuwangi (F(2, 1214) = 19.496, p <,001, R² = 0,031). Female students and those with higher parent attachment levels have significantly better prosocial behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martiza Rafanadda Zhafirah
"Bunuh diri merupakan masalah kesehatan mental global yang mengancam remaja. Namun demikian, masalah bunuh diri dapat dikurangi dengan memahami faktor risiko dan faktor protektifnya. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kelekatan orang tua menjadi salah satu faktor protektif dari perilaku bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kelekatan orang tua terhadap ide dan rencana bunuh diri siswa SMP di Banyuwangi, Indonesia. Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional pada 1.217 siswa pada rentang usia 11-17 tahun (M = 13,52, SD = 1,04). Hasil analisis logistic regression menunjukkan bahwa kelekatan orang tua berpengaruh secara signifikan terhadap ide dan rencana bunuh diri (R2 = 14,6% dan R2 = 13,8%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelekatan dengan orang tua akan semakin rendah ide dan rencana bunuh diri pada remaja.

Suicide is a global mental health problem that threatens adolescents. However, the problem of suicide can be reduced by understanding its risk and protective factors. Previous research shows that parental attachment is one of the protective factors of suicidal behavior. This study aims to examine the effect of parental attachment on suicidal ideation and suicide plans among middle school students in Banyuwangi, Indonesia. The study was conducted with a cross-sectional design on 1.217 students aged 11-17 years (M = 13,52, SD = 1,04). The result of logistic regression analysis showed that parental attachment has a significant effect on suicidal ideation and suicide plans (R2 = 14,6% and R2 = 13,8%). The result indicates that the higher parental attachment, the lower the suicidal ideation and suicide plans in adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Maria Herdyana
"Kesepian merupakan salah satu masalah yang terjadi di masa remaja dan memiliki dampak negatif yang berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi kesepian pada remaja, yaitu peran kelekatan orang tua, pengaturan tempat tinggal dengan orang tua, dan gender. Studi epidemiologi dilakukan terhadap 1.217 remaja SMP di Banyuwangi dengan pendekatan berbasis sekolah. Hasil multiple linear regression menemukan 2 dari 3 variabel penelitian, yaitu kelekatan orang tua dan gender, secara signifikan berkontribusi terhadap kesepian remaja SMP di Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). Hasil ini mengindikasikan bahwa remaja perempuan yang memiliki kelekatan orang tua yang rendah lebih berisiko untuk memiliki tingkat kesepian yang tinggi.

Loneliness during adolescence is prevalent and has debilitating impact on later adult life. This study aims to investigate factors that may impact loneliness, that are found to be parental attachment, living arrangements, and gender. An epidemiology study conducted towards 1217 adolescents in rural areas in Indonesia, through a school-based approach. Multiple linear regression analysis indicates that two out of three variables, parental attachment and gender, significantly predict loneliness od adolescents in Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). This result indicates that low parental attachment in female adolescents made them more at risk of having high level of loneliness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kindah Mahdiyyah
"Empati penting dimiliki manusia untuk beradaptasi dalam kehidupan. Untuk beradaptasi di kehidupan sosial, manusia membutuhkan soft skill berupa manajemen perilaku prososial yang baik dan kemampuan dalam membangun relasi teman sebaya. Penelitian ini menggambarkan hubungan empati dengan perilaku prososial dan relasi teman sebaya pada anak sekolah dasar usia 4-14 tahun. Studi dalam penelitian ini yaitu studi potong lintang. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner EQ-C/ SQ-C berbahasa indonesia yang sudah tervalidasi dengan nilai alpha 0,979. Kuesioner EQ-C/SQ-C digunakan untuk mengukur empati anak. Sedangkan, untuk mengukur perilaku prososial dan relasi teman sebaya, peneliti menggunakan kuesioner SDQ. Sejumlah 620 kuesioner diisi oleh orangtua anak sekolah dasar dan dijadikan sampel dari penelitian ini. Orangtua yang dapat mengisi kuesioner memiliki riwayat pendidikan minimal sekolah menengah pertama. Setelah mendapatkan seluruh sampel, dilakukan random sampling dan didapatkan data sejumlah 384 data yang akan dianalisis. Pada proses analisis, brain type dibagi menjadi tiga kelompok, yakni brain type E (Extreme E dan E), brain type B, dan brain type S (Extreme S dan S). Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square menggunakan windows SPSS versi 20. Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan antara empati terhadap perilaku prososial dan relasi teman sebaya (p<0.05).

Empathy is the ability to understand and relate to others feelings or emotion. Empathy is one of the critical skills to alter in life. To adapt in human social life, people requires soft skills in the form of good prosocial behavior and good management in building peer relations. This cross-sectional study describes the relationship of empathy skills with prosocial behavior and peer relations in primary school children aged 4-14 years. The instrument used for this study is Indonesian language EQ-C/SQ-C questionnaire which value 0,979 in Cronbachs alpha to measure childrens empathy skills. To measure prosocial behavior and peer relationships, researchers used the SDQ questionnaire. A total of 620 questionnaires were filled in by parents of primary school children in Indonesia and were sampled for this study. Parents who can fill out the questionnaire have a minimum education of junior high school. Researchers obtained 384 data through random sampling to be analyzed. In the analysis process, empathy skills are devided into three groups, namely type E (Extreme E and E), type B and type S (Extreme S and S). Data analysis was done by Chi-Square test with SPSS program version 20 for both sample. Due to lack of sample (<5) for abnormal prosocial behavior, we look for Fisher test for the result of prosocial behavior. The result shows siginificant outcome. State that there is a relationship between empathy skills with prosocial behavior and peer relationships (p<0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Wartono
"Menurut Erikson (1950 dalam Papalia, 1998), tahap yang perlu dilalui oleh seorang individu usia dewasa muda (20-40 tahun) adalah intimacy versus isolation. Individu tersebut memiliki tugas-tugas perkembangannya, salah satunya adalah membentuk hubungan intim. Pada kenyataannya terdapat individu-individu yang tidak pernah berpacaran hingga usia dewasa muda.
Menurut Bird dan Melville (1994), pada umumnya hubungan intim diawali dengan saling ketertarikan fisik antar individu, lalu dilanjutkan dengan proses eksplorasi terhadap hal-hal lain. Dalam menilai kesesuaian karakteristik-karakteristik dirinya dengan orang lain, individu membandingkan penilaian terhadap dirinya sendiri serta penilaian terhadap orang lain. Hasil penilaian individu tentang dirinya sendiri yang mencakup kesadaran tentang siapa dan apa dia dalam berbagai karakteristik merupakan self-concept atau konsep diri (Wayment & Zetlin, 1989 dalam Rice 1999). Selanjutnya keberhasilan individu membina hubungan intim ditentukan pula oleh sejauh mana individu menghargai dirinya sendiri (self-esleem). Kemudian menurut Duffy dan Atwater (2002), dua hal yang menjadi faktor yang berperan dalam pembentukan hubungan intim adalah attachment style dengan orang tua dan self-esteem.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami mengapa wanita dewasa muda belum pernah berpacaran, dengan penelaahan lebih dalam mengenai attachment style dengan orang tua dan self-esteem. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam. Karena hubungan intim menjadi lebih penting bagi para wanita dibandingkan bagi para pria (Brehm, 1992), maka partisipan dalam penelitian ini adalah tiga orang wanita dewasa muda yang belum pernah berpacaran dan berada dalam rentang usia 20-25 tahun.
Hasil penelitian ini adalah bahwa individu dengan model anxious-ambivalent attachment dan avoidant attachment, disertai dengan self-esteem yang rendah dan konsep diri yang negatif akan menghasilkan kegagalan dalam membentuk hubungan intim. Kekurangan social skills menyulitkan individu dalam berinisiatif untuk membentuk suatu hubungan intim serta mempertahankan hubungan dengan sesama. Namun ternyata individu dengan model secure attachment disertai dengan self-esteem yang tinggi dan konsep diri positif tidak juga berhasil dalam membentuk hubungan intim. Adapun faktor-faktor lain yang turut berkontribusi terhadap keadaan belum pernah berpacaran yang dialami oleh individu ini, seperti terlalu seleksi, terlalu jauh dalam berpikir, dan perfeksionisme."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3256
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Binarti Farliani
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara parental attachment, peer attachment, dan psychological well-being pada mahasiswa tahun pertama di Universitas Indonesia. Mahasiswa tahun pertama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011 dari dua belas fakultas dan program vokasi (D3) yang ada di Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengambil data yang kemudian diolah dengan menggunakan Pearson Correlations. Alat ukur parental dan peer attachment yang digunakan adalah Inventory of Parent and Peer Attachment Revisited (IPPA-R) dari Armsden dan Greenberg (2009), sedangkan alat ukur psychological well-being yang digunakan adalah Ryff`s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) yang diadaptasi dari penelitian sebelumnya oleh Yorikedesvita dan Puspa (2012). Dengan menggunakan partisipan sebanyak 169 mahasiswa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara parental attachment dan peer attachment dengan psychological well-being. Artinya, semakin tinggi parental dan peer attachment yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula psychological well-being yang ia miliki. Selain itu, ditemukan juga bahwa terdapat perbedaan mean yang signifikan dari nilai parental attachment, peer attachment, dan psychological well-being berdasarkan data kontrol partisipan.

This research was conducted to find the correlation between parental attachment, peer attachment, and psychological well-being of first year students in Universitas Indonesia. First year students in this research was class of 2011 students from twelve faculties and vocational program in Universitas Indonesia. This research used questionnaires to collect the data and then analyzed it with Pearson Correlations. Parental and peer attachment was measured by the Inventory of Parent and Peer Attachment Revisited (IPPA-R) from Armsden and Greenberg (2009), while the psychological well-being was measured by Ryff?s Scales of Psychological Well-Being (RPWB) that modified from previous research by Yorikedesvita and Puspa (2012). Involving 169 students, the results of this study show that there is a significant positive correlation between parental and peer attachment to the psychological well-being. This results indicate that the higher the parental and peer attachment a person have, the higher the psychological well-being that he has. In addition, it was found that there are significant differences in mean values of parental attachment, peer attachment, and psychological well-being based on participants demographic data.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Zubaidi
"Berawal dari pendapat beberapa orang ahli psikologi dan amatan penulis terhadap perilaku sosial di kota-kota besar terutama di Jakarta, nampak bahwa perilaku sosial negatif kian berkembang, hal itu ditunjukkan oleh kesadaran seseorang akan haknya untuk mempertahankan diri semakin kuat, sementara kesadaran mereka akan kewajiban melemah akibat beban kehidupan di kota besar yang terus meningkat. Juga nampak kompetisi semakin kuat, kesibukan urusan pribadi, egoistis, acuh terhadap kejadian disekeliling, yang kesemuanya dianggap sebagai gambaran melunturnya rasa setiakawan.
Fenomena tersebut mengantar penulis pada pertanyaan, sampai seberapa jauh rasa tanggung jawab sosial warga kota besar dapat diwujudkan, khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di lokasi pemukiman tertentu, yang dalam penelitian ini pengkajiannya ditetapkan di lingkungan pemukiman rumah susun dan rumah konvensional Perum Perumnas, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tanggung jawab sosial yang dimaksud adalah perilaku yang mengarah pada kepedulian seseorang untuk mensejahterakan dan membantu orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan eksternal.
Dari telaah kepustakaan dan beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa individu-individu yang berorientasi pada nilai-nilai religius cenderung bertindak prososial. Kesadaran religius yang tinggi mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Demikian pula halnya dengan mereka yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menerima orang lain dan punya rasa empati. Harga diri merupakan salah satu penentu bagi terwujudnya perilaku sosial positif dalam bentuk tanggung jawab sosial.
Atas dasar acuan tersebut, dalam penelitian ini diajukan dua buah hipotesis mayor untuk menguji keterkaitan variabel tanggung jawab sosial dengan variabel kesadaran religius dan variabel harga diri, serta menguji perbedaan tingkat tanggung jawab sosial warga yang berdomisili di lingkungan pemukiman tertentu dengan karakteristik yang berbeda. Dua buah hipotesis yang hendak diuji tesebut meliputi (1) ada hubungan positif antara Kesadaran Religius dan Harga Diri dengan Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, (2) ada perbedaan tingkat Tanggung Jawab Sosial antara penghuni komplek pemukiman Rumah Susun dengan tingkat Tanggung Jawab Sosial penghuni komplek pemukiman Rumah Konvensional Perum Perumnas di Jakarta. Hipotesis mayor tersebut masing-masing kemudian dijabarkan dalam dua hipotesis minor sesuai dengan sub-variabelnya yang ditujukan pada tetangga dan orang lain yang tidak dikenal.
Penelitian dilaksanakan di dua lokasi pemukiman yang dibangun oleh Perum Perumnas, masing-masing di komplek rumah susun Kebon Kacang Jakarta Pusat dengan 120 orang responden, dan 150 orang responden di komplek rumah konvensional Klender Jakarta Timur.
Pengumpulan data untuk mengungkap variabel tanggung jawab sosial, kesadaran religius dan harga diri menggunakan angket. Sementara untuk pengolahan data dilakukan secara kuantitatif menggunakan uji statistik melalui program SPSS.
Analisis data untuk menguji hipotesis mayor satu serta hipotesis minornya menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kesadaran religius dan harga diri dengan tanggung jawab sosial para penghuni komplek pemukiman Perum Perumnas di Jakarta, baik pada lokasi rumah susun maupun rumah konvensional. Nampak pula adanya pengaruh yang berarti antara kesadaran religius dan harga diri terhadap tanggung jawab sosial terhadap tetangga maupun terhadap orang lain yang tidak dikenal pada penghuni kedua komplek pemukiman yang di bangun oleh Perum Perumnas di Jakarta tersebut.
Sementara hasil pengujian hipotesis mayor dua beserta hipotesis minomya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara tanggung jawab sosial penghuni yang bermukim di komplek rumah susun dan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional. Nampaknya mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional mempunyai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah susun. Bila dikaji lebih jauh, ternyata tidak nampak adanya perbedaan tanggung jawab sosial terhadap tetangga antara penghuni yang berdomisili di komplek rumah susun maupun di rumah konvensional. Dengan kata lain tidak cukup alasan untuk membedakan penghuni yang menempati rumah susun dari mereka yang menempati rumah konvensional sehubungan dengan tanggung jawab sosial mereka terhadap tetangga. Sementara tanggung jawab sosial terhadap orang lain yang tidak dikenal secara meyakinkan lebih tinggi dijumpai pada mereka yang bertempat tinggal di komplek rumah konvensional dibandingkan dengan mereka yang menempati rumah susun."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartini
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dengan perkembangan sosial anak usia 1-3 tahun (toddler). Desain penelitian yang di gunakan adalah deskripif korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang bekerja sebagai perawat yang mempunyai anak usia 1-3 tahun (toddler) di Rumah Sakit Siloam Graha Medika dengan jumlah sampel 40 orang.
Instrumen dikembangkan sendiri oleh peneliti dan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, terdiri dari kuesioner demografi (A) dan kuesioner tentang perkembangan sosial anak toddler (B) dan kuesioner tentang peritaku ibu bekerja dalam menstimulus perkembangan sosial anak toddler (C).
Analisis yang dilakukan meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu yang bekerja sebagai perawat dalam menstimulus perkembangan sosial toddler dengan perkembangan sosial anak usia toddler. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA5323
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Roulina
"Kesejahteraan psikologis (PWB) dapat membantu remaja mengatasi stres dan kesulitan. Penelitian ini melihat apakah komponen iklim sekolah (SC) serta jenis kelamin dapat memprediksi PWB remaja di pedesaan Indonesia. Studi epidemiologi dilakukan terhadap 1.023 siswa SMP di Banyuwangi dengan pendekatan berbasis sekolah. Analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa siswa laki-laki yang menilai hubungan antar siswa di sekolah baik, harapan sekolah terhadap siswa jelas, peraturan di sekolah adil, dan tingkat perundungan di sekolah rendah memiliki tingkat PWB yang lebih tinggi (F(5,1017) = 48,069, p < ,001, R2 = 0,191). Penelitian ini menunjukkan pentingnya fokus pada komponen SC tertentu serta memberi dukungan yang berfokus pada perbedaan gender untuk meningkatkan PWB siswa SMP di Banyuwangi.

Psychological Well-Being (PWB) is beneficial for adolescents during times of stress and difficulties. This study examines whether components of School Climate (SC) and gender can predict the PWB of rural Indonesian adolescents. An epidemiological study was conducted on 1.023 junior high school students in Banyuwangi. Multiple linear regression analysis showed that male students who perceive positive relationships among students at school, clear school expectations toward students, fair school regulations, and low levels of bullying at school have higher levels of PWB (F(5,1017) = 48,069, p < ,001, R2 = 0,191). This study shows the importance of focusing on specific components of SC as well as providing support that focuses on gender differences to improve the PWB of middle school students in Banyuwangi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seleebey, Dennis
New York: Columbia University Press, 2001
302 SAL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>