Ditemukan 157875 dokumen yang sesuai dengan query
Fahreza Aqsa Arubusman
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai Non-Fungible Token atau NFT yang dapat dimanfaatkan dalam tindak kejahatan seiring dengan berkembangnya dunia siber dan internet pada umumnya. Dalam Tugas Karya Akhir ini akan dibahas mengenai analisis tentang Non-Fungible Token atau NFT yang dimanfaatkan untuk tindak kejahatan penipuan NFT Frosties dan peretasan permainan daring Axie Infinity. Metode penulisan dilakukan dengan menggunakan studi kasus yang datanya diperoleh dari berbagai pemberitaan di internet. Analisis dalam tugas karya akhir ini akan meliputi aspek CRAVED, aspek Choice Structuring Properties, handler, facilitators, dan teori aktivitas rutin sebagai teori yang digunakan dalam tugas karya akhir ini. Diketahui bahwa tindak kejahatan penipuan NFT Frosties dan peretasan permainan daring Axie Infinity yang memanfaatkan Non-Fungible Token atau NFT memiliki tata cara dan modus operandi yang berbeda yang disesuaikan dengan tindak kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Kesimpulannya adalah bahwa Non-Fungible Token atau NFT dapat dimanfaatkan oleh para pelaku tindak kejahatan untuk melancarkan aksi kejahatan mereka.
This paper will discuss about Non-Fungible Token or NFT usage in crimes as a response to the growth of cyberspace and the internet in general. In this paper will discuss about the analysis on how Non-Fungible Token or NFT can be used on crimes of fraud such as NFT Frosties fraud case and hacking such as Axie Infinity hacking case. Method that will be used on this paper is case study with the data acquired from various internet sources. Analysis in this paper will take on concept of CRAVED, Choice Structuring Properties, handler, facilitators, and Routine Activity Theory. According to the analysis, we know that scams and hacking that using Non-Fungible Token or NFT have different methods and modus operandi that cater to the suspect’s crime doing. In conclusion, Non-Fungible Token or NFT can be used by the criminals in order to achieve their crime goals."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nasya Adinda
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai suatu bentuk kejahatan yang berkaitan dengan identitas dalam ruang siber. Secara spesifik, penulis mendalami identity fraud terhadap seorang pengguna layanan jasa telekomunikasi dan perbankan di Surabaya, Indonesia, berinisial EPP. Kejahatan yang terjadi kepada EPP merupakan bentuk kejahatan identity fraud, jika dilihat dari pelakunya yang menggunakan identitas pribadi EPP secara tidak sah untuk keuntungan finansial mereka dengan cara pembobolan rekening. Dari tindakan tersebut, para pelaku turut memanfaatkan keterhubungan dalam ruang siber dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Studi kasus digunakan oleh penulis sebagai bentuk metode penulisan kualitatifnya untuk mendalami permasalahan yang dialami oleh korban, yaitu EPP. Walaupun studi kasus berfokus kepada satu korban, namun hal ini menjadi isu publik ketika mempertimbangkan kaitannya dengan para penyedia jasa layanan publik yang layanannya tersebar di seluruh Indonesia. Penulis menggunakan Cyberlifestyle-Routine Activities Theory (dengan membatasi analisisnya pada unsur suitable target dan incapable guardians) serta konsep identity fraud untuk memahami fenomena ini. Penggunaan teori ini merupakan pengembangan para akademis dari bentuk tradisional Routine Activity Theory (RAT) dan leburan Lifestyle-Exposure Theory (LET), yang telah diadopsi ke dalam ruang siber untuk mendalami fenomena kejahatan dan viktimisasi di dalamnya. Dalam penulisan ini, uang dalam rekening EPP. diposisikan sebagai suitable target dan kedua terduga korporasi penyedia layanan jasa dianalisis dengan unsur incapable guardians.
This final paper discusses a form of crime related to identity within the cyberspace. Specifically, the author explores identity fraud against a user of telecommunication and banking services in Surabaya, Indonesia, identified as EPP. The crime against EPP takes the form of identity fraud, where the perpetrators illegitimately use EPP’s personal identity to gain financial benefits through unauthorized access to his bank account. In carrying out this act, the perpetrators exploit the interconnectivity within the cyberspace with the aim of financial gain. Case study is used as a form of qualitative writing method to explore the problems experienced by the victim. Even though the case study focuses on one victim, this becomes a public issue when considering its relationship to public service providers whose services are distributed throughout Indonesia. The author uses the Cyberlifestyle-Routine Activities Theory (with a focus on the elements of suitable target and incapable guardian) and the concept of identity fraud to comprehend this phenomenon. The use of this theory is an academic development of the traditional Routine Activity Theory (RAT) and the fusion of Lifestyle-Exposure Theory (LET), which has been adopted into cyberspace to explore the phenomenon of crime and victimization in it. In this writing, the funds in EPP’s bank account are positioned as a suitable target, and both suspected corporate service providers are analyzed as incapable guardians."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Agus Raharjo
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
004.340 AGU c
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
I Made Diyosena Bratadana
"Salah satu dari perkembangan teknologi berbasis blockchain yang belum lama terjadi adalah Non-Fungible Token (NFT), yaitu aset digital yang mana bukti kepemilikannya merupakan token yang terdapat dalam jaringan blockchain. Eksistensi blockchain dan NFT tidak lepas dari ketidakselarasannya dengan hukum yang berlaku. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pertentangan antara sifat kekekalan data pada blockchain dan pengaturan mengenai hak penghapusan informasi. Hak penghapusan informasi merupakan hak individu untuk meminta penghapusan data pribadinya, dengan mengikuti syarat tertentu, yang dikelola oleh pihak pengelola data. Sementara, di Indonesia, lokapasar daring NFT memiliki kewajiban untuk menjamin terlindunginya hak penghapusan informasi. Penulisan ini akan menjawab (i) bagaimana pengaturan hak penghapusan informasi di Indonesia, (ii) bagaimana keberlakuan hak penghapusan informasi dalam transaksi NFT, serta (iii) bagaimana lokapasar daring NFT yang berbasis di Indonesia telah melaksanakan kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelusuran kebijakan yang diberikan oleh lokapasar daring NFT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (i) di Indonesia, hak penghapusan informasi utamanya diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik, PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, PP tentang Perdagangan dalam Sistem Elektronik, dan Permen Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, (ii) hak penghapusan informasi tetap berlaku pada transaksi NFT, mengingat relevansi informasi dalam transaksi NFT dan (iii) lokapasar daring NFT yang Penulis teliti masih belum mematuhi kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi.
One of the recent developments in blockchain-based technology is the Non-Fungible Token (NFT), which is a digital asset whose proof of ownership is a token contained in the blockchain network. The existence of blockchain and NFT cannot be separated from their inconsistency with applicable law. One of the problems that arise is the conflict between the data immutability in blockchain and regulations regarding right to be forgotten. Right to be forgotten is an individual’s right to request the deletion of their personal data, subject to certain conditions, which is managed by a data manager. Meanwhile, in Indonesia, NFT online marketplaces have the obligation to guarantee the protection of right to be forgotten. This paper will answer (i) how is the right to be forgotten regulated in Indonesia, (ii) how does the right to be forgotten apply in NFT transactions, and (iii) how Indonesia-based NFT online marketplaces have carried out their obligations related to right to be forgotten under the applicable laws in Indonesia. This research was conducted by means of literature study and policy research provided by the NFT online marketplaces. The results of this research show that (i) in Indonesia, the right to delete information is mainly regulated in the Electronic Information and Transaction Law, the Government Regulation on the Implementation of Electronic Systems and Transactions, the Government Regulation on Trading in Electronic Systems, and the Minister of Communication and Information Technology Regulation concerning the Protection of Personal Data in Electronic Systems, (ii) the right to be forgotten still applies to NFT transactions, considering the relevance of information in NFT transactions and (iii) the NFT online marketplaces that the Author researched have not complied with their obligations related to the right to delete information."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Jesslyn Diva Amelia
"Anonimitas merupakan salah satu fenomena yang kerap terjadi dalam perjanjian, tak terkecuali pada perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT). Hingga saat ini, baik secara regional maupun global belum terdapat suatu kesepahaman tentang batasan umum terhadap anonimitas. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kejelasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian merupakan salah satu unsur yang sangat esensial. Hal tersebut guna mengetahui seberapa cakap para pihak dalam mengemban hak dan kewajiban dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan menggunakan studi kasus pada marketplace OpenSea. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan studi hukum kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim melanggar dua syarat sah perjanjian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, terhadap perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim dapat dinyatakan batal demi hukum.
Anonymity is a phenomenon that often occurs in the trading world, not least in the sale and purchase of Non-Fungible Tokens (NFT). To date, both regionally and globally there has been no common understanding on the general limits of anonymity. Based on the Civil Code, the clarity of the identity of the parties in the agreement is a very essential element. This is to find out how capable the parties are in carrying out the rights and obligations in the agreement. This study aims to find out how the validity of the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously based on the Civil Code using case studies on the OpenSea marketplace. This research is in the form of normative juridical using a literature law study approach. The results of the study conclude that the sale and purchase agreement of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously violates two legal conditions of the agreement as formulated in the Article 1320 of Indonesian Civil Code. Thus, the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously can be declared null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Arminta Kinanti
"Munculnya era digital beserta perkembangan teknologi seharusnya didampingi oleh hukum yang memadai. Salah satu perkembangan yang dimaksud adalah munculnya Non-Fungible Token (NFT) sebagai objek yang diperjualbelikan pada blockchain. NFT merupakan hasil tokenisasi atau konversi suatu aset, yang kepemilikannya direpresentasi oleh token pada blockchain. Adapun aset yang dimaksud memiliki bentuk yang beragam, salah satunya karya seni yang dikonversi bentuknya menjadi token. Eksistensi NFT pada blockchain menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan atas suatu karya yang dijadikan NFT berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini akan menjawab bagaimana NFT atas suatu karya dapat dilindungi oleh undang-undang hak cipta di Indonesia, serta apakah peraturan di Indonesia mengenai aset kripto dibawah Bappebti dapat mengakomodir kegiatan NFT di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, serta wawancara dari lembaga pemerintah untuk perolehan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Penulis sampai pada kesimpulan bahwa NFT bukan merupakan hal yang dilindungi hak cipta namun karya dalam NFT dapat dilindungi hak cipta. Disamping itu, peraturan mengenai aset kripto di Indonesia oleh Bappebti tidak dapat mengakomodir sepenuhnya tokenisasi aset sebagai NFT. Hal tersebut dikarenakan NFT yang belum diatur dan ditetapkan sebagai aset kripto, serta peraturan Bappebti sendiri yang tidak memperhatikan proses tokenisasi suatu karya menjadi token dalam blockchain.
The emergence of the digital era with technological developments should be accompanied by adequate laws. One of the developments is Non-Fungible Tokens (NFT) as objects that are traded on the blockchain. NFT is the result of tokenization or asset conversion, whose ownership is represented by a token on the blockchain. The assets themselves have various forms, one of which is works of art that are converted into tokens. The NFT’s existence on the blockchain raises the question of how a work that is made into an NFT is protected based on applicable laws and regulations. This paper will answer how the NFT of work can be protected by Indonesia’s copyright laws, and whether Indonesia's regulations on crypto assets under The Commodity Futures Trading Authority (CoFTRA/Bappebti)can accommodate NFT activities in Indonesia. This research was conducted by using a study of statutory regulations, literature researches, and interviews for data collection. The author concluded that NFT is not copyright protected but works in NFT can be copyrighted. In addition, the COFTRA’s regulation regarding crypto assets cannot fully accommodate asset tokenization as NFT. Since NFT has not been regulated and qualified as a crypto asset, CoFTRA's regulations do not cover the tokenization process of work into a token."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nathania Alifiani Prameswari Larasati
"Sejak tahun 2021, Non-Fungible Token (NFT) menjadi pusat perhatian dunia, berbagai pihak mulai terjun ke dalam industri NFT, baik sebagai pencipta maupun pembeli. NFT dapat dianggap sebagai sebuah bukti kepemilikan seseorang atas sebuah karya seni digital, yang memiliki nilai jutaan hingga triliunan rupiah. Meskipun NFT terlihat aman dikarenakan disimpan dalam sebuah blockchain, tetapi NFT nyatanya memiliki berbagai risiko. Sudah banyak ditemukan kasus pencurian dan kehilangan NFT yang menyebabkan terjadinya kerugian bagi pencipta dan pembeli NFT. Dengan nilai yang dimiliki oleh NFT, maka diperlukan suatu mekanisme pengalihan risiko, seperti asuransi, untuk dapat melindungi pencipta maupun pembeli NFT dari kerugian-kerugian yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis mengenai risiko yang dimiliki NFT, bagaimana peraturan perundang-undangan perasuransian serta teori hukum asuransi mengatur mengenai objek asuransi, dan apakah NFT dapat dijadikan sebagai objek dalam perjanjian asuransi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa NFT dapat diasuransikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta teori hukum asuransi yang berlaku.
Since 2021, Non-Fungible Token (NFT) has been the center of attention of the world, many companies and individuals entered the NFT industry, as a creator or as a buyer. NFTs can be considered as proof of ownership of a digital work of art, which values for millions to trillions of rupiah. Although NFTs look safe because they are stored inside a blockchain, NFTs still possess various risks. There have been cases of theft and loss of NFTs which have caused losses to creators and buyers of NFTs. With the value possessed by NFTs, there must be a risk transfer mechanism, such as insurance, to be able to protect creators and buyers to avoid losses that might occur. Therefore, this thesis will discuss and analyze risks owned by NFTs, how Indonesian insurance regulations and insurance law theories regulates insurance objects, and whether NFTs can be an object of an insurance agreement. Based on the research conducted, it can be concluded that NFTs can be insured based on Indonesian Code of Business Law, Law No. 40 Year 2014 on Insurance, and based on existing insurance law theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Faradina Elmahda
"Non-fungible token (NFT) adalah hak yang diperdagangkan dengan blockchain atas aset digital apapun; termasuk gambar, video, musik, dan karya virtual. Minat dan hype terhadap pasar NFT terus berkembang secara signifikan sejak awal 2021. Penelitian ini menginvestigasi keterkaitan antara pengembalian NFT dengan aset keuangan lainnya (saham, obligasi, emas, minyak mentah, dan cryptocurrency) dari periode bulan Januari 2019 hingga Desember 2022. Peneliti menggunakan metode pengolahan data timevarying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) untuk mempelajari hubungan antara NFT dengan aset keuangan lainnya sekaligus untuk membangun jaringan konektivitas di antaranya. Hasil empiris atas penelitian ini mengungkapkan bahwa bahwa terdapat peningkatan keterhubungan antara total pengembalian selama pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina. Dan secara garis besar, NFT tidak tergantung pada guncangan dari aset lainnya. Analisis dinamis sepanjang waktu mengungkapkan bahwa selama periode normal, NFT bertindak sebagai transmitter risiko sistemik sampai tingkat tertentu, tetapi selama masa krisis dan setelah vaksin COVID-19 peran tersebut bergeser menjadi penyerap spillover risiko. Hal tersebut menunjukkan bahwa NFT mungkin memiliki manfaat diversifikasi selama masa-masa sulit, seperti yang terlihat selama krisis COVID-19, dan terutama di sekitar market crash pada bulan Maret 2020.
Non-fungible tokens (NFTs) are blockchain-traded rights to any digital asset; including images, videos, music and virtual works. Interest and hype in the NFT market has continued to grow significantly since the beginning of 2021. This research investigates the relationship between NFT returns and other financial assets (stocks, bonds, gold, crude oil, and cryptocurrencies) from the period January 2019 to December 2022. Researchers use the method time-varying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) data processing to study the relationship between NFTs and other financial assets as well as to build a connectivity network between them. The empirical results of this research reveal that there is an increasing link between total returns during the COVID-19 pandemic and the Russian-Ukrainian war. And broadly speaking, NFTs are independent of shocks from other assets. Dynamic analysis over time reveals that during normal periods, NFTs act as transmitters of systemic risk to some degree, but during times of crisis and after the COVID-19 vaccine the role shifts to absorbing risk spillovers. This suggests that NFTs may have diversification benefits during difficult times, as seen during the COVID-19 crisis, and especially around the market crash in March 2020."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andi Hamzah
Jakarta: Sinar Grafika, 1996
004 AND h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Sazkia Balhqis Kemalajati
"Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan pengakuan objek penghasilan atas transaksi non-fungible token (NFT) antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, pada Maret 2022, pemerintah menetapkan PMK Nomor 68 Tahun 2022 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas transaksi aset kripto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan asas kepastian hukum dalam pengenaan pajak atas transaksi NFT dan permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pengenaan pajaknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post-positivisme dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah pemungutan pajak penghasilan atas transaksi NFT belum sepenuhnya memenuhi asas kepastian hukum. Adapun indikator yang belum memenuhi kepastian hukum yaitu materi/objek, subjek, pendefinisian dengan menggunakan tafsiran otentik, penyempitan/perluasan materi, dan ruang lingkup. Selain itu, dalam praktik implementasinya permasalahan yang dihadapi pemerintah adalah kepatuhan pajak dan perkembangan variasi transaksi NFT.
The background of this research is that there are differences in recognition of income objects for non-fungible token (NFT) transactions between taxpayers and the Directorate General of Taxes. Then, in March 2022, the government issued PMK 68/2022, which regulates income tax on crypto-asset transactions. This study aims to analyze the fulfillment of the principle of legal certainty in collecting taxes on NFT transactions and the problems faced by the government in levying taxes. The approach used in this study is a post-positivism approach with data collection techniques through literature studies and in-depth interviews. This study's results show that the income tax collection on NFT transactions still needs to comply with the certainty of law principle fully. The indicators that have not met a certainty of law principle are material/object, subject, definition using authentic interpretation, narrowing/expanding material, and scope. Apart from that, in practice, the problems faced by the government are tax compliance and the development of variations in NFT transactions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library