Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angeline Berliano Bahtera
"Pembahasan dalam skripsi ini mengangkat kasus ratifikasi U.S.-Japan Trade Agreement (USJTA) oleh Jepang pada tahun 2019. Pembahasan berfokus untuk menjawab mengapa Jepang bersedia untuk meratifikasi USJTA tanpa adanya kesepakatan penghapusan tarif pada komoditas otomotif asal Jepang, yang merupakan tujuan utamanya dalam memulai negosiasi USJTA. Alih-alih memprioritaskan tujuan utama Jepang, kesepakatan akhir yang terbentuk dinilai lebih mengakomodasi kepentingan Amerika Serikat dalam membuka pasar pertanian Jepang. Bahkan, hingga penulisan skripsi ini dibuat, belum ditemukan adanya tanda-tanda akan dimulainya pembicaraan terkait penghapusan tarif pada komoditas otomotif asal Jepang meskipun tiga tahun telah berlalu sejak USJTA resmi berlaku. Untuk memahami tindakan Jepang dalam meratifikasi USJTA, skripsi ini menggunakan kerangka analisis teori two-level games milik Robert Putnam dengan metode penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif dan berpusat pada studi pustaka. Penelitian dalam skripsi ini menemukan bahwa kebijakan Jepang untuk meratifikasi USJTA tanpa kesepakatan tarif pada komoditas otomotifnya dipengaruhi oleh proses negosiasi USJTA yang berlangsung pada level internasional dan mayoritas konstituen domestik serta institusi politik Jepang yang mendukung ratifikasi USJTA pada level domestik. Menurut teori two-level games, temuan ini menunjukkan bahwa masih terdapat win-set yang tumpang tindih antara level internasional dan domestik Jepang sehingga memungkinkan Jepang untuk tetap meratifikasi USJTA walaupun bukan berada pada kondisi yang ideal.

The discussion in this thesis addresses the case of the U.S.-Japan Trade Agreement (USJTA) ratification by Japan in 2019. The focus of the discussion is to answer why Japan was willing to ratify USJTA without the inclusion of a tariff elimination agreement on automotive commodities originating from Japan, which was its main objective in initiating the USJTA negotiations. Instead of prioritizing Japan's main goal, the final agreement formed was deemed to accommodate the interests of the United States in opening Japan's agricultural market. Even as of the writing of this thesis, there have been no signs of initiating discussions on the tariff elimination of Japanese automotive commodities, despite three years having passed since the USJTA officially came into effect. To understand Japan's actions in ratifying the USJTA, this thesis utilizes the analytical framework of Robert Putnam's Two-Level Games theory with an exploratory qualitative research method that is focused on literature review. The research in this thesis finds that Japan's policy to ratify the USJTA without a tariff agreement on its automotive commodities is influenced by the USJTA negotiation process that took place at the international level, as well as the majority of domestic constituents and Japanese political institutions that supported the ratification of the USJTA at the domestic level. According to the Two-Level Games theory, these findings indicate that there is still an overlapping win-set between the international and domestic levels in Japan, allowing Japan to ratify the USJTA even though it is not under ideal conditions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verlyn Intan Lestari
"Pada tahun 2021 silam, Uni Eropa memutuskan untuk menunda ratifikasi perjanjian investasi bilateral dengan Tiongkok yang dikenal sebagai Comprehensive Agreement On Investment (CAI). Skripsi ini berusaha mengungkapkan alasan dibalik tindakan Uni Eropa tersebut menggunakan teori two-level games oleh Robert Putnam. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa proses negosiasi dan ratifikasi CAI dilakukan pada konteks memburuknya sistem internasional yang mencapai puncaknya pada peristiwa countersanction antara Uni Eropa dan Tiongkok. Selain itu, terdapat penolakan dari domestik Uni Eropa, seperti lembaga swadaya masyarakat, serikat pekerja, dan Parlemen Eropa karena perjanjian dinilai tidak sesuai dengan prinsip fundamental Uni Eropa. Berdasarkan
teori two-level games, temuan dari kondisi internasional dan domestik Uni Eropa tersebut tidak saling mendukung proses ratifikasi CAI. Kondisi ini terjadi karena win-set dari level I internasional dan level II domestik Uni Eropa tidak saling tumpang tindih dan akhirnya menyebabkan CAI berada pada posisi deadlocked. Hasil analisis skripsi ini diharapkan
berguna untuk mengembangkan kajian Ilmu Hubungan Internasional mengenai pengaruh faktor internasional dan domestik terhadap proses pembuatan kebijakan Uni Eropa, tertutama ketika berhadapan dengan Tiongkok sebagai mitra kerja samanya

In 2021, the European Union decided to postpone the ratification of the Comprehensive
Agreement on Investment (CAI), a bilateral investment agreement with China. This thesis
aims to uncover the reasons behind the European Union's action using Robert Putnam's
two-level games theory. Based on the analysis, it was found that the negotiation and
ratification process of the CAI was conducted in the context of the deteriorating
international system, which culminated in the countersanctions between the European
Union and China. In addition, there was opposition from domestic actors in the European
Union, such as civil society organizations, labor unions, and the European Parliament,
because the agreement was considered not in line with the fundamental principles of the
European Union. Based on the two-level games theory, the findings from the international
and domestic conditions of the European Union did not support the ratification process
of the CAI. This situation occurred because the win-sets from the international level (level
I) and the domestic level (level II) of the European Union did not overlap and eventually
caused the CAI to be deadlocked. The results of this thesis analysis are expected to be
valuable in developing the study of International Relations regarding the influence of
international and domestic factors on the European Union's policy-making process,
especially when dealing with China as its partner.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Annisaa Farista
"Hubungan trilateral antara China, Jepang, dan Korea Selatan memiliki karakteristik berupa hot economics, cold politics. Hubungan ekonomi yang erat ditengah tensi hubungan politik yang tinggi membuat ketiga negara ini tidak dapat duduk dalam satu forum tanpa melibatkan pihak ketiga. Tahun 2002 menjadi momen penting dalam sejarah hubungan trilateral ketika Pemerintah China mengajukan inisiasi pembentukan China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Jepang menanggapi proposal kerjasama tersebut dengan skeptis. Namun pada tahun 2003, Jepang menerima inisiasi kerja sama tersebut dan dibentuk trilateral joint study. Penelitian ini menganalisis faktor eksternal dan internal yang mendorong Jepang untuk menerima inisiasi pembentukan CJK FTA. Penelitian ini menunjukkan bahwa Jepang tidak dapat dilihat sebagai black box dalam proses pembentukan kebijakan FTA.

Trilateral relationship among China, Japan, and South Korea is known as hot economics, cold politics. Close economic relationship in the midst of political tensions has created a difficulty for these three countries to sit together in one forum. The year of 2002 became a historical moment in their trilateral relationship when China initiated China-Japan-Republic of Korea Free Trade Agreement (CJK FTA). Japan gave a skeptical respond towards the initiation. However, in 2003 Japan agreed to the initiation and established a trilateral joint study. The research aims to analyze the external and internal factors that pushed Japan to accept the initiation. This report demonstrates that Japan cannot be viewed as a block box in its FTA policy making.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56398
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Dharma
"Tesis ini membahas mengenai Trans Pacific-Partnership Agreement di Asia Pasifik dan polemik yang terjadi di Jepang dalam keputusan pemerintah untuk terlibat dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi perekonomian dan politik Jepang yang melatarbelakangi keputusan pemerintah untuk ikut serta dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement, pihak-pihak yang mendukung dan menolak keputusan tersebut, serta pihak-pihak yang terlibat dalam keputusan tersebut. Fokus utama diarahkan pada bagaimana Interest Group berusaha mempengaruhi keputusan pemerintah Jepang dalam negosiasi Trans-Pacific Partnership Agreement.

This thesis provide brief description about the Trans Pacific-Partnership Agreement in Asia Pacific and the controversy surrounding the Japanese Government decision to join the Trans Pacific-Partnership Agreement negotiation. It also explain the economic and political background of the government of Japan in announcing this decision. The research study the involvement of relevant parties that influence the government decision to enter the Trans Pacific-Partnership Agreement negotiation, focusing on the action of Interest Group."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gupta, K.R.
New Delhi: S. Chand, 1967
382.92 GUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Hasanah
"Tesis ini membahas mengenai beberapa klausul spesifik dalam Perjanjian Kemitraan Inti-Plasma dengan menggunakan asas proporsionalitas sebagai landasan utama untuk menilai apakah perjanjian tersebut telah mengakomodir kepentingan para pihak secara fair. Penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dengan menggunakan metode yuridis-normatif, dimana dari data sekunder yang ada dilakukan analisa secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam hubungan kemitraan inti-plasma ini para pihak berada dalam 'posisi tawar' yang tidak seimbang, sehingga pada tahap pra kontrak asas proporsional tidak terpenuhi, sedangkan pada tahap pembentukan kontrak terdapat klausul yang memenuhi asas proporsionalitas, namun ada pula yang tidak memenuhi asas proporsionalitas. Pada akhirnya penulis menyarankan bahwa, diperlukan intervensi pemerintah untuk mengefektifkan program kemitraan inti-plasma ini, selain itu perlu adanya pembekalan wawasan akan aspek-aspek hukum kontrak serta konsekueansinya bagi para peternak/petani plasma, serta perlu dibentuk suatu organisasi peternak/petani plasma sebagai wadah advokasi/pendampingan para anggotanya.

This thesis discusses about some specific clause in the 'Inti-Plasma' Partnership Agreement using 'the proportionality principle in commercial contract' as the primary basis for asessing whether the agreement has accommadate the interests of the parties fairly. This research is an explanatory research which use 'juridical-normative' format were collected the data from the seccondary data which analysed by qualitative methods. The conclusion from this study is, in the 'inti-plasma' relationship the parties are in a unbalance bargaining position,so that in the stage of 'pre-contract' , that principle are not met, while at the stage of 'formation of contracts' there are some clauses that met and does not met with that principle. In the end, the researcher suggest that government intervention is needed to streamline the 'inti-plasma partnership program' eficienly, in addition to the need for debriefing the ranchers/farmers about any aspects of contract law and its consequences for their bussiness relation, beside that it's need to set up an organization of ranchers/farmers as a forum to accommodate the inspirations and the interests of its member, so that through these forum can provide safeguards provisions for a fair contract although the contract was made in the standard agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29636;T29636
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mutia Rahmah
"Penafsiran suatu perjanjian atau kontrak yang didalam KUHPerdata diatur melalui Pasal 1342 sampai dengan Pasal 1351 masih diperlukan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya, mengingat perbedaan penafsiran dalam menjalankan isi perjanjian atau kontrak dapat berakibat pemenuhan prestasi sebagaimana telah dirumuskan dalam perjanjian atau kontrak tersebut menjadi berjalan tidak lancar atau terhambat. Dengan adanya penafsiran perjanjian atau kontrak diharapkan maksud para pihak yang terlibat dalam perjanjian atau kontrak tersebut dapat dipertemukan, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam pemenuhan isi perjanjian. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif.
Hasil penelitian menyarankan agar dalam merumuskan perjanjian atau kontrak hendaknya para pihak yang terlibat harus memperhatikan kata-kata dan maksud yang tersirat didalam perjanjian atau kontrak tersebut sehingga perjanjian atau kontrak yang dibuat isinya jelas, mudah dipahami serta tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. Akan tetapi, apabila masih terdapat perbedaan penafsiran diantara para pihak yang terlibat didalam perjanjian atau kontrak hendaknya penafsiran terhadap isi perjanjian atau kontrak tersebut tetap dilakukan secara adil dan berpedoman pada peraturan yang ada sehingga pelaksaan isi perjanjian atau kontrak tersebut dapat terlaksana dengan baik.

The interpretation of agreement or contract in Civil Code which have been set in Article 1342 until Article 1351 still be needed for parties involved. In view of the differences in interpretation of the contents in the contract or agreement this can cause misunderstandings and obstructing the fulfillment of achievements which have been formulated in that agreement or contract. The agreement or contract interpretation can give a good meaning for the parties in that agreement or contract so there will be a clear understanding to fulfill the agreement. This research is using literature study of juridical-normative.
The result of this research needs to be that the parties has to know carefully the meaning of the words or content of the agreement or contract in order to be clearly or easily understood and could not have any different interpretation. But, if there still are different interpretations between parties involved in that agreement or contract, it should be fair and guided by the existing rules in the interpretation of the agreement or contract content so the implementation of the agreement or contract content can be concluded properly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014;2014
T42704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ricardo Putra
"Tiap jenis perjanjian mempunyai persyaratan yang berbeda yang dapat melahirkan perjanjian tersebut. Perjanjian yang dicapai dengan kata sepakat yang disampaikan dengan sikap diam dapat menimbulkan akibat hukum pada masing-masing pihak. Akibat-akibat yang ditimbulkan ini beragam tergantung jenis perjanjian apa yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Skripsi ini membahas tentang putusan hukum di tingkat Kasasi Mahkamah Agung antara PT. Dwi Damai dengan PT. Philips Indonesia yang melakukan Perjanjian Distributor secara diam-diam. Penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui kedudukan perjanjian secara diam-diam dalam hukum Indonesia. Metode penelitian skripsi ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian distributor merupakan perjanjian konsensual yang dapat dilahirkan melalui perjanjian diam-diam. Dengan demikian PT. Dwi Damai dan PT. Philips Indonesia telah terikat oleh perjanjian distributor yang dilakukan secara diam-diam.

Each type of agreement has its requirements that create the agreement itself. The agreement that based on silent agreement could have many legal consequences toward the parties. This legal consequences appear based on the type of agreement the parties perform. This study discusses Indonesian High Court Decision between PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia that perform Distributor Agreement by silent agreement. The purpose of this study is to discover silent agreement legal standing based on Indonesian law system. The study will employ normative-juridical method. The result of this study show that distributor agreement is a consensual agreement which can created by silent agreement. Therefore PT. Dwi Damai and PT. Philips Indonesia have been attached by distributor agreement made by silent agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S60624
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
"Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia.
Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara.
Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.

As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well.
The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region.
Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Frisca Cristi
"Tesis ini khusus membahas pasal 31 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 dan akibatnya terhadap PSC. Dengan menggunakan metode interpretasi gramatikal, historis, antisipatif dan komparatif maka kita dapat memahami makna dari pasal 31 ini. Penelitian ini adalah penelitian perskriptif deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini sudah jelas bahwa perjanjian wajib dalam bahasa Indonesia dengan batasan khusus terhadap perjanjian dengan tujuan tertentu di Indonesia. Pasal 31 ini sebagai alasan yuridis terhadap PSC yang dilaksanakan di Indonesia diwajibkan dibuat juga dalam bahasa Indonesia.

This thesis specifically discusses article 31 of Law Number 24 of 2009 and its implication on the PSC. To understand the meaning of Article 31 the author uses the method of gramatikal, historis, antisipatif and komparatif interpretation. This study uses a prescriptive-descriptive design. The results stated that the meaning of the article is clear that the agreement shall be made in the Indonesian language which is only for the agreement with certain purposes in Indonesia. Article 31 is the juridical reason why a PSC in Indonesia must be made in the Indonesian language."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27892
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>